Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DIAN PURBASARI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Isolasi dan Karakterisasi
Protein Ikan Tongkol (Auxis thazard), Kerang Hijau (Perna viridis) dan Udang
Jerbung (Penaeus merguiensis) untuk Pembuatan Isolat Alergen adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dian Purbasari
F 251090051
ABSTRACT
DIAN PURBASARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Mayor Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis :
Dra. Suliantari, M.Sc
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Isolasi dan Karakterisasi Protein Ikan Tongkol (Auxis thazard),
Kerang Hijau (Perna viridis) dan Udang Jerbung (Penaeus
merguiensis) untuk Pembuatan Isolat Alergen.
Nama : Dian Purbasari
NRP : F251090051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala kerunia
yang diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini ialah tentang
protein alergen dengan judul Isolasi dan Karakterisasi Protein Ikan Tongkol
(Auxis thazard), Kerang Hijau (Perna viridis) dan Udang Jerbung (Penaeus
merguiensis) untuk Pembuatan Isolat Alergen.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Prof.Dr.Ir. Fransiska R Zakaria, M.Sc dan Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
sebagai dosen pembimbing atas bimbingan dan bantuan dana selama
pelaksanaan penelitian.
2. Dra. Suliantari, M.Sc selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan
arahan untuk perbaikan tulisan ini.
3. Drh. Didik Tulus Subekti, M.Kes yang telah banyak memberikan banyak
masukan, arahan dan bimbingan selama pengerjaan uji ELISA di BALITVET
Bogor.
4. Orangtuaku tercinta Bapak Agus Irianto, SH.MPd dan Ibu Nanik Sugiyarti,
SPd, kedua adikku (Galuh dan Pupi) serta keluarga besar Banyuwangi
(Pakdhe Nyoto, Budhe Ria, Mba Eka) atas kasih sayang, dukungan yang tak
terhingga.
5. Teman-teman seperjuangan IPN 2009 (Rizki, Ria, Hermawan, Nandi, Dede,
Fenny, Ilul, Riyanti, Bu Wida, Rangga, Tina, Wanny, Bu Indah), teman-teman
IPN 2010 (Pak.Hendra, Zahra, Meli, Gadis, Yati, Nita, Sadex dan Pak Salim),
anggota wisma queen castle (Dwi Andini, Ratna, Thea, Ilah, Nurisma, Rina,
Yeni, Nana), serta staf LPP Mangrove (mba Yanti, Ayu, Mas Ali, a’Udi, Bu
Eni, Pak Khumaedi, Gilang dan Roni) atas kebersamaan selama ini.
6. Keluarga besar : Program Mayor Ilmu Pangan Fateta IPB, SEAFAST Centre
IPB, Laboratorium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fateta
IPB, Laboratorium Parasitologi BALITVET Bogor.
Bogor, Maret 2012
Dian Purbasari
RIWAYAT HIDUP
xvii
3.3.6.1. Penentuan IgE Total Serum Subyek Alergi
(kualitatif) ………………………………………... 27
3.3.6.2. Penentuan Sifat Alergenisitas Ekstrak
Protein..................................................................... 28
3.3.7. Immunoblotting (Towbin et al. 1979).................................... 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 31
4.1. Ekstrak Protein Sarkoplasma dan Miofibril ..................................... 31
4.2. Karakteristik Ekstrak Protein dengan Elektroforesis SDS-PAGE .. 34
4.2.1. Ikan Tongkol ......................................................................... 37
4.2.2. Kerang Hijau ......................................................................... 39
4.2.3. Udang Jerbung ...................................................................... 40
4.3. Alergenisitas Ekstrak Protein dengan Metode ELISA ................... 42
4.3.1. IgE Total Serum Subyek Alergi ........................................... 43
4.3.2. Alergenisitas Ekstrak Protein Sarkoplasma dan Miofibril .... 45
4.3.2.1. Ikan Tongkol ............................................................ 48
4.3.2.2. Kerang Hijau ........................................................... 50
4.3.2.3. Udang Jerbung ......................................................... 52
4.4. Profil Protein Alergenik Ekstrak Protein Sarkoplasma dan
Miofibril dengan Metode Imunoblotting ………………………... 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 59
5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 59
5.2. Saran ................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61
LAMPIRAN ................................................................................................. 69
xviii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi makanan laut penyebab alergi ..................................... 10
Tabel 2. Jumlah total protein sampel awal dan protein terekstrak .............. 32
Tabel 3. Nilai mobilitas relatif (Rf), logaritma berat molekul (Log BM)
dan berat molekul protein standar ................................................ 35
Tabel 4. Perbandingan hasil uji ELISA dengan sejarah medis alergi
masing masing subyek .................................................................. 47
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Empat tipe reaksi alergi (Kuby 2007) ....................................... 5
Gambar 2. Mekanisme umum reaksi hipersensitif tipe I (Kuby 2007)........ 7
Gambar 3. Diagram alir penelitian .............................................................. 21
Gambar 4. Ekstraksi Protein Sarkoplasma dan Miofibril
(Hashimoto et al. 1979) ………………………………………. 23
Gambar 5. Pola elektroforesis fraksi protein. M: low-molecular-weight
protein marker, 1: sarkoplasma tongkol, 2: miofibril tongkol,
3: sarkoplasma kerang hijau, 4: miofibril kerang hijau;
5: sarkoplasma udang jerbung, 6: miofibril udang jerbung ..... 35
Gambar 10. Hasil uji ELISA terhadap serum pengenceran 1:5 dan 1:10 44
dibandingkan dengan kontrol negatifnya (rata + 2SD) : (A)
Subyek A-J, (B) Subyek K-T....................................................
Gambar 11. Hasil uji ELISA protein ikan tongkol terhadap 20 serum
subyek(A-T) (A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril ......... 49
Gambar 12. Hasil uji ELISA protein kerang hijau terhadap 20 serum
subyek (A-T) (A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril…….. 51
Gambar 13. Hasil uji ELISA protein udang jerbung terhadap 20 serum
subyek (A-T) (A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril…….. 52
Gambar 14. Imunoblotting protein udang jerbung, ikan tongkol dan kerang
hijau (A) serum subyek A dan B; (B) Serum H, L dan P.……. 55
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Larutan-larutan untuk ekstraksi protein sarkoplasma dan
miofibril ............................................................................. 69
xxiii
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Alergi pangan merupakan reaksi yang merugikan dari makanan yang
didasarkan pada mekanisme imonologi (Houben dan Penninks 1996). Dalam
beberapa tahun terakhir, angka kejadian alergi pangan terus meningkat tajam baik
di dalam negeri maupun luar negeri. World Allergy Organization (WAO)
menyebutkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap
tahun (Candra et al. 2011). Jumlah kasus alergi pangan paling banyak pada bayi
dan anak-anak yaitu berkisar antara 6-8% dan pada orang dewasa sekitar 1-2%
(Sampson 2005). Kasus alergi pangan di Indonesia menunjukkan jumlah yang
belum pasti namun selalu meningkat tiap tahunnya (Noverina 2008).
Timbulnya alergi pangan disebabkan adanya senyawa penyebab alergi atau
lebih dikenal dengan alergen. Alergen pangan berupa protein yang tidak rusak
pada saat proses pemasakan dan saat berada di keasaman lambung. Secara
struktural protein makanan (alergen) tidak sama dengan struktur protein tubuh
manusia sehingga dideteksi oleh sistem imun tubuh sebagai protein asing.
Akibatnya alergen dapat masuk ke dalam tubuh melalui peredaran darah mencapai
organ yang menjadi tergetnya sehingga menginduksi respon imun dan
menimbulkan reaksi alergi. Gejala reaksi alergi dapat terlihat sebagai timbulnya
gangguan kulit berupa bercak-bercak merah yang gatal pada permukaan kulit,
gangguan saluran pencernaan berupa diare dan muntah, sesak nafas sampai syok
anafilaksi yang fatal dan gangguan rongga mulut (Hamada et al. 2003).
Pada dasarnya semua makanan dapat menimbulkan reaksi alergi, yang
membedakan hanya kadar protein di dalamnya dan kondisi tubuh seseorang dalam
menerima pasokan protein tersebut. Umumnya makanan yang sering
menimbulkan reaksi alergi adalah makanan yang mengandung protein tinggi yang
sayangnya merupakan makanan sumber protein yang penting bagi kesehatan.
Sekitar 90% reaksi alergi pangan disebabkan oleh kacang tanah, susu, telur ayam,
kedelai, ikan, kerang dan gandum (FAAN 2010).
Ikan dan makanan laut memiliki peranan penting dalam gizi manusia.
Makanan laut merupakan sumber protein yang sangat berharga dan mengandung
sejumlah besar asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) dan vitamin larut lemak.
2
Namun, makanan laut juga merupakan salah satu jenis pangan penyebab
terpenting timbulnya alergi, terutama di negara-negara yang mayoritas
penduduknya bergantung pada sektor perikanan dan dimana ikan menjadi
konsumsi andalannya (Samartin et al. 2001). Makanan laut ditemukan sebagai
alergen pangan terpenting kedua setelah telur pada pasien penderita alergi (Lopata
dan Potter 2000). Tiga jenis makanan laut yang dapat memicu alergi yaitu ikan,
crustacea (kepiting, lobster, udang) dan moluska seperti kerang, tiram, remis dan
cumi (FAAN 2010).
Hasil survei di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1,9% dari total
penduduk memiliki alergi terhadap kelompok udang dan kerang-kerangan, dan
sebanyak 0,4% dari total penduduk memiliki alergi terhadap ikan (Sicherer et al.
2004). Di Malaysia, ikan dan udang-udangan merupakan penyebab alergi pangan
yang paling umum pada penderita alergi asma dan rhinitis (Shanaz et al. 2001).
Sampai saat ini upaya mengatasi alergi yang selama ini telah terbukti dan
banyak dilakukan adalah dengan menghindari makanan yang diduga
menimbulkan alergi (Sicherer dan Sampson 2009). Namun ternyata tindakan ini
dapat merugikan kesehatan karena beresiko kekurangan gizi dan kurang variasi
dalam menu makanan, selain itu juga dapat mengurangi kenikmatan cita rasa
suatu jenis pangan. Oleh karena itu untuk memastikan jenis bahan pangan
penyebab alergi diperlukan suatu diagnosis alergi. Diagnosis yang sering
dilakukan adalah dengan uji kulit menggunakan isolat protein alergen pangan. Di
Indonesia saat ini tempat untuk melakukan uji ini masih belum banyak ditemukan.
Hal ini disebabkan karena isolat protein alergen yang saat ini digunakan oleh para
dokter ahli alergologi di Indonesia masih berasal dari hasil impor sehingga biaya
uji ini masih mahal (Candra et al. 2011).
Pemikiran tersebut mendasari penelitian untuk mengetahui potensi protein
makanan laut asal Indonesia sebagai isolat alergen, utamanya jenis ikan tongkol
(Auxis thazard), kerang hijau (Perna viridis) dan udang jerbung (Penaeus
merguiensis). Isolat alergen yang dapat diproduksi di dalam negeri menyebabkan
biaya uji alergi dapat lebih murah dan dapat mudah dilakukan. Ketiga jenis
produk laut tersebut dipilih karena selain dihasilkan melimpah, juga sering
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
3
1.5. Hipotesis
1. Terdapat protein alergen dalam ekstrak protein fraksi sarkoplasma dan
miofibril ikan tongkol, kerang hijau dan udang jerbung.
2. Komponen yang terdapat dalam kedua fraksi ekstrak protein ikan tongkol,
kerang hijau dan udang jerbung dapat berikatan spesifik dengan IgE dari 20
serum subyek alergi.
3. Jenis komponen yang ada dalam masing-masing ekstrak protein yang dapat
menyebabkan alergi pada setiap orang berbeda-beda.
4. Ekstrak protein yang dihasilkan dapat digunakan sebagai isolat alergen dalam
bentuk crude.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Alergi
Istilah alergi dikemukakan pertama kali oleh von Pirquet pada tahun 1906.
Alergi dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas dan dapat diartikan sebagai reaksi
imunologi terhadap antigen secara tidak wajar atau tidak tepat pada seseorang
yang sebelumnya pernah terpapar dengan antigen bersangkutan (Kresno 2001).
Secara garis besar, reaksi alergi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu
reaksi tipe cepat (immediate hypersensitivity) dan tipe lambat (delayed type
hypersensitivity). Reaksi alergi tipe cepat dimediasi oleh sistem imun humoral
(humoral-mediated) yang menunjukkan gejala secara cepat dalam hitungan menit
atau jam setelah tubuh terpapar oleh antigen. Reaksi tipe lambat dimediasi oleh sel
(cell-mediated) dan gejala yang ditimbulkan muncul setelah beberapa hari
terpapar oleh antigen. Berdasarkan mekanisme terjadinya reaksi, alergi terdiri atas
empat jenis yaitu tipe I (IgE-mediated hypersensitivity), tipe II (Antibody-
mediated cytotoxic hypersensitivity), tipe III (Immune complex-mediated
hypersensitivity) dan tipe IV (Delayed-type hypersensitivity, DTH). Tipe I hingga
III termasuk reaksi alergi tipe cepat, sedangkan tipe IV termasuk reaksi alergi tipe
lambat (Kuby 2007). Mekanisme umum terjadinya beberapa tipe alergi dapat
dilihat pada Gambar 1.
Reaksi alergi tipe I terjadi dengan cara alergen memicu sel limfosit B untuk
berubah menjadi sel plasma dan mengeluarkan IgE. IgE ini kemudian terikat
dengan reseptornya pada permukaan sel mastosit dan sel basofil darah. Hal ini
menyebabkan sel mastosit dan basofil mengalami degranulasi dan mengeluarkan
efektor. Reaksi alergi tipe II melibatkan antibodi untuk merusak sel asing.
Mekanisme seperti ini dijalankan dengan mengaktifkan sistem komplemen dan
membentuk lubang pada sel asing. Mekanisme ini juga dapat dijalankan dengan
melibatkan sel sitotoksik dan antiobdi untuk menghancurkan sel asing tersebut.
Pada reaksi alergi tipe III, kompleks imun yang dibentuk oleh antigen dengan
antibodi menjadikan sel fagosit mengenali kompleks imun ini dan menghancurkan
kompleks tersebut. Namun jika kompleks imun yang dibentuk sangat banyak, hal
ini dapat membahayakan jaringan tubuh. Reaksi alergi tipe IV berlangsung
dengan melibatkan pelepasan sitokin. Ketika sel T pembantu mengenali antigen,
sel ini akan mengeluarkan sitokin yang dapat menginduksi terjadinya reaksi
peradangan yang dikenal dengan reaksi alergi yang tertunda. Reaksi ini ditandai
dengan adanya sel penyebab radang seperti sel makrofag dalam jumlah besar
(Kuby 2007).
dimilikinya (Huby et al. 2000). Epitop merupakan bagian molekul alergen yang
berikatan dengan antibodi IgE dan menentukan spesifitas reaksi protein alergen
dan antibodi IgE. Jumlah epitop pada satu molekul alergen berbeda dengan
jumlah epitop pada alergen yang lain (Kresno 2001).
Berbagai penelitian membuktikan bahwa suatu alergen sedikitnya harus
memiliki 2 epitop, yang masing-masing memiliki sekitar 15 residu asam amino.
Hal ini menunjukkan bahwa protein alergen minimal mengandung sekitar 30
residu asam amino (BM sekitar 3 kDa). Sebagai contoh, alergen kacang Ara h 1
dan Ara h 3 memiliki sedikitnya 23 dan 4 epitop, sedangkan alergen kedelai Gly
m Bd memiliki 16 epitop (Huby et al. 2000).
Suatu alergen yang mampu bereaksi dengan 50% IgE serum individu
penderita alergi disebut dengan alergen mayor. Alergen minor hanya dapat
bereaksi dengan 10% IgE serum atau bahkan tidak begitu kuat untuk
menyebabkan alergi. Contoh alergen mayor antara lain β-laktalbumin, kasein, α-
laktalbumin susu dan antigen I, antigen II pada udang. Laktoferin,
laktoperoksidase, alkalifosfatase dan katalase susu merupakan jenis protein yang
tergolong sebagai alergen minor (Bush dan Hefle 1996).
Protein alergen pertama masuk ke dalam tubuh melalui intestinal. Dalam hal
ini, protein alergen memiliki ketahanan terhadap kondisi asam dalam lambung
serta enzim protease dalam saluran pencernaan seperti tripsin, kimotripsin dan
pepsin. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar alergen mempunyai epitop
kontinyu yang dapat tahan terhadap panas dan sistem pencernaan seperti garam
empedu, asam dan enzim proteolitik. Namun demikian, jika saluran pencernaan
sesorang dalam kondisi sehat dan dapat mencerna makanan dengan sempurna,
alergen yang merupakan peptida ini tidak akan terserap oleh usus halus sehingga
tidak akan menyebabkan alergi walaupun secara genentik orang tersebut memiliki
riwayat alergi. Alergen dapat terserap jika pada dinding usus halus seseorang
terdapat lubang yang memungkinkan alergen masuk. Pembentukan lubang ini
dapat disebabkan oleh cacing, bakteri atau bahan kimia. Oleh karena itu, kelainan
genetik saja tidak cukup untuk menjelaskan terjadinya reaksi alergi. ada
kecinderungan bahwa faktor lingkungan juga mempunyai pengaruh penting dalam
reaksi hipersensitivitas terhadap protein alergen (Garn dan Renz 2007).
10
Ikan laut yang agak besar seperti salmon, tuna dan sebagainya relatif lebih ringan.
Klasifikasi makanan laut utama yang dapat menyebabkan reaksi alergi dapat
dilihat pada Tabel 1 dibawah (ALLSA 2008).
Tabel 1. Klasifikasi makanan laut penyebab alergi (ALLSA 2008)
Grup Kelas Spesies
protein sarkoplasma yang berikatan dengan kalsium dengan berat molekul sekitar
12 kDa (Elsayed dan Aas 1971 dalam Hamada et al. 2003). Selain itu juga
diketahui adanya alergen minor pada beberapa jenis ikan lain melalui teknik
immunoblotting dan salah satunya telah dimurnikan dan diidentifikasi sebagai
kolagen (Hamada et al. 2001).
yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia dan merupakan jenis pangan
yang banyak disukai karena rasa dan nilai gizinya yang tinggi (Yu et al. 2011).
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui jenis alergen
utama dari udang-udangan, seperti yang dikemukakan dalam penelitian
Motoyama et al. (2007), alergen utama pada kelompok udang adalah tropomiosin,
yaitu suatu protein miofibril 35-38 kDa yang terdapat di dalam kontraksi otot.
Pengujian alergenisitas terhadap ekstrak protein udang putih (Penaeus
merguensis) menunjukkan bahwa ekstrak protein baik fraksi sarkoplasma dan
miofibril mampu menimbulkan terjadinya reaksi alergi pada subyek penderita
alergi (Ispurwanto 1998).
2.5. Immunoblotting
Suatu modifikasi dari prinsip imunoelektroforesis adalah teknik yang
disebut immunoblotting. Salah satu metode yang populer dari immunoblotting
adalah western blotting. Western blotting biasanya digunakan untuk menentukan
kadar relatif dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau
molekul lain. Metode ini menggabungkan selektivitas elektroforesis gel dengan
spesifitas immunoassay, sehingga setiap jenis protein dapat dideteksi dan
dianalisis dengan menggunakan probe antibodi yang sesuai (Kresno 2001).
Proses pemindahan protein dari matriks gel ke suatu membran nitroselulosa dan
proses deteksinya secara imunologi inilah yang sering disebut dengan western
blotting (Rybicki et al. 1996).
18
Dalam uji ini, protein-protein dalam campuran akan dipisahkan satu dengan
yang lain dengan cara elektroforesis gel, khususnya cara sodium dodecyl sulfate
polyacrilamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Posisi akhir setiap jenis protein
dalam gel poliakrilamida setelah elektroforesis dihentikan sesuai dengan berat
molekul masing-masing. Protein-protein yang telah dipisahkan satu dengan yang
lain itu kemudian dipindahkan dari gel ke suatu membran pendukung melalui
proses kapiler (blotting) sedimikian rupa sehingga membran tersebut
mendapatkan replika dari susunan makromolekul seperti yang terdapat pada gel.
Posisi antigen yang dicari dapat diidentifikasi pada membran dengan
mereaksikannya dengan antibodi spesifik yang bertanda atau dilabel dengan
radioisotop atau enzim (Abbas et al. 2000).
Pita protein (misalnya, protein alergen) yang tercetak dalam membran
nitroselulosa dapat diidentifikasi dengan menginkubasi membran dalam serum
darah pasien yang positif alergi, sehingga protein tersebut akan berikatan spesifik
dengan IgE. Interaksi tersebut dapat terlihat setelah membran direaksikan dengan
substrat yang dapat berpendar, sedangkan bobot molekulnya diketahui dari
migrasinya pada gel SDS-PAGE (Rybicki et al. 1996).
Beberapa jenis alergen ikan berhasil diidentifikasi menggunakan teknik
imunoblotting diantaranya Gad c 1, yaitu protein parvalbumin12 kDa dari ikan
cod (Lopata dan Potter 2001), kolagen dengan berat molekul ~100 kDa (Hamada
et al. 2001) dan aldehid dehidrogenase (APDH) yang merupakan protein alergen
ikan cod dengan berat molekul ~41 kDa (Das Dores et al. 2002).
3. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tahap
Karakterisasi
protein Elektroforesis Analisis protein
Sesuai?
Keterangan :
Hasil yang diperoleh berupa informasi yang digunakan
untuk proses selanjutnya
diekstraksi lagi dengan 200 ml bufer fosfat pH 7.5, I:0.05. Campuran supernatan
pertama dan kedua ini merupakan ekstrak untuk fraksi protein sarkoplasma.
Kemudian dari endapan pada ekstraksi kedua, dengan perlakuan dan
penambahan bahan yang sama diperoleh ekstrak protein miofibril, yaitu melalui
penggabungan antara supernatan ketiga dan keempat. pada ekstraksi protein
miofibrilar terdapat perkecualian pada kekuatan ion bufer yang digunakan yaitu
bufer fosfat dengan pH 7.5 kekuatan ion 0.5 melalui penambahan KCl. Diagram
alir prosedur ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.
Supernatan Pelet
Supernatan Pelet
Penyaringan
Protein Miofibril
d. Running SDS-PAGE
Katup elektroda dipasang dengan arus mengalir ke anoda. Sumber listrik
dinyalakan dan dijaga konstan pada 70 V. Running dilakukan selama 180
menit sampai migrasi dye tersisa sekitar 0.5 cm dari dasar. Setelah selesai,
aliran listrik dimatikan dan katup elektroda dilepaskan, lalu plat gel
dipindahkan dari elektroda.
e. Pewarnaan gel
Gel diangkat dari slab dan dipindahkan ke dalam wadah tertutup yang telah
berisi pewarna coomasie briliant blue (kurang lebih 20 ml). kemudian
didiamkan selama 20 menit.
f. Destaining gel
Gel diangkat dan dicuci menggunakan akuades beberapa kali. Larutan
penghilang warna ditambahkan (destaining solution) dan digoyangkan sekali
hingga latar belakang pita protein menjadi terang. Selanjutnya, larutan
penghilang warna dibuang dan gel siap dianalisis.
enzim HRP. Sebelumnya antibodi anti IgE manusia berlabel enzim HRP
diencerkan 1:6000 dalam PBS Tween-20 0.05% . Inkubasi dilakukan pada suhu
37°C selama 1 jam.
Setelah dicuci dengan PBS Tween-20 0.05% ditambahkan sebanyak 100 µl
substrat TMB dan dibiarkan 5 menit. Kemudian dihentikan reaksinya dengan
penambahan 25 µl H2SO4 2N. Hasil reaksi dapat dibaca dengan ELISA reader
pada panjang gelombang 450 nm.
Membran selulosa dipotong sesuai gel dan membran yang berisi marker
direndam dalam pewarna amido black (untuk mengetahui apakah gel sudah
tertransfer ke membran). Selanjutnya, membran yang berisi sampel protein diblok
dengan susu skim 5%, diinkubasi selama 1 jam sambil digoyang, kemudian
membran dicuci dengan PBS Tween-20 0.05% selama 5 menit sebanyak 3 kali.
Selanjutnya dilakukan penambahan serum subyek alergi yang diencerkan
1:10 dalam PBS Tween-20 0.05% dan diinkubasi selama satu jam pada suhu
kamar sambil digoyang. Pencucian dilakukan lagi dengan PBS Tween-20 0.05%
selama 5 menit sebanyak 3 kali, lalu diberi antibodi IgE anti manusia yang
berlabel enzim HRP pengenceran 1:3000 dalam PBS Tween-20 0.05%. kemudian
diinkubasi selama 1 jam dengan shaker atau digoyang-goyang. Membran
kemudian dicuci kembali 3 kali menggunakan PBS Tween-20 0.05% selama 5
menit. Hasil deteksi kompleks protein alergen (ikan, udang dan kerang) dengan
IgE serum subyek terlihat, setelah diberikan substrat DAB (3,3´-diaminobenzidine
tetrahydrochloride). Deteksi positif ditandai dengan terjadinya kompleks warna
(coklat) yang diinginkan pada kertas nitroselulosa.
31
masing-masing protease tersebut. Salah satu jenis inhibitor protease yang sering
digunakan adalah aprotinin. Aprotinin memiliki kelarutan yang tinggi dan
spesifitas penghambatan yang luas, meliputi tripsin, kimotripsin, plasmin,
urokinase dan berbagai protease intraseluler (Fritz dan Wunderer 1983).
Hasil ekstraksi protein sarkoplasma dan miofibril dari ikan tongkol, kerang
hijau dan udang jerbung kemudian diukur kadar proteinnya dengan metode
Bradford. Hasil pengukuran ini selanjutnya digunakan sebagai data untuk
karakterisasi berat molekul protein dengan SDS PAGE dan juga untuk pengujian
alergenisitas ketiga sampel tersebut dengan metode ELISA maupun
immunoblotting.
Dari hasil pengukuran kadar protein ekstrak, diperoleh kadar protein
sarkoplasma sampel udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau berturut-turut
adalah 1.154 mg/ml, 1.269 mg/ml dan 0.691 mg/ml. Hal ini berarti dari 390 ml
ekstrak protein terdapat protein sarkoplasma udang jerbung, ikan tongkol dan
kerang hijau masing-masing sebanyak 0.45 gram, 0.495 gram dan 0.269 gram.
Kemudian untuk kadar protein miofibril udang jerbung, ikan tongkol dan kerang
hijau yaitu 0.627 mg/ml, 0.878 mg/ml dan 0.176 mg/ml. Sehingga dari 390 ml
ekstrak yang diperoleh, terdapat protein miofibril berturut-turut 0.244 gram, 0.342
gram dan 0.068 gram. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar protein
sarkoplasma yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan protein miofibril.
Hasil penelitian Yuliarni (1998) yang melakukan ekstraksi protein udang windu
(Penaeus monodon fabr.) juga menunjukkan bahwa kadar protein sarkoplasma
udang yaitu 2.29 mg/ml lebih tinggi dibandingkan protein miofibril (0.58 mg/ml).
Protein sarkoplasma merupakan protein yang mudah larut dalam air atau larutan
garam encer, sehingga proses ekstraksinya lebih mudah dibandingkan dengan
protein miofibril yang dapat larut pada konsentrasi garam > 0.3 M (Hultin et al.
1995).
Menurut Suzuki (1981), kandungan sarkoplasma krill adalah 5.70% - 6.50%
(dalam 20 gram krill terdapat sebesar 1.14 -1.30 gram) dan protein miofibril
adalah 3.30 % - 4.10% (dalam 20 gram krill terdapat 0.66 – 0.82 gram). Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa kandungan protein sarkoplasma dan miofibril yang
diperoleh masih lebih rendah. Perbedaan jenis spesies udang yang digunakan akan
32
33
memberikan kandungan protein yang berbeda pula (Zakaria et al. 1998). Selain
itu, Subagio et al. (2004) menyatakan bahwa jenis ikan pelagis seperti ikan
tongkol, memiliki protein larut air (fraksi protein sarkoplasma) yang lebih besar
dibandingkan dengan protein miofibril.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar total protein dengan metode Kjeldahl
dan pengukuran kadar protein ekstrak dengan metode Bradford, dapat diketahui
rendemen ekstrak dan neraca massa protein selama proses ekstraksi berlangsung.
Tabel 2 dibawah menunjukkan perbandingan jumlah protein terekstrak dengan
total protein dalam sampel.
Tabel 2. Jumlah total protein sampel awal dan protein terekstrak
Jenis Protein Berat Total protein Total protein terekstrak
sampel Kjeldahl (gram)
(gram) (gram) sarkoplasma Miofibril
Udang jerbung 20.9 2.92 0.45 0.244
Ikan Tongkol 19.72 3.24 0.495 0.342
Kerang Hijau 20 2.81 0.269 0.068
34
35
protein yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah elektroda yang polaritasnya
berlawanan dengan molekul protein. Kompleks SDS-protein yang lebih besar
mempunyai mobilitas yang lebih rendah dengan kompleks yang lebih lebih kecil.
Hal tersebut disebabkan oleh kerapatan partikel gel yang menghambat mobilitas
protein. Prinsip inilah yang digunakan untuk memisahkan molekul-molekul
dengan muatan berbeda (Wijaya dan Rohman 2001). Berikut adalah berturut-turut
dari atas ke bawah subunit protein dari berbobot molekul terbesar sampai terkecil,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
Analisis data protein standar dilakukan dengan regresi linier, dimana dari
hubungan antara logaritma berat molekul (sumbu Y) dan mobilitas relatif (sumbu
X) diperoleh persamaan Y= 2.1739-1.0369X dengan R2= 0.9858. Persamaan
regresi dari kurva linier standar tersebut digunakan untuk menghitung berat
molekul protein-protein yang berhasil dipisahkan dari ekstrak fraksi protein udang
jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau.
Hasil pemisahan protein sampel secara keseluruhan (Gambar 5)
menunjukkan bahwa pita protein yang muncul pada gel elektroforesis memiliki
jumlah dan ketebalan yang berbeda-beda. Pita protein yang muncul lebih banyak
dan lebih tebal pada fraksi sarkoplasma dibandingkan dengan fraksi miofibril.
Terutama terlihat pada fraksi sarkoplasma udang jerbung dan ikan tongkol. Hal ini
sesuai dengan uji kadar protein fraksi tersebut, yang menunjukkan bahwa kadar
protein fraksi sarkoplasma sampel lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein
fraksi miofibril.
Pita-pita protein yang dihasilkan dari elektroforesis kemudian dianalisis
densitasnya dengan menggunakan program Image J, sehingga menghasilkan
36
37
Gambar 6. Hasil pembacaan densitas pita marker standar dengan program Image J
dari 14.62 kDa - 107.28 kDa. Penelitian terhadap pola elektroforesis protein ikan
sardine dan ikan mackerel (Hashimoto et al. 1979) menunjukkan bahwa fraksi
miofibril terdiri dari beberapa pita protein yang sesuai dengan myosin heavy chain
(MHC), aktin, troponin dan tropomiosin. Fraksi sarkoplasma utamanya terdiri dari
mioglobin, albumin dan beberapa enzim yang terkait dengan metabolisme
penghasil energi seperti kreatinin kinase, aldolase dan gliseraldehid-3-phospat
(Ladrat et al. 2003). Gambar 7 memperlihatkan densitas pita-pita elektroforesis
hasil pemisahan fraksi protein sarkoplasma dan miofibril ikan tongkol dengan
menggunakan program Image J, sedangkan perhitungan konsentrasi masing-
masing subunit protein dapat dilihat pada Lampiran 8b.
(a) (b)
Gambar 7. Hasil pembacaan densitas pita protein ikan tongkol dengan program
Image J: (a).fraksi sarkoplasma; (b). fraksi miofibril.
Gambar 7(a) memperlihatkan pita protein yang dominan pada fraksi protein
sarkoplasma adalah pita ke-4, 5, 7, 8, 9 dan ke 13 yang memiliki berat molekul
berturut-turut adalah 63.19 kDa, 54.41 kDa, 39.85 kDa, 36.6 kDa, 28.89 kDa dan
14.65 kDa. Sesuai dengan penelitian Ladrat et.al (2003), pita protein dengan berat
molekul 39.85 kDa dan 54.41 kDa diperkirakan sebagai kreatinin kinase dan
aldolase, sedangkan komponen 36.6. kDa sebagai gliseraldehid-3-phospate
dehidrogenase. Protein dengan berat molekul sekitar 14 kDa diidentifikasi sebagai
parvalbumin.
Gambar 7(b) menunjukkan fraksi protein miofibril ikan tongkol memiliki 4
pita protein yang dominan yaitu pita ke-5, 10, 11 dan ke-15 dengan berat molekul
69.95 kDa, 40.94 kDa, 38.63 kDa dan 14.62 kDa. Dengan membandingkan berat
38
39
(a) (b)
Gambar 8. Hasil pembacaan densitas pita protein kerang hijau dengan program
Image J: (a).fraksi sarkoplasma; (b). fraksi miofibril.
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat empat subunit protein yang
dominan penyusun fraksi sarkoplasma kerang hijau adalah protein dengan berat
molekul 33.85 kDa, 39.56 kDa, 50.87 kDa dan 59.45 kDa. Lima komponen
penyusun fraksi miofibril terdapat 2 subunit protein yang dominan yaitu dengan
berat molekul 136.21 kDa dan 93.51 kDa yang diidentifikasi sebagai MHC dan
40
paramiosin. Pita paramiosin menyusun sekitar 14% fraksi miofibril dari protein
otot kerang-kerangan (Thanonkaew et al. 2006). Penelitian elektroforesis SDS-
PAGE terhadap protein kerang Crasosstrea gigas memperlihatkan band protein
yang memiliki berat molekul berkisar dari 19 kDa – 233 kDa (Romero et al.
2004).
Pita protein yang muncul lebih banyak dan lebih tebal pada fraksi
sarkoplasma dibandingkan dengan pita protein yang muncul pada fraksi miofibril
kerang hijau. Pita dominan yang muncul tersebut menunjukkan protein penyusun
fraksi sarkoplasma memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
protein penyusun fraksi miofibril. Perbedaan komposisi protein disebabkan karena
perbedaan sifat dan karakteristik dari masing-masing fraksi tersebut. Paredi et al.
(1998) melakukan karakterisasi protein SDS-PAGE dari kerang jenis Aulacomya
ater ater (Molina) yang menunjukkan bahwa protein miofbril terdiri dari MHC,
paramiosin, aktin, troponin dan myosin light chain dengan berat molekul masing-
masing adalah 200, 110, 42, 37 dan 17 kDa.
40
41
(a) (b)
yang terdiri dari 2 subunit dengan berat molekul 34-38 kDa yang dilaporkan
sebagai alergen utama dalam spesies udang. Komponen myosin light chain
diidentifikasi pada pita protein ke-17 dengan berat molekul 15.18 kDa.
Pita dengan ketebalan (densitas) dominan menunjukkan bahwa protein
dengan berat molekul tersebut memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibanding
protein lainnya. Protein dengan berat molekul tertentu yang memiliki konsentrasi
tinggi akan lebih banyak mengikat pewarna bromfenol biru. Kompleks yang
terbentuk ini akan bergerak melalui pori-pori gel dan ketika ukuran molekul lebih
besar dari ukuran pori, protein akan terperangkap dalam pori gel. Konsentrasi
protein yang tinggi akan membentuk pita protein yang lebih tebal dan lebih
dominan dibanding pita protein yang lain.
42
43
yang tidak bersifat antigenik, sehingga tidak akan bereaksi dengan antibodi (IgE).
Selain itu untuk menghindari terjadinya reaksi non spesifik lainnya dapat
dilakukan dengan mencuci setiap kali satu tahapan ELISA selesai dilakukan
(Ashorn dan Krohn 1986).
Sumber antibodi primer yang digunakan adalah IgE dalam serum subyek
alergi. Dimana sebelumnya perlu dilakukan tahapan penentuan total IgE dari
masing-masing subyek alergi, untuk mengetahui kandungan IgE yang dapat
menunjukkan status alergi subyek yang bersangkutan (Hamada et al. 2003).
Selanjutnya untuk mengetahui adanya ikatan antara protein sampel dengan IgE
serum ditambahkan suatu antibodi pendeteksi yaitu anti IgE manusia konjugat
HRP. Reaksi pengikatan ditunjukkan dengan adanya perubahan warna melalui
penambahan subtrat TMB (3,3´-diaminobenzidine tetrahydrochloride) (Afolabi
dan Thottappilly 2008).
IgE dalam serum subyek. Hasil deteksi ini diketahui dengan menambahkan
substrat enzim HRP dan dibaca dengan ELISA reader. Selain itu, juga dilakukan
pembuatan kontrol negatif yang digunakan untuk perbandingan nilai absorbansi
serum yang diperoleh. Kontrol negatif menggunakan serum yang berasal dari
subyek normal, yang secara medis tidak memiliki riwayat alergi.
Hasil pengukuran IgE ini bersifat kualitatif, dimana subyek dapat
digolongkan positif alergi jika kandungan total IgE dalam bentuk nilai absorbansi
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai absorbansi kontrol negatif ditambah
dengan 2 kali standar deviasinya (Kumar et al. 2010). Hasil uji ELISA terhadap
20 serum subyek penderita alergi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Hasil uji ELISA terhadap serum pengenceran 1:5 dan 1:10
dibandingkan dengan kontrol negatifnya (rata + 2SD) :
(A) Subyek A-J, (B) Subyek K-T
44
45
dengan kontrol negatif (rata-rata + 2SD), baik pengenceran 1:5 maupun 1:10. Hal
ini menunjukkan bahwa seluruh serum yang diuji sesuai dengan sejarah medisnya
sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas pengikatan IgE terhadap
protein sampel. Adanya IgE merupakan indikasi terjadinya alergi dalam tubuh ke-
20 serum subyek. IgE merupakan antibodi yang dalam keadaan normal jumlahnya
sangat kecil. Pada subyek yang atopik terdapat kecinderungan menghasilkan IgE
dalam jumlah yang lebih tinggi dari kondisi normal dan mengakibatkan individu
yang bersangkutan mudah menderita alergi (Zakaria et al. 1992; Roitt dan Delves
2001).
Kandungan IgE total seluruh serum pada pengenceran 1:10 menunjukkan
hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengenceran 1:5. Walaupun serum
dengan pengenceran 1:5 cinderung memiliki kandungan IgE yang lebih tinggi.
Hasil ini menunjukkan bahwa pada pengenceran yang lebih tinggi (1:5), jumlah
IgE yang dapat berikatan dengan antigen lebih sedikit. Hal ini disebabkan dengan
kerapatan pengikatan yang tinggi, konformasi IgE berubah dan dapat terjadi
kekurangan tempat pengikatan spesifik ke antigen karena susunannya sangat rapat
dan kadang-kadang berlapis.Konsentrasi IgE yang tinggi menyebabkan interaksi
pengikatan tidak stabil dapat dapat terlepas selama pengujian. Oleh karena itu
peningkatan jumlah antibodi yang terikat tidak selalu berarti peningkatan
sensitivitas uji (Cantarero et al. 1980). Penggunaan serum dengan pengenceran
1:10 juga dilakukan dalam penelitian Kumar et al. (2010). Sehingga berdasarkan
hal tersebut, serum dengan pengenceran 1:10 digunakan dalam uji alergenisitas
ekstrak sampel selanjutnya.
enzim HRP) berguna untuk mendeteksi interaksi spesifik antara antigen (ekstrak
protein) dengan antibodi serum alergi (IgE). Hasil yang diperoleh berupa
munculnya warna setelah pemberian subtrat TMB yang sesuai dengan konjugat
enzimnya, dan dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm.
Dimana kemudian hasil positif ditunjukkan dengan nilai absorbansi yang lebih
besar daripada nilai kontrol negatif. Kontrol negatif yang digunakan sebagai dasar
pembacaan merupakan rata-rata nilai absorbansi kontrol negatif ditambah dengan
2 kali standar deviasinya. Kontrol negatif dibuat dengan menginkubasi sampel
dengan serum subyek normal yang tidak menderita alergi berdasarkan sejarah
medisnya.
Pengujian ELISA dilakukan terhadap 20 serum responden yang berdasarkan
wawancara memiliki sejarah medis alergi makanan. Selain itu berdasarkan
pengujian total IgE sebelumnya, ke-20 serum tersebut dipastikan memang positif
menderita alergi. Rekaman sejarah alergi yang diderita masing-masing responden
dan hasil pengujian ELISA masing-masing ekstrak protein terhadap 20 serum
dapat dilihat pada Tabel 4. Perbandingan hasil uji ELISA dengan rekaman jenis
alergi yang diderita responden dilakukan dengan skoring. Responden mengaku
positif menderita alergi dan hasil uji ELISA juga menunjukkan positif maka diberi
skor 1. Responden mengaku positif menderita alergi dan hasil uji ELISA
menunjukkan negatif maka diberi skor 0. Responden mengaku negatif menderita
alergi dan hasil uji ELISA menunjukkan positif diberikan skor 0. Responden
mengaku negatif menderita alergi dan hasil uji menunjukkan negatif diberikan
skor 1.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa hasil uji ELISA secara keseluruhan
menunjukkan bahwa masing-masing ekstrak protein sampel baik fraksi
sarkoplasma dan miofibril ikan tongkol, kerang hijau dan udang jerbung mampu
mendeteksi IgE spesifik pada serum penderita alergi makanan laut. Sifat
alergenisitas ekstrak protein memberikan hasil yang berbeda pada serum subyek
yang berbeda. Perbedaan alergenisitas ini disebabkan oleh sifat dari antibodi IgE
masing-masing subyek. Bagian molekul antigen yang bereaksi dengan antibodi
atau dengan reseptor spesifik pada limfosit T disebut epitop dan yang menentukan
spesifitas reaksi antigen-antibodi. Jumlah epitop pada satu molekul antigen
46
47
berbeda dengan jumlah epitop pada antigen yang lain. Sehingga hanya antigen
(ekstrak protein) yang mempunyai epitop yang sesuai yang dapat bereaksi spesifik
dengan molekul antibodi IgE. Struktur protein globular yang biasanya terdiri dari
14-21 residu asam amino menentukan terjadinya interaksi di daerah aktif
pengikatan antigen dan antibodi tersebut (Roitt dan Delves 2001).
Tabel 4. Perbandingan hasil uji ELISA dengan sejarah medis alergi masing
masing subyek
HASIL ELISA
Kode Riwayat alergi Skor
No
Subyek (Hasil wawancara) Su Mu St Mt Sk Mk perbandingan*
1 A Seafood + + + + + + 1
2 B Udang + + + + + + 0
3 C Seafood + - + + + - 1
4 D Udang - + - - - - 1
5 E Udang + + - - - - 1
6 F Kepiting,Udang + - + - + - 0
7 G Kerang - - - - + - 1
8 H Seafood + + + + - - 0
9 I Udang,ikan + + + - - - 1
10 J Seafood,Telur - - - - - + 0
11 K Kerang - + + + - + 0
12 L Udang + + - + + + 0
13 M Udang, Kepiting - + - - - - 1
14 N Udang + + - - - + 0
15 O Ikan - - - - + - 0
16 P Seafood + + - - + + 0
17 Q Udang,Ikan + - - - + - 0
18 R MSG - - - - - - 1
19 S Seafood - - - + + - 0
20 T Seafood - + - - - - 0
Keterangan :
- St : Sarkoplasma tongkol -Su: Sarkoplasma udang -Sk: Sarkoplasma kerang
-Mt: Miofibril tongkol -Mu: Miofibril udang -Mk: Miofibril kerang
*skor 1 : hasil wawancara (+), hasil uji ELISA (+);hasil wawancara (-), hasil uji ELISA (-)
skor 0 : hasil wawancara (+), hasil uji ELISA (-);hasil wawancara (-), hasil uji ELISA (+)
Tabel 4 menunjukkan hasil uji ELISA yang sesuai dengan rekaman sejarah
alergi responden (skor 1) terdapat hanya pada beberapa subyek saja. Seperti pada
subyek A yang berdasarkan wawancara mengaku memiliki alergi terhadap semua
jenis seafood, uji ELISA dari ekstrak protein udang, ikan tongkol dan kerang juga
48
memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pada serum
subyek A tersebut memang mengandung IgE anti protein udang, tongkol dan
kerang. Kemudian terdapat kasus seperti subyek H (skor 0) yang mengaku
memiliki riwayat alergi makanan laut, namun hasil uji ELISA menunjukkan hanya
positif terhadap udang dan ikan tongkol. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan
bahwa subyek H kurang mengetahui secara pasti jenis alergi yang dideritanya.
Karena selama ini adanya persepsi bahwa seseorang yang mengalami reaksi alergi
terhadap satu jenis makanan laut maka akan mengalami alergi terhadap makanan
laut lainnya, sehingga hasil wawancara yang ada tidak cukup mewakili (Candra et
al. 2011). Kasus lain yang memiliki skor 0 yaitu seperti pada subyek N yang
mengaku memiliki alergi terhadap udang, namun uji ELISA menunjukkan hasil
positif juga terhadap protein miofibril kerang. Hal ini disebabkan adanya protein
alergen yang sama dalam udang dan kerang yang dapat bereaksi positif dengan
IgE serum subyek N. Penelitian Leung et al. (1996) menyatakan bahwa terjadinya
reaksi silang antara kelompok udang dan kerang-kerangan disebabkan adanya
epitop yang sama dalam alergen utamanya yaitu tropomiosin.
Reaksi yang positif terhadap protein ketiga sampel menunjukkan bahwa
didalam sampel udang, tongkol dan kerang mengandung protein alergen.
Sehingga dari segi penggunaan praktis, ekstrak protein dari ketiga sampel baik
fraksi sarkoplasma dan miofibril sudah dapat digunakan sebagai alergen untuk uji
kutanus.
48
49
tertinggi terlihat pada subyek A, dengan rata-rata nilai absorbansi interaksi protein
sarkoplasma dengan IgE serum lebih tinggi (OD= 0.546) dibandingkan dengan
protein miofibril (OD= 0.537). Hamada et al. (2003) melakukan penelitian
terhadap jenis protein alergen pada ikan mackarel dan ditemukan bahwa
parvalbumin merupakan alergen mayor yang terdapat dalam protein sarkoplasma
dengan berat molekul 12 kDa. Selain pervalbumin, terdapat tiga kelas protein
yaitu kolagen yang terdiri dari 100 kDa rantai α (Sakaguchi et al. 2000), aldehid
pospatdehidrogenase 41 kDa (Das Dores et al. 2002) dan transferin dengan berat
molekul 94 kDa (Kondo et al. 2006) diidentifikasi sebagai protein alergen ikan.
Gambar 11. Hasil uji ELISA protein ikan tongkol terhadap 20 serum subyek(A-T)
(A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril
reaktivitas IgE spesifik serum tersebut dengan protein dari fraksi sarkoplasma dan
miofibril ikan tongkol.
Selain itu, dari hasil uji pada Gambar 11 juga dapat diketahui bahwa hanya
2 subyek (F dan I) yang serumnya memiliki IgE anti protein sarkoplasma ikan
tongkol. Dua subyek lain yaitu subyek L dan S hanya menunjukkan hasil positif
terhadap protein miofibril ikan tongkol. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak
protein ikan tongkol baik fraksi sarkoplasma maupun miofibril bersifat alergen
dan dapat berikatan spesifik dengan IgE serum subyek. Perbedaan alergenisitas
protein sarkoplasma dan miofibril ini terjadi karena setiap IgE individu yang
berbeda memiliki sisi pengikatan yang berbeda pula terhadap antigen tertentu
(Bellanti 1993).
50
51
Gambar 12. Hasil uji ELISA protein kerang hijau terhadap 20 serum subyek (A-T)
(A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril
Gambar 13. Hasil uji ELISA protein udang jerbung terhadap 20 serum subyek (A-T)
(A)fraksi sarkoplasma; (B)fraksi miofibril
52
53
Dari hasil uji ELISA (Gambar 13) menunjukkan bahwa dari 20 subyek yang
diuji hanya 7 subyek yang memberikan hasil positif alergi terhadap kedua fraksi
protein udang jerbung (sarkoplasma dan miofibril) yaitu subyek A, B, E, H, L, N
dan subyek P. Alergenisitas protein udang paling kuat terlihat pada subyek L yang
terlihat dari rata-rata nilai absorbansi yang lebih tinggi dibanding subyek lainnya.
Nilai absorbansi interaksi protein miofibril dengan IgE serum subyek L lebih
tinggi (OD= 1.681) daripada fraksi protein sarkoplasma (OD= 0.935). Semakin
besar nilai absorbansi berarti semakin banyak kompleks yang terbentuk.
Sementara kompleks yang terbentuk menunjukkan kandungan IgE dalam serum
yang bereaksi dengan protein udang, baik fraksi sarkoplasma maupun miofibril.
Zakaria et al.(1998) dengan metode ELISA melaporkan bahwa ekstrak protein
sarkoplasma dan miofibril udang putih juga dapat berinteraksi dengan IgE serum
subyek alergi, dimana protein miofibril lebih bersifat alergenik. Data hasil ELISA
alergenisitas protein udang jerbung secara lengkap disajikan pada Lampiran 10a.
Selain itu dapat diketahui juga bahwa 5 serum subyek (G, I, J, O, dan R)
memberikan hasil negatif terhadap uji alergenisitas kedua fraksi protein udang
jerbung. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya reaktivitas IgE serum tersebut
terhadap protein kedua fraksi udang. Hasil uji penentuan total IgE menunjukkan
bahwa serum keenam subyek tersebut memiliki kandungan IgE yang lebih tinggi
dibandingkan serum subyek normal. Bellanti (1993) menyatakan bahwa IgE
setiap individu memiliki sisi pengikatan yang berbeda, sehingga hanya antigen
yang memiliki sisi pengikatan sesuai dengan antibodi yang dapat beraksi
dengannya. Hal ini juga yang menjelaskan terjadinya perbedaan alergenisitas
protein sarkoplasma dan miofibril udang pada subyek C, F, Q dan subyek D, K,
M, S, T. Dimana serum tiga subyek (C, F, Q) memberikan hasil positif terhadap
protein sarkoplasma udang dan lima serum (D, K, M, S, T) yang memberikan
hasil positif terhadap protein miofibril udang. Yuliarni (1998) dengan metode
yang sama melaporkan bahwa ekstrak protein sarkoplasma dan miofibril udang
windu juga dapat berinteraksi dengan IgE serum subyek alergi. Jenis protein yang
bersifat alergenik yang diidentifikasi dalam fraksi miofibril udang adalah
tropomiosin yang memiliki berat molekul 34-38 kDa (Lehrer et al. 2003), arginin
54
kinase 40 kDa (Yu et al. 2003), sarcoplasmic calcium binding protein (SCP) dan
myosin light-chain (Ayuso et al. 2008).
54
55
penambahan anti IgE manusia dengan konjugat HRP, dan diinkubasi selama 1 jam
lalu dicuci dan ditambahkan substrat DAB (3,3´-diaminobenzidine
tetrahydrochloride). Hasil positif akan ditandai dengan terbentuknya warna coklat
pada komponen yang bersifat alergen. Hasil immunoblotting pada lima serum
yang berbeda diperlihatkan pada Gambar 14. Rincian berat molekul komponen
penyebab alergi dari masing-masing ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 11.
H L P B
Mk Sk Mu Su Mt St Mk Sk Mu Su Mt St Mk Sk Mu Su Mt St
Keterangan :
- St : Sarkoplasma tongkol -Su: Sarkoplasma udang -Sk: Sarkoplasma kerang
-Mt: Miofibril tongkol -Mu: Miofibril udang -Mk: Miofibril kerang
Gambar 14. Imunoblotting protein udang jerbung, ikan tongkol dan kerang
hijau (A) serum subyek A dan B; (B) Serum H, L dan P
56
57
alergen. Dari kelima subyek yang diuji, hanya subyek A dan L menunjukkan
terjadinya pengikatan IgE dengan komponen protein dalam ekstrak sarkoplasma
ikan tongkol. Komponen dengan berat molekul 54.43 kDa diidentifikasi sebagai
alergen pada serum subyek A. Sedangkan sebanyak 5 komponen protein
sarkoplasma tongkol yang dapat berikatan dengan IgE subyek L yaitu dengan
berat molekul 19.57 kDa, 24.43 kDa, 28.86 kDa, 36.65 kDa dan 91.82 kDa.
Beberapa komponen alergen juga diidentifikasi dalam ekstrak protein
miofibril ikan tongkol yaitu dengan berat molekul berkisar 27 – 38 kDa.
Komponen dengan berat molekul 38.64 kDa diidentifikasi sebagai alergen
terhadap serum subyek P namun tidak terhadap serum subyek L. Hamada et al.
(2003) melaporkan bahwa jenis protein alergen mayor pada ikan adalah
parvalbumin dengan berat molekul 12 kD, kolagen (100 kDa), aldehid phospatase
(41 kDa), dan transferin pada 94 kDa. Meskipun beberapa jenis alergen mayor
tersebut tidak muncul dalam pengujian ini, penelitian Misnan et al. (2005) dengan
metode imunoblotting melaporkan adanya komponen protein ~50 kDa sebagai
alergen mayor dalam ikan tenggiri batang (Scomberomorus commerson).
Komponen protein lain yang berpotensi alergenik juga terdeteksi dengan berat
molekul 125 , 60, 46, 38, 36 dan 26 kDa.
Berdasarkan hasil elektroforesis SDS-PAGE diketahui bahwa ekstrak
sarkoplasma dan miofibril kerang terdiri dari berbagai jenis komponen protein.
Namun hanya sedikit komponen yang bersifat alergenik (Porcel et al. 2001).
Berdasarkan imunoblotting terhadap 5 serum subyek, dapat diketahui jenis
komponen yang bersifat alergenik. Dimana terlihat bahwa hanya IgE dari serum
subyek L dan P yang mampu berikatan dengan protein dalam ekstrak sarkoplasma
kerang. Sedangkan komponen dalam ekstrak protein miofibril kerang dapat
mengikat IgE yang berasal dari serum subyek A, L dan P.
Komponen ekstrak protein sarkoplasma kerang yang memiliki sifat
alergenik terhadap subyek L dan P memiliki berat molekul berkisar dari 28 – 78
kDa. Sedangkan sebanyak 4 komponen ekstrak protein miofibril kerang yang
dominan bersifat alergenik yaitu dengan berat molekul 28.61 kDa, 29.88 kDa,
32.96 kDa dan 93.5 kDa. Data berat molekul komponen yang bersifat alergenik
dapat secara lengkap dilihat pada Lampiran 11. Penelitian Leung et al. (1996)
58
yang menguji reaktivitas silang komponen alergen dalam udang dan kerang-
kerangan, melaporkan bahwa tropomiosin merupakan alergen mayor yang dapat
bereaksi silang pada beberapa jenis produk laut kelompok moluska dan crustacea.
Secara keseluruhan, hasil immunoblotting menunjukkan bahwa ketiga jenis
ekstrak protein produk laut tersebut mengandung komponen yang bersifat
alergenik. Namun jenis komponen penyebab alergi (alergen) pada tiap-tiap
individu berbeda. Perbedaan alergenisitas ini disebabkan jumlah epitop yang
terdapat dalam satu alergen lebih dari satu dan berbeda dengan jumlah epitop pada
alergen yang lain (Huby et al. 2000). Jumlah epitop dalam suatu alergen akan
menentukan spesifitas pengikatan terhadap IgE, sehingga hanya alergen yang
memiliki epitop yang sesuai yang dapat bereaksi spesifik dengan molekul IgE
tersebut. Penelitian Maleki et al. (2010) juga menunjukkan bahwa pengikatan IgE
terhadap alergen dalam suatu ekstrak bervariasi antar individu, hal ini berarti
bahwa adanya satu jenis alergen dalam masing-masing ekstrak tidak akan dikenali
sama oleh IgE individu yang berbeda. Oleh karena itu untuk keperluan diagnostik,
baik ekstrak protein sarkoplasma dan miofibril dapat digunakan untuk uji tusuk
dalam bentuk crude tanpa harus mengisolasi komponen alergennya.
58
60
5.1. Simpulan
Isolasi protein sarkoplasma dan miofibril dari ikan tongkol, kerang hijau dan
udang jerbung dilakukan dengan ekstraksi menggunakan larutan bufer kekuatan
ion yang berbeda. Hasil ekstraksi ketiga sampel menunjukkan bahwa kadar
protein sarkoplasma sampel udang, ikan tongkol dan kerang hijau berturut-turut
adalah 1.154 mg/ml, 1.269 mg/ml dan 0.691 mg/ml. Kadar protein miofibril
dalam bufer untuk ketiga sampel tersebut adalah 0.627 mg/ml, 0.878 mg/ml dan
0.176 mg/ml.
Hasil elektroforesis SDS-PAGE ekstrak protein ikan tongkol menunjukkan
bahwa fraksi protein sarkoplasma terdiri dari 13 jenis protein dengan berat
molekul berkisar dari 14.65 – 117.06 kDa. Ekstrak protein miofibril tersusun dari
15 jenis protein dengan berat molekul berkisar dari 14.62 - 107.28 kDa. Protein
sarkoplasma kerang hijau terdiri dari 11 jenis yang memiliki 4 protein dominan
dengan berat molekul 33.85 kDa, 39.56 kDa, 50.87 kDa dan 59.45 kDa. Protein
miofibril kerang hijau terdiri dari 5 jenis protein yang memiliki berat molekul
berkisar dari 15.18 kDa – 136.21 kDa dengan 2 protein dominan yaitu dengan
berat molekul 136.21 kDa dan 93.51 kDa. Selain itu, juga diketahui bahwa jenis
protein penyusun fraksi sarkoplasma udang jerbung lebih banyak dibandingkan
dengan fraksi miofibril. Dari 22 jenis protein penyusun fraksi protein
sarkoplasma udang jerbung, diketahui terdapat 4 protein yang dominan dengan
berat molekul 19.2 kDa, 45.47 kDa, 91.4 kDa dan 56.91 kDa. Protein miofibril
udang jerbung memiliki 3 protein yang dominan yaitu 38.19 kDa, 100.77 kDa dan
15.18 kDa.
Hasil uji ELISA menunjukkan bahwa 20 serum subyek penderita alergi
mengandung IgE. Pengujian alergenisitas ekstrak protein dari ketiga sampel
terhadap 20 serum subyek tersebut menunjukkan kemampuan mendeteksi IgE
spesifik pada serum penderita alergi makanan laut dan sesuai dengan sejarah
medis masing-masing subyek alergi. Lima serum subyek A, B, H, L dan P
memberikan hasil uji positif ELISA terbanyak terhadap fraksi protein ketiga
sampel (udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau).
60
5.2. Saran
Perlu dilakukan modifikasi teknik ekstraksi protein sarkoplasma dan miofibril
sehingga diperoleh rendemen ekstrak yang lebih tinggi. Perlu dilakukan kajian
lebih lanjut mengenai sekuen asam amino penyusun protein yang diidentifikasi
sebagai alergen. Selain itu, untuk dapat digunakan sebagai isolat alergen, ekstrak
protein ini perlu diproduksi dalam jumlah besar dan perlu diujikan terlebih dahulu
pada pasien alergi oleh dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. 2000. Laboratory techniques commonly used
in immunology. Dalam: Cellular and molecular immunology 4th ed.
Philedelpia: WB Sounders Co.hlm 515-528.
Adelman DC, Casale TB, Corren J. 2002. Manual of Allergy & Immunology, Ed
KE-4. California: Lippincot Williams & Wilkins.
Ashorn P dan Kohrn K. 1986. Washing of ELISA plates with running tap water. J.
Immunol. Method 88:141-142.
Black JG. 1999. Microbiology Principle and Exploration. Ed ke-4. New York:
John Wiley and Sons, Inc.
Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. New York: John Wiley and
Sons, Inc.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for quantitation of microgram
quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal
Biochem 72:248-254.
Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam diagnosis dan penelitian. Artama
WT,penerjemah. Yogyakarta:Gajah Mada University Press. Terjemahan
dari : ELISA technology in diagnosis and research.
Bush RK, Hefle SL. 1996. Food Allergens. Critical reviews in Food Science and
Nutrition. 36:S119-163.
Clark S, Bock SA, Gaeta TJ, Brenner BE, Cydulka RK, Camargo CA. 2004.
Multicenter study of emergency department visits for food allergies.
J Allergy Clin Immunol 113:347-52.
Das Dores S, Chopin C, Villaume C, Fleurence J dan Gueant JL. 2002. IgE-
binding and cross-reactivity of a new 41 kDa allergen of codfish. Allergy
57(72):79-83.
FAAN [The Food Allergy & Anaphylaxis Network]. 2010. Food Allergens.
http://www.foodallergy.org/section/common-food-allergens1 [19
Februari 2011].
Hasyimi R, Widjaja R, Kurniawan L. 1992. Kadar IgG dan IgM pada bentuk
tuberkoloid dan lepromatous dari penyakit lepra. Cermin Dunia
Kedokteran 75:21-25.
64
Huby RDJ, Dearman RJ, Kimber I. 2000. Why are some protein allergens?.
Toxicological Science 55:235-246.
Hultin HO, Feng YM & Stanley DW. 1995. A re-examination of muscle protein
solubility. Journal of Muscle Foods. 6:91-107.
Jarvis D, Burney R. 2004. Diagnosing allergy. Di dalam: Durham ES, editor. ABC
of Allergies. London: BMJ Publishing, hlm. 4-7.
Kemeny DM. 1991. A Practical Guide to ELISA. New York: Pergamon press.
Kuncoro EB, Wiharto FEA. 2009. Ensiklopedia Populer Ikan Laut. Yogyakarta :
Lili Publisher.
Lehrer SB, Ayuso R, Reese G. 2003. Seafood allergy and allergens : a review.
Mar Biotechnol 5(4):339-348.
Leung PSC, Chow WK, Duffey S, Kwan HS, Gershwin ME, Chu KH. 1996. IgE
reactivity against a cross-reactive allergen in crustacea and mollusca:
Evidence for tropomyosin as the common allergen. J Allergy Clin
Immunol 8(8): 954-961.
Leung PSC, Chen YS, Gershwin ME, Wogn SH, Kwan HS, Chu KH. 1998.
Identification and molecular characterization of Charybdis feriatus
tropomyosin, the major crab allergen. J Allergy Clin Immunol
102(5):847-852.
Lopata AL, & Potter PC. 2000. Allergy and other adverse rection to seafood.
Allergy Clin.Immunol.Int. 12(6):271-281.
Lu XZ, Liu XM, Yang XG. 2005. Preliminary survey on status of food allergy in
young Chinese students. Chinese Journal of Food Hygiene 2:119-121.
Maleki SJ, Casillas AM, Kaza U, Wilson BA, Nesbit JB, Reimoneqnue C, Cheng
H, Bahna SL. 2010. Differences among heat-treated, raw, and
commercial peanut extracts by skin testing and immunoblotting. J
Allergy Clin Immunol 105:451-457.
Roitt IM, Delves PJ. 2001. Essential Immunology. 10th Ed. London: Blackwell
Science.
Romero MC, Smiddy M, Hill C, Kerry JP, Kelly AL. 2004. Effect of high
pressure tretment on physicochemical characteristics of fresh oyster
(Crassostrea gigas). Innovative Food Science and Emerging
Technologies 5:161-169.
Rybicki EP, Vernon EC, MD James, Sharon JR,editor. 1996. Molecular Biology
Techniques Manual. Ed ke-3. Rondebosch: University of Captown.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 4. Bandung : Bina
Tjipta.
Shriver S, Yang W, Chung SY, Percival S. 2011. Pulsed ultraviolet light reduce
immunoglobulin E binding to Atlantic White Shrimp (Litopenaeus
setiferus) extract. J Environ Res Public Health 8:2569-2583.
Sicherer SH, Sampson HA. 2009. Food Allergy. J Allergy Clin Immunol
125:S116-25.
Suzuki T. 1981. Fish and krill protein.: processing technology. London: Applied
Science Publ.Ltd.
Taylor SL. 2008. Molluscan shellfish allergy. Adv Food Nutr Res 54:139-77.
Untersmayr E, Poulsen LK, Platzer MH, Pedersen MH, Nitulescu GB and Jarolim
EJ. 2005. The Effect of Gastric Digestion on Codfish Allergenicity. J
Allergy Clin Immunol 115:377-82.
Wijaya SKS, Rohman L. 2001. Fraksinasi dan karakterisasi protein utama biji
kedelai. J Ilmu Dasar 2(1):49-54. Wilson K, Walker J. 2000. Principle and
Technique of Practical Biochemistry. 5thed. Cambridge:Cambridge
University Press.
Wild LG, Lehrer SB. 2005. Fish and shellfish allergy. Curr Allergy Asthma Rep
5(1) 74-9.
Yu Hl, Chao MJ, Cai QF, Weng WY, Su WJ, Liu GM. 2011. Effect of different
processing method on digestibility of Scylla paramamosain allergen
(tropomyosin). Food and Chemical Toxicology 49: 791-798.
Yuliarni. 1998. Studi alergenisitas protein udang windu (Penaeus monodon Fabr)
untuk pembuatan isolat alergen [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Zakaria FR, Belleville FR, Nabet P and Linden G. 1992. Allergenicity of Bovine
Casein Its Digestive Enzyme Hidrolizates. In Developement of Food
Science and Technology in Southeast Asia. Ed. Liang OB, Fardiaz D
AND Buchanan A. Bogor: IPB Press.
69
Larutan Stok :
1. Larutan A (Akrilamid 30%; 0.8 bisakrilamid) 100 ml
Sebanyak 30.0 g akrilamid dan 0.8 g N.N’-metilen-bisakrilamid dilarutkan
dalam 100 ml akuades. Saring larutan melalui filter 0.45 µm. pada waktu
penimbangan selalu harus menggunakan sarung tangan dan tutup wadah
dengan parafilm selama proses pelarutan. Larutan akrilamid dapat
disimpan selama beberapa bulan dalam lemari pendingin bersuhu 4°C.
5. 5 X SDS/buffer elektroforesis. 1 L
Larutkan 15.1 g Tris base. 72.0 g glisin. Dan 5.0 g SDS dalam 800 ml
akuades. Setelah larut, tepatkan volume hingga 1.0 L. untuk membuat 1x
SDS/buffer elektroforesis, encerkan 1 bagian volume larutan di atas dalam
4 bagian volume akuades.
5. Substrat TMB
Dibuat segar setiap kali akan melakukan ELISA. Satu tablet TMB dilarutkan
dalam 1 ml DMSO (divortex 5 menit). Tambahkan buffer substrat (citrate
phospate buffer) sampai dengan 10 ml dan divortex.
1. Buffer transfer
Sebanyak 2.9 g Tris base dan 14.5 g glisin dilarutan dalam 500 ml air
destilata. Kemudian ditambahkan dengan 200 ml metanol dan ditepatkan
volumenya sampai dengan 1 liter. Simpan pada suhu 4 °C.
Lampiran 5. Kurva protein standar (BSA) pada penetapan kadar protein ekstrak
sampel (udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau)
0.1538
0.1 0.1543
0.1548
0.3029
0.2 0.3015
0.3001
0.4171
0.3 0.4145
0.4119
0.5047
0.4 0.5043
0.5039
0.6441
0.5 0.64335
0.6426
0.8319
0.7 0.8272
0.8225
0.9667
0.8 0.96405
0.9614
1.0185
0.9 1.01475
1.011
1.0927
1 1.0895
1.0863
0.2204
Miofibril.udang 1:5 0.22025
0.2201
0.3309
Sarkoplasma.udang 1:5 0.33025
0.3296
0.2724
Miofibril.tongkol 1:5 0.27255
0.2727
0.3564
Sarkoplasma.tongkol 1:5 0.3541
0.3518
0.2333
Miofibril.kerang 0.2336
0.2339
0.1649
Sakoplasma.kerang 1:5 0.1635
0.1621
74
Lampiran 6. Hasil perhitungan rendemen ekstrak dan analisis total protein dalam
daging udang jerbung, ikan tongkol dan kerang hijau
Kadar protein
Volume gram Total protein Rendemen
Jenis protein Bradford
ekstrak(ml) sampel (gram) (%)
(mg/ml)
Sarko.udang 1.154 390 20.9 0.450 2.15
Miof.Udang 0.627 390 20.9 0.244 1.17
Sarko.tongkol 1.269 390 19.72 0.495 2.51
Miof.tongkol 0.878 390 19.72 0.342 1.74
Sarko.kerang 0.691 390 20 0.269 1.35
Miof.kerang 0.176 390 20 0.068 0.34
Berat
Nama
Grup Sumber species Nama biokimiawi molekul
alergen
(kDa)
Arthropoda Archaeopotamobius
Arc s 8 Triosephosphate isomerase ~28
sibiriensis (Crustacean species)
Artemia franciscana (Brine shrimp) Art fr 5 Myosin, light chain 1 ~17.5
Charybdis feriatus (Crab) Cha f 1 Tropomyosin 34
Crangon crangon (North Sea shrimp)
Cra c 1 Tropomyosin ~38
1 2 3 4 5 6
M: Standar marker
1: Tongkol Sarkoplasma
2: Tongkol Miofibril
3: Kerang Sarkoplasma
4: Kerang Miofibril
5: Udang Sarkoplasma
6: Udang Miofibril
Jarak
Pita BM
Jenis protein Log BM pergerakan Rf
ke- (kDa)
(cm)
1 β-galactosidase 116 2.0645 1.81 0.157
2 BSA 66.2 1.8209 3.4 0.296
3 Ovalbumin 45 1.6532 5.41 0.470
4 Lactate dehydrogenase 35 1.5441 6.92 0.602
5 Rease Bsp981 25 1.3979 8.86 0.770
6 β-lactoglobulin 18.4 1.2648 10.47 0.910
7 lysozyme 14.4 1.1584 10.97 0.954
Range 11.5 1.000
77
Fraksi Sarkoplasma
Fraksi Miofibril
Fraksi Sarkoplasma
Jarak
Log BM Ketebalan
pita ke- pergerakan Rf %
BM (kDa) band
(cm)
1 2.31 0.201 1.965 92.35 716.678 5.96
2 2.62 0.228 1.937 86.59 742.678 6.17
3 3.12 0.272 1.892 78.04 613.435 5.10
4 4.43 0.386 1.774 59.45 2828.062 23.51
5 5.18 0.451 1.706 50.87 1516.971 12.61
6 6.39 0.556 1.597 39.56 1528.263 12.71
7 7.14 0.621 1.530 33.85 1942.627 16.15
8 7.95 0.692 1.456 28.61 585.678 4.87
9 8.85 0.770 1.375 23.73 324.899 2.70
10 10.76 0.936 1.203 15.95 590.435 4.91
11 11.22 0.977 1.161 14.50 638.314 5.31
Range 11.5 Total 12028.04 100.00
Fraksi Miofibril
Jarak
BM ketebalan
pita ke- pergerakan Rf Log BM %
(kDa) band
(cm)
1 0.44 0.038294 2.134193 136.21 1081.849 31.78
2 2.25 0.195822 1.970852 93.51 842.556 24.75
3 9.63 0.83812 1.304853 20.18 643.971 18.92
4 10.47 0.911227 1.229049 16.95 282.435 8.30
5 11 0.957354 1.181219 15.18 553.385 16.26
Range 11.5 Total 3404.196 100.00
79
Fraksi Sarkoplasma
Jarak
Log BM ketebalan
Pita ke- pergerakan Rf %
BM (kDa) band
(cm)
1 0.18 0.016 2.158 143.77 169.899 0.54
2 1.06 0.092 2.078 119.74 237.021 0.76
3 1.49 0.130 2.039 109.51 629.192 2.01
4 2.36 0.205 1.961 91.40 3088.749 9.88
5 2.73 0.238 1.928 84.63 1159.021 3.71
6 2.93 0.255 1.909 81.19 1088.607 3.48
7 3.7 0.322 1.840 69.18 960.556 3.07
8 3.91 0.340 1.821 66.23 1293.314 4.14
9 4.11 0.358 1.803 63.53 618.899 1.98
10 4.64 0.404 1.755 56.91 2896.627 9.27
11 4.88 0.425 1.734 54.14 902.263 2.89
12 5.72 0.498 1.658 45.47 4548.648 14.55
13 6.32 0.550 1.604 40.14 1536.335 4.91
14 6.72 0.585 1.567 36.94 925.092 2.96
15 7.19 0.626 1.525 33.50 1217.799 3.90
16 7.63 0.664 1.485 30.57 941.678 3.01
17 8.1 0.705 1.443 27.73 839.385 2.68
18 9.33 0.812 1.332 21.47 578.971 1.85
19 9.87 0.859 1.283 19.20 4761.941 15.23
20 10.51 0.915 1.225 16.81 258.556 0.83
21 10.85 0.944 1.195 15.66 374.899 1.20
22 11.1 0.966 1.172 14.87 2234.849 7.15
Range 11.5 Total 31262.301 100.00
80
Fraksi Miofibril
Jarak
Log BM ketebalan
Pita ke- pergerakan Rf %
BM (kDa) band
(cm)
1 1.58 0.138 2.031 107.48 213.192 0.79
2 1.89 0.164 2.003 100.77 3399.385 12.61
3 2.12 0.185 1.983 96.07 1683.435 6.25
4 2.38 0.207 1.959 91.02 1296.142 4.81
5 2.74 0.238 1.927 84.46 416.021 1.54
6 3.08 0.268 1.896 78.70 385.021 1.43
7 5.04 0.439 1.719 52.37 691.556 2.57
8 6.56 0.571 1.582 38.19 5910.113 21.93
9 6.82 0.594 1.558 36.18 1237.142 4.59
10 7.27 0.633 1.518 32.95 605.849 2.25
11 7.74 0.674 1.475 29.88 729.263 2.71
12 8 0.696 1.452 28.31 676.556 2.51
13 8.82 0.768 1.378 23.88 1643.213 6.10
14 9.55 0.831 1.312 20.52 932.728 3.46
15 9.86 0.858 1.284 19.24 1491.799 5.53
16 10.17 0.885 1.256 18.04 2608.991 9.68
17 11 0.957 1.181 15.18 3032.92 11.25
Range 11.5 Total 26953.326
81
Lampiran 9. Data hasil uji ELISA penentuan total IgE serum
Udang Sarkoplasma
Serum rata- OD rata-
OD serum
rata kontrol rata SD x+ 2SD Status Alergi
diuji
(y) negatif (x)
0.528 0.120
A 0.371 0.117 0.004 0.125 Positif
0.213 0.114
0.187 0.120
B 0.137 0.117 0.004 0.125 Positif
0.087 0.114
0.162 0.082
C 0.133 0.079 0.005 0.088 Positif
0.104 0.075
0.072 0.082
D 0.072 0.079 0.005 0.088 Negatif
0.071 0.075
0.108 0.082
E 0.102 0.079 0.005 0.088 Positif
0.096 0.075
0.071 0.064
F 0.072 0.063 0.002 0.067 Positif
0.072 0.061
0.033 0.040
G 0.035 0.040 0.001 0.041 Negatif
0.036 0.039
0.040 0.040
H 0.042 0.040 0.001 0.041 Positif
0.044 0.039
0.161 0.125
I 0.165 0.110 0.021 0.152 Positif
0.169 0.095
0.121 0.178
J 0.116 0.195 0.023 0.241 Negatif
0.110 0.211
0.130 0.195
K 0.127 0.221 0.036 0.293 Negatif
0.123 0.246
0.992 0.098
L 0.935 0.086 0.017 0.120 Positif
0.878 0.074
0.182 0.178
M 0.168 0.157 0.030 0.216 Negatif
0.153 0.136
0.197 0.114
N 0.219 0.136 0.030 0.196 Positif
0.241 0.157
0.242 0.210
O 0.232 0.237 0.038 0.313 Negatif
0.221 0.264
0.291 0.181
P 0.293 0.178 0.005 0.187 Positif
0.294 0.174
0.183 0.111
Q 0.184 0.113 0.002 0.117 Positif
0.185 0.114
0.197 0.187
R 0.174 0.162 0.036 0.234 Negatif
0.151 0.136
0.126 0.195
S 0.155 0.221 0.036 0.293 Negatif
0.183 0.246
0.124 0.248
T 0.112 0.209 0.055 0.319 Negatif
0.099 0.170
83
Lampiran 10a. (Lanjutan)
Udang Miofibril
Serum OD
OD serum rata- rata- Status
kontrol SD x+ 2SD
diuji rata (y) rata (x) Alergi
negatif
0.652 0.139
A 0.490 0.139 0.001 0.140 Positif
0.328 0.138
0.225 0.139
B 0.177 0.139 0.001 0.140 Positif
0.128 0.138
.145 0.106
C 0.126 0.106 0.106 0.318 Negatif
0.106 0.097
0.112 0.106
D 0.115 0.102 0.006 0.114 Positif
0.117 0.097
0.113 0.106
E 0.118 0.102 0.006 0.114 Positif
0.123 0.097
0.090 0.091
F 0.092 0.093 0.002 0.097 Negatif
0.093 0.094
0.039 0.040
G 0.040 0.042 0.003 0.048 Negatif
0.041 0.044
0.068 0.040
H 0.055 0.042 0.003 0.048 Positif
0.041 0.044
0.208 0.165
I 0.205 0.151 0.020 0.191 Positif
0.201 0.137
0.176 0.128
J 0.184 0.150 0.030 0.210 Negatif
0.191 0.171
0.234 0.185
K 0.217 0.187 0.003 0.193 Positif
0.200 0.189
1.661 0.154
L 1.681 0.132 0.032 0.195 Positif
1.701 0.109
0.192 0.151
M 0.172 0.142 0.013 0.167 Positif
0.151 0.133
0.660 0.184
N 0.710 0.194 0.013 0.220 Positif
0.760 0.203
0.331 0.309
O 0.304 0.283 0.037 0.357 Negatif
0.276 0.257
0.758 0.256
P 0.632 0.232 0.035 0.301 Positif
0.505 0.207
0.150 0.149
Q 0.151 0.151 0.003 0.157 Negatif
0.151 0.153
0.175 0.162
R 0.166 0.158 0.006 0.169 Negatif
0.156 0.154
0.181 0.185
S 0.187 0.187 0.003 0.193 Negatif
0.192 0.189
0.228 0.118
T 0.235 0.146 0.040 0.225 Positif
0.242 0.174
84
Lampiran 10b. ekstrak sampel Ikan tongkol
Tongkol Sarkoplasma
Serum OD OD
rata- rata-
serum kontrol SD x+ 2SD Status Alergi
rata (y) rata (x)
diuji negatif
0.733 0.081
A 0.546 0.080 0.002 0.084 Positif
0.359 0.078
0.175 0.081
B 0.132 0.080 0.002 0.084 Positif
0.089 0.078
0.115 0.071
C 0.096 0.077 0.008 0.092 Positif
0.076 0.082
0.076 0.071
D 0.075 0.077 0.008 0.092 Negatif
0.074 0.082
0.042 0.047
E 0.040 0.044 0.005 0.053 Negatif
0.038 0.040
0.078 0.077
F 0.084 0.076 0.002 0.080 Positif
0.089 0.074
0.038 0.047
G 0.039 0.044 0.005 0.053 Negatif
0.040 0.040
0.101 0.047
H 0.102 0.044 0.005 0.053 Positif
0.103 0.040
0.132 0.067
I 0.124 0.074 0.010 0.094 Positif
0.115 0.081
0.079 0.067
J 0.088 0.074 0.010 0.094 Negatif
0.097 0.081
0.166 0.111
K 0.157 0.118 0.010 0.138 Positif
0.147 0.125
0.080 0.083
L 0.084 0.080 0.004 0.088 Negatif
0.088 0.077
0.150 0.148
M 0.132 0.139 0.013 0.165 Negatif
0.113 0.129
0.165 0.183
N 0.172 0.155 0.040 0.235 Negatif
0.179 0.126
0.247 0.235
O 0.219 0.207 0.040 0.287 Negatif
0.191 0.178
0.230 0.218
P 0.208 0.200 0.026 0.252 Negatif
0.186 0.181
0.152 0.157
Q 0.143 0.152 0.007 0.166 Negatif
0.133 0.147
0.161 0.173
R 0.147 0.166 0.010 0.186 Negatif
0.133 0.159
0.102 0.111
S 0.119 0.118 0.010 0.138 Negatif
0.135 0.125
0.065 0.069
T 0.078 0.080 0.016 0.111 Negatif
0.091 0.091
85
Lampiran 10b. (Lanjutan)
Tongkol Miofibril
Serum OD OD
rata- rata-
serum kontrol SD x+ 2SD Status Alergi
rata (y) rata (x)
diuji negatif
0.697 0.072
A 0.537 0.072 0.001 0.073 Positif
0.376 0.071
0.171 0.072
B 0.141 0.072 0.001 0.073 Positif
0.111 0.071
0.115 0.066
C 0.093 0.070 0.006 0.081 Positif
0.071 0.074
0.060 0.066
D 0.059 0.070 0.006 0.081 Negatif
0.058 0.074
0.043 0.041
E 0.044 0.042 0.001 0.045 Negatif
0.044 0.043
0.079 0.091
F 0.076 0.080 0.016 0.111 Negatif
0.072 0.069
0.038 0.041
G 0.040 0.042 0.001 0.045 Negatif
0.042 0.043
0.093 0.041
H 0.093 0.042 0.001 0.045 Positif
0.093 0.043
0.067 0.060
I 0.065 0.072 0.017 0.106 Negatif
0.062 0.084
0.063 0.060
J 0.079 0.072 0.017 0.106 Negatif
0.095 0.084
0.123 0.099
K 0.114 0.099 0.000 0.099 Positif
0.104 0.099
0.090 0.071
L 0.093 0.070 0.002 0.074 Positif
0.096 0.068
0.136 0.145
M 0.125 0.136 0.013 0.161 Negatif
0.114 0.127
0.187 0.193
N 0.198 0.151 0.059 0.270 Negatif
0.208 0.109
0.245 0.229
O 0.206 0.207 0.032 0.270 Negatif
0.167 0.184
0.259 0.229
P 0.231 0.210 0.027 0.264 Negatif
0.202 0.191
0.153 0.144
Q 0.149 0.139 0.007 0.153 Negatif
0.144 0.134
0.237 0.208
R 0.232 0.216 0.011 0.237 Negatif
0.226 0.223
0.091 0.099
S 0.117 0.099 0.000 0.099 Positif
0.142 0.099
0.053 0.053
T 0.065 0.059 0.008 0.076 Negatif
0.077 0.065
86
Lampiran 10c. Ekstrak sampel kerang hijau
Kerang Sarkoplasma
Serum rata- OD rata-
OD serum
rata kontrol rata SD x+ 2SD Status Alergi
diuji
(y) negatif (x)
0.679 0.097
A 0.525 0.108 0.016 0.139 Positif
0.371 0.119
0.218 0.097
B 0.163 0.108 0.016 0.139 Positif
0.108 0.119
0.117 0.071
C 0.101 0.079 0.011 0.100 Positif
0.084 0.086
0.065 0.071
D 0.066 0.079 0.011 0.100 Negatif
0.067 0.086
0.044 0.042
E 0.044 0.041 0.001 0.044 Negatif
0.043 0.040
0.089 0.072
F 0.103 0.073 0.001 0.074 Positif
0.116 0.073
0.045 0.042
G 0.047 0.041 0.001 0.044 Positif
0.048 0.040
0.039 0.042
H 0.039 0.041 0.001 0.044 Negatif
0.038 0.040
0.125 0.113
I 0.101 0.118 0.007 0.132 Negatif
0.076 0.123
0.075 0.113
J 0.087 0.118 0.007 0.132 Negatif
0.099 0.123
0.150 0.176
K 0.130 0.183 0.009 0.201 Negatif
0.110 0.189
0.246 0.085
L 0.235 0.080 0.007 0.094 Positif
0.223 0.075
0.122 0.110
M 0.118 0.118 0.011 0.139 Negatif
0.114 0.125
0.199 0.217
N 0.194 0.239 0.030 0.299 Negatif
0.189 0.260
0.281 0.210
O 0.231 0.204 0.008 0.221 Positif
0.180 0.198
0.293 0.224
P 0.280 0.207 0.024 0.255 Positif
0.266 0.190
0.167 0.121
Q 0.159 0.127 0.008 0.144 Positif
0.150 0.133
0.213 0.159
R 0.224 0.190 0.044 0.278 Negatif
0.234 0.221
0.317 0.176
S 0.289 0.183 0.009 0.201 Positif
0.260 0.189
0.054 0.056
T 0.054 0.055 0.001 0.058 Negatif
0.054 0.054
87
Lampiran 10c. (Lanjutan)
Kerang Miofibril
Serum OD OD
rata- rata-
serum kontrol SD x+ 2SD Status Alergi
rata (y) rata (x)
diuji negatif
0.713 0.079
A 0.552 0.087 0.011 0.108 Positif
0.390 0.094
0.217 0.079
B 0.168 0.087 0.011 0.108 Positif
0.119 0.094
0.139 0.118
C 0.120 0.140 0.030 0.200 Negatif
0.100 0.161
0.086 0.118
D 0.084 0.140 0.030 0.200 Negatif
0.081 0.161
0.042 0.039
E 0.041 0.040 0.001 0.043 Negatif
0.039 0.041
0.111 0.112
F 0.113 0.108 0.006 0.120 Negatif
0.114 0.103
0.040 0.039
G 0.040 0.040 0.001 0.043 Negatif
0.040 0.041
0.036 0.039
H 0.037 0.040 0.001 0.043 Negatif
0.038 0.041
0.144 0.103
I 0.123 0.109 0.008 0.126 Negatif
0.102 0.115
0.096 0.093
J 0.110 0.094 0.001 0.097 Positif
0.123 0.095
0.239 0.175
K 0.251 0.182 0.010 0.202 Positif
0.262 0.189
0.756 0.088
L 0.738 0.086 0.004 0.093 Positif
0.719 0.083
0.154 0.176
M 0.170 0.188 0.016 0.220 Negatif
0.186 0.199
0.664 0.206
N 0.632 0.220 0.020 0.260 Positif
0.600 0.234
0.245 0.266
O 0.234 0.250 0.023 0.296 Negatif
0.222 0.233
0.505 0.277
P 0.464 0.313 0.051 0.415 Positif
0.423 0.349
0.194 0.244
Q 0.196 0.226 0.026 0.278 Negatif
0.197 0.207
0.222 0.197
R 0.261 0.223 0.037 0.297 Negatif
0.299 0.249
0.197 0.175
S 0.194 0.182 0.010 0.202 Negatif
0.191 0.189
0.059 0.101
T 0.0585 0.0915 0.013 0.118 Negatif
0.058 0.082
88
Marker standar
Jarak
Pita BM
Jenis protein pergerakan RF Log BM
ke- (kDa)
(cm)
1 Phosporilase-β 3.78 97 0.25 1.99
2 albumin 5.59 66 0.37 1.82
3 ovalbumin 8.22 45 0.55 1.65
4 carbonic anhidrase 11.91 30 0.79 1.48
5 Tripsin Inhibitor 13.94 20 0.93 1.30
Range 15.01
89
Serum A
Jarak
Pita Log BM
Jenis protein pergerakan RF
ke- BM (kDa)
(cm)
Kerang miofibril 1 3.60 0.2395 1.9713 93.61
Tongkol sarkoplasma 1 7.30 0.4863 1.7358 54.43
Udang sarkoplasma 1 7.00 0.4663 1.7549 56.87
Udang miofibril 1 9.60 0.6396 1.5896 38.86
Range 15.01
Serum B
Jarak
Pita Log BM
Jenis protein pergerakan RF
ke- BM (kDa)
(cm)
Udang sarkoplasma 1 7.31 0.4870 1.7351 54.34
Udang miofibril 1 7.6 0.5063 1.7167 52.08
2 9.69 0.6456 1.5838 38.36
Range 15.01
90
Marker standar
H L P
Mk Sk Mu Su Mt St Mk Sk Mu Su Mt St Mk Sk Mu Su Mt St
Jarak
Pita BM
Jenis protein Log BM pergerakan Rf
ke- (kDa)
(cm)
1 β-galactosidase 116 2.064458 2.78 0.174404
2 BSA 66.2 1.820858 5.11 0.320577
3 Ovalbumin 45 1.653213 7.67 0.481179
4 Lactate dehydrogenase 35 1.544068 9.93 0.622961
5 Rease Bsp981 25 1.39794 12.41 0.778545
6 β-lactoglobulin 18.4 1.264818 13.99 0.877666
Range 15.94
91
Serum H
Jarak
Log BM
Jenis protein Pita ke- pergerakan RF
BM (kDa)
(cm)
Udang sarkoplasma 1 4.39 0.277 1.909 81.16
2 5.43 0.341 1.840 69.17
Udang miofibril 1 9.12 0.570 1.593 39.17
Range 15.94
Serum P
Jarak
Log BM
Jenis protein Pita ke- pergerakan RF
BM (kDa)
(cm)
Udang sarkoplasma 1 10.09 0.633 1.525 33.50
2 10.68 0.670 1.485 30.56
Udang miofibril 1 4.15 0.261 1.927 84.46
2 4.61 0.289 1.896 78.70
3 9.08 0.570 1.593 39.19
4 10.19 0.639 1.518 32.96
5 10.82 0.679 1.475 29.88
Tongkol miofibril 1 9.17 0.575 1.587 38.64
Kerang sarkoplasma 1 10.015 0.628 1.530 33.87
2 10.19 0.639 1.518 32.96
3 10.83 0.679 1.475 29.83
4 11.101 0.696 1.456 28.60
Kerang miofibril 1 3.5 0.220 1.971 93.53
2 10.19 0.639 1.518 32.96
3 10.83 0.679 1.475 29.83
92
Serum L
Jarak
Pita Log BM
Jenis protein pergerakan RF
ke- BM (kDa)
(cm)
Udang sarkoplasma 1 4.15 0.260 1.927 84.51
2 4.6 0.289 1.896 78.79
3 5.14 0.322 1.860 72.43
4 5.98 0.375 1.803 63.53
5 7.01 0.440 1.734 54.15
6 8.93 0.560 1.604 40.14
7 10.67 0.670 1.485 30.57
8 11.30 0.709 1.443 27.73
Udang miofibril 1 2.61 0.164 2.031 107.45
2 4.15 0.260 1.927 84.51
3 4.60 0.289 1.896 78.79
4 7.22 0.453 1.719 52.37
5 8.65 0.542 1.623 41.93
6 9.08 0.570 1.593 39.19
7 10.19 0.639 1.518 32.95
8 10.82 0.679 1.475 29.88
9 11.20 0.703 1.450 28.16
10 13.59 0.853 1.288 19.40
11 14.05 0.881 1.257 18.06
12 15.17 0.951 1.181 15.18
Tongkol sarkoplasma 1 3.62 0.227 1.963 91.82
2 9.51 0.597 1.564 36.65
3 11.04 0.693 1.460 28.86
4 12.11 0.760 1.388 24.43
5 13.53 0.849 1.292 19.57
Tongkol miofibril 1 10.82 0.679 1.475 29.88
2 11.2 0.703 1.450 28.16
3 11.3 0.709 1.443 27.72
93
Serum L (Lanjutan)
Jarak
Pita Log BM
Jenis protein pergerakan RF
ke- BM (kDa)
(cm)
Kerang sarkoplasma 1 4.661 0.292 1.892 78.04
2 5.14 0.322 1.860 72.43
3 6.405 0.402 1.774 59.46
4 10.021 0.629 1.529 33.84
5 10.82 0.679 1.475 29.88
6 11.098 0.696 1.457 28.61
Kerang miofibril 1 3.502 0.220 1.971 93.50
2 10.82 0.679 1.475 29.88
3 11.098 0.696 1.457 28.61
Range 15.94