Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Usus besar manusia, atau usus besar, adalah organ berotot berbentuk tabung
yang berukuran sekitar 4 kaki. Meluas dari ujung usus kecil ke rektum; beberapa
dokter mungkin memasukkan rektum sebagai ujung usus besar. Istilah kolorektal
menggambarkan daerah ini yang dimulai di usus besar dan berakhir di anus.
Biasanya, bagian pertama atau kanan dari usus besar yang disebut kolon asenden
bergerak naik dari bagian kanan bawah perut.1
The American Cancer Society memperkirakan bahwa sekitar 1 dari 21 pria dan
1 dari 23 wanita di Amerika Serikat akan mengembangkan kanker kolorektal
selama masa hidup mereka. Ini adalah penyebab utama kedua kematian akibat
kanker pada wanita, dan yang ketiga untuk pria. Namun, karena kemajuan dalam
teknik skrining dan perbaikan dalam perawatan, tingkat kematian akibat kanker
kolorektal telah menurun. Kanker kolorektal mungkin jinak, atau tidak kanker,
atau ganas. Kanker ganas dapat menyebar ke bagian lain tubuh dan merusaknya.2
2
Kanker kolorektal (colo – rectal carcinoma) atau yang biasa disebut sebagai
kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas terbayak diantara tumor lainnya
yang menyerang saluran pencernaan. Kanker kolorektal merupakan penyakit
kanker yang menempati urutan ketiga terbesar di dunia dan penyebab kematian
keempat terbanyak di dunia yang disebabkan karena kanker (Gontar Alamsyah
Siregar, 2007: 4). Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC),
pada tahun 2012 kanker kolorektal merupakan penyakit kanker ketiga terbanyak
dengan jumlah penderita baru sebanyak 1,36 juta dari 14,1 juta penderita kanker
baru dimana peringkat pertama terbanyak didapat pada kanker paru - paru dengan
banyak penderita baru 1,82 juta dan peringkat kedua didapat pada kanker
payudara dengan banyak penderita baru 1,67 juta. Di Indonesia, kanker kolorektal
termasuk ke dalam 10 penyakit kanker (payudara, leher rahim, kelenjar getah
bening, kulit, nasofaring, 2 tiroid, dan ovarium) yang banyak di derita masyarakat
Indonesia. Tingginya kasus kanker kolorektal disebabkan karena hampir setengah
dari pasien terdiagnosis pada tahap lanjutan, sehingga penanganan sulit dilakukan.
Banyaknya penderita kanker kolorektal yang terdiagnosis pada tahap lanjutan
disebabkan karena pada tahap awal biasanya tidak muncul gejala pada penderita
Selain itu, gejala dari kanker kolorektal sering tidak spesifik, sehingga pengenalan
dini dari gejala kanker kolorektal menjadi tantangan.1,2
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Kanker kolorektal adalah kanker yang dimulai di usus besar atau rektum.
Kanker ini bisa juga dinamai kanker usus besar atau kanker dubur, tergantung di
mana mereka mulai. kanker usus besar dan kanker dubur sering dikelompokkan
bersama.3
Tumor epitel ganas usus besar atau dubur (malignant neoplamsa of sigmoid)
adalah tumor yang sudah menembus melalui muscularis mukosa ke submucosa
yang dianggap ganas pada colon. Tumor ini tersebar di Sel paneth, sel
neuroendokrin atau berdiferensiasi di fokus kecil sel skuamosa yang kompatibel
dengan diagnosis adenokarsinoma.4
B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan angka dari 2007 hingga 2009, 4,96% pria dan wanita AS yang
lahir hari ini akan didiagnosis menderita kanker kolorektal selama masa hidup
mereka. Dari 2005 hingga 2009, usia rata-rata saat diagnosis kanker usus besar
dan dubur di AS adalah 69 tahun. lebih tinggi di antaranya laki-laki (54 per
100.000 bandingkan 40 per 100.000 untuk perempuan).6
Di Inggris sekitar 41.000 orang per tahun mendapatkan kanker usus besar yang
menjadikannya jenis yang paling umum keempat.7
4
Di Australia satu dari 19 pria dan satu dari 28 wanita di Australia akan
berpeluang menderita kolorektal sebelum usia 75 tahun, lalu satu dari 10 pria dan
satu dari 15 wanita akan mengembangkannya pada usia 85 tahun8
C. ETIOLOGI
Anatomi kranial meliputi scalp, skull, meningen, otak, sistem ventrikel, dan
bagian intrakranial. Scalp merupakan bagian otak yang kaya pembuluh darah,
laserasi pada scalp menimbulkan hilangnya darah dalam jumlah besar dan
menyebabkan syok hemoragik dan bahkan kematian terutama bagi mereka yang
membutuhkan waktu transport yang lama.4
C. 4 Antiinflamasi nonsteroid
Sebagian senyawa obat-obatan, secara alami dapat menghambat biokimia pada
prostaglandin homeostasis pada neoplasma kolorektal. Beberapa agen ini
menyebabkan dramatis involusi adenoma tetapi perannya dalam kemoprevensi
adenokarsinoma kurang jelas. Kunci polimorfisme Enzim dapat mengubah jalur
metabolisme lainnya yang memodifikasi perlindungan atau cedera senyawa, mis.
Methylenetetrahydrofolate reduktase, N-asetiltransferase, glutathione-S-
transferases, aldehyde dehydrogenase dan sitokrom P-450. Polimorfisme ini
mungkin menjelaskan kerentanan atau kecenderungan individu di antara populasi
dengan eksposur yang serupa.4
C. 5 Penyinaran (Radiasi)
Etiologi yang jarang tetapi dikenal dengan baik sebagai Faktor pencetus dalam
neoplasia kolorektal adalah terapi iradiasi panggul.4
6
C. 6 Penyinaran (Radiasi)
Sebagian besar karsinoma kolorektal berada di kolon dan rektum sigmoid,
tetapi ada bukti perubahan distribusi dalam beberapa tahun terakhir, dengan
peningkatan proporsi lebih banyak karsinoma proksimal. Patologi molekuler juga
demikian perbedaan situs yang ditunjukkan: tumor dengan tinggi tingkat
ketidakstabilan mikrosatelit (MSI-H) atau mutasi ras proto-onkogen lebih sering
terletak di sekum, kolon asendens dan kolon transversum.4
C.7 Lokalisasi
Sebagian besar karsinoma kolorektal berada di kolon dan rektum sigmoid,
tetapi ada bukti perubahan distribusi dalam beberapa tahun terakhir, dengan
peningkatan proporsi lebih banyak karsinoma proksimal. Patologi molekuler juga
demikian perbedaan situs yang ditunjukkan: tumor dengan tinggi tingkat
ketidakstabilan mikrosatelit (MSI-H) atau mutasi ras proto-onkogen lebih sering
terletak di sekum, kolon asendens dan kolon transversum.4
pasien dengan kanker usus stadium IV. Jika kanker telah menyebar ke bagian lain
dari tubuh Anda dan Anda mengalami mutasi ini, jenis terapi bertarget yang
disebut inhibitor BRAF dapat membantu Anda ketika dikombinasikan dengan
kemoterapi dan terapi bertarget lain.9
D. PATOFISIOLOGI
Salah satu ciri ciri khas kanker ini yang diperoleh adalah melalui akumulasi
progresif mutasi genetik dan perubahan epigenetik itu aktifkan onkogen dan
inaktivasi penekan tumor gen. Hilangnya stabilitas genomik dan / atau
epigenomik telah diamati pada sebagian besar neoplastik awal lesi di usus besar
(yaitu, fokus crypt yang menyimpang, adenoma dan polip bergerigi) dan mungkin
merupakan pusat acara molekuler dan patofisiologis dalam inisiasi dan
pembentukan kanker kolorektal.
8
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Ny. Gusnawati
Umur : 33 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jln. Yodo No. 19 Tawaeli
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 27 April 2019
Rumah sakit : ANUTAPURA PALU
Ruangan : IGD,ICU
9
Jantung
▫ Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
▫ Palpasi: ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula (s),
▫ Perkusi
Batas atas : SIC II linea parasternal dextra et sinistra
Batas kanan: SIC V linea parasternal dextra
Batas kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
▫ Auskultasi: bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen
▫ Inspeksi: bentuk cembung , luka bekas operasi (+)
▫ Auskultasi: peristaltik(+) meningkat, metallic sound (+)
▫ Perkusi: hyper timpani (+) diseluruh kuadran abdomen
▫ Palpasi: Massa(-), nyeri tekan (+),
Ekstremitas
▫ Atas: edema (-), akral hangat (+/+)
▫ Bawah: edema (-), akral hangat (+/+)
12
IV. RESUME
Ost wanita usia 33 tahun masuk IGD Rumah Sakit Anutapura Palu
dengan keluhan nyeri pada perut yang dialami sejak 4 hari yang lalu, nyeri
perut dirasakan pada daerah Abdomen, hilang timbul, sifat nyeri seperti
tertusuk, dan terus menerus. Nyeri perut disertai perut kembung yang
dialami sejak kurang lebih 3 hari yang lalu. cephalgia(-), cough(-), febris(-),
dispneu (+), nausea(+), vomitus(+) 3 kali, berupa cairan bercampur
makanan tidak disertai darah. Anorexia(+) sebanyak 6 Kg dalam 2 bulan
sebelum sakit. BAB terakir 4 hari yang lalu seperti kotoran kambing, sedikit
demi sedikit, hematochezia(+), BAK lancar. Pasien mengaku bahwa
awalnya pasien di rawat di RS Anutapura Palu dengan riwayat nyeri pada
abdomen disertai hematochezia, pada tanggal 21 April 2019, dan di rawat
oleh dokter Spesialis Penyakit Dalam, setelah dilakukan pemeriksaan USG
abdomen pasien dengan diagnosis Susp. Tumor Colon dan dirujuk ke RS.
Awal Bros Makassar untuk melakukan Colonoscopy. Pasien didiagnosis
Tumor Colon Desendens dan Hemoroid Eksterna (9 April 2019).
13
Hasil Endoscopy
Caecum
Tidak bisa dinilai
Ileum Terminal
Tidak bisa dinilai
Kesimpulan
Hemorrhoid Eksterna
Tumor Colon Desendens
VII.DIAGNOSIS
Malignant Neoplasm of Sigmoid T3N0Mx
IX. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia
Qua ad sonationem : dubia
X. FOLLOW UP
17
Terapi ICU
-IVFD RL 20 tpm
18
-Infus RL 20 tpm
-paracetamol btl/8 jam
-Durogesic Patch/ 3 hari
-Santagesik 1 amp/12 jam/iv
-Rencana Rujuk Makassar untuk kemoterapi
BAB IV
21
PEMBAHASAN
Diagnosis pada kasus ini yaitu Epidural hematoma (EDH) Temporal Dextra
yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjuang. Pada awal datang pasien dilakukan primary survey dengan
melakukan ABCDE. Airway pasien didapatkan paten, tidak ada jejas servikal,
maupun sumbatan jalan napas. Dari Breathing, napas spontan 22x/menit dipasang
nasal kanul O2 2 lpm, Circulation, nadi regular teraba kuat, tekanan darah 120/80
mmHg. Disability, pasien sadar, GCS E4M6V5, pupil isokor 3mm/3mm, reflex
cahaya +/+. Exposure, terdapat hematoma region temporal kanan 3cm x 3cm. Hal
ini sesuai dengan ATLS untuk dilakukan primary survey dulu pada pasien dengan
trauma kepala.
Kemudian dilakukan anamnesa pada secondary survey. Pasien mengalami
kecelakaan motor 2 jam yang lalu (± pukul 21.00) SMRS. Pasien tidak
menggunakan helm dan kepala sempat terbentur. Setelah kecelakaan pasien
sempat tidak sadarkan diri kurang lebih 20 menit, setelah sadar pasien tampak
bingung dan mengalami muntah sebanyak 3 kali, muntahan yang keluar berisi
makanan dan tidak bercampur darah. Berdasarkan teori muntah yang dialami
pasien pada hal ini dapat mengarahkan kita akan adanya kemungkinan
peningkatan ICP (Intracranial pressure). Keluhan lainnya pasien merasakan
pusing (-), nyeri pada dada (-), nyeri perut (-), nyeri pada tangan (-), nyeri pada
kaki (-). BAB lancar dan BAK belum ada sejak kecelakaan. Hal ini sesuai dengan
algoritma ATLS yaitu perlu ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
mekanisme injuri, waktu, hilangnya kesadaran saat injuri, tingkat kesadaran,
amnesia, dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, laju pernapasan 22 x/menit, suhu 36,80 C.
Pada kepala terdapat cephal hematoma di region temporal dextra 3x3cm, vulnus
ekskoriatum regio nasalis (+), pada status neurologis didapatkan GCS 15, pupil
bulat isokor 3mm/3mm reflek cahaya +/+, motorik normal. Hal ini sesuai dengan
ATLS dimana dilakukan pemeriksaan fisik dan neurologis.
22
Berdasarkan GCS 15 dari pasien, pasien digolongkan dalam mild head injury.
Head injury merupakan segala trauma yang menyebabkan jejas di scalp, tulang
tengkorak atau otak. Atau dapat didefinisikan juga sebagai segala perubahan
mental status atau fungsi fisik dari seseorang setelah terjadi trauma pada kepala.
23
Pada hal ini, kehilangan kesadaran tidak harus selalu terjadi. Tingkat keparahan
dihitung berdasarkan GCS, dimana score 13-15 menunjukan mild head injury,
score 9-12 menunjukan moderate head injury, dan score 8 atau kurang
menunjukan severe head injury. Namun, pada akhir-akhir ini, beberapa penelitian
mengatakan bahwa pasien dengan GCS 13 dapat digolongkan menjadi moderate
head injury, dan pasien dengan 14-15 saja yang dapat digolongkan dengan mild
head injury. Dengan demikian, berdasarkan GCS 15 dari pasien, pasien
digolongkan dalam mild head injury.
Kemudian pada pasien ini dilakukan pemeriksaan CT scan dan didapatkan
epidural hematoma di temporal dextra dengan gambaran lesi hiperdens bikonveks
pada region temporal dextra pada 6 slice CT scan sehingga volume diperkirakan
sekitar 38 cc. Sehingga pada pasien ini didiagnosis dengan cedera kepala ringan
dengan GCS 15 dan Epidural Hemmorhage temporal dextra 38 cc. Sehingga
sesuai dengan syarat evakuasi EDH yaitu volume di atas 30 cc tanpa memandang
GCS maka pada pasien ini direncanakan operasi kraniotomi EDH.
Perdarahan epidural atau epidural hematom (EDH) adalah perdarahan akut di
rongga epidural. Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang
tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal
disertai dengan salah satu cabang arteria meningea yang media robek. Semakin
lama, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang
kepala sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf
ini mengakibatkan dilatasi pupil. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang
berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik
kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
24
Pada pasien sesuai dengan syarat evakuasi EDH didapatkan volume di atas 30
cc tanpa memandang GCS maka pada pasien ini direncanakan operasi kraniotomi
EDH. sehingga operasi craniotomy yang dilakukan dengan teknik insisi
temporofrontal, flap kulit, craniotomy 1 hole, flap tulang, Hitstich keliling,
evakuasi hematoma, rawat perdarahan, osteoplasty, pasang vacuum darah,
25
lapangan operasi ditutup lapis demi lapis dan membuka kalvaria pada tempat
terjadinya perdarahan. EDH akan tampak setelah mengangkat flap tulang, dan
dibersihkan. Koagulasi perdarahan pembuluh darah dura biasanya dilakukan.
Penjahitan epidural dari dura menuju ke tepi tulang kraniotomi dan ke tengah falp
kraniotomi untuk mentampon perdarahan epidural dari area di tepi kraniotomi dan
mencegah berulangnya perdarahan.
Post operasi diberikan RL 20 tpm, inj. ceftriaxone 1gr/12j/iv, inj. ketorolac 30
mg/8j/iv, inj. piracetam 3 gr/8j/iv sebagai neuroprotektor, phenytoin 100 mg/8j/iv
sebagai antikonvulsan, manitol 25 ml/8j yang bertujuan untuk mengurangi
tekanan intracranial serta dilakukan elevasi kepala.
Pada hari pertama perawatan post craniotomy pasien dirawat di ICU, setelah
kondisi membaik, pasien dipindahkan ke ruangan teratai. Pada hari perawatan ke
6, kondisi pasien berangsur membaik, kemudian pasien dipulangkan
Pada pasien juga dilakukan edukasi yaitu menjelaskan pasien tentang
penyakitnya dan akibatnya, menjelaskan pasien dan keluarga bahwa dengan
pendarahan otak maka harus segera dilakukan operasi karena perdarahan dapat
semakin banyak dan pasien dapat mengalami penurunan kesadaran dan
perburukkan keadaan, menjelaskan resiko yang dapat terjadi akibat perdarahan
otak yang diderita pasien, menjelaskan tentang rencana-rencana pengobatan yang
akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
12.
13. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Pres; 2011
14. Charlie dicky Arnold. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Outcome
Pasien Pasca Operasi Hematoma Epidural ( EDH ), 2013. Fakultas kedokteran
Universitas Andalas
27