Вы находитесь на странице: 1из 21

BAB I

PENDAHULUAN

Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala), bagian
tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian kepala terdapat glans
dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtual sac), permukaan bagian dalam
dilapisi oleh membran halus. Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans
dan preputium. Korpus terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang
dibungkus oleh tunika albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus spongiosum
sepanjang uretra penis Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa
keratin sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk
keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balano-preputial sulcus pada aspek
dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. 1

Kanker penis merupakan kanker yang jarang ditemukan di negara-negara maju,


namun masih merupakan masalah yang serius pada negara-negara berkembang. Pada
Amerika Serikat dan Eropa, penyakit ini hanya mencakup 0.4% dari seluruh kasus kanker
pada pria. Tingkat insidensi dari kanker ini juga masih sedikit di Cina dan Inggris, dengan
kejadian 0.6 / 100,000 pria. Sebaliknya, kanker penis relatif lebih sering ditemukan di
India, Afrika, dan Amerika Selatan, dengan tingkat insidensi diatur untuk usia sekitar 2.3
– 8.3 / 100,000 pria. Kanker penis terjadi umumnya pada pria berusia 50 – 70 tahun.2
Meskipun insidensi kanker penis masih relatif stabil sampai saat ini, terdapat beberapa
faktor risiko yang signifikan dan dapat dimodifikasi untuk menghindari risiko terjadinya
kanker penis. 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi Penis

Penis terdiri dari tiga komponen utama : bagian distal (glans atau kepala), bagian
tengah (corpus atau shaft) dan bagian proksimal (root). Pada bagian kepala terdapat glans
dan sulkus koronaria, yang ditutup oleh foreskin (virtual sac), permukaan bagian dalam
dilapisi oleh membran halus. Glans bersifat kenyal, dan berbentuk konus, serta terdiri dari
meatus, corona dan frenulum. Meatus urethralis vertikal dan berlokasi pada apeks,
dimana muncul frenulum, . glans corona merupakan lipatan lingkaran pada dasar glans.
Pada permukaan glans terdapat empat lapisan anatomi: lapisan membran mukosa,
termasuk epitelium dan lamina propria, korpus spongiosum dan korpora kavernosa.
Tunika albuginea memisahkan kedua struktur ini, penile atau pendulous urethra terletak
ventral didalam korpus dan glans; sementara korpus spongiosum yang erektil
mengelilinginya.Pemotongan transversal dari shaft akan menampilkan kulit, dartos dan
fascia ganda yang disebut dengan penile fascia, albuginea dan korpus kavernosum.1

Komponen anatomi utama dari penis adalah korpus, glans dan preputium. Korpus
terdiri dari korpora kavernosa (jaringan rongga vaskular yang dibungkus oleh tunika
albuginea) dan di bagian inferior terdapat korpus spongiosum sepanjang uretra penis.
Seluruh struktur ini dibungkus oleh kulit, lapisan otot polos yang dikenal sebagai dartos,
serta lapisan elastik yang disebut Buck fascia yang memisahkan penis menjadi dorsal
(korpora kavernosa) dan ventral (korpus spongiosum) 1

Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin sebanyak
lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk keratin. Glans
dipisahkan dengan korpus penis oleh balano-preputial sulcus pada aspek dorsal dan
lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada penis dikenal sebagai
kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi smegma. Uretra terbagi atas tiga
bagian : prostatik (segmen proksimal pendek yang dikelilingi oleh prostat), membranosa
atau bulbomembranosa (memanjang dari kutub bawah prostat hingga bulbus korpus
spongiosum) dan penil (yang melewati korpus spongiosum). Secara histopatologi, pelapis
epitel uretra adalah tipe transisional di bagian proksimal (prostatik), stratified squamous
pada bagian distal yang berhubungan dengan fossa navicularis dan stratified atau epitel
pseudostratified kolumnar bersilia pada kanal. Metaplasia skuamosa pada epitel
umumnya disebabkan oleh pengobatan dengan preparat estrogen. Struktur kelenjar yang
berhubungan dengan uretra adalah kelenjar intraepitelial dari lakuna Morgagni (kelenjar
intraepitel silindris selapis), Kelenjar Littre (Kelenjarmusinus tubuloacinar sepanjang
korpus spongiosum), dan bulbouretral atau kelenjar Cowper (mucous acinar pada
profunda membran uretra).1

Drainase limfatik penis terdapat pada nodus superfisial dan profunda. Di bagian
sentral beranastomosis diantara pembuluh-pembuluh limfe yang menghasilkan drainase
bilateral.1

Gambar 2. 1. Anatomi penis1


2.2.Kanker Penis
2.2.1. Epidemiologi

Kanker penis merupakan kanker yang jarang ditemukan di negara-negara maju,


namun masih merupakan masalah yang serius pada negara-negara berkembang. Pada
Amerika Serikat dan Eropa, penyakit ini hanya mencakup 0.4% dari seluruh kasus kanker
pada pria. Tingkat insidensi dari kanker ini juga masih sedikit di Cina dan Inggris, dengan
kejadian 0.6 / 100,000 pria. Sebaliknya, kanker penis relatif lebih sering ditemukan di
India, Afrika, dan Amerika Selatan, dengan tingkat insidensi diatur untuk usia sekitar 2.3
– 8.3 / 100,000 pria. Kanker penis terjadi umumnya pada pria berusia 50 – 70 tahun,
walaupun terdapat beberapa pasien dengan kanker penis di bawah usia 35 tahun di Brazil.
Koifman dkk. menemukan bahwa sebagian besar pasien menderita kanker penis grade
1Beberapa faktor risiko untuk terjadinya kanker penis adalah higienitas alat kelamin yang
buruk, adanya fimosis, infeksi virus, radiasi ultraviolet, merokok, balanitis xerotic
obliterans, dan lichen kronis. Insidensi yang lebih rendah ditemukan pada pria Yahudi,
di mana dapat diusulkan bahwa sirkumsisi merupakan salah satu upaya pencegahan
terjadinya kanker penis. Sirkumsisi yang dilakukan antara usia 3 – 12 tahun memiliki
tingkat insidensi 0.15% sedangkan pada pria yang tidak disirkumsisi, tingkat insidensi ini
dapat mencapai 3.1%.2

Tipe histologi yang paling sering ditemukan dalam kanker penis adalah karsinoma sel
skuamosa. Hampir semua tumor pada kanker penis diklasifikasikan sebagai kanker sel
skuamosa, dengan beberapa literatur dari beberapa dekade terakhir melaporkan lebih dari
95% kanker penis merupakan karsinoma kanker skuamosa. Klasifikasi histologi yang
baru telah diciptakan; dengan sistem klasifikasi histologi, ditemukan 50 – 60% dari kasus-
kasus kanker penis merupakan karsinoma sel skuamosa.2

2.2.2. Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang terkait dengan terjadinya kanker penis. Daling
dkk. yang meneliti pasien-pasien dengan kanker penis di Amerika Serikat bahwa
peningkatan kanker penis subtipe karsinoma sel skuamosa disebabkan oleh infeksi human
papilloma virus (HPV) sebelumnya. Selain itu, terdapat peningkatan risiko menderita
kanker penis pada usia 55 – 64 tahun (OR 1.63, 95% CI 1.14 – 2.32) atau lebih tua dan
pada pasien dengan skor Charlson/Deyo 1 (OR 1.74, 95% .1.31 – 2.33).4 Faktor-faktor
risiko yang terkait dengan terjadinya kanker penis menurut European Association of
Urology (EAU) adalah fimosis (OR 11 – 16), penyakit inflamasi pada penis yang bersifat
kronis, penggunaan fototerapi ultraviolet A atau sporalene, merokok (risiko meningkat 5
kali lipat dibandingkan dengan orang yang belum pernah merokok), infeksi HPV (22.4%
di karsinoma sel skuamosa dengan veruka dan 36 – 66.3% pasien dengan bentuk
basaloid-warty), kondisi sosio-ekonomi yang rendah, dan riwayat promiskuitas (3 – 5
kali lipat peningkatan risiko). Oleh karena itu, riwayat fimosis, sirkumsisi, dan infeksi
HPV merupakan faktor-faktor risiko yang penting dalam terjadinya kanker penis.3

2.2.1. Fimosis

Fimosis merupakan faktor risiko terjadinya kanker penis oleh karena risiko terjadinya
infeksi kronis. Akan tetapi, smegma tidak bersifat karsinogen. Phimosis merupakan
faktor risiko untuk terjadinya karsinoma in situ pada kanker penis (47%) dan terjadinya
kanker penis invasif (21%). Pada suatu penelitian, ditemukan odds rasio (OR) pasien
dengan fimosis dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki fimosis dalam insidensi
terjadinya kanker penis adalah 11.4. Selain itu, pada pria dewasa yang sebelumnya telah
menerima sikrumsisi, OR kanker penis menjadi 0.5. Diperkirakan sirkumsisi yang
dilakukan dapat menghilangkan fimosis sebagai faktor risiko kuat terjadinya kanker
penis.5 Insidensi lichen sklerosus tergolong tinggi pada penderita kanker penis, akan
tetapi tidak terkait dengan jenis lesi kanker penis dengan grading yang tinggi. Faktor
risiko lainnya adalah merokok, status ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan yang
rendah.3

2.2.2. Riwayat Sirkumsisi


Riwayat sirkumsisi merupakan salah satu penentu yang signifikan dalam insidensi
kanker penis. Lebih banyak pasien yang tidak menerima sikrumsisi pada saat masih anak-
anak yang menderita kanker penis (52.6%) dibandingkan dengan pasien yang telah
menerima sirkumsisi pada saat masih anak-anak (41.5%) (OR 1.5). Akan tetapi, hasil
tersebut masih belum signifikan (p = 0.07). Pasien yang menjadi kontrol (tanpa kanker
penis) umumnya menerima sirkumsisi pada usia yang lebih muda (di bawah 9 tahun).
Pria yang belum menerima sirkumsisi pada saat masih anak-anak juga memiliki risiko
lebih tinggi untuk menderita kanker penis invasif (OR = 2.1, 95% CI 1.0 – 4.4).5

2.2.3. Infeksi HPV

Infeksi HPV merupakan faktor risiko yang kuat untuk terjadinya kanker penis. Pada
70 – 100% neoplasia intra-epitel dan 30 – 40% kanker penis invasif, ditemukan DNA
HPV pada pemeriksaan sampel jaringan. Cara kerja dari HPV yang dapat mengakibatkan
terbentuknya kanker adalah interaksi dengan onkogen dan gen supresi tumor seperti p16,
p53, dan Rb. Subtipe yang paling sering ditemukan sebagai penyebab kanker penis adalah
HPV tipe 16 dan tipe 18. Risiko terjadinya kanker penis meningkat pada pasien-pasien
dengan kondiloma akuminata.3 Walaupun demikian, terdapat juga proporsi kanker penis
yang tidak terkait infeksi HPV. Akan tetapi, penelitian oleh Daling dkk. menemukan
bahwa 79.8% dari kasus kanker penis di penelitian ditemukan HPV DNA, sehingga dapat
disimpulkan meskipun kanker penis dapat terjadi tanpa infeksi HPV sebelumnya, kanker
penis cenderung terjadi apabila terdapat infeksi HPV sebelumnya.5 Infeksi HPV pada sel
skuamosa yang terus-menerus dan terjadi berulang dapat menyebabkan transformasi dari
sel skuamosa menjadi sel neoplastik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan virus HPV
untuk melakukan integrasi ke genom sel, sehingga dapa tmenyebabkan transformasi
neoplastik pada sel-sel yang terinfeksi HPV, terutama pada HPV tipe 16 yang merupakan
HPV risiko tinggi untuk penyebab transformasi neoplastik.6
2.2.3. Diagnosis dan Grading

Diagnosis dari kanker penis dapat dilakukan dengan keluhan pasien mengenai bentuk
penis pasien yang mengalami perubahan. Pasien umumnya tidak mengeluhkan rasa nyeri
pada kanker penis. Diagnosis dari kanker penis dikonfirmasi dengan melakukan biopsi
awal untuk menentukan grading dari kanker tersebut.7

Gambar 2. 2. Kanker penis dengan metastasis ke daerah inguinal8


Tabel 2. 1. Grading menggunakan sistem Union Internasional Contre le Cancer
(UICC)7

Tabel 2. 2. Klasifikasi menurut WHO7

Karsinoma sel skuamosa Frekuensi Mortalitas


Tidak terkait HPV 30%
Karsinoma sel skuamosa 70 – 75% 0%
Karsinoma >50%
pseudohyperelastic
Karsinoma Rendah
pseudoglandular
Karsinoma verukosa 2 – 3% Rendah
Karsinoma cuniculatum Rendah
Karsinoma papiler, NOS 5 – 8% Rendah
Karsinoma Jarang ditemukan Rendah
adenoskuamosa
Karsinoma sarkomatoid 1 – 4% 75%
Terkait HPV
Karsinoma basaloid 5 – 10% >50%
Karsinoma basaloid papiler Jarang ditemukan
Karsinoma warty 5 – 10% Rendah
Karsinoma basaloid warty 30%
Karsinoma sel jernih 20%
Karsinoma mirip Tidak diketahui
limfoepitelioma

2.2.3.1. Pemeriksaan pada Lesi Primer

Diagnosis dari kanker penis memerlukan biopsi lesi dengan pemeriksaan


histopatologis. Hal ini ditujukan untuk mendiagnosis grading dan jenis dari kanker penis
yang berfungsi untuk menentukan tatalaksana serta prognosis dari kanker penis. Sekitar
80% dari kasus kanker penis dapat disembuhkan apabila terdiagnosis lebih awal. Akan
tetapi, apabila ditemukan adanya tanda-tanda metastasis ke nodus limfa, hal ini
merupakan salah satu pertanda prognosis yang buruk. Lesi primer dari pasien perlu
ditemukan terlebih dahulu. Pada pasien dengan fimosis, foreskin dapat ditarik terlebih
dahulu untuk menemukan lesi yang dapat diambil jaringannya untuk pemeriksaan
histopatologis. Palpasi peni dan sekitar selangkangan dapat dilakukan untuk menentukan
kemungkinan adanya invasi kanker ke nodus limfa lokal. Infiltrasi kanker pada korpora
penis dapat diperiksa dengan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan MRI dapat
digunakan pada pasien dengan sensitivitas 82.1% dan spesifisitas 73.6%.3

2.2.3.2. Pemeriksaan pada Nodus Limfa dan Metastasis

Nodus limfa dapat diperiksa dengan palpasi atau dengan menggunakan pemeriksaan
penunjang. Pada nodus limfa yang terletak cukup superfisial serta dapat diraba, pasien
dapat diperiksa untuk adanya pembesaran pada nodus limfa tersebut. Pembesaran pada
nodus limfa merupakan salah satu tanda terjadinya metastasis ke nodus limfa.
Pemeriksaan tambahan dengan CT scan dapat memeriksa nodus limfa pada daerah pelvis,
di mana penggunaan 18FDG-PET/CT memiliki sensitivitas 88 – 100% dan spesifisitas 98
– 100% untuk konfirmasi metastasis ke nodus limfa lainnya pada pasien-pasien dengan
nodus limfa yang dapat diraba.3

Nodus limfa yang tidak dapat diraba dapat diperiksa dengan pemeriksaan penunjang
berupa ultrasonografi. Pada pasien-pasien yang sangat gemuk, pemeriksaan nodus limfa
dapat dilakukan dengan alat untuk menentukan adanya metastasis ke jaringan lain atau
tidak. Penggunaan ultrasonografi inguinal dapat mendeteksi kelainan dan/atau
pembesaran nodus limfa dengan spesifisitas yang cukup tinggi. Pemeriksaan CT scan
dapat digunakan, namun tidak dapat mendeteksi metastasis mikro secara reliabel.3

Pemeriksaan untuk memastikan metastasis dibutuhkan pada pasien-pasien dengan


invasi nodus limfa. Pemeriksaan dengan menggunakan CT scan abdomen dan pelvis
ditambah dengan foto toraks dapat dilakukan untuk memeriksa metastasis tersebut.
Pemeriksaan CT scan pada bagian toraks dapat dilakukan oleh karena sensitivitas yang
lebih tinggi. Oleh karena tidak adanya marker tumor untuk kanker penis, hanya sekitar
25% dari pasien dengan kanker penis yang memiliki peningkatan kadar antigen SCC
(SCC Ag). Selain itu, pemeriksaan marker SCC Ag tidak dapat dengan reliabel
memprediksi metastasis yang kecil. Akan tetapi, pemeriksaan marker SCC Ag ini dapat
digunakan sebagai indikator untuk disease-free survival pada pasien dengan positif invasi
nodus limfa.3
2.2.4. Tatalaksana
2.2.4.1. Non Pembedahan
2.2.4.1.1. Radioterapi

Lesi kanker penis yang kecil dan pada tahap awal dapat ditangani dengan reseksi
tumor atau radioterapi. Dalam beberapa kasus tertentu, teknik mikrografik Mohs atau
reseksi dengan laser dapat dilakukan. Dalam kasus-kasus berat, amputasi total atau parsial
diperlukan, umumnya disertai dengan diseksi nodus limfa inguinal untuk menangani
kasus-kasus tersebut. Sebelum tatalaksana berupa reseksi dapat dimulai, lesi harus
terlebih dahulu diperiksa dengan cara biopsi untuk merencanakan tatalaksana berikutnya.
Punch biopsy atau pemeriksaan sitologi dapat dilakukan untuk memastikan grading dari
lesi. Lesi pada daerah batang penis atau glans didapatkan dengan biopsi insisi dalam
untuk mengestimasi ekstensi dari invasi mikroskopis. Lesi kecil yang melibatkan foreskin
memerlukan eksisi total dari foreskin. Biopsi tidak boleh dilakukan pada daerah lesi yang
mengalami nekrosis dan perlu dilakukan pada margin lesi di sekitar jaringan sehat untuk
mengevaluasi derajat invasi lesi.2

Radioterapi dapat diberikan pada pasien kanker penis dengan grading T1 – T2 dengan
diameter kurang dari 4 cm. Dosis radioterapi yang digunakan adalah 60 Gy atau lebih.
Apabila digabungkan dengan brachytherapy, kontrol kanker penis mencapai 70 – 90%.
Penggunaan radioterapi yang digabungkan dengan brachytherapy memiliki tingkat
morbiditas dan preservasi organ yang cukup baik. Tingkat kontrol penyakit adalah 79%,
dengan 5-year overal survival 73% dengan brachytherapy. Tingkat preservasi organ
dengan brachytherapy adalah 74% dengan tidak ada perbedaan yang signifikan pada
tingkat pertahanan hidup. Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi dalam tatalaksana
dengan menggunakan radioterapi adalah stenosis uretra (20 – 35%), nekrosis glans (120
– 20%), dan fibrosis dari korpora kavernosa.3
2.2.4.1.2. Kemoterapi

Kemoterapi lini pertama yang diberikan pada pasien dengan kanker penis adalah
pemberian topikal imiquimod atau 5-fluorourasil (5-FU). Indikasi dari kemoterapi topikal
pada kanker penis adalah sudah dipastikan bahwa kanker penis tidak bersifat invasif dan
hanya terletak pada bagian superfisial dari penis. Sirkumsisi disarankan untuk dilakukan
terlebih dahulu sebelum pemberian kemoterapi topikal. Selain itu, oleh karena risiko
rekurensi yang tinggi, diperlukan biopsi terlebih dahulu untuk menentukan grading dari
kanker penis serta sebagai salah satu langkah untuk pemantauan progresivitas penyakit.
Respons yang tidak adekuat menandakan adanya penyebaran secara sistemik. Respons
inflamasi yang signifikan mungkin terjadi sebagai salah satu efek samping penggunaan
agen topikal dalam kemoterapi ini. Sekitar 57% dari kasus-kasus kanker penis superfisial
tanpa invasi (PeIN) mengalami penyembuhan; tingkat kesembuhan ini meningkat
menjadi 74% apabila pasien sebelumnya telah menerima sirkumsisi. Pemberian
kemoterapi secara topikal tidak boleh diulang kembali apabila gagal saat diberikan untuk
pertama kalinya.3

2.2.4.2. Pembedahan

Derajat reseksi yang digunakan akan tergantung dari derajat keparahan kanker penis.
Pada pasien-pasien dengan grading T1 atau yang rendah, pasien-pasien tersebut memiliki
risiko yang lebih rendah dalam mengalami metastasis, oleh karena itu, prosedur-prosedur
tanpa amputasi total dari penis dapat dilakukan (dengan preservasi organ). Prosedur
preservasi organ tersebut dapat dilaksanakan dengan pemberian obat topikal, radioterapi,
pembedahan Mohs, eksisi tumor, dan ablasi laser.9

2.2.4.2.1. Eksisi Tumor

Eksisi tumor dengan cara sirkumsisi dapat dilakukan apabila kanker penis hanya
terbatas pada bagian glans. Prosedur ini dilakukan untuk preservasi batang penis. Eksisi
lesi-lesi granular dengan metode sirkumsisi memiliki tingkat rekurensi 11 – 50%. Eksisi
ini memerlukan surgical margin kurang lebih 2 cm untuk seluruh pasien yang menerima
penektomi parsial. Metode ini, walaupun memang memberikan preservasi organ yang
baik, memiliki kontraindikasi apabila digunakan pada tumor-tumor invasif, terutama ke
bagian proksimal atau distal; tumor grading tinggi; dan pasien dengan keadaan kesehatan
yang tidak baik dan tidak memenuhi kriteria untuk prosedur preservasi organ. Teknik
lainnya yang berhubungan dengan eksisi tumor adalah dengan melakukan glans
resurfacing (atau glans stripping). Teknik ini adalah diseksi subdermal dari kulit dan
jaringan konektif subepitel pada korpus spongiosa. Terapi topikal dapat dilakukan pada
karsinoma in situ dan sudah dipastikan tidak ada tanda-tanda invasi kanker. Selain itu,
terapi topikal dapat digabungkan dengan modalitas penanganan lainnya (dengan terapi
topikal sebagai adjuvan).9

2.2.4.2.2. Teknik Mohs

Pembedahan mikro dengan teknik Mohs merupakan salah satu alternatif penanganan
karsinoma in situ dan tumor invasif yang kecil dan superfisial pada kanker penis. Metode
ini merupakan insisi setiap lapisan dari lesi penis yang dilakukan lebih dari satu sesi (fixed
tissue technique) dengan pemeriksaan kembali menggunakan mikroskop pada permukaan
setiap lapisan yang dieksisi. Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dari metode ini cukup
baik, dengan tingkat keberhasilan 92%. Rekurensi cenderung terjadi pada tumor dengan
ukuran yang lebih besar (lebih dari 3 cm), grading tinggi, dan riwayat kegagalan terapi
sebelumnya. Meskipun demikian, terutama pada penelitian terkini, penggunaan metode
ini memiliki tingkat rekurensi yang tinggi dan tidak menawarkan kelebihan lain
dibandingkan dengan metode konvensional.9

2.2.4.2.3. Teknik Laser

Terapi laser dapat digunakan untuk tatalaksana lesi pra-kanker dan karsinoma in situ.
Lesi-lesi tersebut cenderung bersifat superfisial dan multifokal. Penggunaan laser dapat
memberikan reseksi yang cukup memuaskan tanpa memberikan kerusakan yang
signifikan pada jaringan di sekitarnya. Bandieramonte dkk. menemukan bahwa kontrol
kanker yang efektif dan bebas rekurensi dalam 10 tahun pada 80% pasien yang
menggunakan laser terapi CO2 pada pasien-pasien dengan kanker grading T1 atau in situ.
Tingkat amputasi dalam 10 tahun adalah 5.5% dan tidak ada perbedaan hasil pengobatan
antara T1S dan T1. Penggunaan tatalaksana dengan laser untuk lesi-lesi dengan invasi
tidak dianjurkan.2

2.4.2.2.3. Amputasi Penis

Amputasi penis merupakan standar baku untuk seluruh pasien dengan kanker penis
grading tinggi atau invasif dalam. Penektomi parsial atau total juga perlu
dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mengalami rekurensi atau memiliki
komplikasi lain setelah menjalani terapi yang bersifat konservatif. Indikasi untuk operasi
ini adalah tumor ukuran 4 cm atau lebih, lesi grade 3, dan invasi dalam ke glans uretra
atau korpus kavernosum. Limfadenektomi juga dapat dilakukan bersamaan dengan
prosedur ini, terutama dalam kanker dengan lesi grading yang tinggi. Hal ini dilakukan
atas dasar risiko rekurensi dan/atau metastasis ke nodus limfa inguinal dari penis.9

Gambar 2. 3. Nodus limfa dan kanker penis9


2.4.2.2.4. Tatalaksana untuk Nodus Limfa

Kasus-kasus yang disertai dengan metastasis ke nodus limfa merupakan


komponen yang penting untuk meningkatkan prognosis pasien. Apabila limfadenektomi
dilakukan pada kasus-kasus metastasis ke nodus limfa yang terbatas (misalnya ke nodus
inguinal), kesembuhan dapat dicapai pada pasien-pasien. Terdapat sekitar 25% kasus
dengan penyebaran ke nodus limfa yang tidak diketahui dari pemeriksaan (cN0). Pada
kasus-kasus yang telah jelas didiagnosis dengan penyebaran ke nodus limfa, maka perlu
dilakukan tatalaksana dengan limfadenektomi. Pasien-pasien tanpa adanya tanda
penyebaran ke nodus limfa juga dapat dilakukan limfadenektomi untuk mencegah
terjadinya penyebaran lebih ke organ lainnya. Pembedahan dengan limfadenektomi
memberikan 5-year overal survival 5-year overal survival yang lebih tinggi dibandingkan
dengan radioterapi inguinal atau pemantauan saja. Penggabungan dengan kemoterapi
juga dapat dilakukan pada derajat invasi nodus limfa yang tinggi. Pemberian kemoterapi
yang dapat digabungkan adalah dengan vincristine, bleomycin, dan methotrexate (VBM)
atau dengan pemberian cisplatin dan 5-FU.3
Gambar 2. 4. Algoritme tatalaksana lesi primer2
Gambar 2. 5. Algoritme untuk tatalaksana nodus limfa2
2.2.5. Prognosis

Kanker penis umumnya buruk oleh karena kecenderungan metastasis ke nodus


limfa dan prosedur operasi yang memerlukan mutilasi dari genitalia pria, sehingga dapat
menurunkan kualitas hidup pasien. Daubisse-Marliac dkk. menemukan tren yang relatif
statis pada 1989 – 2011. Tingkat insidensi dari kanker penis akan meningkat seiring
dengan usia. Terdapat 11% kasus yang kemungkinan berhubungan dengan kasus infeksi
HPV. Penelitian yang melibatkan 372 kasus pada periode 2005 – 2010 menemukan
bahwa net survival rate 5 tahun untuk penderita kanker penis adalah 65%. Tingkat
pertahanan hidup ini menurun seiring dengan usia.10 Relative survival 5 tahun pada pria
dengan kanker penis di Swedia adalah 82% (95% CI 78 – 85%). Prognosis yang lebih
buruk terkait secara signifikan pada usia di atas 40 tahun, stage kanker pT2 – 3, grade G2
– 3 dan cN1 – 3 dan pN1 – 3.11 Prognosis yang lebih buruk terkait dengan grading yang
lebih tinggi pada pasien-pasien dengan kanker penis.12
BAB III

KESIMPULAN

Kanker penis merupakan salah satu jenis kanker yang langka, akan tetapi, dapat
menyebabkan perubahan kualitas hidup yang signifikan oleh karena lokasinya dan
dampak dari tatalaksana yang diperlukan untuk menangani kasus-kasus secara operatif.
Kanker penis memiliki beberapa faktor risiko yang signifikan, seperti merokok, riwayat
promiskuitas, riwayat infeksi HPV, dan riwayat sirkumsisi pada saat masih anak.

Kanker penis merupakan kanker yang paling sering ditemukan dalam bentuk sel
skuamosa, mencakup hampir 90% dari seluruh subtipe yang terjadi pada kanker penis.
Sistem grading untuk kanker penis umumnya menggunakan sistem TNM. Diagnosis dari
kanker penis umumnya sulit oleh karena gejala yang relatif ringan kecuali pada kasus-
kasus yang berat. Konfirmasi kasus-kasus kanker penis memerlukan biopsi pada jaringan
dengan lesi. Tatalaksana dari kanker penis umumnya melibatkan reseksi dari lesi dan
nodus limfa yang dicurigai mengalami metastasis. Apabila lesi ini mengalami invasi lebih
dalam, mutilasi genitalia mungkin perlu dilakukan bersamaan dengan reseksi nodus limfa
untuk menurunkan risiko rekurensi. Pemberian radioterapi juga dapat digunakan untuk
pasien-pasien dengan kanker penis grading rendah.

Kanker penis yang terjadi pada lokal dan tidak mengalami metastasis memiliki
prognosis yang cukup baik. Sekitar 65% pasien kanker penis tetap hidup selama 5 tahun.
Meskipun demikian, tatalaksana pada kanker penis terkait dengan penurunan kualitas
hidup, terutama yang berhubungan dengan reseksi lesi di daerah tertentu yang mungkin
dapat mengakibatkan gangguan seksual dari pria. Edukasi mengenai faktor risiko yang
utama, seperti merokok dan riwayat promiskuitas, diperlukan oleh karena faktor-faktor
tersebut yang signifikan namun merupakan faktor yang dapat diubah dari segi perilaku.
Selain itu, pasien yang memiliki riwayat menderita inflamasi atau infeksi kronis pada
penis juga dihimbau untuk memeriksakan diri oleh karena diagnosis dan tatalaksana awal
terkait dengan prognosis yang lebih baik, sama halnya dengan jenis malignansi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hansen JT, Netter FH, Machado CAG. Netter's clinical anatomy. 2019.

2. Guimaraes GC, Rocha RM, Zequi SC, Cunha IW, Soares FA. Penile cancer:
epidemiology and treatment. Current oncology reports. 2011;13(3):231-9.

3. Hakenberg O, Compérat E, Minhas S, Necchi A, Protzel C, Watkin N. Penile


cancer. European Association of Urology. 2019.

4. Chipollini J, Chaing S, Peyton CC, Sharma P, Kidd LC, Giuliano AR, dkk.
National Trends and Predictors of Locally Advanced Penile Cancer in the United
States (1998-2012). Clinical genitourinary cancer. 2017.

5. Daling JR, Madeleine MM, Johnson LG, Schwartz SM, Shera KA, Wurscher MA,
dkk. Penile cancer: importance of circumcision, human papillomavirus and
smoking in in situ and invasive disease. International journal of cancer.
2005;116(4):606-16.

6. Annunziata C, Buonaguro L, Buonaguro FM, Tornesello ML. Characterization of


the human papillomavirus (HPV) integration sites into genital cancers. Pathology
oncology research : POR. 2012;18(4):803-8.

7. Hakenberg OW, Dräger DL, Erbersdobler A, Naumann CM, Jünemann K-P,


Protzel C. The Diagnosis and Treatment of Penile Cancer. Dtsch Arztebl Int.
2018;115(39):646-52.

8. Koifman L, Vides AJ, Koifman N, Carvalho JP, Ornellas AA. Epidemiological


aspects of penile cancer in Rio de Janeiro: evaluation of 230 cases. International
braz j urol : official journal of the Brazilian Society of Urology. 2011;37(2):231-
40; discussion 40-3.

9. Wein AJ, Kavoussi LR, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology. 11 ed.
Philadelphia: Elsevier; 2016.

10. Daubisse-Marliac L, Colonna M, Tretarre B, Defossez G, Molinie F, Jehannin-


Ligier K, dkk. Long-term trends in incidence and survival of penile cancer in
France. Cancer epidemiology. 2017;50(Pt A):125-31.

11. Kirrander P, Sherif A, Friedrich B, Lambe M, Hakansson U. Swedish National


Penile Cancer Register: incidence, tumour characteristics, management and
survival. BJU international. 2016;117(2):287-92.
12. Graafland NM, Verhoeven RH, Coebergh JW, Horenblas S. Incidence trends and
survival of penile squamous cell carcinoma in the Netherlands. International
journal of cancer. 2011;128(2):426-32.

Вам также может понравиться