Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
com
d r. R e s t h i e R a c h m a n t a P u t r i
d r. M a r c e l a Yo l i n a
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364
VEHIKULUM TOPIKAL
Vehikulum Topikal
• Obat topikal terdiri dari
vehikulum (bahan pembawa)
dan zat aktif.
• Secara umum, zat pembawa
dibagi atas 3 kelompok:
cairan, bedak, dan salep.
• Ketiga pembagian tersebut
merupakan bentuk dasar zat
pembawa yang disebut juga
sebagai bentuk monofase.
• Kombinasi bentuk monofase
ini berupa krim, pasta, bedak
kocok dan pasta pendingin.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Cairan
• Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut (solut)
yang terlarut secara homogen dalam media pelarut
• Jika bahan pelarutnya murni air disebut sebagai solusio.
• Jika bahan pelarutnya alkohol, eter, atau kloroform disebut
tingtura (cth tingtura podofilin)
• Bahan aktif yang dipakai dalam kompres biasanya bersifat
astringen dan antimikroba.
• Cairan digunakan sebagai kompres dan antiseptik.
– Membersihkan kulit dari debris
– Perlunakan dan pecahnya vesikel, bula, pustula
– Keadaan yang basah menjadi kering
– Merangsang epitelisasi
Cairan sebagai Kompres
• Penggunaan kompres terutama kompres ter-
buka dilakukan pada:
– Dermatitis eksudatif; pada dermatitis akut atau
kronik yang mengalami eksaserbasi.
– Infeksi kulit akut dengan eritema yang mencolok
untuk vasokontriksi mengurangi eritema
seperti eritema pada erisipelas.
– Ulkus yang kotor: ditujukan untuk mengangkat
pus atau krusta sehingga ulkus menjadi bersih.
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Bedak
• vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,
menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah
aplikasi
• Bedak memberikan efek sangat superfisial karena tidak
melekat erat sehingga hampir tidak mempunyai daya
penetrasi.
• Bedak dipakai pada daerah yang luas, pada daerah lipatan.
• Diberikan pada dermatosis yang kering dan superfisial
• Berguna untuk mempertahankan vesikel/bula agar tidak
pecah
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Salep
• Sediaan semisolid yang dapat digunakan pada kulit maupun
mukosa.
• Salep dipakai untuk dermatosis yang kering dan tebal (proses
kronik), termasuk likeni kasi, hiperkeratosis, dermatosis dengan
skuama berlapis, pada ulkus yang telah bersih.
• memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu
bertahan pada permukaan kulit dalam waktu lama tanpa
mengering.
• Penetrasi paling kuat
• Salep tidak dipakai pada radang akut, terutama dermatosis
eksudatif karena tidak dapat melekat, juga pada daerah
berambut dan lipatan karena menyebabkan perlekatan.
Zat Pembawa Bifasik
• Krim
– Sediaan semisolid yang mengandung satu atau lebih zat aktif yang
terdispersi dalam suatu medium pendispersi dan membentuk emulsi.
– Krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim water-in-oil.
– Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak
sebagai medium pendispersi.
– Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Bentuk yang paling
sering dipilih dalam dermatoterapi.
– Sediaan ini dapat dengan mudah diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci,
kurang berminyak, dan relatif lebih mudah dibersihkan bila mengenai
pakaian.
– Krim dipakai pada lesi kering dan superfisial, lesi pada rambut, daerah
intertriginosa. Bisa dipakai untuk lesi yang luas
– Kontaindikasi: dermatitis madidans
Zat Pembawa Bifasik
• Pasta (campuran bedak & vaselin)
– merupakan salep (misal vaselin) yang ke dalamnya ditambahkan bedak dalam
jumlah yang relatif besar, hingga mencapai 50 persen berat campuran
– Kandungan bedak yang ditambahkan ke dalamnya dapat berupa seng oksida,
kanji, kalsium karbonat, dan talk.
– Seperti halnya salep, pasta dapat membentuk lapisan penutup/film di atas
permukaan kulit, yang impermeabel terhadap air sehingga dapat berfungsi
sebagai protektan pada daerah popok.
– Pasta relatif kurang berminyak dibandingkan salep
– Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan
daya maserasi lebih rendah dari salep.
– Pasta digunakan untuk lesi akut dan superfisial
– Dermatosis yang agak basah (bersifat mengeringkan)
– Kontraindikasi: dermatitis madidans, daerah berambut, tidak dianjurkan pada
daerah lipatan
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Zat Pembawa Bifasik
• Suspensi atau losio
– Sistem berbentuk cair yang komponennya terdiri atas dua fase zat (fase
eksternal/ kontinu dari suspensi, yang umumnya berbentuk cair atau
semisolid dan fase internal yang merupakan partikel yang tidak larut dalam
fase kontinu (dlm hal ini adalah zat aktif)) mengendap bila didiamkan
hrs dikocok terlebih dahulu
– Keuntungan: mudah diaplikasikan, tersebar merata, favorit pada anak.
– Penguapan air dlm sediaan punya efek mendinginkan.
– Dibandingkan salep, losio dapat menyebabkan kondisi kulit yang kering dan
abrasi pada kulit.
– Contoh suspensi adalah lotio faberi, lotio calamin, bedak kocok (biasanya
terdiri atas seng oksida, talk, kalamin, gliserol, alkohol, dan air serta
stabilizer)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. |
MDVI Vol.39. No.1. Tahun 2012: 25-35 | CDK-194/ vol. 39 no. 6, th. 2012
Vehikulum Lainnya
• Gel
– Sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil maupun besar yang
terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent.
– Bahan dasar tmsk bahan yang larut air (water soluble based) dan tidak
mengandung minyak. sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian, tidak
memerlukan pengawet, dan kurang oklusif
– Konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi penyerapan ke
dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal.
– sediaan gel memilliki keistimewaan mampu berpenetrasi lebih jauh dari krim,
Sangat baik dipakai untuk area berambut, Disukai secara kosmetika.
– Kekurangan: efek protektifnya yang rendah bukan untuk emolien, dapat
menyebabkan kulit kering + panas bila kandungan alkoholnya tinggi.
• Linimen/ pasta pendingin (campuran cairan, bedak, salep)
– Sediaan ini telah jarang digunakan karena efeknya seperti krim.
Jenis Vehikulum Topikal
Vehikulum Keterangan
Solusio • membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus, krusta dan
sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai
• tujuan pengobatan ialah keadaan yang membasah menjadi
kering, permukaan menjadi bersih
Bedak kocok (Losio) Untuk dermatosis yang kering, superfisial dan agak luas, serta
dermatosis pada keadaan sub akut
Bedak pemberian bedak ialah dermatosis yang kering dan superfisial,
mempertahankan vesikel atau bula agar tidak pecah
Salep/ointment dermatosis yang kering dan kronik, dermatosis yang dalam dan kronik
dan dermatosis yang bersisik dan berkrusta, dan ulkus bersih
Krim indikasi kosmetik (tidak lengket, mudah dicuci, mudah menyebar, dan
tidak mengotori baju), dermatosis yang subakut dan luas, dan boleh
digunakan di daerah yang berambut
INFEKSI
JAMUR
TINEA
MIKOSIS
Superficialis Inter- Profunda
Non
mediate
Dermatofitosis Subcutis Sistemik
Dermatofitosis
Mikroorganisme Trycophyton Sp., Epidermophyton Sp., Microsporum Sp. Malasezzia furfur Candida albicans
• Kulit (kutis)
• Lipatan kulit
Badan (T. Daerah sering terkena (intertriginosa)
Lokasi lesi Kepala (T. Kapitis) Kaki (T. Pedis)
Korporis) keringat • Perianal (Diaper’s Rash)
• Vulvovagina
• Mukosa oral
• Interdigitalis
• Gray patch • Terutama sela jari IV-
• Gatal (ektothrix) V • Kandidosis mukosa
• Lesi multipel
• Batas tegas • Black dot • Skuama, fisur, • Kandidosis kutis
• Batas tegas
• Polisiklik (endothrix) maserasi • Kandidosis sistemik
Bentuk lesi • Hipopigmentasi
• Pinggir aktif • Kerion (Bengkak, • Gatal menahun • Reaksi id (kandidid)
sampai dengan
• Central pus + dari folikel, tidak gatal • Maserasi (+)
hiperpigmentasi
healing seperti sarang • Kronik
lebah) • Papuloskuamosa
• Hiperkeratotik
Meatball and spaghetti
Pemeriksaan KOH Hifa sejati dan arthrospora (hifa pendek dan spora Pseudohifa dan blastospora
bulat)
Lampu Wood Kuning kehijauan Kuning keemasan Fluoresensi (-)
Kandidosis
Tinea Korporis, Fasialis, Kruris
• Bentuk klinis:
– Grey patch ringworm (biasanya disebabkan
Microsporum)
• Papul merah yang melebar, membentuk bercak, pucat,
bersisik. Rambut menjadi abu-abu, tidak berkilat, mudah
patah dan tercabut. Lampu Wood: hijau kekuningan.
– Kerion (Microsporum atau Tricophyton)
• Reaksi peradangan berat pada tinea kapitis, pembengkakan
menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang.
Dapat menimbulkan jaringan parut dan alopesia menetap.
Fluoresensi (+/-)
– Black dot ringworm (biasanya disebabkan
Tricophyton tonsurans dan Trycophyton violaceum)
• Rambut yang terkena infeksi patah pada muara folikel, dan
yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora
(black dot). Fluoresensi (-)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
3 Pola Invasi Rambut pada Tinea Kapitis
E C TOT H R I X E N D OT H R I X
• Fluoresen kuning • Tanpa fluoresen • Fluoresen abu • Tanpa fluoresen
kehijauan terang – M. fulvum kehijauan kusam – T. gourvillii
– Microsporum – M. Gypseum – Trichophyton – T. Soudanense
audouinii – T. Megninii schoenleinii – T. tonsurans
– M. canis – T. Mentagrophytes – T. Violaceum
– M. Ferrugineum – T. Rubrum – T. Yaoundei
– T. verrucosum
Tinea Pedis & Manuum
• Tinea pedis is most commonly caused by Trichophyton rubrum
• Commonly, tinea pedis patients describe pruritic, scaly soles and, often,
painful fissures between the toes. Less often, patients describe vesicular or
ulcerative lesions.
• Tinea manuum commonly occurs in association with tinea pedis and is
often unilateral ("two-feet, one hand syndrome”)
• Bentuk tinea pedis:
– Interdigital tinea pedis: the most
characteristic type of tinea pedis, with
erythema, maceration, fissuring, and
scaling, most often seen between the
fourth and fifth toes.
– Ulcerative tinea pedis
– Vesicular/inflammatory tinea pedis
– Chronic hyperkeratotic This image shows concomitant tinea pedis and tinea manuum,
also known as the "two feet, one hand" presentation.
Interdigital tinea pedis Hyperkeratotic (moccasin-type) tinea pedis
Tinea manum, Tinea • Terapi utama adalah topikal: topikal azole/ terbinafine
pedis • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
• Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang
Tinea barbae • Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif:
itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial terapi topikal adalah yg utama
korporis, tinea • DOC sistemik: terbinafin/ itrakonazole; alternatif
kruris griseofulvin/fluconazole
Tinea Unguium • Ringan-sedang: topikal/oral; berat: oral
• DOC: Terbinafin; alternatif itrakonazole
Terapi Tinea Korporis, Kruris, Fasialis, Pedis
• Pengobatan topikal (Tabel Terlampir)
DOC untuk tinea kruris, korporis, fasialis (selama 1-3 minggu); pedis (selama 4 minggu)
– Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam bentuk salep ( Salep
Whitfield)
– Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep (salep 2-4, salep 3-10)
– Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 2% dll
– Derivat allilamine: terbinafine (sedikit lbh efektif dibanding derivat azole)
• Pengobatan sistemik: pada tinea korporis, kruris, fasialis, pedis diberikan bila lesi luas atau bila
dengan pengobatan topikal tidak ada perbaikan
– Terbinafine 250 mg sehari untuk dewasa (korporis/kruris 1-2 mggu; pedis 2 minggu)
– Griseofulvin korporis/kruris microsize 500 to 1000 mg per day or griseofulvin ultramicrosize
375 to 500 mg perhari 2-4 minggu; pedis griseofulvin microsize 1000 mg per day or
griseofulvin ultramicrosize 660 or 750 mg per day 4-8 minggu
– Itraconazole korporis/kruris 1 kali 200 mg selama 1 minggu; pedis 2 kali 200 mg per hari
selama 1 minggu;
– Fluconazole 150 mg per minggu (korporis/kruris 2-4 mggu; pedis 2-6 minggu)
– Ketokonazol 200 mg per hari
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015 | Uptodate 2017
Tinea Kapitis
• Griseofulvin has a long history of use for childhood tinea capitis and is a well-
accepted first-line therapy.
– Microsize 20 to 25 mg/kg per day for 6 to 12 weeks (Dewasa 500-1000 mg/hari)
– Ultramicrosize 10 to 15 mg/kg per day for 6 to 12 weeks (Max 375-750 mg/hari)
• Terbinafine has emerged as an alternative first-line agent that may offer the
advantage of shorter treatment courses.
– Duration of therapy 4-6 weeks
– terbinafine granules: <25 kg 125 mg daily | 25-35 kg 187.5 mg daily | >35 kg 250
mg daily
– terbinafine tablets: 10-20 kg 62.5 mg daily | 20-40 kg: 125 mg daily | >40 kg: 250
mg daily
• Fluconazole and itraconazole are effective, but less frequently used than
griseofulvin and terbinafine.
• Tinea barbae: griseofulvin microsize (500 mg per day) or oral terbinafine (250
mg per day) 2-4 weeks; alternative itraconazole/ fluconazole
Uptodate. 2017
Pengobatan Topikal terutama
untuk jenis
• Tinea korporis
• Tinea cruris
• Tinea pedis
• Tinea unguium (cat kuku)
Medications Used to Treat Tinea Kapitis
Kandidiosis Kutis
• Candidiosis: penyakit yang disebabkan oleh genus candida
• Klasifikasi:
- Kandidiosis mukosa: kandidiosis oral, perleche,
vulvovaginitis, balanitis, mukokutan kronik,
bronkopulmonar
- Kandidiosis kutis: lokalisata, generalisata, paronikia dan
onikomikosis, dan granulomatosa
- Kandidiosis sistemik: endokarditis, meningitis,
pyelonefritis, septikemia
- Reaksi id (kandidid)/autoeczematization: reaksi akut
generalisat pada kulit akibat multifaktorial
• Faktor predisposisi
- Endogen: perubahan fisiologik (kehamilan,
obesitas, iatrogenik, DM, penyakit kronik),
usia (orang tua dan bayi), imunologik
- Eksogen: iklim panas, kelembapan tinggi,
kebiasaan berendam kaki, kontak dengan
penderita
a
Prinsip Tatalaksana Kandidosis Oral
Gejala klinis DOC Alternatif
• Gejala
– Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam, meliputi
badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit kepala
yang berambut
– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi
• Pemeriksaan
• Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat:
meatball & spaghetti appearance)
• Obat
• Selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
– Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol
1x200mg selama 10 hari
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
INFEKSI
VIRUS
HERPES SIMPLEKS
Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di
atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat
mukokutan
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak
terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan
dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV
yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala
klinis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Herpes Simpleks
• Pemeriksaan Tipe II
– Ditemukan pada sel dan
dibiak, antibodi, percobaan
Tzanck (ditemukan sel
datia berinti banyak dan
badan inklusi intranuklear, Tipe I
glass cell)
• Komplikasi
– Meningkatkan
morbiditas/mortalitas pada
janin dengan ibu herpes
genitalis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Multinucleate giant cells
Tzank Test
Acantholysis is defined as the loss of coherence between epidermal cells due to the
breakdown of their intercellular bridges. The cells remain intact but are no longer
attached to each other; they tend to acquire the smallest possible surface area and
become rounded up, resulting in intra-epidermal clefts, vesicles and bullae.
High power view of secondary acantholysis in
Herpes simplex. Few Multinucleated giant
cells are also seen. (Giemsa stain, 40× )
Prinsip Terapi (CDC 2015)
• Terapi yang menjadi pilihan: acyclovir, valacyclovir, dan
famcyclovir
• Valacyclovir lebih unggul dalam masalah absorbsi
• Famciclovir memiliki bioavaibilitas oral yang jauh lebih tinggi
• Terapi antiviral topikal tidak banyak bermanfaat dan tidak
disarankan
• Sediaan yang dipilih ORAL, namun jika gejala berat dipilih
sediaan acyclovir IV 5-10 mg/kgBB/8 jam selama 2-7 hari
(sampai ada perbaikan) kemudian dilanjutkan terapi oral
sampai total durasi terapi 10 hari
• Khusus ensefalitis HSV durasi acyclovir IV 21 hari
Regimen terapi (CDC 2015)
Untuk yang baru pertama kali menderita
• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x1 gram/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari
Untuk yang rekuren (syarat: hanya boleh diberikan max 1 hari setelah
onset)
• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 2x800 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 3x800 mg/hari selama 2 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x500 mg/hari selama 3 hari, ATAU
• Valacyclovir 1 gr/hari selama 5 hari, ATAU
• Famcyclovir 2x125 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Famcyclovir 2x1 gram/hari selama 1 hari, ATAU
• Famcyclovir 1x500 SD kemudian dilanjutkan 2x250 mg/hari selama 2hari
VARICELLA – HERPES ZOSTER
Varicella (Chicken Pox)
• Infeksi akut oleh virus varicella zoster yang menyerang
kulit dan mukosa
• Transmisi secara aerogen
• Gejala
– Masa inkubasi 14-21 hari
– Gejala prodromal: demam subfebris, malaise, nyeri kepala
– Disusul erupsi berupa papul eritematosa vesikel tetesan air
(tear drops) pustul krusta
– Predileksi: badan menyebar secara sentrifugal
• Pemeriksaan
– Percobaan Tzanck ditemukan sel datia raksasa berinti banyak
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Varicella (Chicken Pox): Terapi
• Pengobatan
– Simptomatik (antipiretik, analgesik, antipruritus)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
VERUKA DAN KONDILOMA
AKUMINATA
PMS akibat Virus: Verucca Vulgaris
• Verruca: hiperplasi epidermis akibat pertumbuhan epithel
yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (”kutil” atau
”Warts”)
• Nama berdasarkan lokasinya
– Verruca Vulgaris (Common Warts) dengan predileksi
khususnya di ekstremitas bagian ekstensor (paling sering sub
tipe HPV 2 dan 4)
– Verruca Plantaris (Plantar Warts/myrmecia) dengan predileksi
pada telapak kaki (paling sering HPV tipe 1)
– Verruca Plana (Flat Warts) dengan predileksi pada muka dan
leher
– Akibat HPV tipe 3 dan 10
– Biasanya tidak dijumpai parakeratosis rata
– Condyloma Accuminata (Genital Warts)
– (HPV tipe 6 & 11
Kondiloma Akuminatum
• Risk factor : • Clinical manifestation
– Digital/anal, oral/anal and – Patients with a small number of
digital/vaginal contact warts are often asymptomatic.
probably can also spread – Other patients may have
the virus, as may fomites pruritus, bleeding, burning,
– The disease is also more tenderness, vaginal discharge
common in (women), or pain
immunosuppressed – Condylomata can occasionally
individuals form large exophytic masses that
can interfere with defecation,
intercourse, or vaginal delivery.
– Lesions involving the proximal
Breen E, et,al. Condyloma Acuminata (Anogenital warts).
www.uptodate.com
anal canal may also cause
stricturing.
Kondiloma Akuminatum
• PMS akibat HPV, kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa
• Gambaran klinis
– Vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot
dan bergabung membentuk seperti kembang kol
• Pemeriksaan
– Bubuhi asam asetat
berubah putih
Pemeriksaan Penunjang Virus
Penyakit Pemeriksaan Gambaran
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Bhatia AC. Molluscum contagiosum. http://emedicine.medscape.com/article/910570-overview
Molluscum Contagiosum Pathology
• Histologically, molluscum
contagiosum is
characterized by
molluscum bodies in the
epidermis above the
stratum basale, which
consist of large cells
with: abundant granular
eosinophilic cytoplasm
(accumulated virions),
anda small peripheral
nucleus
At low magnification the "domed papule" is divided into pear shaped nodules of
proliferating epidermis which on the surface appear as volcanic micro craters (arrow 2)
separated by the epidermal lips of the crater (arrow 1). The stratum corneum or
cornified layer is often disintegrated as the inclusions enlarge (arrow 2)
The characteristic and key feature is the presence of molluscum bodies also known as
Henderson-Patterson bodies in the depths of the "volcanos". These bodies appear about 1-2
layers above the basal cell layer (arrow 5) of the epidermis as pink to red inclusions (arrow 3)
and progress to become large bright red inclusions in the upper layers of the epidermis.
Finally, they may exceed the size of the original cell (arrows 3 in high mag images). The
inclusions displace the nucleus and leave only a thin crescent of basophilic material. In the
granular layer the inclusions at first are surrounded by blue granules (arrow 4) and eventually
may even appear slightly basophilic in the upper layers.
INFEKSI
BAKTERI
PIODERMA
Pioderma
• Folikulitis (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut yang
ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau
perih.
• Terapi:
• Antibiotika topikal:
• DOC: mupirocin (Bactroban), basitrasin, asam fusidat (Fucidin) dan
retapamulin (Altargo) 2x/hari selama 7 hari
• Alternatif: salep/krim klindamisin, gentamisin
• Antibiotika oral:
• Sefalosforin, amoxiclav, cloxacillin, dicloxaxillin, alternatif: eritromisin,
klindamisin
• DOC anak: Cephalexin http://emedicine.medscape.com/article/965254-overview
Topical Antibiotics for Impetigo
M E D I C AT I O N INSTRUCTIONS
Fusidic acid 2%
Apply to affected skin three times daily for seven to 12 days
ointment†
Apply to affected skin three times daily for seven to 10 days;
Mupirocin 2% cream
reevaluate after three to five days if no clinical response
(Bactroban)‡
Approved for use in persons older than three months
http://www.aafp.org/afp/2014/0815/p229.html
Pioderma
IMPETIGO BOCKHART S YC O S I S B A R B A E
• Etiologi: S. Aureus • Nama lain: sycosis vulgaris/ barber’s itch
• Etiologi: S. Aureus
• Nama lain: Superficial pustular • Deep-seated folliculitis affecting the beard
folliculitis/ folikulitis superfisial area
• It can occur in an unshaven beard area,
but more commonly affects men who
shave.
• Skar dan alopesia setempat
Erisipelas
• Penyakit infeksi akut oleh
Streptococcus beta hemolyticus,
menyerang epidermis dan dermis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Patogenesis Erisipelas
Manifestasi Klinis
Infeksi tersebar cepat
sampai ke sistem
limfatik
Erisipelas vs Selulitis
ERISIPELAS SELULITIS
• Infeksi akut oleh • Infeksi akut terutama oleh
Streptococcus Staphylococcus
• Menyerang lapisan kulit
atas (superfisial) • Menyerang lapisan kulit
yang lebih dalam
• Eritema merah cerah, batas
tegas, pinggirnya meninggi, limfangitis
tanda inflamasi (+) • Infiltrat difus (batas tidak
• Predileksi: tungkai bawah tegas) di subkutan, tanda
• Lab: leukositosis inflamasi (+)
• Jika sering residif dapat • Predileksi: tungkai bawah
terjadi elefantiasis • Lab: leukositosis
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
https://www.icgp.ie/assets/75/73F75322-D310-AFE8-B27BF2BFD39E293F_document/derma.pdf
Selulitis
Erisipelas
Ektima
• Merupakan salah satu bentuk pioderma yang disebabkan oleh bakteri
golongan streptokokus beta hemolitikus
• Predileksinya terutama pada area dorsal atau telapak kaki
• Lesi berawal dari vesikel atau vesicopustule multipel yang semakin
meluas hingga membentuk krusta yang tebal. Saat krusta ini diangkat
akan tampak ulkus dangkal dengan tepi meninggi
Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue infections: 2014 update
Tatalaksana Skin and Soft Tissue Infection (SSTI)
Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue infections: 2014 update
STAPHYLOCOCCAL SCALDED SKIN
SYNDROME (SSSS)
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)
• Kemerahan dan nyeri pada wajah,
dada, dan lipatan kulit
• Sepsis
• Superinfeksi
• Dehidrasi akibat gangguan keseimbangan
elektrolit
• Selulitis
• Pneumonia
ERITRASMA
Eritrasma
• Etiologi
– Corynebacterium minutissimum (coral red pada lampu Wood)
• Histopatologi Jaringan
– Hipergranulosis, dilatasi vaskular, dan infiltrat limfosit
perivaskular ringan
• Mikroskopik
– Bakteri batang dengan filamen (bersegmen) dan
bentuk coccoid
• Terapi
– Topikal
• Larutan klindamisin HCl, krim eritromisin/ mikonazol, krim
asam fusidat, salep Whitfield
– Oral Antibiotik
• Eritromisin (DOC)
• Tetrasiklin
https://books.google.co.id/books?id=wrX8CAAAQBAJ&pg=PA376&lpg=PA376&dq=eritrasma+coccoid+filament&source=bl&ots=Z95YYYOG3y&sig=XXV_bB2zzXVXel4ikqQXBRYpbNA&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=eritrasma%20coccoid%20filament&f=false
https://www.dermnetnz.org/topics/erythromycin/
Pemeriksaan Lampu Wood
WARNA ETIOLOGI
Kuning Emas Tinea versicolor – M. furfur
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
ULKUS TROPIKUM
Ulkus Tropikum
• Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
bawah, lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di
daerah tropik
• Etiologi
– Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis
yang biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii
• Klinis
– Dimulai dengan luka kecil papula
meluas menjadi vesikel pecah ulkus kecil
terinfeksi kuman meluas ke
samping dan dalam
Ulkus Tropikum/ Tropical Phagedenic Ulcer
• Predileksi terutama di tungkai bawah
• Efloresensi:
– Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat autoinokulasi,
nyeri, tanpa gejala konstitusi
– Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung
berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta kehijauan),
berbau
• Tatalaksana
– Perbaikan gizi dan higiene
– Pengobatan Topikal: kompres dengan larutan antiseptik ringan seperti
KMnO4 (kalium permanganas) 1:5.000/ solusio asam salisilat 1:1000
(0,1%); dilanjutkan dengan pemberian salep salisilat 2% (untuk
membantu keratoplasti)
– Pengobatan sistemik:
• Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
• Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari
INFEKSI
MYCOBACTERIU
M
LEPRA
Morbus Hansen
• Etiologi: Mycobacterium leprae
• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N.
radialis, N. medianus, N. peroneus
communis, N. ulnaris, N. tibialis
posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai
atas atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi
kornea, dan/atau katarak sekunder
akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri
secara langsung, bahkan hingga Claw hands
amputasi
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya
Bakteriologi
Imunologi
• Immunoglobulin: IgM dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)
Lesi
Bentuk Makula Makula Plakat
Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris
Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat
Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas
Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas
BTA
Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak
Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif
Tes lepromin Negatif Negatif Negative
Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart of Diagnosis & Classification
Pengobatan Kusta
Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik
Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)
• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2
• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)
• Klofazimin
– 200-300 mg/hari • Dengan neuritis akut
– Khasiat lebih lambat dari – Prednison 40 mg/hari lihat
kortikosteroid skema
– Dapat melepaskan
ketergantungan steroid
– Efek samping: kulit berwarna
merah kecoklatan (reversible)
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Reversal: Pengobatan
Minggu Pemberian Prednison Dosis Harian yang Dianjurkan
• Minggu 1-2 40 mg
• Minggu 3-4 30 mg
• Minggu 5-6 20 mg
• Minggu 7-8 15 mg
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg
• Pemberian Lampren
– 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila
penderita sudah dinyatakan RFT
Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
E.N.L
Lucio’s phenomenone
Reversal reaction of leprosy
REAKSI
ALERGI
SSJ-TEN
Erupsi Kulit Akibat Obat
DISEASES EFLORECENSES
Toxic Epidermal Detachment of more than 30% BSA, Nikolsky's
Necrolysis sign (+)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
SJS & TEN
Definition Physical Findings & Clinical Presentation
• Stevens-Johnson syndrome (SJS) is a • The cutaneous eruption generally occurs
rare, severe vesiculobullous form of within 8 wk of drug initiation and is
erythema multiforme (EM) affecting generally preceded by vague, nonspecific
the skin, mouth, eyes, and genitalia. symptoms of low-grade fever and fatigue
• SJS <10% of body surface area (BSA). (influenza-like symptoms).
• SJS–toxic epidermal necrolysis (TEN) • Enlarging red-purple macules or papules
overlap syndrome 10% to 30% of and bullae generally occur on the
BSA, it is known as. conjunctiva, mucous membranes of the
• TEN affects >30% of BSA. mouth nares, and genital regions.
• Corneal ulcerations may result in
Etiology blindness.
• Drugs • Ulcerative stomatitis results in
• Upper respiratory tract infections (e.g., hemorrhagic crusting.
Mycoplasma pneumoniae) and HSV
infections have also been implicated
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic
imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Manifestasi Klinis
D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid NSAIDs • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole (e.g., diclofenac) (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine • Aminopenicillins • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Cephalosporins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Quinolones • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Cyclins • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Macrolide (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
FIXED DRUG ERUPTION
Fixed Drug Eruption
• Merupakan reaksi alergi tipe IV (lambat)
• Tanda patognomonis
– Lesi khas:
• Vesikel, bercak
• Eritema warna kemerahan hingga cokelat gelap, bisa dengan atau
tanpa vesikel/bula
• Lesi target berbentuk bulat lonjong atau numular
• Kadang-kadang disertai erosi
• Bercak hiperpigmentasi dengan kemerahan di tepinya, terutama
pada lesi berulang
– Tempat predileksi: Sekitar mulut, daerah bibir, daerah
penis atau vulva
Tatalaksana
• Drug withdrawal and avoidance — Discontinuation of the offending drug
is the most important aspect of management of FDE. After drug
discontinuation, lesions resolve without treatment in a few days leaving
postinflammatory hyperpigmentation.
• Symptomatic treatment — The treatment of FDE is largely symptomatic
and aimed at the relief of pruritus.
• For patients with single or a small number of lesions, we suggest medium
to high potency topical corticosteroids and systemic antihistamines.
Topical corticosteroids are applied two times per day for 7 to 10 days. Oral
H1 antihistamines are generally used, including:
– Diphenhydramine – 25 to 50 mg orally every four to six hours for adults and
children ≥12 years; 12.5 to 25 mg orally every four to six hours for children 6 to
11 years; and 6.25 mg orally every four to six hours for children 2 to 5 years.
Diphenhydramine is continued until pruritus subsides.
• For patients with generalized FDE or generalized bullous FDE, particularly
if systemic symptoms are present, a short course of moderate dose
systemic corticosteroids (eg, prednisone 0.5 to 1 mg/kg per day for three
to five days) may be beneficial.
PENYAKIT
AUTOIMUN
PEMPHIGUS VULGARIS DAN
PEMPHIGOID BULLOSA
Phemphigus vulgaris
DISEASES SIGN AND SYMPTOMS
Paraneoplastic
linked to an underlying lymphoproliferative disorder
pemphigus
http://emedicine.medscape.com/article/1064187-treatment | www.dermnetnz.or
ACNE
VULGARIS
Akne
• Penyakit kulit akibat peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, kista pada
tempat predileksinya.
• Klasifikasi menurut European Dermatology Forum (2016):
– Akne komedonal
• Lesi non inflamasi: komedo terbuka (blackheads) dan tertutup (whiteheads)
– Akne papulopustular
• Kombinasi lesi non inflamasi dan inflamasi. Lesi inflamasi superfisial meliputi papul
dan pustul (diameter ≤ 5 mm)
– Akne nodular/konglobata
• Nodus: lesi inflamasi diameter > 10 mm, nyeri pada palpasi, sering disertasi sinus-
sinus eksudatif dan kerusakan jaringan.
• Akne konglobata tipe berat, lesi sering melibatkan dada/punggung, ekstremitas
atas, hingga bokong. Komedo multipel berkelompok disekitar papul-papul
inflamatorik, nodul supuratif yang berkoalesen menjadi sinus. Umumnya disertai
scarring pada kulit.
Derajat akne menurut Lehmann, 2002 (buku ajar Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin FKUI RSCM):
Derajat Lesi
Akne ringan Komedo < 20 atau lesi inflamasi <15 atau total lesi <30
Akne sedang Komedo 20-100 atau lesi inflamasi 15-150 atau total
lesi 30-125
Akne berat Kista > 5 atau komedo >100 atau lesi inflamasi >50 atau
total lesi >125
Weller C, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology.5th edition. New York : Willey : 2015
Patogenesis
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Treatment Algorithm for Acne Vulgaris
Mild Moderate Severe
Nodular Conglobata/Fulminans
Comedonal Papular/Pustular Papular/Pustular
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Diagnosis Banding
KELAINAN KARAKTERISTIK
Erupsi papulopustula mendadak tanpa ada komedo
ERUPSI AKNEIFORMIS hampir di seluruh bagian tubuh. Disebabkan oleh induksi
obat (cth kortikosteroid)
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Gambaran klinis
Tatalaksana
• Menghindari menggaruk lesi
• Antipruritus: antihistamin H1 generasi 1 efek sedatif agar mengurangi
sifat menggaruk
• Kortikosteroid potensi kuat
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
DERMATITIS ATOPI
Dermatitis Atopi
• Peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan umumnya
terjadi pada masa bayi dan anak-anak
• Berhubungan dengan riwayat atopi peningkatan kadar IgE
• Morfologi umumnya berupa papul gatal eskoriasilikenifikasi
• Predileksi pada daerah lipatan/fleksura
Klasifikasi
Based on phases/age
• Dermatitis atopi fase infantil (usia 2 bulan-2 tahun)
- Lesi di muka (dahi, pipi) berua eritema, papulo-vesikel yang halus
- Gataldigosokpecaheksudatifkrusta
- Kalau anak merangkaklesi di lutut
- Gatal sangat menggangguanak rewel dan sulit tidur
- Usia 18 bulantransformasi menjadi likenifikasi
- 2 tahun seharusnya sembuh, jika tidak berlanjut keD.A fase
anak
Klasifikasi
Based on phases/age
• Dermatitis atopi fase anak (usia 2 tahun-10
tahun)
- Kelanjutan dari fase infantil atau timbul sendiri(de novo)
- Lesi lebih kering, eksudatif minimal, lebih banyak papul,
likenifikasi, dan sedikit skuama
- Predileksi: lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian
fleksor, kelopak mata, leher, dan jarang di muka
- Siklus setan: gatalgaruklikenifikasisemakin
gatalgaruk lagi
- Jika luas lesi mencapai >50% tubuh dapat memperlambat
pertumbuhan
Klasifikasi
Based on phases/age
• Dermatitis atopi fase remaja dan dewasa
- Plak papular eritematosa dan berskuama
- Plak likenifikasi yang gatal
- Predileksi:
Remaja: Lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan
sekitar mata
Dewasa: distribusi tidak khas, paling banyak di tangan dan
pergelangan tangan
Diagnosis khusus bayi
3 mayor+3 minorD.A
• Mayor:
- Riwayat atopi pada keluarga
- Dermatitis di muka atau ekstensor
- Pruritus
• Minor:
- Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris
- Aksentuasi perifolikular
- Fisura belakang telinga
- Skuama di skalp kronis
Diagnosis
3 mayor+3 minorD.A
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Diagnostic criteria for atopic dermatitis: a systematic review. British Journal of Dermatology, 2008
Prinsip tatalaksana
• The easiest and the most effective: avoidance
• Kulit penderita D.A kering dan fungsi sawarnya
kurangmudah retakberikan emolien (pelembab)
setiap 6 jam
• Kortikosteroid topikal: hidrokortison 1%-2.5% (bayi),
anak dan dewasa: triamsinolone acetonide 0.1%
• Imunomodulator topikal: takrolimus jika
kortikosteroid sudah lama dipakai dan D.A masih
berlangsung (karena penggunaan kortikosteroid topikal
jangka panjang bisa menyebabkan atrofi kulit)
• Kortikosteroid oral dan antihistamin oraljika
diperlukan
Steroid Topikal
• Memiliki sifat anti inflamasi, anti
alergi, anti pruritus, anti mitotik, dan
vasokonstriksi
• Diklasifikasikan berdasarkan
kemampuan vasokonstriksi menjadi 7
kelas berdasarkan USA system
kelas VII adalah yang paling lemah
dan paling ringan
• UK, Jerman, Belanda, dan New
Zealand memakai sistem 4 kelas
untuk UK & New Zealand Kelas I
paling potent; sedangkan Belanda &
Jerman sebaliknya, kelas IV paling
potent
• Berdasarkan Buku Ajar Kulit • Berdasarkan WHO
kelamin FKUI, 2015 – Kelas I : Ultra High
– Kelas I : Super poten – Kelas II : High
– Kelas II : Potensi tinggi – Kelas III : High
– Kelas III : Potensi tinggi – Kelas IV : Medium
– Kelas IV : Potensi medium – Kelas V : Medium
– Kelas V : Potensi medium – Kelas VI : Low
– Kelas VI : Potensi medium – Kelas VII : Low
– Kelas VII : Potensi lemah
• Berdasarkan Journal of American
• Berdasarkan AAFP (American Academy of Dermatology, 2006.
Academy of Family Physicians) – Kelas I : Ultra High
– Kelas I : Ultra High – Kelas II : High
– Kelas II : High – Kelas III : Medium to High/ upper
– Kelas III : medium to high mid strength
– Kelas IV : Medium – Kelas IV : Medium
– Kelas V : Medium – Kelas V : Medium to low/ Lower
– Kelas VI : Low mid strength
– Kelas VII : Least potent – Kelas VI : Low
– Kelas VII : Least potent
DERMATITIS SEBOROIK
Dermatitis Seboroik/Ptiriasis Sika
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Faktor Risiko
• Genetik.
• Faktor kelelahan.
• Stres emosional.
• Infeksi.
• Defisiensi imun.
• Pria > wanita
• Usia bayi bulan 1 dan usia
18-40 tahun.
• Kurang tidur.
Dermatitis Seboroik
Fakto Risiko
• Hormonal
• Malassezia sp. Pada kulit
• Kekurangan nutrisi
• Gangguan SSP
• Genetik
Dermatitis Seboroik: Terapi
• Anti inflamasi (imunomodulator)
– Steroid topikal atau inhibitor calcineuron
– Shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal,
losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit
• Keratolitik
– Tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion
• Anti Fungi
– Gel ketokonazol (Nizoral) 1x/hari dalam dua minggu
– Satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dermatitis
seboroik pada wajah
– Shampo selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai 2-
3x/minggu
– Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinafin (Lamisil)
oral dapat berguna
– Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan
flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga
PITIRIASIS ROSEA
Pitiriasis Rosea
• Etiologi: tidak jelas, diduga virus karena self limiting
• Gejala klinis:
1. Gatal ringan
2. Pitiriasis (skuama halus)
3. Lesi khas
Lesi yang pertama muncul:
Herald Patch
• Lokasi di badan
• Soliter
• Oval dan annular
• Diameter ± 3 cm
• Lesi eritema dan skuama halus di pinggirnya
• Tatalaksana
– Suportif
• Zinc oxide, antihistamin oral
dan kalamin untuk pruritus
– Steroid topikal/oral (kurang
direkomendasikan) lesi luas
– UV B fototerapi untuk pruritus
Studberg DL, et al. Pityriasis Rosea. American Family Physician. 2004 Jan 1;69(1):87-91
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-treatment#d8
PITIRIASIS ALBA
Ptiriasis Alba
• Dermatitis non-spesifik yang belum jelas penyebabnya
• Diduga akibat infeksi streptococcus.
• Banyak dijumpai pada anak usia 3-16 tahun
• Efloresensi:
- Lesi berbentuk bulat, oval, atau plakat yang tidak teratur
- Warna lesi merah muda atau sama dengan kulit sekitar dan
disertai skuamakemudian eritema hilang dan lesi berupa
depigmentasi dengan skuama halus
• Predileksi: muka, mulut, dahi, pipi, dan dagu
• Tatalaksana: belum ada yang terbukti efektif
- Untuk menghilangkan skuamakrim emolien
- Untuk lesinya preparat ter+dijemur di bawah sinar
matahari
DKI & DKA
Contact Dermatitis
• Allergic contact dermatitis (ACD) (20%)
• Inflammation caused by allergen-specific T lymphocytes.
• Rapid development of dermatitis occurs following re-exposure to
low concentrations of allergen, not cause lesions in non-sensitized
individuals
www.worldallergy.org
Pathophysiology of CD
• The cutaneous responses of ACD and ICD are dependent on the
– Particular chemical
– Duration
– Nature of the contact
– Individual host susceptibility
• ACD
– Prototype of type IV cell-mediated hypersensitivity reaction
• ICD
– Nonimmunologic, multifactorial, direct tissue reaction
– T cells activated by nonimmune, irritant, or innate mechanisms release
proinflammatory cytokines
– Dose-dependent inflammation
• ACD and ICD frequently overlap because many allergens at high enough
concentrations can also act as irritants
• Patch test is gold standard for diagnosis for ACD
J Allergy Clin Immunol 2010;125:S138-49.
Delayed Type Hypersensitivity
• DTH reflects the presence of antigen-specific T cell-mediated inflammation.
• There are three variants of type IV hypersensitivity reaction – contact,
tuberculin, and granulomatous.
• Tuberculin-type hypersensitivity is induced by CD4 T cell responses to soluble
antigens from a variety of organisms. It is useful as a diagnostic test to detect
infection with a number of infectious agents.
• Granulomatous hypersensitivity is clinically the most important form of type IV
hypersensitivity.
– Persistence of antigen leads to chronic T cell activation, differentiation of
macrophages into epithelioid cells, and their fusion to form giant cells.
– This granulomatous reaction results in tissue pathology.
– Granuloma formation is driven by T cell activation of macrophages, and is dependent
on TNF.
– Inhibition of TNF leads to breakdown in granulomas.
– Many chronic diseases manifest type IV granulomatous hypersensitivity. These
include tuberculosis, leprosy, schistosomiasis, sarcoidosis, and Crohn’s disease.
• Contact hypersensitivity next slide
Contact Hypersensitivity
• Contact Hypersensitivity is characterized by a reaction
at the site of contact with the allergen (cf. contact
dermatitis ).
• Contact hypersensitivity is an epidermal response most
often elicited by small molecules called haptens.
• Sensitizing agents behave as haptens. Haptens are:
– low molecular weight chemicals (< 1 kDa) that are not
immunogenic by themselves
– lipophilic and penetrate the epidermis and dermis where
they bind covalently to cysteine or lysine residues in self
proteins to form new antigenic determinants.
– metal ions, which chelate with self-peptides in the groove
of MHC class II.
Contact Hypersensitivity
• A contact hypersensitivity reaction has two stages – sensitization and elicitation
• Dendritic cells and keratinocytes have key roles in the sensitization phase
• Antigen presenting cells (APC) in the skin include Langerhans’ cell (LCs), located
in the suprabasal epidermis, and dermal dendritic cells (dDCs).
• Contact hypersensitivity is primarily an epidermal reaction, and epidermal LCs
were considered to be the APC responsible for initiating contact sensitivity
• More recent studies have established that dDCs are essential for stimulating
hapten-specific T cells.
• Sensitization phase occurs when skin dendritic cells internalize and process
epicutaneously applied hapten and migrate to the draining lymph nodes where
they activate antigen-specific T cells.
• Elicitation phase: On re-exposure to antigen, cytokines produced by skin cells
(e.g. keratinocytes, Langerhans’ cells), recruit antigen-specific T cells (memory
CD4+ and CD8+ T cells) , and also non-specific T cells, and macrophages.
The eczematous area at the wrist is due to sensitivity to nickel in the watch-strap buckle. (2) The
suspected allergy may be confirmed by applying potential allergens, in the relevant
concentrations and vehicles, to the patient’s upper back (patch testing). A positive reaction
causes a localized area of eczema at the site of the offending allergen 2–4 days after application.
Exogenous causes of ICD in Occupational Dermatology Clinic, Skin and Cancer
Foundation, Australia
(total 621 patients over the period 1993–2002)
• Terapi Terapi
– Topikal • Sistemik: Kortikosteroid
• Prednison 5-10 mg/ dosis,
• Akut & eksudatif: kompres
NaCl 0.9% 2-3x/hari
• Deksametason 0.5-1 mg, 2-
• Kronik & kering: krim
hidrokortison 3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test
• Gejala:
– Pruritus, edema pada kaki hemosiderin keluar dari pemb.
Darah bercak hiperpigmentasi dermatitis
– Bila infeksi sekunder indurasi subkutan
– Dapat timbul ulkus
• Terapi
– Utk gangguan sirkulasi: elevasi tungkai dan
– pembalut elastis
– Lesi eksudatif: kompres PK 1/10.000
– Lesi kering: kortikosteroid topikal
– Infeksi sekunder: antibiotik sistemik
ULKUS TUNGKAI NONINFEKSI
Ulkus pada Tungkai Bawah
Penyakit Keterangan
Ektima • Infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai ulserasi
• Ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk cawan dengan
dasar merah dan tepi meninggi
Ulkus • Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada tungkai
tropikum bawah, dan lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik
• Bentuk ulkus lonjong atau bulat, tertutup oleh jaringan nekrotik dan secret serosanguinolen
yang banyak dan meleleh
Ulkus • Dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang
Varikosum banyak. Kulit sekitarnya tampak merah kecoklatan akibat hemosiderin
/stasis • Kulit sekitar luka mengalami indurasi, mengkilat, dan fibrotik
vena • Daerah predileksi yaitu daerah antara maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar
maleolus medialis
Ulkus varikosum
• Sinonim: ulkus venosum
• Ulkus pada tungkai bawah akibat gangguan aliran darah vena
• Etiologi: kelainan vaskular pada vena berupa trombosis,
tromboflebitis, kelainan katup vena, dan kelainan lain yang
menyebabkan obstruksi pada vena sehingga terjadi trombosis
(tumor, kehamilan, dsb)
• Predileksi: proksimal dari malleolus medialis, yaitu area sekitar
vena safena magna, atau di malleolus lateral di area sekitar
vena safena parva
• Soliter, dangkal, tertutup jaringan nekrotik, tepi tidak
meninggi, jaringan sekitar hiperpigmentasi
• Terapi
– Elevasi tungkai, antibiotik, atasi penyebab
Patogenesis dan patofisiologi
Tromboflebitis kerusakan katup vena edema
Jaringan fibrotik
Eritrosit keluar
Iskemia
Purpura
Nekrotik
Jika penyebabnya
aterosklerosis
- Ulkus terdapat dekat
Hipoksia jaringan tonjolan tulang
Ulkus
EVALUATION
LOCATION Distal lower leg, medial malleolus. Distal lower leg/feet/toes, lateral
malleolus, anterior tibial area.
PAIN May be present. Usually improves Usually painful especially with leg
with leg elevation. elevation.
SKIN CHANGES Flaking, dry, hyperpigmented. Thin, shiny, hairless, yellow nails.
Ulkus Neurotrofik
• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign
• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat,
alkohol, dan merokok
• Tata laksana
– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis
http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan
• Kanalikuli
• Sarcoptes scabiei
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa mendeteksi
area kulit yang luas
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
Kesimpulan pemeriksaan
• Jika dilihat, memang mencari tungau adalah yang
paling akurat untuk diagnosis
• Akan tetapi, untuk adhesive dan dermatoscopy
test, harus menemukan kanalikuli terlebih
dahuluoleh karena itu kita memilih mencari
terowongan atau kanalikuli dahulu
Skabies: Pemeriksaan & Tatalaksana
• Tatalaksana
– Memutus rantai penularan: pengobatan kelompok yang
terkena bersamaan, merebus pakaian dengan
air panas, menjemur kasur
– Obat: sulfur presipitat 4-20%, benzil
benzoat 20-25%, gameksan 1%, krotamiton
10%, permetrin 5%
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh)
- Crotamiton lotion/cream 10% (tidak aman untuk anak)
- Sulfur (5-10%) salep aman untuk anak usia <2 bulan
- Lindan lotion 1% pilihan terakhir karena efek sampingnya yang banyak
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, diberikan 2 kali dengan jarak antar
pemberian 1 minggu Jika gagal dengan topikal
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan
derajat keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
CDC Treatment Guideline for Scabies 2017
Antiskabies
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot
cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
CUTANEUS LARVA MIGRANS
Etiologi: Ancylostoma braziliense dan
Cutaneus larva migrans Ancylostoma caninum
Berkembangbiaknya di hewan
Telur di tanah
Gejala:
1. Peradangan berbentuk Lesi serpiginosa
- linear
- berkelok-kelok
- menimbul
- Progresif
2. Gatal di malam hari
• Terapi
• DOC: Tiabendazole sediaan oral sudah ditarik dari peredaran dipilih sediaan
krim atau lotion 15% 2-3x/hari selama 5 hari
• Alernatif: Albendazole 1x400 mg selama 3 hari, Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126
PENYAKIT
KELAMIN
TRIKOMONIASIS
Vaginitis Differentiation
Normal Bacterial Vaginosis Candidiasis Trichomoniasis
Vaginal pH 3.8 - 4.2 > 4.5 Usually < 4.5 > 4.5
Pseudohyphae or spores
KOH wet mount
if non-albicans species
233
Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik Gambaran
Jika menyusui?
• Tunda menyusui selama 12-24 jam
• Metronidazole 2 gram single dose setelahnya boleh menyusui
2015 STD Treatment Guideline CDC
KANDIDOSIS VAGINA
Kandidosis Vagina
• Terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian antibiotik,
pil KB, dan obat lain perubahan pH vagina pertumbuhan
candida
• Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
• Gejala
– Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
– Bercak putih, kekuningan, heperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat.
– Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.
Kandidosis Vagina: Terapi (CDC & WHO)
Terapi
Habif T.P. Clinical Dermatology A Color Guide To Diagnosis and Therapy. Sixth edition. 2016
SIFILIS
Ulkus Pada IMS: Ulkus Durum
• Etiologi: Treponema Pallidum, bakteri
berbentuk spiral
• Gejala Klinis
– Stadium I: Ulkus durum
– Stadium II: Lesi sekunder di kulit
(roseola sifilitika, korona veneris,
kondiloma lata, lekoderma sifilitika)
– Stadium laten :
• Dini : bersifat menular
• Lanjut : bersifat tidak menular
– Stadium III: Gumma
– Stadium kardiovaskular dan neurosifilis
Sifilis Stadium Dini I (SI)
• Stadium dini (menular)
• Antara 10 – 90 hari (2 – 4 mgg) sth kuman msk lesi – kulit
tempat msk kuman
• Umumnya lesi hanya 1 – AFEK PRIMER : papul yg kemudian
menjadi erosi / ulkus : ULKUS DURUM
• Umumnya lokasi afek primer – genital, jg dpt ekstra genital
• Dpt sembuh sendiri tanpa pengobatan dlm 3 – 10 mgg
• 1 mgg sth afek primer (+) penjalaran infeksi ke kelenjar gth
bening (KGB) regional : regio inguinal medial – KGB
membesar, soliter, padat kenyal, indolen, tidak supuratif,
periadenitis (-) & dpr digerak scr bebas dr jaringan sekitarnya
KOMPLEKS PRIMER
Sifilis Stadium I (SI)
DIAGNOSIS
• mikroskop lapangan gelap (dark field microscope) melihat pergerakkan
Treponema
• Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan Treponema (T.
pallidum telah mati) kuman berwarna jernih dikelilingi oleh lapangan
yang berwarna hitam.
• Serologi: VDRL, TPHA, fluorescent treponemal antibody-absorption (FTA-
ABS), Rapid plasma reagin (RPR) test, Treponemal enzyme immune assay
(EIA), T pallidum particle agglutination assay (TPPA)
• Bahan pemeriksaan diambil dari dasar ulkus atau pungsi kelenjar getah
bening
• Secara akademik : Bila hasil (-), pemeriksaan diulang 3 hari berturut-turut
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Umumnya Std II (+) sth 6 – 8 mgg
• S II srg disebut : the Greatest Imitator of all the skin
diseases. Penting – tanpa rasa gatal
• Kelainan – sistemik, didahului gejala prodromal :
– Nyeri otot, sendi, suhu subfebril, sukar menelan (angina
sifilitika), malaise, anoreksi & sefalgia
– Kelainan kulit, selaput lendir, kelenjar & organ tubuh
lain
Sifilis Stadium Dini II (SII)
Kelainan kulit
• Makula eritem, bulat lonjong (roseola sifilitika) t u dada,
perut, punggung, lengan, tangan ke seluruh tubuh
• Transien dan berakhir hipopigmentasi (leukoderma
sifilitika)
• Papel - batas kulit rambut kepala (korona veneris)
– Papula arsiner, sirsiner dan polisiklik
– Papula diskret - telapak tangan dan telapak kaki
– Papula korimbiformis
– Kondiloma lata - kulit lipatan-lipatan yang lembab & hangat
dapat alopesia sifilitika
– Papula + folikulitis yang
• Papuloskuamosa - mirip psoriasis (psoriasis sifilitika),
papulokrustosa - mirip frambusia (sifilis frambusiformis)
• Pustula, - bersifat destruktif pd KU buruk (rupia sifilitika =
lues maligna)
Sifilis Stadium Dini II (SII)
• Kelainan selaput lendir
– Mucous patch - banyak mengandung T pallidum,
– Bentuk bulat, kemerahan ulkus
– Kelainan mukosa bibir, pipi, laring, tonsil dan genital.
• Kelainan kelenjar
– Pembesaran kelenjar seluruh tubuh (limfadenopati
generalisata) - sifat = S I
– Kelenjar - kelenjar getah bening superfisialis t u
suboksipital, sulkus bisipitalis & inguinal. Pada aspirasi
kelenjar akan ditemukan T. pallidum.
Sifilis Stadium Dini II (SII)
STADIUM III
• Kelainan timbul 3 – 10 tahun sesudah stadium I
• Kelainan khas – guma : infiltrat berbatas tegas,
bersifat kronis, cenderung mengalami perkejuan
(perlunakan) & pecah ulkus
• Ulkus : dinding curam, dasar : jaringan nekrotik
berwarna kuning keputihan (ulkus gumosum) &
bersifat destruktif & serpiginosa.
Sifilis Stadium Lanjut (Tidak Menular)
STADIUM III
• Guma soliter - dapat multipel
• Ukuran: milier - beberapa cm.
• Guma di semua jaringan & merusak
semua jenis jaringan : tulang rawan hidung,
palatum atau organ dalam tubuh (lambung,
hepar, lien, paru-paru, testis, dll)
• Diagnosis pasti hasil STS.
Sifilis: Tatalaksana
• Benzatin Penicilin G:
– Primary or secondary syphilis, & Early latent syphilis - Benzathine penicillin G 2.4
million units intramuscularly (IM) in a single dose
– Tertiary, Late latent syphilis or latent syphilis of unknown duration - Benzathine
penicillin G 7.2 million units total, administered as 3 doses of 2.4 million units IM
each at 1-week intervals
• Penicilline G Procaine:
– Primary, secondary, and latent: 600,000 units IM qDay for 8 days
– Late (tertiary and latent syphilis with positive spinal fluid): 600,000 units IM qDay
for 10-15 days (total 6-9 million units)
• Neurosyphilis and Ocular Syphilis:
– Aqueous crystalline penicillin G 18–24 million units per day, administered as 3–4
million units IV every 4 hours or continuous infusion, for 10–14 days
– 2.4 million units IM qDay x10-14 days; administer with probenecid 500 mg PO QID
(penicillin G aqueous preferred)
• Alternatif: Doxicycline 2 x 100 mg/hr PO, 4 minggu
• Alternatif: Eritromisin 4 x 500 mg/hari PO, 4 minggu
• Komplikasi
• Neurosifilis, parestesia, perubahan kepribadian
ULKUS MOLE
Ulkus Pada IMS
Ulkus Durum Ulkus Mole (Chancroid)
• Treponema pallidum (spiral) • Haemophilus ducreyi
• Dasar bersih (kokobasil, gram negatif)
• Tidak nyeri (indolen) • Dasar kotor, mudah berdarah
• Sekitar ulkus keras (indurasi) • Nyeri tekan
• Soliter • Lunak
• Multipel
• Tepi ulkus menggaung
Ulkus Mole (Chancroid)
Ulkus Mole: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang
akut, setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi.
Ulkus: kecil, lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor
(tertutup jaringan nekrotik dan granulasi)
PATOGENESIS :
• Masa inkubasi : 1-3 hari
• Port d’entrée merah papul pustula pecah ulkus
• Ulkus :
Multiple
Tidak teratur
Dinding bergaung
Indurasi +
Nyeri (dolen)
Kotor
2015 STD Treatment Guideline CDC
Prinsip diagnosis
• Diagnosis definitif adalah menemukan H. ducrei
dengan medium kultur spesifikTidak tersedia di
semua negara, sensitivitas <80%kurang efisien
• Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
1. Adanya 1 atau lebih ulkus genital yang nyeri
2. Limfadenopati regional tidak wajib ada
3. Terbukti tidak ada syphilis melalui
pemeriksaan lapang pandang gelap
4. HSV negatif
• Rekomendasi:
First line
– Azitromycin 1 gr single dose PO, atau
– Seftriakson 250 mg single dose IMterutama di anak
Second Line
– Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari, atau
– Eritromisin 3x500 mg selama 7 hari
• Tatalaksana
– DOC: Doksisiklin 100 mg PO 2x/hari selama 21 hari
atau
– Eritromisin 500 mg PO 4x/hari selama 21 hari
http://emedicine.medscape.com/article/220869-treatment
URETRITIS GO - NON GO
Gonorrhea
• Etiologi
– Neisseria gonnorrhoeae
• Jenis Infeksi
– Pada Pria
• Urethritis, tysonitis, paraurethritis, littritis, cowperitis, prostatitis,
veikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
– Pada Wanita
• Urethritis, paraurethritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis,
orofaringitis, konjungtivitis infant, gonorea diseminata
– Gambaran urethritis
• Gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria, keluar duh kadang
disertai darah, nyeri saat ereksi
Urethritis GO
• Pemeriksaan
– Sediaan langsung: diplokokus gram
negatif
– Kultur: Agar Thayer Martin
• Klasifikasi Ikeda:
- Tipe umum: terjadi pada usia 20-40 tahun, 6% bisa
berkembang menjadi alopesia totalis (lihat slide awal kalau
lupa)
- Tipe atipik: dimulai pada masa kanak-kanak dan 75% bisa
menjadi alopesia totalis
- Tipe prehipertensif: dimulai pada usia dewasa muda, 39%
bisa menjadi alopesia totalis
- Tipe kombinasi: dimulai setelah usia 40 tahun dan 10% akan
menjadi alopesia totalis
Alopesia Areata
• Adalah kebotakan tanpa tanda skar
berbentuk bulat-oval, diskret atau konfluens.
Hair pull test (+)
• Sering pada anak-anak dan dewasa muda
• 20-40% orang dengan alopesia areata
memiliki riwayat keluarga dengan alopesia
areata
• Dikaitkan dengan penyakit autoimun, seperti
vitiligo, diabetes, penyakit tiroid, RA, lupus
eritematosa.
• Tatalaksana:
• Induksi pertumbuhan rambut
• Hair loss <50%: steroid intralesi (1st line tx)
• Hair loss >50%: imunoterapi topikal
(dyphenyl-cycloprophenone atau squaric
acid)
Tipe Alopecia
• Alopesia areata
- Kebotakan berbentuk bulat atau lonjong
Seperti tanda seru
- Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang
putus
- Jika rambut dicabut tampak bulbus atrofi
- Adanya exclamation mark: batang rambut yang
semakin ke pangkal semakin halus
- Rambut tampak normal namun mudah dicabut
Causes exclamation
mark appearance
Gold Standard:
Intralesional
kenalog
Alopesia Areata: Tatalaksana
Tipe Alopecia Lain
• Alopesia androgenik (male pattern of baldness)
- Timbul pada usia akhir 20 atau awal 30 tahun, bersifat
herediter
- Rambut rontok bertahap dari vertex dan frontal
- Garis rambut anterior mundur dan dahi menjadi terlihat
lebar
- Puncak kepala tampak botak
- Folikel rambut lebih halus dan berwarna mudalama-lama
tidak terbentuk rambut terminal
- Mengenai folikel yang sensitif terhadap DHT
- Rambut parietal dan oksipital menipis
Klasifikasi Norwood-Hamilton
Alopesia Androgenika
• Alopesia Androgenika atau male-
pattern baldness adalah penipisan
rambut dengan bentuk khas, yaitu
berbentuk M, umumnya terjadi di
daerah temporal dan bagian kepala
atas
• Bentuk khas pada alopesia androgenika
terjadi karena distribusi folikel rambut
yang sensitif terhadap hormon
androgen. Terjadi mulai saat pubertas
• Hormon androgen akan
memperpendek fase anagen dan
meninhkaykan pemendekan dari folikel
rambut, menyebabkan penipisan
rambut
• Hair pull test negatif
Alopesia Androgenika pada Wanita
• Pada wanita, Alopesia
androgenika terjadi pada
daerah sentral dan frontal
kepala tanpa ada penipisan di
daerah fronto-temporal
• Dikaitkan dengan kondisi
hiperandrogenisme (hirsuitisme,
menstruasi ireguler, jerawat,
infertilitas)
• Pemeriksaan Penunjang
(mengarah ke hiperandrogen)
– Prolactin, FSH, LH, DHEAS
Tatalaksana Alopesia Androgenika
• Minoxidile 2% topikal (pria dan wanita), Minoxidile 5% solusi (hanya
untuk pria)
Sebagai 1st line treatment baik di pria maupun wanita. Cara kerja belum
diketahui pasti. Diberika 2 kali sehari selama 1 tahun
• Finasteride (hanya untuk pria)
Menghambat 5 alfa reduktase tipe 2 menurunkan hormon
dihidrotestosteron (DHT) memperlambat penipisan rambut,
meningkatkan hair growth.
Dosis: 0,2 mg per hari. Wanita tidak disarankan karena dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bai laki-laki (jika sedang hamil)
• Estrogen (pada wanita)
Sebagai hormonal replacement therapy pada wanita dengan gejala
hiperandrogenisme. Dapat diberikan dalam bentuk kontrasepsi oral.
Alopesia Androgenetika: Tatalaksana
Telogen Effluvium
• Terjadi karena gangguan keseimbangan
pertumbuhan rambut, dimana fase telogen
rambut dominan turn over rambut lebih
cepat
• Dapat terjadi di rambut kepala, aksila, pubis
• Hair pull test (+)
Cara: genggam 40-60 helai rambut, lakukan
penarikan rambut
• Tatalaksana
Tidak spesifik, hair regrowth terjadi setelah
rambut rontok, tatalaksana spesifik untuk
penyebab dasar.
Anagen Effluvium:
• kerontokan rambut secara tiba-tiba pada
80-90% rambut di seluruh tubuh, terjadi
karena gangguan pada fase anagen.
Penyebab utama: kemoterapi
Kebotakan pada Tinea Kapitis
• Sering terjadi pada anak-anak, akibat infeksi dermatofita
• Gejala klinis:
– Kebotakan bentuk bulat, patchy, terdapat lesi eritroskuamosa,
llimfadenopati, gatal
• Manifestasi:
– Black dot, disebabkan oleh tricophyton, rambut akan patah tepat di
muara folikell, yang tertinggal ujung rambut dipenuhi spora
– Grey patch: disebabkan oleh mikrosporum, warna rambut menjadi
abu-abu, rambut mudah patah dan tercabut
– Kerion: reaksi peradangan berat dari tinea, terdapat pembengkakan
setempat seperti sarang lebah jaringan parut alopesia setempat
Djuanda A., et al. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Balaii Penerbit FKUI. 2010
Kebotakan pada Tinea Kapitis
• Pemeriksaan Penunjang
• Kerokan kulit dengan KOH 10% dua hifa lurus bersekat dengan
spora berderet (artospora)
• Woods lamp kuning kehijauan
• Dibiakkan di agar saboraoud
• Tatalaksana
• Terbinafin (62,5-250 mg, 2-3 minggu)
• Griseofulvin (0,5-1 gr, 2 minggu)
• Ketokonazol (1x 200 mg, 2 minggu)
• Topikal: As. Salisilat 2-4%, As. Benzoat 6-12%, sulfur 4-6%, As.
Undesilanat 2-5%
Alopesia lain
• Alopesia prematur: terjadi pada laki-laki usia 20an dan sering disertai
dermatitis seboroik
• Alopesia andorgenika pada perempuan: pola kebotakan sama seperti
alopesia androgenik di pria, namun pada wanita kerontokan lebih banyak
pada area verteks dan lebih sedikit pada bagian temporal
• Alopesia liminaris: alopesia di sekeliling tepi kulit kepala yang berambut
• Trikotilomania
• Akibat faktor fisis, co. radiasi
• Alopesia karena sisir panas (catokan)
• Oflasis: alopesia areata yang berkonfluensi
• Alopesia perinevi: alopesia di sekitar nevus
• Alopesia sifilitika pada sifilis stadium II
• Tinea kapitis
• Alopesia musinosa: akibat perubahan musin di sel epitel folikel sebasea,
sering pada limfoma
• Alopesia karena kelainan endokrin (hipertiroid)
• Alopesia karena obat
KEGANASAN
KULIT
Keganasan Pada Kulit
Karsinoma Sel Basal Karsinoma Sel Skuamosa
• Berasal dari sel epidermal • Berasal dari sel epidermis.
pluripoten. Faktor predisposisi: Etiologi: sinar matahari, genetik,
lingkungan (radiasi, arsen, paparan herediter, arsen, radiasi,
sinar matahari, trauma, ulkus hidrokarbon, ulkus sikatrik
sikatriks), genetik • Usia tersering 40-50 tahun
• Usia di atas 40 tahun • Dapat bentuk intraepidermal
• Biasanya di daerah berambut, • Dapat bentuk invasif: mula-mula
invasif, jarang metastasis berbentuk nodus keras, licin,
• Bentuk paling sering adalah kemudian berkembang menjadi
nodulus: menyerupai kutil, tidak verukosa/papiloma. Fase lanjut
berambut, berwarna coklat/hitam, tumor menjadi keras, bertambah
berkilat (pearly), bila melebar besar, invasif, dapat terjadi
pinggirannya meninggi di tengah ulserasi. Metastasis biasanya
menjadi ulkus (ulcus rodent) melalui KGB.
kadang disertai talangiektasis,
teraba keras
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Karsinoma Sel Basal & Sel Skuamosa
Perbedaan BCC dan SCC dari pemeriksaan dermatologis:
Sumber: Stulberg DL,et al. Diagnosis and treatment of basal cell and squamous cell carcinoma.
American Family Physician. 2004;70(8):1481-1488.
Melanoma Maligna SCC
• Etiologi
• Belum pasti. Mungkin faktor
herediter atau iritasi berulang
pada tahi lalat
• Usia 30-60 tahun
• Bentuk: BCC
• Superfisial: Bercak dengan
warna bervariasi, tidak teratur,
berbatas tegas, sedikit
penonjolan
• Nodular: nodus berwarna biru
kehitaman dengan batas tegas
• Lentigo melanoma maligna:
plakat berbatas tegas, coklat
kehitaman, meliputi muka
• Prognosis buruk MM
Melanoma Maligna
Definisi
Keganasan kulit yg berasal dari
melanosit.
Epidemiologi
Umum terjadi pada kulit putih
17.2/100.000
Faktor risiko
Kulit putih, red hair, light eyes, dan
riwayat keluarga.
Weller R, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology. 5th edition. Wiley. 2015. Oxford
Melanoma Maligna
Klasifikasi
1. Superficial spreading melanoma (70%) sering terjadi pd
ekstremitas bagian bawah, lengan dan punggung atas, warna
dapat kombinasi, hitam atau coklat.
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
Melanoma Maligna
Pemeriksaan
• Dermoskopi
• Biopsi Kulit
Tatalaksana
• Eksisi
• Eksisi KGB
• Adjuvant terapi
interferon alfa
Brown RG, Harman K, Johnston G. Dermatology Lecture Notes. 11th edition. Willey Blackwell. 2017. Oxford
Hystology Basal Cell Carcinoma
Palisade = “pagar”
SCC: Clinical manifestations
Various morphologies
• Papule, plaque, or nodule
• Pink, red, or skin-colored
• Exophytic (grows outward)
• Verrucous surface
• Indurated (dermal thickening, lesion feels
thick, firm)
• May present as a cutaneous horn
Friable – may bleed with minimal trauma and
then crust
Usually asymptomatic; may be pruritic
308
Shave biopsy reveals…
Scanning
magnification:
Normal epidermis
Dermal extension of
well-differentiated
(“keratinizing”)
keratinocytes
309
Shave biopsy reveals…
310
Squamous Cell Carcinoma
• Proliferation of
anastomosing nests,
sheets and strands of
atypical keratinocytes
• originating in the
epidermis and
infiltrating into the
dermis
Malignant melanoma
• Predominance of single cell
melanocytes over nests of
• melanocytes along the
dermoepidermal junction
• Pagetoid (upward)
migration of single cell
melanocytes
• Confluent spread of
melanocytes
• Cellular dyscohesion
• Lack of uniform melanin
distribution
KELAINAN
PIGMENTASI
NEVUS, MELASMA, FRECKLES,
LENTIGO
Nevus Pigmentosus
• Etiologi
– Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk sarang-
sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona taut
dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan membentuk
sarang- sarang pada dermis
• Diagnosis Banding
– Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau nevus spindel,
KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen
• Pengobatan
• Umumnya tidak diperlukan pengobatan
• Bila menimbulkan masalah secara kosmetik,
atau sering terjadi iritasi karena gesekan
pakaian, dapat dilakukan bedah eksisi
• Bila ada kecurigaan ke arah keganasan dapat
dilakukan eksisi dengan pemeriksaan
histopatologi
Nevus Pigmentosus Kongenital
Nevus: Pola Dermatoskopik Melanosit
Melasma
• Melasma merupakan kelainan kulit yang sering terjadi, dengan
lesi berupa makula hiperpigmentasi
• Disebut juga kloasma/topeng kehamilan
• Makula umumnya berwarna coklat, dan terdapat terutama di
bagian wajah atau dahi (daerah tinggi pajanan sinar matahari)
• Terdapat 2 predisposisi utama dari melasma, yaitu pajanan sinar
UV dan hormon seks (khususnya estrogen)90% terjadi pada
wanita
• Oleh karena itu, pajanan sinar UV berlebih, penggunaan
kontrasepsi oral, kehamilan, dan terapi penggantian hormon
dapat memicu timbulnya melasma ini
James WD, Berger T, Andrews DE. Disease of the skin clinical dermatology. Elsevier, 2015
Melasma
• Efloresensi
– Makula hiperpigmentosis, umumnya simetris, warna coklat muda-tua,
predileksi di daerah pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu
• Tatalaksana
– Hentikan terapi hormon (bila ada), gunakan sunblock & produk
kecantikan yang lembut
– Hidrokuinon 2-4% (krim atau lotion) selama 2-4 bulan
– Krim/gel/lotion asam azelaik 2x/hari (aman untuk kehamilan)
– Kortikosteroid krim
http://www.dermnetnz.org/colour/melasma.html
MSH: Reseptor Estrogen
• Melanosit mengandung
reseptor estrogen
• Bereaksi terhadap
peningkatan estrogen selama
kehamilan
http://www.celibre.com/difference-between-melasma-and-sun-damage.aspx
Lentigo
• A lentigo is a small, sharply circumscribed, pigmented macule
surrounded by normal-appearing skin.
• Lentigines may evolve slowly over years, or they may be
eruptive and appear rather suddenly.
• Pigmentation may be homogeneous or variegated, with a color
ranging from brown to black.
• There are several types of lentigo, such as lentigo simplex, solar
lentigo, ink spot lentigo, PUVA lentigo, generalised lentigo
• Freckles will increase in number and darkness with sunlight
exposure, whereas lentigo will stay stable in their color
regardless of sunlight exposure
Histology
• Histologic findings may include hyperplasia of the
epidermis and increased pigmentation of the basal layer.
• A variable number of melanocytes are present; these
melanocytes may be increased in number, but they do not
form nests.
• Lentigo simplex is characterized by a slight-to-moderate
elongation of the rete ridges with melanocyte proliferation
in the basal layer, increased melanin in both the
melanocytes and the basal keratinocytes, and the presence
of melanophages in the upper dermis.
• Ephelides (freckles) have an increase in pigment content in
the basal cell layer, with neither elongated rete ridges nor
increased number of melanocytes.
Ephelides/ Freckles
• Ephelides (freckles) are tanned macules found on the skin.
• Ephelides are associated with fair skin and red or blonde hair.
• In contrast to solar lentigines, ephelides are not strongly associated with age.
• Commonly, ephelides first appear at age 2 years and increase in number into
young adulthood. In older ages, the number usually decreases.
• Simple ephelides are multiple, small, tanned macules, ranging from 1-5 mm in
diameter, with uniform pigmentation.
• They are most commonly found on sun-exposed areas, such as the nose, the
cheeks, the shoulders, and the upper part of the back.
• The macules may be discrete or confluent.
• Histopathologically in ephelides, the epidermis is unchanged. Specifically, the
number of melanocytes is not increased. However, the melanosomes are larger
than those in the surrounding skin. Cellular atypia of melanocytes have been
noticed in some freckles.
• In contrast, solar lentigines have an increased number of melanocytes in the
basal cell layer.
VITILIGO
Vitiligo
• Definisi: Hipomelanosis idiopatik ditandai dengan makula putih yang
dapat meluasmengenai bagian tubuh yang memiliki melanosit (kulit,
rambut, mata)
• Etiologi
– Belum diketahui, diduga karena autoimun, neurohumoral, autositotoksik,
atau karena bahan kimiawi
• Gejala
– Makula berwarna putih (apigmentasi) berukuran mm-cm, bulat, lonjong,
berbatas tegas
– Bisa juga makula hipomelanotik (tidak putih sekali)
– Tepi lesi bisa meninggi, eritema dan gataldisebut inflamatoar
• Predileksi
– Area ekstensor tulang (jari, periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung,
tibialis anterior, dan pergelangan tangan bagian fleksor)
– Lesi bilateral bisa simetris atau asimetris
– Area traumatik
Klasifikasi Vitiligo
• Secara umum ada 2 bentuk
1. Lokalisata
- Fokal: satu atau lebih makula pada satu area tetapi tidak
segmental
- Segmental: satu atau lebih makula pada satu area, dengan
distribusi menurut dermatom (co. satu tungkai)
- Mukosal: hanya pada mukosa
2. Generalisata (90% penderita yang generalisata lesinya
bersifat simetris)
- Akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas
dan mukastadium awal vitiligo generalisata
- Vulgaris: makula tanpa pola tertentu di banyak tempat
- Campuran: depigmentasi menyeluruh atau hampir di seluruh
tubuhvitiligo total
Vitiligo: Gambaran Klinis
http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html
Diagnosis
• Gejala dan temuan klinis: makula
apigmentasi/hipopigmentasi lupa? Baca lagi slide
di atas
• Pemeriksaan histopatologi
- Pemeriksaan Hematoksilin Eosin (HE) tidak ditemukan sel
melanosit
- Reaksi DOPAmelanosit negatif pada daerah apigmentasi,
tapi positif pada daerah hiperpigmentasi
• Pemeriksaan biokimia
- Histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa tidak
ada tirosinase, namun tirosin plasma dan kulit normal
Prinsip tatalaksana
• Usia di bawah 18 tahun:
- Topikal saja: losio metoksalen 1% diencerkan dalam spiritus dilutus dengan
perbandingna 1:10dioleskan di semua lesi
- Setelah didiamkan 15 menitdijemur dengan UV A selama 10 menit sampai
eritema
- Durasi jemur makin lama makin panjang tapi jangan sampai ada erosi, vesikel,
atau bula
• Usia di atas 18 tahun dan lokalisata
- Sama dengan pengobatan 18 tahun6 bulan tidak ada perubahan stop
• Usia di atas 18 tahun dan generalisata
- Terapi usia <18 tahun + kapsul metoksalen 2x10 mg (sekali telan, bukan dua kali
sehari)2 jam kemudian dijemur
• Alternatif:
- Kortikosteroid potensi kuat: betamethasone valerate 0,1% atau klobetasone
propionat 0,05%
- MBEH (Monobenzylether of Hydroquinon) 20%untuk vitiligo yang lebih dari
50% total luas kulit atau gagal dengan psoralen