Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Metabolik Endokrin
Disusun oleh:
Kelompok D4
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Sindrom metabolik (SM) adalah keadaan klinis dimana pada seseorang terdapat
sekumpulan kelainan metabolik, antara lain kelainan kadar lipid (dislipidemia), peningkatan
kadar glukosa (hiperglikemia), peningkatan kadar asam urat (hiperurikemia), peningkatan
tekanan darah (hipertensi), dan kegemukan (obesitas). Kondisi ini dikaitkan dengan risiko
penyakit kardiovaskular (PKV), stroke, diabetes melitus tipe 2 (DM t2) dan kematian.
sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif)
Pada makalah ini dibahas secara singkat mengenai sindrom metabolik, bermacam-
macam definisi dan kriteria batasan nilai, berbagai faktor risiko, dan anjuran cara
penatalaksanaannya termasuk pencegahannya.
Skenario 5 :
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dengan keluhan sulit menurunkan berat badan, cepat lelah,
serta haus dan lapar
1. Anamnesis
Identitas pasien
Riwayat penyakit sekarang
o Adakahbanyakmakan, minum, danbanyakkencing?
o Adakahkesemutan, sakitmaag, danimpotensi?
o Adakahburam, katarak, buta, retinopati, dan glaucoma?
o Adakahbengkakpada kaki, urin yang berkurang, danlemas?
o Adakahnyeri dada kiri?
o Adanyaluka yang sukarsembuh, jaringanparutpadakulitdanluka yang baru?
Aktivitas fisik dan kebiasaan sehari-hari
Riwayat penyakit dahulu
o Apakahpernahdirawatdenganpenurunankesadarankarenalupamakansetelahmin
umobat?
o Apakahpernahdirawatdenganpenurunankesadarankarenadiareberlebihan?
o Apakahpernahdirawatdenganpenurunankesadaramkarenasuatukeadaan stress
(infeksi, penyakitjantung)?
Riwayat penyakit keluarga
o Adakahkeluarga yang terkena diabetes mellitus?
o Adakahkeluarga yang hipertensi?
2. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik2
a. Pemeriksaan tekanan darah
Klasifikasi Tekanan darah untuk dewasa usia 18 tahun atau lebih yang terdapat pada tabel
2.2.a.1.
Sistolik Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Hipertensi:
Laki ≥ 94
Perempuan ≥ 80
f. Pemeriksaan IMT
IMT = BB (kg) : [TB (m) x TB (m)]
Keterangan : BB = Berat badan
TB = Tinggi badan
Klasifikasi IMT berdasarkan Asia Pasifik terdapat pada tabel 2.2.f.1.
Tabel 2.2.f.1. Klasifikasi IMT Asia Pasifik
Berat badan
IMT
(BB)
BB normal 18,5-22,9
BB lebih: ≥ 23
1. Preobesitas 23-24,9
2. Obesitas 1 25-29,9
3. Obesitas 2 ≥ 30
Nilai sindrom metabolik berdasarkan WHO yang terdapat pada tabel 2.2.g.2.
Tabel 2.2.g.2. Nilai Sindrom Metabolik Berdasarkan WHO
Pemeriksaan Penunjang2
1) Laboratorium
Kadar glukosa plasma dan profil lipid puasa.
Pemeriksaan klem euglikemik atau HOMA (homeostasis model assessment) untuk
menilai resistensi insulin secara akurat biasanya hanya dilakukan dalam penelitian
dan tidak praktis diterapkan dalam penilaian klinis.
Highly sensitive C-reactive protein
Kadar asam urat dan tes faal hati dapat menilai adanya NASH 3
2) Radiologi
USG abdomen diperlukan untuk mendiagnosis adanya fatty liver karena kelainan ini
dapat dijumpai walaupun tanpa adanya gangguan faal hati.3
3. Gejala Klinis
Pada kasus terdapat lebih dari 4 kriteria dari kriteria sindrom metabolik yaitu:
Sindrom
Kategori metabolik (ATP Laki2 55 th
III)
Obesitas Abdominal
Atherogenic Dislipidemia
Peningkatan tekanan darah
Resistensi Insulin
Komponen Proinflammatory
Prothrombotic State
Vascular abnormalities (disfungsi endothelial, ACR ≥ 30mg/g)
Hiperurisemia3
Sindrom Metabolik atau Sindrom X merupakan kumpulan dari gejala dan tanda -
tanda risiko untuk terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada seorang
individu. Gejala – gejala yang kerap dijumpai pada penderita sindrom metabolic
adalah : 3
5. Etiologi
Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti.Suatu
hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari sindrom metabolikadalah
resistensi insulin. Resistensi insulin mempunyai korelasi dengantimbunan lemak
viseral yang dapat ditentukan dengan pengukuran lingkarpinggang atauwaist to hip
ratio. Hubungan antara resistensi insulin dan penyakit kardiovaskulardiduga
dimediasi oleh terjadinya stres oksidatif yang menimbulkandisfungsi endotel yang
akan menyebabkan kerusakan vaskular danpembentukan atheroma. Hipotesis lain
menyatakan bahwa terjadi perubahanhormonal yang mendasari terjadinya obesitas
abdominal. Suatu studimembuktikan bahwa pada individu yang mengalami
peningkatan kadarkortisol didalam serum (yang disebabkan oleh stres kronik)
mengalamiobesitas abdominal, resistensi insulin dan dislipidemia. Para penelitijuga
mendapatkan bahwa ketidakseimbangan aksishipotalamus-hipofisis-adrenal yang
terjadi akibat stres akan menyebabkanterbentuknya hubungan antara gangguan
psikososial dan infark miokard.
Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan sindroma metabolik yaitu:
2. Gaya hidup
Banyak komponen dari sindrom metabolik yang dikaitkan dengan gaya hidup,
termasuk jaringan adiposa meningkat (terutama pusat), mengurangi kolesterol HDL,
dan trigliserida kecenderungan meningkat, tekanan darah, dan glukosa dalam genetik
rentan. Dibandingkan dengan individu yang menonton televisi atau video atau
menggunakan computer <1jam setiap hari, dengan mereka yang melakukan perilaku
ini selama >4jam setiap hari memiliki risiko 2 kali lipat untuk terkena sindrom
metabolic.
3. Umur
Sindrom metabolik mempengaruhi 44% dari populasi AS lebih tua dari usia
50. Sebagian besar wanita yang lebih tua dari usia 50 memiliki sindrom daripada pria
4. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan definisi dari sindrom metabolik berdasarkan
International Diabetes Foundation (IDF).Diperkirakan bahwa sebagian besar dari
pasien DM tipe 2 memiliki sindrom metabolic.Kehadiran sindrom metabolik pada
populasi ini berhubungan dengan prevalensi lebih tinggi CVD dibandingkan dengan
pasien dengan diabetes tipe 2 atau IGT tanpa sindrom.
6. Patofisiologi
Resistensi insuslin dan peningkatan kadar insulin
Seseorang yang mengalami resistensi terhadap efek horrmon insulin, tubuh akan
kehilangan kemampuan untuk berekasi dengan insulin, sehingga sel beta pancreas
7. Epidemiologi
Komplikasi
Muncul data menunjukkan korelasi penting antara sindrom metabolik dan risiko
stroke. Masing-masing komponen sindrom metabolik telah dikaitkan dengan peningkatan
risiko stroke, dan bukti menunjukkan hubungan antara sindrom metabolik kolektif dan risiko
stroke iskemik. Sindrom metabolik juga dapat dikaitkan dengan neuropati karena mekanisme
hiperglikemia melalui mediator inflamasi.5
Selain itu, sindrom metabolik telah terlibat dalam patofisiologi beberapa penyakit
lain, termasuk apnea tidur obstruktif. Kanker payudara juga telah dikaitkan dengan sindrom
metabolik, mungkin melalui disregulasi dari siklus plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1).
Tambahan studi telah dikaitkan dengan sindrom metabolik kanker usus besar, kandung
empedu, ginjal, dan, mungkin, kelenjar prostat.5
Penatalaksanaan
medika mentosa
Pemahaman tentang hubungan antara obesitas dan sindrom metabolik serta peranan
otak dalam pengaturan energi, merupakan titik tolak yang penting dalam penatalaksanaan
klinik. Pengaturan berat badan merupakan dasar tidak hanya bagi obesitas tapi juga sindrom
metabolik. Mempertahankan berat badan yang lebih rendah dikombinasi dengan pengurangan
asupan kalori dan peningkatan aktifitas fisik merupakan prioritas utama pada penyandang
sindrom metabolik. Target penurunan berat badan 5-10% dalam tempo 6-12 bulan, dapat
dicapai dengan mengurangi asupan kalori sebesar 500-1000 kalori per hari ditunjang dengan
aktifitas fisik yang sesuai. Aktifitas fisik yang disarankan adalah selama 30 menit atau lebih
setiap hari. Untuk subyek dengan komorbid penyakit jantung koroner, perlu dilakukan
evaluasi kebugaran sebelum diberikan anjuran jenis-jenis olah raga yang sesuai.6
Hipertensi
Intoleransi glukosa merupakan salah satu manifestasi sindrom metabolik yang dapat
menjadi awal suatu diabetes melitus. Penelitian-penelitian yang ada menunjukkan adanya
hubungan yang kuat antara toleransi glukosa terganggu (TGT) dan risiko kardiovaskular
padasindrom metabolik dan diabetes. Perubahan gaya hidup dan aktifitas fisik yang teratur
Dislipidemia
Pilihan terapi untuk dislipidemia adalah perubahan gaya hidup yang diikuti dengan
medikamentosa. Namun demikian, perubahan diet dan latihan jasmani saja tidak cukup
berhasil mencapai target. Oleh karena itu disarankan untuk memberikan obat berbarengan
dengan perubahan gaya hidup. Menurut ATP III, setelah kolesterol LDL sudah mencapai
target, sasaran berikutnya adalah dislipidemia aterogenik. Pada konsentrasi trigliserida ± 200
mg/di, maka target terapi adalah non kolesterol HDL setelah kolesterol LDL terkoreksi.
Terapi dengan gemfibrozil tidak hanya memperbaiki profil lipid tetapi juga secara bermakna
dapat menurunkan risiko kardiovaskular. Fenofibrat secara khusus digunakan untuk
menurunkan trigliserida dan meningkatkan kolesterol HDL, telah menunjukkan perbaikan
profil lipid yang sangat efektif dan mengurangi risiko kardiovaskular. Fenofibrat juga dapat
menurunkan konsentrasi fibrinogen. Kombinasi fenofibrat dan statin memperbaiki
konsentrasi trigliserida, kolesterol HDL dan LDL.
Target terapi berikutnya adalah peningkatan apoB. Beberapa studi menunjukkan apoB
lebih baik dalam menggambarkan dislipidemia aterogenik yang terjadi dibandingkan dengan
konlesterol non HDL sehingga menyarankan apoB sebagai target terapi. Meskipun demikian,
ATP III tetap menyarankan pemakaian kolesterol non HDL sebagai target terapi mengingat di
beberapa tempat, sarana pemeriksaan apoB belum tersedia.
Apabila konsentrasi trigliserida ± 500 mg/dL, maka target terapi pertama adalah
penurunan trigliserida untuk mencegah timbulnya pancreatitis akut. Pada konsentrasi
trigliserida < 500 mg/dL, terapi kombinasi untuk menurunkan trigliserida dan kolesterol LDL
dapat digunakan. Berbeda dengan trigliserida dan kolesterol LDL, untuk kolesterol HDL
tidak ada target terapi tertentu, hanya dinaikkan saja.6
Non-medikametosa
Untuk kategori aktivitas, dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu aktivitas ringan,
sedang, berat dan berat sekali.Dibawah ini beberapa contoh aktivitas/pekerjaan yang dibagi
menjadi beberapa bagian:
Tabel 6.Kebutuhankaloriperhari
STATUS GIZI
Aktivitas
Kurang Normal Lebih
Ringan 36 kal 30 kal 25 kal
Sedang 40 kal 35 kal 30 kal
Berat 45 kal 40 kal 36 kal
BeratSekali 55 kal 50 kal 45 kal
Dari hasil diatas, kita mendapatkan kalori normal yang dibutuhkan untuk pasien. Lalu,
selanjutnya kita dapat mengurangkan kalori dengan range 500 -1000 kalori. Diatas pasien
memiliki persentase IMT Obese 2 sehingga kita dapat mengurangi kebutuhan kalori perhari
menjadi 1000 kalori.Terapi ini juga disertai dengan keseimbangan Karbohidrat, Protein dan
Lemak, yaitu dengan persentase Karbohidrat(55-65%) Protein (15-20%) dan Lemak
(20-30%).Pola makan yang dianjurkan diet rendah kalori untuk mengatasi obesitas dan
Lalu kita dapat menganjurkan pasien dengan berolahraga 30-60 menit sehari dan
dikerjakan3-5dalamseminggu.Olahraga seperti jalan kaki, jogging, lari, bersepeda, renang,
aerobic dan banyak lagi.
Terapi atau penatalaksanaan dikatakan berhasil jika, BB berkurang 10% dari total BB
awal, tekanan darah yang menurun, glukosa darah puasa menurun. Dan terapi ini berlanjut
juga dengan tetap melakukan pengecekan kolesterol sampai kolesterol normal.
Dan, terakhir edukasikan kepada pasien beberapa hal yang dapat membuat diet atau
terapi tidak berhasil seperti sulit mengubah pola makan, niat setengah-setengah danmotivasi
yang cepat menurun saat melihat BB yang lambat menurun. Semua hal diatas dapat
dikerjakan jika pasien ada niat. Sebagai dokter kita harus tetap memotivasi dan membantu
pasien hingga quality of life nya membaik.
Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien
obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan
kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi
atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan
pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu:7
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300 kkal/hari.
Kontribusi lemak antara 20-30%.
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas
untuk setiap pasien obesitas. Dalam hal ini, jumlah asupan energi per hari tentunya
diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal. Dari sini, disusun daftar menu yang
bergizi, beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam
daftar bahan penukar.
Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik, dan
specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah
kebutuhan kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa
cara untuk mengukur BMR, yaitu:6
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy
Expenditure)
BMR (laki-laki) = 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]
BMR (perempuan) = 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki) = BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
BMR (perempuan) = BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam
Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-
hari oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:6
1. Ringan sekali = 30 %
2. Ringan = 50 %
3. Sedang = 75 %
4. Berat = 100 %
Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli
hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.6
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan
besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas. Maka rumus untuk
menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah:6
Karbohidrat
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa. Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.8,9
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG). Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan
adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi
membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 20-
30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.8
Protein
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet. Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena
keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu. Jika aasam amino
tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai
energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea. Konsumsi protein oleh tubuh kita
sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.8,9
Pencegahan
Kesimpulan
1. Greenstein, Ben, & Wood, Diana. At a Glance SistemEndokrin. Jakarta :Erlangga. 2010.
2. Widodo, Djoko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2007.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Penaykit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta: Pusat Penerbit FKUI, 2006.
4. Widodo, Djoko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2007.
5. Hartono A. Implementasi nutrisi oral dan diet. Dalam: Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit.
Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.195.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, dll. Sindrom metabolik. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing;
2009.h.1865-1872.
7. Pangkalan ide. Update IQ diet cegah penyakit datang menyerang. Dalam: Diet South
Beach. Jakarta: Elex Media Komputindo; 2007.h.32.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, dll. Anamnesis, Pemeriksaan fisis. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Internal Publishing;
2009.h.29-31; 65-68.
9. Kowalski RE. Hipertensi: Pembunuh diam-diam. Dalam: Terapi Hipertensi. Bandung:
Qanita; 2010.h.43.
Greenspan FS, Baxter JD. Endokrinologi dasar & klinik. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2000. h.430-
445.