Вы находитесь на странице: 1из 16

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KONJUNGTIVITIS

Oleh :
DEWI HARTINA SARI
10542 0567 14

Pembimbing :
dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa;

Nama : Dewi Hartina Sari

NIM : 10542 0567 14

Judul Referat : Konjungtivitis

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Mei 2019

Pembimbing

(dr. Miftahul Akhyar Latief, Ph.D, Sp.M, M.Kes)


BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang


menutupi belakang kelopak dan bola mata. Peradangan tersebut menyebabkan
timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis
dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, maupun klamidia.1
Peradangan pada konjungtiva ini merupakan penyakit mata yang paling
sering dijumpai di seluruh dunia. Hal tersebut disebabkan karena lokasinya yang
menyebabkan konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Patogen umum yang dapat menyebabkan
konjungtivitis adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, Neisseria meningitidi, sebagian besar strain adenovirus
manusia, virus herpes simpleks tipe 1 dan 2 dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamidia
trachomatis, dan Neisseria gonorrhoeae.2
Gambaran klinis yang dapat terlihat dapat berupa hiperemi konjungtiva bulbi
(injeksi konjungtiva), lakrimasi, eksudat dengan secret yang lebih nyata dipagi hari,
pseudoptosis akibat kelopak membengka, kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran,
pseudomembran, granulasi, flikten, sensasi benda asing pada mata, dan dapat pula
adenopati preaurikuler.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur Anatomi dari Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang


membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambung dengan
kulit pada tepi palpebral (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet
yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea.1,2 Konjungtiva terdiri dari tiga
bagian:
1. Konjungtiva palpebralis: menutupi permukaan posterior dari palpebra dan
dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva. 3
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai
sekitar 2 mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal,
sulkus subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara
kulit dan konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas.
Pada kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus.
Kelenjar tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris: menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon.
Tepian sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut
dengan konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon,
dan jaringan episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat
secara kuat pada pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel
konjungtiva menjadi berlanjut seperti yang ada pada kornea. 3 konjungtiva
bulbar sangat tipis. Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan,
mudah melipat ke belakang dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah
dapat dilihat di bawahnya. Di dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet
yang mensekresi musin, suatu komponen penting lapisan air mata pre-
kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi kornea.
3. Forniks: bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan
konjungtiva bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi
forniks superior, inferior, lateral, dan medial forniks. 6

Gambar 1: Struktur anatomi dari conjungtiva


B. Struktur Histologis dari konjungtiva
- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel
silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat
limbus, di atas caruncula dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi
kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamosa bertingkat.
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel goblet ke tepi dan
diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara merata.
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial
dan didekat limbus dapat mengandung pigmen.
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat
mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Tidak
terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama
kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir
tidak memperlihatkan reaksi folikuler. 3
b. Lapisan fibrosa terdiri dari jaringan penyambung yang melekat pada
lempeng tarsus. Lebih tebal daripada lapisan adenoid, kecuali di regio
konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut struktur ini sangat tipis.
Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf konjungtiva.
Bergabung dengan kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 3
Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:
1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet (kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle (ada pada tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz (pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi
mukus yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. 3
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah: 3
a. Kelenjar dari Krause (terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah).
b. Kelenjar dari Wolfring (terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).3
Suplai arterial konjungtiva:
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan – bersama banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaring-jaring
vaskuler konjungtiva yang sangat banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di
dalam lapisan superfisial dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe
palpebra membentuk plexus limfatikus. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus. V. Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai
oleh cabang dari arcade arteri periferal dan merginal kelopak mata. Konjungtiva
bulbar disuplai oleh dua set pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang
merupakan cabang dari arcade arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva naterior
yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri
konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri konjungtiva anterior untuk
membentuk pleksus perikornea. 3
C. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi
vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.4,5 yang disebabkan oleh mikro-
organisme (virus, bakteri,jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.6
D. Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Infeksi oleh virus atau bakteri.
b. Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.
c. Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet.
E. Klasifikasi
Menurut penyebab terjadinya, konjungtivitis dibagi menjadi beberapa bagian:
1. Konjungtivitis Bakteri
a. Definisi
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang
disebabkan oleh bakteri. 7

b. Etiologi
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu
hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut
biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N
meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering
pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis.8
c. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal
seperti Streptococci, Staphylococci dan jenis Corynebacterium.
Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh ataupun pada jumlah
koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis. Perubahan
pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal,
penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah.9
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu
penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotic.10
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel
yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan
sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air
mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya
gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva.11
d. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya
dijumpai injeksi konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain
itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen daripada
konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai
edema pada kelopak mata.12
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret
dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal.
Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada
pagi hari sewaktu bangun tidur. 7
e. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena
mungkin saja penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh
pada pasien yang lebih tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu
dipertimbangkan penyakit menular seksual dan riwayat penyakit pada
pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat
penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan,
penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-
obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak.13
f. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai
disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi
topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen dan mukpurulen, sakus
konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan
sekret konjungtiva.14
Pengobatan yang dapat diberikan sebelum pemeriksaan mikrobiologik
dengan antibiotic tunggal seperti:
1) Kloramfenikol 0.5-1% dapat diberikan 2-3 jam sekali untuk tiga hari
pertama kemudian diturunkan 4jam sekali selama satu minggu.
2) Golongan aminoglikosida digunakan untuk bakteri gram negative,
gentamisin dan tobramisin bias menjadi pilihan. Penggunaan topical
aminoglikosida bisa menyebabkan toksisitas kornea.
3) Golongan fluoroquinolon bisa digunakan ofloxacin, ciprofloxacin,
moxifloxacin. Moxifloxacine merupakan fluoroquinolon generasi
keempat yang kerjanya menghambat DNA gyrase dan topoisomerase IV.
Digunakan untuk terapi bakteri gram positif.
4) Azitromicin. Merupakan antibiotic makrolid generasi ke dua yang
mempunyai efek anti inflamasi. Azitromicin diturunkan dari eritromisin
dengan menambahkan satu atom nitrogen ke cincin lakton eritromisin A.
Azitromisin menghambat sintesis dari protein bakteri. Azitromisin topical
biasanya digunakan untuk konjungtifitis bakteri purulent.

2. Konjungtivitis Virus
a. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan
oleh berbagai jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat
menimbulkan cacat hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan
dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis bakteri.2
b. Etiologi
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi
adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit
ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus
(enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency
virus.15
c. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh
adenovirus biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata
berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran.2
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh Herpes simplex virus
dijumpai lesi primer herpetic pada wajah dan palpebral. Pada
konjungtivitis yang disebabkan oleh Herpes zoster virus dapat dijumpai
penyebaran lesi yang sesuai dengan dermatom.2
d. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung
etiologinya, karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang
membedakan tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi
mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan
dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.12
e. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak
diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan
untuk mencegah terkenanya kornea.15 Pasien konjungtivitis juga
diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan penyebaran infeksi.7
3. Konjungtivitis Alergi
a. Definisi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling
sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang
diperantarai oleh sistem imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling
sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas
tipe 1.17
b. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu
konjungtivitis alergi musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan
yang biasanya dikelompokkan dalam satu grup, keratokonjungtivitis
vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar raksasa.2
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda
sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman
dan tumbuh-tumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan
riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik
terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan
konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan
dari plastik.18
c. Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan sub-
kategorinya. Pada konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-
tumbuhan keluhan utama adalah gatal, kemerahan, air mata, injeksi
ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien dengan
keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan
kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak
papila halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia
merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva
tampak putih susu. Pada kasus yang berat ketajaman penglihatan
menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar raksasa dijumpai tanda
dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal.2
d. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien
serta observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis
konjungtivitis alergi. Gejala yang paling penting untuk mendiagnosis
penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja disertai mata
berair, kemerahan dan fotofobia.19
e. Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-
antihistamin topikal dan kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan
steroid topikal jangka pendek untuk meredakan gejala lainnya.2
4. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans
dan merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan
adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan
keadaan sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitis walaupun jarang.2
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear. Organisme
mudah tumbuh pada agar darah atau media Sabouraud dan mudah
diidentifikasi sebagai ragi bertunas (budding yeast) atau sebagai pseudohifa.2
Infeksi ini berespon terhadap amphotericin B (3-8 mg/mL) dalam
larutan air (bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin (100.000 U/g) 4-6
kali sehari. Obat ini haru diberikan secara hati-hati agar benar-benar masuk
dalam saccus conjungtivalis dan tidak hanya menumpuk di tepian palpebral.2
BAB III
KESIMPULAN
Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih
mata dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan
mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan
mata rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga
yang memerlukan pengobatan.
- Konjungtivitis dibagi dalam beberapa bentuk diantaranya adalah:
 Konjungtivitis karena infeksi bakteri/virus
 Konjungtivitis imunologik (alergik)
 Konjungtivitis jamur
Penting artinya untuk mengetahui setiap ciri khas kelainan konjungtivitis
karena pengobatan dengan tiap etiologi yang berbeda memerlukan terapi yang
berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed 3. 2009. Jakarta: Balai penerbit FKUI.


2. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. 2013. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi
Umum (General Ophthalmology). Ed. 17. Widya Medika: Jakarta.
3. Putz, R & Pabst R. Sobotta Jilid 1. Edisi 22. 2010. Jakarta: EGC.
4. PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. 2009. Jakarta.
5. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5.2013 Jakarta:Balai Penerbit FK UI.
6. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. 2010. Jakarta:Erlangga.
7. James, B., Chew, C., Bron, A., 2005. Konjungtiva, Kornea, dan Sklera.
Dalam: Bruce, J., et al. (eds). Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Erlangga, 6-66.
8. Jatla, K.K., 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver
Health Science Center.
9. Rapuano, C.J., et al., 2008. Conjunctivitis. American Academy of
Ophthalmology.
10. Visscher, K.L., et al., 2009. Evidence-based Treatment of Acute Infective
Conjunctivitis. Canadian Family Physician.
11. Amadi, A., et al., 2009. Common Ocular Problems in Aba Metropolis of
Albia State, Eastern Nigeria. Federal Medical Center Owerri.
12. Rapuano, C.J., et al., 2008. Conjunctivitis. American Academy of
Ophthalmology.
13. Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine.
Available from:
14. Ilyas, S., 2009. Konjungtiva. Dalam: Ilyas, S. (ed). Ikhtisar Ilmu Penyakit
Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 51-74.
15. Scott, I.U., 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Opthalmology and
Public Health Sciences.
16. Cuvillo, A del., et al., 2009. Allergic Conjunctivitis and H1
Antihistamines. J investing Allergol Clin Immunol 2009; Vol. 19. Suppl. 1:
11-18.
17. Majmudar, P.A., 2010. Allergic Conjunctivitis. Rush-Presbyterian-St
Luke’s Medical Center.
18. Asokan, N., 2007. Asthma and Immunology Care. Diplomate of American
Board of Allergy & Immunology and American Board of Pediatrics.
19. Weissman, B.A., 2008. Giant Papillary Conjunctivitis. University of
California at Los Angeles.

Вам также может понравиться