Вы находитесь на странице: 1из 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jaringan distribusi tenaga listrik merupakan suatu jaringan tenaga listrik
yang memasok kelistrikan ke beban (pelanggan). Berdasarkan tegangannya,
jaringan distribusi tenaga listrik di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua
macam tegangan, yaitu jaringan distribusi tegangan menengah 20 kV atau disebut
jaringan distribusi primer dan jaringan distribusi tegangan rendah 220/380 V atau
disebut jaringan distribusi sekunder.
Dalam proses distribusi, penggunaan transformator distribusi sangatlah
penting, dimana transformator sendiri digunakan sebagai alat untuk
mentransformasikan tegangan dari primer 20 kV ke sekunder 380/220 V ke
pelanggan. Sebagaimana yang diketahui bahwa penyaluran listrik ke konsumen
dilakukan melalui jaringan tegangan rendah, sehingga faktor penting yang harus
diperhatikan adalah keandalan kerja komponen gardu distribusi dan jaringan
tegangan rendah. Setiap jurusan gardu distribusi mempunyai tingkat pembebanan
yang berbeda. Seiring dengan jumlah pelanggan yang terus bertambah, hal ini
mengakibatkan jumlah pertumbuhan beban semakin meningkat. Keadaan tersebut
otomatis akan berdampak terhadap pertumbuhan beban jurusan, yang lama
kelamaan memungkinkan terjadinya beban lebih (overload) pada jurusan gardu
yang dibebani lebih dari batas kemampuannya. Ataupun beban kurang
(underload) pada jurusan gardu yang dibebani kurang dari batas kemampuannya.
Hal tersebut akan membuat keandalan penyaluran tenaga listrik menjadi
terganggu dan juga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada komponen
gardu distribusi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi gangguan
pada penyaluran tenaga listrik ke konsumen dan kerusakan pada komponen gardu
distribusi adalah dengan melakukan pengukuran beban (meeting gardu).

1
2

Pengukuran beban bertujuan untuk mengetahui jumlah beban pada masing-masing


jurusan pada waktu beban puncak. Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui
apakah suatu gardu distribusi berada dalam kondisi normal atau tidak. Apabila
gardu distribusi berada dalam kondisi tidak normal, maka selanjutnya dilakukan
tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu penulis memilih judul Pengukuran Beban (Meeting Gardu)
Transformator Distribusi Pada Penyulang Beo GI Seduduk Putih PT. PLN
(Persero) Unit Layanan Pelanggan Kenten yang merupakan salah satu upaya
untuk menunjang keandalan kerja transformator distribusi sehingga menunjang
keandalan kerja peralatan pada gardu distribusi dalam menyalurkan energi listrik
ke konsumen.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam laporan kerja praktek ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keadaan pembebanan transformator distribusi pada
penyulang beo setelah dilakukan pengukuran beban (Meeting Gardu)?
2. Bagaimana solusi terhadap permasalahan yang timbul setelah
dilakukannya pengukuran beban (Meeting Gardu)?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah tersebut, tujuan dari penulisan laporan
kerja praktek ini adalah :
1. Untuk mengetahui keadaan pembebanan transformator distribusi pada
penyulang beo setelah dilakukan pengukuran beban.
2. Untuk mengetahui solusi terhadap permasalahan yang timbul setelah
dilakukannya pengukuran beban.
3

1.3.2 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kerja praktek ini adalah
sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui keadaan pembebanan transformator distribusi pada
penyulang beo setelah dilakukan pengukuran beban.
2. Dapat menjelaskan solusi terhadap permasalahan yang timbul setelah
dilakukannya pengukuran beban.

1.4 Ruang Lingkup Penulisan


Adapun batasan masalah dalam penulisan laporan kerja praktek ini yakni:
1. Transformator yang akan dianalisa adalah pada Pada Penyulang Beo GI
Seduduk Putih PT.PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan Kenten.
2. Data pengukuran arus beban puncak serta persentase pembebanan total
transformator

1.5 Metodologi Penulisan


Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini, metode yang digunakan
untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Metode ini dilaksanakan dengan mengkaji literature dari berbagai buku
dan situs-situs internet yang berkaitan dengan laporan kerja praktek ini.
2. Observasi
Metode ini pelaksanaannya melalui tinjauan langsung ke lapangan untuk
melihat hal-hal yang berhubungan mengenai pengukuran beban gardu
distribusi pada PT.PLN Unit Layanan Pelanggan Kenten.
3. Wawancara
Melakukan tanya jawab secara langsung mengenai permasalahan yang
akan dibahas kepada pembimbing di lapangan dan kepada pembimbing
laporan kerja praktek di Politeknik Negeri Sriwijaya.
4

1.6 Sistematika Penulisan


Tujuan dari sistematika penulisan ini adalah untuk mempermudah dalam
pembahasan masalah dan memahami isi laporan kerja praktek ini secara
keseluruhan. Adapun sistematika penulisan laporan akhir ini adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Penjelasan mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, metode penulisan, pembatasan masalah, dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini Penulis akan memaparkan teori-teori dasar dan teori
penunjang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


Bab ini berisi tentang keadaan umum serta prosedur yang digunakan
dalam proses pengambilan dan pengolahan data.

BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini memberikan penjelasan prosedur pengukuran beban, keadaan
pembebanan transformator setelah dilakukan pengukuran beban, serta
solusi atau upaya yang dilakukan terhadap permasalahan yang timbul
setelah dilakukannya pengukuran beban.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran mengenai pokok-pokok
penting yang diperoleh dalam penyusunan laporan kerja praktek
BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Singkat PT. PLN (Persero) di Indonesia


Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19,
ketika beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk
keperluan sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk
kepentingan umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda, yaitu NV. NIGM
yang memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik.
Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik
tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17
Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-
pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah
Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno
membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga
listrikhanya sebesar 157,5 MW saja.
Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi
BPUPLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di
bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan
dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang
mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas.

2.2 Sejarah Berdirinya PT. PLN (Persero) dari Beberapa Periode


2.2.1 Periode Tahun 1924 s/d 1942
Pada tahun 1942 telah berdiri perusahaan swasta Belanda yang
mengelolah kelistrikan di kota Palembang yaitu : NV NIGEM yang memiliki
mesin pembangkit tenaga merek Sulzer sebanyak dua unit dan mesin pembangkit
ini mulai di operasikan pada tahun 1927. Perusahaan ini mempunyai anak
perusahaan di Tanjung Karang yang berdiri pada tahun 1927 dan mulai
dioperasikan tahun 1929.

5
6

Mesin pembangkit tenaga listrik yang dimiliki adalah SLM


WINTHERTOUR 4 DN sebanyak dua unit dengan daya 180 kW kemudian
ditambah dengan mesin 6 DN daya 400 kW yang mulai beroperasi tahun 1939,
lalu tahun 1931, Muara Enim tahun 1931, Baturaja dan Bengkulu tahun 1931.
Sebelum pecah perang dunia II NV.NIGEM berubah nama menjadi NV.
Overzeeche Gas EN Electriciteits Maatschapij yang disingkat NV.OGEM. Daerah
kerjanya tidak berubah (pusat perusahaannya berada di Amsterdam Belanda).

2.2.2 Periode Tahun 1942 s/d 1945


Pada masa pecahnya perang dunia II, dimana tentara Jepang banyak
mendapatkan kemenangan dalam perang di Asia termasuk Indonesia. Dengan
demikian perusahaan listrik di Palembang di kuasai pula oleh Jepang dan diberi
nama Denky Kyoky. Tapi Denky Kyoky tidak bertahan lama sebab Jepang
menyerah pada sekutu.
Selama dikuasai Jepang kelistrikan di Palembang tidak mengalami
perkembangan kecuali Tanjung Karang di mana sentral pembangkit listrik yang
diledakkan Belanda dapat diperbaiki oleh Jepang. Belanda kembali masuk ke
Indonesia dan perusahaan listrik Denky Kyoky diserahkan pada Belanda dengan
nama NV.OGEM

2.2.3 Periode Tahun 1945 s/d 1959


Setelah Indonesia merdeka dan berdaulat penuh sejak tanggal 17 Agustus
1945 Belanda masih menguasai dan mengelola perusahaan listrik (NV OGEM).
Pada tahun 1958 tanggal 27 Desember 1958 tentang nasionalisasi perusahaan
milik Belanda termasuk NV. OGEM diambil alih oleh Republik Indonesia yang
dikelola oleh P3LG (Pemerintahan Indonesia dan Langsung dibawah Pengawasan
Listrik dan Gas) Sumatera Selatan yang diatur dalam PP No. 16 tahun 1959
kemudian dialihkan di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga
(DPUT). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga
nomor : Ment. I/U/24 tanggal 16 Juni 1959 Listrik dikelola oleh Perusahaan
Listrik Negara Djakarta (PLND).
7

2.2.4 Periode Tahun 1960 s/d 1972


Setelah terbit keputusan Menteri PUT No Menteri 16/4/10 tanggal 6 juni
1960 maka terbentuknya struktur organisasi perusahaan umum listrik Negara
Ekspolitas yang meliputi daerah kerja Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, dan
Riau.
Berdasarkan surat keputusan Menteri pekerja umum pada tahun 1965
diadakan perubahan daerah kerja PLN Eksploitasi II yaitu meliputi Sumatra
Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Jambi sedangkan Riau diserahkan kepada PLN
eksplotasi XIV yang berdukungan di barat listrik di daerah jambi setelah di
nasionalkan dikelolah oleh kota Pradja Jambi.
Pada tahun 1972 Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Peraturan
Pemerintah Nomor 18 tahun 1972 yang menegaskan nama perusahaan nama
perusahaan listrik menjadi Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN) yang masih
di bawah naungan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga. Sehubungan PP No.
18/1972 diadakan perubahan suasana kerja di mana PLN Exploitasi II diubah
menjadi PLN Exploitasi IV dengan wilayah kerja yang sama.

2.2.5 Periode Tahun 1975 s/d 1994


Nama PLN Ekspolitasi IV ini pun tidak bertahan lama dengan
diterbitkannya, peraturan Menteri pekerjaan umum dan Negara No. 13/PRT/1975
tanggal 19 Desember 1975 merubah PLN Exploitasi IV menjadi PLN wilayah IV
dengan wiliyah kerja meliputi Sumatra Selatan, Lampung, Bengkulu, dan Jambi
dengan kantor wiliyah berkedudukan di Palembang dan satuan kerjanya yang
terdiri dari :
PT. PLN (Persero) wilayah IV cabang Palembang, PT. PLN (Persero)
wiliyah IV cabang Tanjung Karang, PT. PLN (Persero) wiliyah IV cabang Jambi,
PT. PLN (Persero) wiliyah IV cabang Bengkulu, PT. PLN (Persero) cabang
Lahat, PT. PLN (Persero) cabang Tanjung Pandang, PT. PLN (Persero) cabang
Bangka.
8

2.2.6 Periode Tahun 1996 s/d 2000


Berdasarkan keputusan direksi PT. PLN (Persero) No. 079
K/023/DIR/1996 tentang organisasi dan tata kerja PT. PLN (Persero)
Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera bagian Selatan bahwa sebagai tindak
lanjut keputusan direksi di PT. PLN (Persero) No 022.K.023/DIR/1995, tentang
organisasi dan tata kerja perusahaan perseroan PT. PLN (Persero) maka
dipandang perlu membentuk peorganisasian.
Bahwa di dalam rangka ektifitas dan efiensi perusahaan perlu
membentuk Pembangkitan dan Penyaluran Sumatera bagian Selatan kepada PT.
PLN (Persero). Pembentukan Pembangkitan dan Penyaluran bagian Selatan
ditetapkan sebagaimana telah diputuskan dengan surat keputusan diatas yang
memutuskan, membentuk Pembangkitan dan Penyaluran bagian Selatan
dilingkungan PT. PLN (Persero).
Berdasarkan surat keputusan direksi PT. PLN (Persero) No.
022.K.023/95 maka PT. PLN Wilayah IV dibagi atas :
1. PT. PLN Wilayah IV Keremasan
2. PT. PLN Wilayah IV Unit Pengatur Beban
3. PT. PLN Wilayah IV Sektor Bukit Asam
4. PT. PLN Wilayah IV Sektor Bandar Lampung
5. PT. PLN Wilayah IV Pembangkit dan Penyaluran Sumatera Selatan

2.2.7 Periode Tahun 2000 s/d 2019


Setelah menjadi PT. PLN Wilayah IV ubah nama menjadi PT. PLN
(Persero) wil.UB-SJB21, namun unit bisnis ini tetap membawahi tujuh cabang
unit sebelumnya. Pada tahun 2002, berdasarkan surat keputusan direksi No.
08/010/DIR/2002 hal perubahan pengoperasian Unit bisnis dilingkungan PT. PLN
(Persero) bahwa dengan telah dibentuknya Unit Bisnis di lingkungan PT. PLN
(Persero).
Pada keputusan ini, PT. PLN (Persero) Unit Bisnis Sumatera Selatan,
Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung (UB-SJB21) berubah nama
menjadi PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu
9

(WS2JB). Meliputi empat cabang yaitu : cabang Palembang, cabang Jambi,


cabang Bengkulu, cabang Lahat. PT. PLN (Persero) WS2JB Cabang Palembang
terdiri dari enam Unit Layanan Pelanggan (ULP):
1. ULP Ampera
2. ULP Rivai
3. ULP Mariana
4. ULP Pangkalan Balai
5. ULP Kenten
6. ULP Sukarami

2.3 Visi, Misi, dan Motto Perusahaan PT.PLN (Persero)


2.3.1 Visi PLN
Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuhkembang, unggul
dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.

2.3.2 Misi PLN


1. Menjalankan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi
pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.
2. Menjadikan tenaga listrik sebagai media meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
3. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi.
4. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.

2.3.3 Motto PLN


Electricity For a Better Life (Listrik Untuk Kehidupan yang Lebih Baik).
10

2.4 Bentuk Logo PT. PLN (Persero)

Gambar 2.1. Logo PT. PLN (Persero)

2.5 Arti Gambar dan Warna Lambang


2.5.1 Gambar Lambang
Gambar lambang dapat diartikan sebagai berikut :
1. Petir atau kilat melambangkan tenaga listrik yang terkandung
didalamnya.
2. Lambang gelombang dipergunakan dalam lambang perusahaan umum
listrik negara karena segala macam tenaga dapat dinyatakan dalam
bentuk gelombang (cahaya, listrik, akustik, dan lain-lain). Kegiatan
perusahaan umum listrik negara antara lain mencakup konversi segala
macam tenaga (energi) menjadi tenaga listrik.
3. Tiga buah gelombang sejajar diartikan, tiga sikap karyawan perusahaan
umum listrik negara dalam menjalankan tugas negara : bekerja keras,
bergrak cepat, dan bertindak cepat. Arti kata yang lain adalah bahwa
pelaksanaan tugas perusahaan umum listrik negara harus serempak dalam
tiga bidang : pembangkitan, penyaluran, dan distribusi tenaga listrik.
11

2.5.2 Warna Lambang


Warna lambang dapat diartikan sebagai berikut :
1. Warna kuning keemasan melambangkan Keagungan Tuhan Yang Maha
Esa serta agungnya kewajiban perusahaan umum listrik negara.
2. Warna merah darah melambangkan keberanian dan dinamika dalam
melaksanakan tugas untuk mencapai sasaran pembangunan.
3. Warna biru melambangkan kesetiaan dan pengabdian pada tugas untuk
menuju dan mencapai kemakmuran serta kesejahteraan rakyat Indonesia
seperti dinyatakan dalam peraturan pemerintahan No. 10 Tahun 1992.

2.6 Maksud dan Tujuan didirikannya PT. PLN (Persero) WS2JB (Wilayah
Sumatera Selatan Jambi dan Bengkulu)
Maksud dan Tujuan didirikannya Perusahaan PT. PLN (Persero) adalah
sebagai berikut :
1. Menyediakan tenaga listrik bagi kehidupan umum dan sekaligus
memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
2. Mengusahakan penyediaan tenaga listrik dalam jumlah dan mutu yang
memadai dengan tujuan untuk :
a. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan
merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
b. Mengusahakan keuntungan agar dapat membiayai pengembangan
penyediaan tenaga listrik untuk melayani kebutuhan masyarakat.
3. Merintis kegiatan-kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik.
4. Menyelenggarakan usaha-usaha lain yang menunjang usaha penyediaan
tenaga listrik sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

2.7 Struktur Organisasi dalam PT. PLN (Persero)


Strukur organisasi pada PT.PLN (Persero) WS2JB Cabang Palembang
Unit Layanan Pelanggan (ULP) Kenten dapat dilihat pada gambar 2.2. Adapun
bagian dari susunan organisasi PT. PLN (Persero) WS2JB Cabang Palembang
dibuat fungsi dari setiap jabatan :
12

1. Manager ULP
Bertugas merumuskan sasaran, mengkoordinasikan dan
mengendalikan kegiatan pelayanan pendistribusian, dan pemasaran
tenaga listrik berikut pembangunannya serta mengkoordinasikan sasaran
dari bagian komersial, keuangan serta SDM & ADM sesuai dengan
kebijakan atau kebijaksanaan PLN serta mambawahi Unit Layanan
Pelanggan.

2. Asisten Manager
a. Asisten Manager Distribusi, membawahi :
1) Ahli Teknik Muda Perencanaan Distribusi
2) Ahli Teknik Muda Konstruksi Distribusi
3) Supervisor Operasi Distribusi
4) Supervisor Pemeliharaan Distribusi
b. Asisten Manager Pemasaran, membawahi :
1) Ahli Teknik Muda Riset Pasar
2) Ahli Teknik Muda Kebutuhan Tenaga Listrik
c. Asisten Manager Komersial, membawahi :
1) Ahli Teknik Muda Pelayanan Pelanggan
2) Ahli Teknik Muda Cater
3) Ahli Teknik Muda Penagihan
4) Supervisor Cater
5) Supervisor TU Lapangan
6) Supervisor Sistem Informasi
d. Asisten Manager Keuangan, membawahi :
1) Supervisor Pengendalian Anggaran dan Keuangan
2) Supervisor Pengendalian Pendapatan
3) Supervisor Akuntansi
e. Asisten Manager SDM & ADM, membawahi :
1) Ahli Teknik Muda Komunikasi
2) Ahli Teknik Muda Hukum
13

3) Supervisor SDM
4) Supervisor Sekretariat
5) Supervisor Perbekalan
f. Asisten Manager Proteksi dan Pengukuran, membawahi :
1) Ahli Teknik Muda Rele dan Proteksi
2) Ahli Teknik Muda Tera
3) Supervisor Perakitan Alat Pengukur dan Pembatas (APP)
4) Supervisor Automatic Meter Reading (AMR)
5) Supervisor Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL)

2.8 Pembagian Tugas Asisten Manager Distribusi


Mempunyai tugas pokok mengkoordinir, memberi petunjuk dan
mengarahkan bawahan di lingkungan distribusi.
1. Ahli Teknik Muda Perencanaan Distribusi
Mempunyai tugas pokok mengatur penyusunan rencana kerja,
pemeliharaan dan pemantauan, memperbaharui data atau informasi
jaringan distribusi sehingga dapat menunjang target atau sasaran yang
telah ditetapkan.
2. Ahli Teknik Muda Konstruksi Distribusi
Mempunyai tugas pokok untuk mengkoordinir, memberi petunjuk
dan mengarahkan bawahannya di lingkungan konstruksi distribusi serta
melakukan perluasan konstruksi jaringan guna meningkatkan keandalan
sistem yang berkaitan dengan kontinuitas penyaluran tenaga listrik
kepada pelanggan.
3. Supervisor Operasi Distribusi
Mempunyai tugas pokok untuk mengatur dan mengarahkan
pelaksanaan manuver jaringan yang berkaitan dengan pemasangan gardu,
modifikasi dan perluasan jaringan agar keandalan pendistribusian tenaga
listrik dapat tetap terjaga.
14

4. Supervisor Pemeliharaan Distribusi


Mempunyai tugas pokok untuk menyusun rencana kegiatan,
membagi tugas membimbing bawahan, mengevaluasi hasil kerja
bawahan serta melakukan pemeliharaan dan perbaikan gangguan jaringan
distribusi guna meningkatkan kontinuitas dan keandalan jaringan.

2.9 Struktur Organisasi

MANAGER
ALMON ROSYADI
8810962Z

Spv. TE Spv. PA
Spv. TEKNIK Spv. K3
IMAN ASWILTON ISWENI DAHLIA
HENDRA SARI ISLAMIC RANI
7704028B
MANJAYA 8509001B 7704005B
850700ZB

STAFF
STAFF
M.ROFIUL
SITI QURYATINA
ARDZANI
STAFF 8104040B
94162845ZY
M.SUPRIATNA
9617083SEY
STAFF
STAFF
SRI WAHYUNI
TRIANI
NURJANAH 7094104B
9386161956ZY

STAFF
STAFF
DINIKASARI
TRI
SAWALIYANTI 8709067B
8408524Z

STAFF
NILAWATI
7094115B

STAFF
FITRI RAHAYU
8710020B

STAFF
VIRA SILVIA
9109061B

Gambar 2.2 Struktur Organisasi PT. PLN (Persero) Unit Layanan Kenten
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik


Sistem distribusi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik. Sistem
distribusi ini berguna untuk menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya listrik
besar (bulk power source) sampai ke konsumen. Tenaga listrik yang dihasilkan
oleh pembangkit tenaga listrik besar dengan tegangan dari 6,3 kV sampai 23
kV dinaikan tegangannya oleh Gardu Induk (GI) dengan transformator penaik
tegangan menjadi 70 kV, 150 kV, 275 kV atau 500 kV kemudian disalurkan
melalui saluran transmisi.
Tujuan menaikkan tegangan ialah untuk memperkecil kerugian daya
listrik pada saluran transmisi, dimana dalam hal ini kerugian daya adalah
sebanding dengan kuadrat arus yang mengalir (I2.R). Dengan daya yang sama
bila nilai tegangannya diperbesar, maka arus yang mengalir semakin kecil
sehingga kerugian daya juga akan kecil pula.
Dari saluran transmisi, tegangan diturunkan lagi menjadi 20 kV
dengan transformator penurun tegangan pada gardu induk distribusi, kemudian
dengan sistem tegangan tersebut penyaluran tenaga listrik dilakukan oleh
saluran distribusi primer. Dari saluran distribusi primer inilah gardu-gardu
distribusi mengambil tegangan untuk diturunkan tegangannya dengan trafo
distribusi menjadi sistem tegangan rendah, yaitu 220/380 Volt. Selanjutnya
disalurkan oleh saluran distribusi sekunder ke pelanggan konsumen.
Pada sistem penyaluran daya jarak jauh, selalu digunakan tegangan
setinggi mungkin, dengan menggunakan transformator step-up. Nilai tegangan
yang sangat tinggi ini (HV,UHV,EHV) menimbulkan beberapa konsekuensi
antara lain: berbahaya bagi lingkungan dan mahalnya harga perlengkapan-
perlengkapannya, selain itu juga tidak cocok dengan nilai tegangan yang
dibutuhkan pada sisi beban. Maka, pada daerah-daerah pusat beban tegangan
saluran yang tinggi ini diturunkan kembali dengan menggunakan transformator

15
16

step-down. Akibatnya, bila ditinjau nilai tegangannya, maka mulai dari titik
sumber hingga di titik beban, terdapat bagian-bagian saluran yang memiliki
nilai tegangan berbeda-beda.

Gambar 3.1 Pengelompokkan Tegangan Sistem Tenaga Listrik

3.2 Jaringan Distribusi


Jaringan distribusi terdiri atas dua bagian, yang pertama adalah
jaringan tegangan menengah/primer (JTM), yang menyalurkan daya listrik dari
gardu induk subtransmisi ke gardu distribusi, jaringan distribusi primer
menggunakan tiga kawat atau empat kawat untuk tiga fasa. Jaringan yang
kedua adalah jaringan tegangan rendah (JTR), yang menyalurkan daya listrik
17

dari gardu distribusi ke konsumen, dimana sebelumnya tegangan tersebut


ditransformasikan oleh transformator distribusi dari 20 kV menjadi 380/220
Volt, jaringan ini dikenal pula dengan jaringan distribusi sekunder.
Jaringan distribusi sekunder terletak antara transformator distribusi
dan sambungan pelayanan (beban) menggunakan penghantar udara terbuka
atau kabel dengan sistem tiga fasa empat kawat (tiga kawat fasa dan satu kawat
netral). Dapat kita lihat gambar dibawah proses penyedian tenaga listrik bagi
para konsumen.
Gardu Induk Transmisi

Interkoneksi 150 kV

Transmisi 70 kV

Distribusi Primer 20 kV

Jaringan Distribusi Sekunder


380/220 V

Gambar 3.2 Diagram Sistem Jaringan Distribusi Tenaga Listrik

3.2.1 Jaringan Sistem Distribusi Primer


Sistem distribusi primer digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik
dari gardu induk distribusi ke pusat beban. Sistem ini dapat menggunakan
saluran udara, kabel udara, maupun kabel tanah sesuai dengan tingkat
keandalan yang diinginkan dan kondisi serta situasi lingkungan. Saluran
distribusi ini direntangkan sepanjang daerah yang akan di suplay tenaga listrik
sampai ke pusat beban. Berikut adalah gambar bagian-bagian distribusi primer
secara umum.
18

1. Transformator
Daya

2. Pemutus
Tegangan
3. Penghantar
4. Busbar

5. Gardu
Hubung

6. Gardu
Distribusi

Gambar 3.3 Bagian-bagian Sistem Distribusi Primer

Bagian-bagian sistem distribusi primer terdiri dari :


1. Transformator daya, berfungsi untuk menurunkan tegangan dari
tegangan tinggi ke tegangan menegah atau sebaliknya.
2. Pemutus tenaga, berfungsi sebagai pengaman yaitu pemutus daya
3. Penghantar, berfungsi sebagai penghubung daya
4. Busbar, berfungsi sebagai titik pertemuan / hubungan antara trafo daya
dengan peralatan lainnya
5. Gardu hubung, berfungsi menyalurkan daya ke gardu-gardu distribusi
tanpa mengubah tegangan.
6. Gardu distribusi, berfungsi untuk menurunkan tegangan menengah
menjadi tegangan rendah.

3.2.2 Jaringan Distribusi Primer Menurut Susunan Rangkaian


Menurut susunan rangkaian, jaringan distribusi primer dikelompokkan
menjadi 5 model, yaitu jaringan radial, jaringan hantaran penghubung, jaringan
lingkaran, jaringan spindel dan sistem gugus atau kluster.
19

1. Jaringan Radial
Sistem distribusi dengan pola radial ditunjukkan pada gambar 3.4
merupakan sistem jaringan distribusi yang paling sederhana dan ekonomis. Pada
sistem jaringan radial terdapat beberapa penyulang yang dapat menyuplai
beberapa gardu distribusi secara radial.
Trafo Distribusi

Trafo Distribusi

Gardu Induk

PMT 150 kV PMT 20 kV PMT 20 kV

Trafo Distribusi
Busbar
Busbar 150 kV Busbar 150 kV

Trafo Distribusi

Gambar 3.4 Skema Saluran Sistem Radial

Keuntungan dari sistem jaringan ini yaitu sistem ini tidak rumit dan lebih
murah dibandingkan dengan sistem yang lain. Sedangkan kerugiannya yaitu
keandalan dari sistem jaringan radial lebih rendah dibanding dengan sistem
lainnya. Kurangnya keandalan tersebut disebabkan karena hanya terdapat satu
jalur utama yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila terjadi gangguan
pada jalur utama tersebut, maka seluruh gardu akan ikut padam. Selain itu, mutu
tegangan pada gardu distribusi yang paling ujung kurang baik, hal ini dikarenakan
pada ujung saluran terjadi jatuh tegangan yang besar.

2. Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line)


Sistem distribusi jaringan hantaran penghubung (Tie Line) ditunjukkan
seperti gambar 3.5 digunakan untuk pelanggan premium atau pelanggan penting
yang tidak boleh padam seperti Rumah Sakit, Bandar Udara, dan lain-lain. Sistem
distribusi ini memiliki dua penyulang sekaligus dengan setiap penyulang langsung
terkoneksi ke gardu pelanggan khusus. Sehingga apabila terjadi gangguan pada
salah satu penyulang maka pasokan listrik akan di pindah ke penyulang lain.
20

Pemutus Pemutus
Tenaga Tenaga

Gardu Konsumen
Gardu Induk PMT 20 kV PMT 20 kV

(Khusus)
Penyulang
PMT 150 kV PMT 20 kV

Busbar 150 kV

Busbar 20 kV Busbar 20 kV

Gambar 3.5 Skema Saluran Tie Line

3. Jaringan Loop
Sistem distribusi jaringan loop seperti ditunjukkan pada gambar 3.6
merupakan jaringan distribusi primer, gabungan dari dua tipe jaringan radial
dimana ujung kedua jaringan dipasang PMT. Pada keadaan normal tipe ini bekerja
secara radial dan pada saat terjadi gangguan PMT dapat dioperasikan sehingga
gangguan dapat terlokalisir. Tipe ini lebih handal dalam penyaluran tenaga listrik
dibandingkan tipe radial namun biaya investasinya lebih mahal.

Trafo Distribusi Trafo Distribusi

PMT 20 kV
Pemutus Beban

Gardu Induk

Trafo Distribusi
PMT 150 kV PMT 20 kV
Saklar Seksi Otomatis

Busbar 150 kV
PMT 20 kV
Busbar 20 kV Busbar 20 kV
Trafo Distribusi

Gambar 3.6 Skema Saluran Sistem Loop

4. Jaringan Spindel
Sistem spindel seperti ditunjukkan pada gambar 3.7 merupakan
kombinasi antara jaringan radial dengan jaringan rangkaian terbuka (open loop).
Sistem jaringan spindle terdiri dari beberapa penyulang dengan sumber tegangan
yang berasal dari gardu induk distribusi dan kemudian disalurkan pada sebuah
gardu hubung. Pada sebuah spindle terdiri dari beberapa penyulang aktif sehingga
apabila salah satu penyulang terganggu, maka dengan segera dapat digantikan
21

oleh penyulang lain. Dengan demikian kontinuitas penyaluran daya sangat


terjamin. Pada bagian tengah penyulang dipasang gardu tengah yang berfungsi
sebagai titik manufer ketika terjadi gangguan pada jaringan tersebut.
Trafo Distribusi
Busbar 20 kV Busbar 20 kV
Busbar 150 kV

Gardu Hubung
Gardu Induk
PMT 20 kV
Penyulang langsung

PMT 150 kV PMT 20 kV

Pemutus
Beban

Gambar 3.7 Skema Saluran Sistem Spindel

5. Sistem Cluster
Sistem cluster seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.8 memiliki
kemiripan dengan sistem spindle. Akan tetapi pada sistem cluster tidak digunakan
gardu hubung, sehingga express feeder dari gardu hubung ke tiap jaringan.
Express feeder ini berguna sebagai titik manufer ketika terjadi gangguan pada
salah satu bagian jaringan.
Trafo Distribusi
Busbar 20 kV
Busbar 150 kV
PMT 20 kV
Trafo Distribusi

Gardu Induk
Trafo Distribusi

PMT 150 kV PMT 20 kV

Pemutus
Beban

Gambar 3.8 Skema Saluran Sistem Cluster


22

3.2.3 Jaringan Sistem Distribusi Sekunder


Sistem distribusi sekunder seperti pada gambar 3.9 merupakan salah
satu bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai pada
pemakai akhir atau konsumen.
Jaringan Tegangan Menengah

Gardu Induk
Sekering TM

Trafo Distribusi

Saklar TR

Rel TR

Sekering TR
Jaringan Tegangan Rendah

Gardu Disstribusi Tiang

Sambungan
Rumah Pelanggan

Gambar 3.9 Hubungan Tegangan Menengah ke Tegangan Rendah dari


Konsumen

Sistem distribusi sekunder digunakan untuk menyalurkan tenaga listrik


dari gardu distribusi ke beban-beban yang ada di konsumen. Pada sistem
distribusi sekunder bentuk saluran yang paling banyak digunakan ialah sistem
radial. Sistem ini dapat menggunakan kabel yang berisolasi maupun konduktor
tanpa isolasi.
Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang
langsung berhubungan dengan konsumen, jadi sistem ini berfungsi menerima
daya listrik dari sumber daya (trafo distribusi), juga akan mengirimkan serta
mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. mengingat bagian ini
berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik selayaknya
harus sangat diperhatikan.
23

Sistem penyaluran daya listrik pada Jaringan Tegangan Rendah dapat


dibedakan menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) Jenis penghantar yang
dipakai adalah kabel telanjang (tanpa isolasi) seperti kabel AAAC,
kabel ACSR.
2. Saluran Kabel Udara Tegangan Rendah (SKUTR) Jenis penghantar
yang dipakai adalah kabel berisolasi seperti kabel LVTC (Low Voltage
Twisted Cable).ukuran kabel LVTC adalah : 2x10mm2, 2x16mm2,
4x25mm2, 3x 35mm2, 3x50mm2, 3x70mm2.

Menurut SPLN No.3 Tahun 1987, jaringan tegangan rendah adalah


jaringan tegangan rendah yang mencakup seluruh bagian jaringan beserta
perlengkapannya, dari sumber penyaluran tegangan rendah sampai dengan alat
pembatas/pengukur. Sedangkan STR (Saluran Tegangan Rendah) ialah bagian
JTR tidak termasuk sambungan pelayanan (bagian yang menghubungkan STR
dengan alat pembatas/pengukur).

3.3 Gardu Distribusi


Gardu Distribusi tenaga listrik adalah suatu bangunan gardu listrik
berisi atau terdiri dari instalasi Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan
Menengah (PHB-TM), Transformator Distribusi (TD) dan Perlengkapan
Hubung Bagi Tegangan Rendah (PHB-TR) untuk memasok kebutuhan tenaga
listrik bagi para pelanggan baik dengan Tegangan Menengah (TM 20 kV)
maupun Tegangan Rendah (TR 220/380V).
Konstruksi Gardu distribusi dirancang berdasarkan optimalisasi biaya
terhadap maksud dan tujuan penggunaannya yang kadang kala harus
disesuaikan dengan peraturan Pemerintah daerah(Pemda) setempat. Secara
garis besar gardu distribusi dibedakan atas :
5. Jenis Pemasangannya :
a. Gardu pasangan luar : Gardu Portal, Gardu Cantol
b. Gardu pasangan dalam : Gardu Beton, Gardu Kios
24

6. Jenis Konstruksinya :
a. Gardu Beton (bangunan sipil : batu, beton)
b. Gardu Tiang : Gardu Portal dan Gardu Cantol
c. Gardu Kios
7. Jenis Penggunaannya :
a. Gardu Pelanggan Umum
b. Gardu Pelanggan Khusus
Khusus pengertian Gardu Hubung adalah gardu yang ditujukan untuk
memudahkan manuver pembebanan dari satu penyulang ke penyulang lain
yang dapat dilengkapi/tidak dilengkapi RTU (Remote Terminal Unit). Untuk
fasilitas ini lazimnya dilengkapi fasilitas DC Supply dari Trafo Distribusi
pemakaian sendiri atau Trafo distribusi untuk umum yang diletakkan dalam
satu kesatuan.

3.3.1 Jenis Gardu Pemasangan Luar


1. Gardu Portal
Gardu portal adalah gardu trafo yang secara keseluruhan instalasinya
dipasang pada 2 buah tiang atau lebih. Gardu Portal merupakan salah satu dari
Jenis Konrtuksi Gardu Tiang, yaitu gardu distribusi tenaga listrik tipe terbuka
(Out-door ), dengan peralatan pengaman, Fuse Cut-Out (FCO) sebagai pengaman
hubung singkat transformator dengan elemen pelebur (pengaman lebur link type
expulsion) dan Lightning Arrester (LA) sebagai sarana pencegah naiknya
tegangan pada transformator akibat surja petir.

Untuk Gardu Tiang pada sistem jaringan lingkaran terbuka (open-loop),


seperti pada sistem distribusi dengan saluran kabel bawah tanah, konfigurasi
peralatan adalah p section dimana transformator distribusi dapat di catu dari arah
berbeda yaitu posisi Incoming – Outgoing atau dapat sebaliknya.
Guna mengatasi faktor keterbatasan ruang pada Gardu Portal, maka
digunakan konfigurasi switching/proteksi yang sudah terakit ringkas sebagai
RMU (Ring Main Unit). Peralatan switching incoming-outgoing berupa Pemutus
25

Beban atau LBS (Load Break Switch) atau Pemutus Beban Otomatis (PBO) atau
CB (Circuit Breaker) yang bekerja secara manual (atau digerakkan dengan remote
control).
Fault Indicator (dalam hal ini PMFD : Pole Mounted Fault Detector)
perlu dipasang pada section jaringan dan percabangan untuk memudahkan
pencarian titik gangguan, sehingga jaringan yang tidak mengalami gangguan
dapat dipulihkan lebih cepat.

Gambar 3.10 Gardu Portal

2. Gardu Cantol
Pada Gardu Distribusi tipe cantol, transformator yang terpasang adalah
transformator dengan daya = 100 kVA Fase 3 atau Fase 1. Transformator
terpasang adalah jenis CSP (Completely Self Protected Transformer) yaitu
peralatan switching dan proteksinya sudah terpasang lengkap dalam tangki
transformator.
Perlengkapan perlindungan transformator tambahan LA (Lightning
Arrester) dipasang terpisah dengan Penghantar pembumiannya yang dihubung
langsung dengan badan transformator. Perlengkapan Hubung Bagi Tegangan
26

Rendah (PHB-TR) maksimum 2 jurusan dengan saklar pemisah pada sisi masuk
dan pengaman lebur (type NH, NT) sebagai pengaman jurusan. Semua Bagian
Konduktif Terbuka (BKT) dan Bagian Konduktif Ekstra (BKE) dihubungkan
dengan pembumian sisi Tegangan Rendah.

Gambar 3.11 Gardu Tipe Cantol

3.3.2 Peralatan Yang Digunakan Pada Gardu Distribusi


Secara umum komponen utama Gardu Distribusi adalah sebagai
berikut :
1. Transformator berfungsi sebagai transformator daya merubah
2. tegangan menengah (20 kV) menjadi tegangan rendah (380/200) Volt.
3. Fuse Cut Out (CO) sebagai pengaman penyulang, bila terjadi
gangguan di gardu (transformator) dan melokalisir gangguan di
transformator agar peralatan tersebut tidak rusak. CO di pasang pada sisi
tegangan menengah (20 kV).
4. Arrester sebagai pengaman transformator terhadap tegangan lebih
yang disebabkan oleh sambaran petir dan switching (SPLN
se.002/PST/73).
5. NH Fuse sebagai pengaman transformator terhadap arus lebih yang
27

terpasang di sisi tegangan rendah (220 Volt), untuk melindungi


transformator terhadap gangguan arus lebih yang disebabkan karena
hubung singkat dijaringan tegangan rendah maupun karena beban lebih.
6. Grounding Arrester untuk menyalurkan arus ke tanah yang
disebabkan oleh tegangan lebih karena sambaran petir dan switching.
7. Grounding Transformator untuk menghindari terjadi tegangan lebih pada
fasa yang sehat bila terjadi gangguan satu fasa ke tanah maupun yang
disebutkan oleh beban tidak seimbang.
8. Grounding LV Panel sebagai pengaman bila terjadi arus bocor yang
mengalir di LV panel.

3.4 Transformator
Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan
mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik
yang lain dengan frekuensi yang sama, melalui suatu gandengan magnet dan
berdasarkan prinsip induksi elektromagnet. Secara konstruksinya transformator
terdiri atas dua kumparan yaitu primer dan sekunder. Bila kumparan primer
dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik, maka fluks bolak-balik akan
terjadi pada kumparan sisi primer, kemudian fluks tersebut akan mengalir pada
inti transformator, dan selanjutnya fluks ini akan mengimbas pada kumparan yang
ada pada sisi sekunder yang mengakibatkan timbulnya fluks magnet di sisi
sekunder, sehingga pada sisi sekunder akan timbul tegangan.

Gambar 3.12 Fluks magnet transformator


28

Berdasarkan cara meililitkan kumparan pada inti, dikenal dua jenis


transformator, yaitu tipe inti (core type) dan tipe cangkang (shell type).

(a) (b)
Gambar 3.13 (a) Transformator tipe inti (b) Tipe cangkang

Pada transformator tipe inti, kumparan mengelilingi inti, dan pada umum
nya inti transformator L atau U. Peletakkan kumparan pada inti diatur secara
berhimpitan antara kumparan primer dengan sekunder. Dengan pertimbangan
kompleksitas cara isolasi tegangan pada kumparan, biasanya sisi kumparan tinggi
diletakkan di sebelah luar. Sedangkan pada transformator tipe cangkang,
kumparan dikelilingi oleh inti, dan pada umumnya intinya berbentuk huruf E dan
huruf I, atau huruf F.
Untuk membentuk sebuah transformator tipe inti maupun cangkang, inti
dari transformator yang berbentuk huruf tersebut disusun secara berlapis-lapis
(laminasi), jadi bukan berupa besi pejal. Tujuan utama penyusunan inti secara
berlapis. Ini adalah untuk mengurangi kerugian energi akibat “Eddy Current”
(arus pusar), dengan cara laminasi seperti ini maka ukuran jerat induksi yang
berakibat terjadinya rugi energi di dalam inti bisa dikurangi. Proses penyusunan
inti transformator biasanya dilakukan setelah proses pembuatan lilitan kumparan
transformator pada rangka (koker) selesai dilakukan.
29

3.5 PHB Sisi Tegangan Rendah (PHB - TR)


PHB-TR adalah suatu kombinasi dari satu atau lebih Perlengkapan
Hubung Bagii Tegangan Rendah dengan peralatan kontrol, peralatan ukur,
pengaman dan kendali yang saling berhubungan. Keseluruhannya dirakit lengkap
dengan sistem pengawatan dan mekanis pada bagian-bagian penyangganya.
Sesuai SPLN 118-3-1–1996,untuk pasangan dalam adalah jenis terbuka, PHB-TR
dipasang sekurang-kurangnya 1,2 meter dari permukaan tanah atau bebas banjir.

Gambar 3.14 PHB TR


Rak TR pasangan dalam untuk gardu distribusi beton. PHB jenis terbuka
adalah suatu rakitan PHB yang terdiri dari susunan penyangga peralatan proteksi
dan peralatan Hubung Bagi dengan seluruh bagian-bagian yang bertegangan,
terpasang tanpa isolasi. Jumlah jurusan per transformator atau gardu distribusi
sebanyak-banyaknya 8 jurusan, disesuaikan dengan besar daya transformator dan
Kemampuan Hantar Arus ( KHA ) Penghantar JTR yang digunakan. Pada PHB-
TR harus dicantumkan diagram satu garis, arus pengenal dan kendali serta nama
jurusan JTR. Sebagai peralatan sakelar utama saluran masuk PHB-TR,
dipasangkan Pemutus Beban (LBS) atau NFB (No Fused Breaker).
30

3.6 Beban
Beban merupakan tempat terjadinya suatu perubahan energi dari energi
listrik menjadi energi lainnya, seperti cahaya, panas, gerakan, magnet, dan
sebagainya, dengan kata lain beban merupakan suatu sirkuit akhir pemanfaatan
dari suatu jaringan tenaga listrik. Tetapi beban dapat pula berupa suatu sirkuit
yang bukan pemanfaatan akhir dari suatu jaringan tenaga listrik, tetapi berupa
jaringan listrik yang lebih kecil dan sederhana, seperti beban dari jaringan
tegangan tinggi adalah suatu gardu induk, dimana gardu induk belum berupa
sirkuit akhir dari pemanfaatan energy listrik. Sehingga harus dilayani oleh sumber
tenaga listrik tersebut untuk diubah menjadi bentuk energi lain. Pelayanan
terhadap beban haruslah terjamin kontinuitasnya untuk menjaga kehandalan dari
sistem tenaga listrik. Guna mencapai keadaan yang handal tersebut, suatu sistem
tenaga listrik haruslah dapat mengatasi semua gangguan yang terjadi tanpa
melakukan pemadaman terhadap bebannya.

3.6.1 Pengukuran Beban Pada Gardu Distribusi


Pengukuran adalah suatu pembandingan antara suatu besaran dengan
besaran lain yang sejenis secara eksperimen dan salah satu besaran dianggap
sebagai standar. Pembandingan juga terjadi pada pengukuran listrik, dalam
pembandingan ini digunakan suatu alat Bantu (alat ukur). Alat ukur ini sudah
dikalibrasi, sehingga dalam pengukuran listrikpun telah terjadi pembandingan.
Sebagai contoh pengukuran tegangan pada jaringan tenaga listrik dalam hal ini
tegangan yang akan diukur diperbandingkan dengan penunjukkan dari Voltmeter.
Pada pengukuran listrik dapat dibedakan dua hal, yaitu Pengukuran
besaran listrik, seperti arus (Ampere), tegangan (Volt), daya listrik (Watt), dll.
Sedangkan Pengukuran besaran nonlistrik, seperti suhu, luat cahaya, tekanan, dll.
Hal pertama yang perlu dperhatikan dalam melakukan pengukuran yaitu cara
pengukurannya. Cara dan pelaksanaan pengukuran itu dipilih sedemikian rupa
sehingga alat ukur yang ada dapat digunakan dan diperoleh hasil dengan ketelitian
seperti yang dikehendaki. Juga cara itu harus semudah mungkin, sehingga
diperoleh efisiensi setinggi-tingginya.
31

Jika cara pengukuran dan alatnya sudah ditentukan, penggunaannya


harus dengan baik pula. Setiap alat harus diketahui dan diyakini cara kerjanya.
Harus diketahui pula apakah alat-alat yang akan digunakan dalam keadaan baik
dan mempunyai klas ketelitian sesuai dengan keperluannya. Jadi jelas pada
pengukuran listrik ada tiga unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu cara
pengukuran, orang yang melakukan pengukuran, alat yang digunakan. Lalu, pada
pengukuran arus dan tegangan di sebuah transformator, pengukuran dapat
terlaksana dengan menggunakan langkah kerja yang tepat dan alat yang
digunakan adalah alat yang sesuai kebutuhan.

3.6.2 Alat Ukur Yang Digunakan


Tang Ampere atau dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan Clamp Meter
adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur arus listrik pada sebuah kabel
konduktor yang dialiri arus listrik dengan menggunakan dua rahang penjepitnya
(Clamp) tanpa harus memiliki kontak langsung dengan terminal listriknya.
Dengan demikian, kita tidak perlu mengganggu rangkaian listrik yang akan
diukur, cukup dengan ditempatkan pada sekeliling kabel listrik yang akan diukur.
Pada umumnya, Tang Ampere (Clamp Meter) yang terdapat di pasaran memiliki
fungsi sebagai Multimeter juga. Jadi selain terdapat dua rahang penjepit, Clamp
Meter juga memiliki dua probe yang dapat digunakan untuk mengukur Resistansi,
Tegangan AC, Tegangan DC dan bahkan ada model tertentu yang dapat
mengukur Frekuensi, Arus Listrik DC, Kapasitansi dan Suhu.
Pada dasarnya, Tang Ampere (Clamp Meter) menggunakan prinsip
induksi Magnetik untuk menghasilkan pengukuran non-kontak terhadap arus
listrik AC. Arus Listrik yang mengalir di kabel konduktor akan menghasilkan
Medan Magnet. Seperti yang diketahui bahwa, arus AC adalah arus dengan
polaritas yang bolak-balik, hal ini akan menyebabkan fluktuasi dinamis dalam
medan magnet yang sebanding dengan aliran arus listriknya. Sebuah
Transformator yang terdapat di dalam Clamp Meter/ Tang Ampere akan
merasakan fluktuasi magnet tersebut. Jika semakin besar daya pada beban.
Dengan kata lain semakin besar arus yang melewati penghantar semakin besar
32

pula medan listriknya yang kemudian mengkonversikannya menjadi nilai Ampere


(arus listrik) sehingga kita dapat membacanya di layar Clamp Meter.

Gambar 3.15 Tang Ampere

3.6.3 Pembebanan Transformator


Untuk menghitung arus beban penuh (full load) dapat menggunakan
rumus :
S
I= ............................................................................ (3.1)
√3 . V
Ket :
I = arus beban (A)
S = daya semu (VA)
V = tegangan phasa to phasa (V)

Menurut PT.PLN (Persero), transformator distribusi diusahakan agar


tidak dibebani lebih dari 80 % atau dibawah 40 %. Jika melebihi atau kurang dari
nilai tersebut transformator bisa dikatakan overload atau underload. Diusahakan
agar trafo tidak dibebani keluar dari range tersebut. Bila beban trafo terlalu besar
maka dilakukan penggantian trafo atau penyisipan trafo atau mutasi trafo. Rumus
berikut dapat digunakan untuk melihat besar kapasitas transformator yang ada.
33

(IR × VR−N ) + (IS × VS−N ) + (IT × VT−N )


kVA beban = ............................. (3.2)
1000
Ket :
IR = Arus pada fasa R
IS = Arus pada fasa S
IT = Arus pada fasa T
VR-N = Tegangan pada fasa R - Netral
VS-N = Tegangan pada fasa S – Netral
VT-N = Tegangan pada fasa T – Netral

𝑘𝑉𝐴 𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟


Persentase beban Transformator (%) = 𝑥 100 % ....... (3.3)
𝑘𝑉𝐴 𝑇𝑟𝑎𝑓𝑜

3.7 Langkah – langkah Meeting Gardu Distribusi


Pengukuran arus dan tegangan atau disebut meeting merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui besar arus dan tegangan pada setiap
jurusan di gardu distribusi.
Adapun hal – hal yang harus dipersiapkan serta diperhatikan dalam
melakukan pengukuran beban (meeting gardu) yaitu sebagai berikut :
a. Alat Kerja :
1. Tang Ampere
2. Alat Tulis

b. Peralatan K3/Alat Pelindung Diri :


1. Sarung Tangan 20 KV
2. Helm Pengaman
3. Sepatu Berisolasi 20 KV

c. Prosedur/Langkah Kerja :
1. Prosedur/langkah kerja penggunaan tang ampere untuk melakukan
pengukuran arus, yaitu sebagai berikut :
a. Posisikan switch pada posisi ampere (A).
34

b. Adjust tang ampere sehingga menunjukkan angka nol.


c. Pilih skala yang paling besar terlebih dahulu, bila hasil pengukuran
lebih kecil maka pindahkan ke skala yang lebih kecil untuk hasil
pengukuran yang lebih akurat.
d. Pilihlah jenis pengukuran arus AC.
e. Kalungkan tang ampere ke salah satu kabel, selanjutnya hasil
pengukuran akan terukur pada tampilan atau display alat ukur.
f. Geser atau tekan tombol hold untuk menahan hasil pengukuran
tersebut.
g. Matikan posisi hold untuk melakukan pengukuran kembali.

2. Prosedur/langkah kerja penggunaan tang ampere untuk melakukan


pengukuran tegangan, yaitu sebagai berikut :
a. Posisikan switch pada posisi volt (V).
b. Pilih skala yang paling besar terlebih dahulu, bila hasil pengukuran
lebih kecil maka pindahkan ke skala yang lebih kecil untuk hasil
pengukuran yang lebih akurat.
c. Pilihlah jenis pengukuran tegangan AC.
d. Pasang kabel untuk pengukuran tegangan, yang ujung kabelnya
dapat berupa jepitan, kabelnya berwarna merah dan hitam.
e. Hubungkan kabel penjepitnya di phasa yang diukur, misalnya
antara phasa R dan Netral (N), di phasa R kabel berwarna merah
dan kabel berwarna hitam di Netral.
f. Apabila telah dipasang hasil pengukuran akan segera terlihat.
g. Geser atau tekan tombol hold untuk menahan hasil pengukuran
tersebut.
h. Matikan posisi hold untuk melakukan pengukuran kembali.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Pembebanan Transformator Distribusi pada Penyulang Beo


4.1.1 Tabel Data Hasil Pengukuran Beban (Meeting Gardu) Penyulang Beo
Petugas : 1. Andi (Team 1)
2. Ahmad Muin (Team 1)
3. Yusmiansyah (Team 2)
4. Rudi (Team 2)
5. Mulyono (Team 3)
6. Muhammad Supriyatna (Team 3)
Tanggal Ukur : 16 Maret 2019
Jam Ukur : 18.30 – 20.40 WIB

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Arus Beban Puncak Gardu Distribusi
Pada Penyulang Beo
Daya Waktu Ukur Beban Malam
Nama Nominal
Team No Tanggal Pukul Jurusan R S T N
Gardu Trafo
(A) (A) (A) (A)
(kVA)
A 75 106 142 36
B 59 32 76 62
PB
1 400 16/03/2019 18 : 35 C 70 93 95 40
0154
D 53 75 25 38
Total (A) 257 306 338 176
1
A 0 33 41 40
B 123 124 160 33
PB
2 200 16/03/2019 18 : 45 C 17 36 11 44
0137
D 30 81 0 44
Total (A) 170 274 212 161

35
36

A 75 132 77 46
B 80 78 65 28
PB
3 160 16/03/2019 18 : 52 C 0 0 0 0
0142
D 0 0 0 0
Total (A) 155 210 142 74
A 5 4 4 5
B 67 144 95 71
PB
4 160 16/03/2019 19 : 02 C 0 0 0 0
0103
D 0 0 0 0
Total (A) 72 148 99 76
A 19 32 10 14
B 73 25 28 39
PB
5 160 16/03/2019 19 : 11 C 0 0 0 0
0940
D 0 0 0 0
Total (A) 92 57 38 53
A 10 19 12 16
B 90 104 113 34
PB
6 160 16/03/2019 19 : 20 C 0 0 0 0
0763
D 0 0 0 0
Total (A) 100 123 125 50
A 79 97 84 33
B 0 0 0 0
PB
7 100 16/03/2019 19 : 28 C 0 0 0 0
0945
D 0 0 0 0
Total (A) 79 97 84 33
A 92 84 90 34
PB B 10 3 26 21
8 250 16/03/2019 19 : 36
0115 C 53 42 24 29
D 0 0 0 0
37

Total (A) 155 129 140 84


A 32 6 35 21
B 78 98 63 30
PB
9 200 16/03/2019 19 : 50 C 0 0 0 0
0075
D 0 0 0 0
Total (A) 110 104 98 51
A 49 34 35 13
B 12 26 12 19
PB
10 100 16/03/2019 20 : 00 C 0 0 0 0
0674
D 0 0 0 0
Total (A) 61 60 47 32
A 85 135 140 57
B 69 96 70 44
PB
11 200 16/03/2019 18 : 40 C 0 0 0 0
0693
D 0 0 0 0
Total (A) 154 231 210 101
A 9 10 13 8
B 4 10 15 5
PB
12 200 16/03/2019 18 : 52 C 89 71 103 20
0265
D 70 79 133 48
2 Total (A) 172 170 264 81
A 112 80 33 59
B 0 0 0 0
PB
13 100 16/03/2019 19 : 02 C 0 0 0 0
0879
D 0 0 0 0
Total (A) 112 80 33 59
A 44 51 93 36
PB B 29 36 43 59
14 200 16/03/2019 19 : 15
0093 C 181 135 97 26
D 0 0 0 0
38

Total (A) 254 222 233 121


A 0 5 3 1
B 0 0 0 0
PB
15 50 16/03/2019 19 : 24 C 0 0 0 0
0773
D 0 0 0 0
Total (A) 0 5 3 1
A 88 49 103 48
B 92 131 69 57
PB
16 160 16/03/2019 19 : 32 C 64 106 49 52
0372
D 0 0 0 0
Total (A) 244 286 221 157
A 99 135 125 29
B 0 0 0 0
PB
17 100 16/03/2019 19 : 42 C 0 0 0 0
0892
D 0 0 0 0
Total (A) 99 135 125 29
A 87 123 105 4
B 39 40 38 25
PB
18 200 16/03/2019 19 : 50 C 93 60 100 34
0024
D 0 0 0 0
Total (A) 219 223 243 63
A 6 1 1 3
B 0 0 0 0
PB
19 100 16/03/2019 20 : 00 C 0 0 0 0
0956
D 0 0 0 0
Total (A) 6 1 1 3
A 12 0,2 0 11
PB B 0 0 0 0
20 250 16/03/2019 20 : 10
0641 C 0 0 0 0
D 0 0 0 0
39

Total (A) 48 0,2 0 11


A 16 0 18 10
B 7 8 0 7
PB
21 250 16/03/2019 20 : 17 C 0 0 0 0
0630
D 0 0 0 0
Total (A) 23 8 18 17
A 1 9 0 1
B 0 0 0 0
PB
22 250 16/03/2019 20 : 23 C 0 0 0 0
1089
D 0 0 0 0
Total (A) 1 9 0 1
A 28 90 80 70
B 109 79 87 38
PB
23 160 16/03/2019 18 : 45 C 0 0 0 0
0677
D 0 0 0 0
Total (A) 137 169 167 108
A 9 3 25 19
B 0 0 0 0
PB
24 100 16/03/2019 18 : 55 C 0 0 0 0
0163
D 0 0 0 0
3 Total (A) 9 3 25 19
A 91 73 85 37
B 68 50 93 36
PB
25 200 16/03/2019 19 : 07 C 28 68 55 30
0427
D 0 0 0 0
Total (A) 187 191 233 103
A 137 151 92 52
PB B 0 0 0 0
26 200 16/03/2019 19 : 16
0016 C 0 0 0 0
D 0 0 0 0
40

Total (A) 137 151 92 52


A 40 23 12 24
B 44 25 44 21
PB
27 100 16/03/2019 19 : 25 C 0 0 0 0
0752
D 0 0 0 0
Total (A) 84 48 56 45
A 15 17 33 27
B 151 164 158 54
PB
28 200 16/03/2019 19 : 35 C 0 0 0 0
0067
D 0 0 0 0
Total (A) 166 181 191 81
A 92 5 46 88
B 72 31 53 40
PB
29 100 16/03/2019 19 : 47 C 0 0 0 0
0623
D 0 0 0 0
Total (A) 164 36 99 128
A 79 109 64 42
B 0 0 0 0
PB
30 100 16/03/2019 19 : 58 C 0 0 0 0
0624
D 0 0 0 0
Total (A) 79 109 64 42
A 33 71 14 52
B 26 82 71 58
PB
31 315 16/03/2019 20 : 13 C 62 43 76 39
0210
D 107 97 171 52
Total (A) 228 293 332 201
A 86 97 113 50
PB B 0 0 0 0
32 100 16/03/2019 20 : 25
0499 C 0 0 0 0
D 0 0 0 0
41

Total (A) 86 97 113 50


A 14 38 98 69
B 0 0 0 0
PB
33 100 16/03/2019 20 : 40 C 0 0 0 0
0757
D 0 0 0 0
Total (A) 14 38 98 69

Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Tegangan Beban Puncak Gardu Distribusi
Pada Penyulang Beo
Nama Tegangan di Rak – TR
No
Gardu R-N S-N T-N R-S S-T R-T
1 PB 0693 229 227 230 399 400 400
2 PB 0265 229 226 226 399 401 400
3 PB 0879 230 228 230 400 400 401
4 PB 0093 230 230 232 399 402 399
5 PB 0372 229 232 229 396 398 395
6 PB 0674 232 230 230 403 401 401
7 PB 0075 233 230 231 402 399 400
8 PB 0945 232 232 231 403 400 402
9 PB 0499 230 231 230 398 398 401
10 PB 0067 231 228 228 401 399 402
11 PB 0677 231 231 230 399 399 400
12 PB 0956 234 231 231 405 405 398
13 PB 0641 234 236 232 405 401 403
14 PB 0630 231 228 226 402 399 399
15 PB 0892 229 225 227 396 398 396
16 PB 0940 235 231 235 403 401 403
17 PB 0103 233 233 230 404 400 401
18 PB 0757 236 231 233 401 398 398
19 PB 0752 232 232 232 402 401 402
42

20 PB 0016 232 228 232 400 400 401


21 PB 0024 232 227 230 400 402 400
22 PB 0773 232 230 232 400 400 397
23 PB 1089 234 231 229 405 402 403
24 PB 0163 234 230 230 403 400 402
25 PB 0210 230 232 230 397 394 395
26 PB 0623 231 227 227 400 400 397
27 PB 0624 232 230 232 403 402 403
28 PB 0427 230 228 231 401 401 398
29 PB 0115 232 230 232 402 402 401
30 PB 0763 234 231 231 402 400 398
31 PB 0142 232 231 231 402 400 400
32 PB 137 232 232 230 402 402 399
33 PB 154 233 233 230 404 400 402

4.1.2 Perhitungan Pembebanan Transformator Distribusi Pada Penyulang


Beo
Berdasarkan hasil pengukuran beban transformator distribusi
penyulang Beo pada Tabel 4.1., maka dapat dihitung besarnya kapasitas daya
pada tiap jurusan menggunakan Persamaan 3.1. Pada perhitungan pembebanan ini
diambil salah satu transformator distribusi dari hasil pengukuran beban pada
penyulang Beo yaitu gardu distribusi PB. 0693 untuk dihitung besarnya kapasitas
daya pada tiap jurusan serta besarnya presentase pembebanan pada transformator
tersebut.
1. Beban pertiap jurusan Gardu Distribusi PB. 0693
 Jurusan A
Tabel 4.3 Data Pembebanan Gardu Distribusi pada Jurusan A
Beban IL VL-N S
IL x VL-N
Phasa (Ampere) (Volt) (KVA)
43

R 85 229 85 x 229 19,47


S 135 227 135 x 227 30,64
T 140 230 140 x 230 32,2
Total 82,31

 Jurusan B
Tabel 4.4 Data Pembebanan Gardu Distribusi pada Jurusan B
Beban IL VL-N S
IL x VL-N
Phasa (Ampere) (Volt) (KVA)
R 69 229 69 x 229 15,8
S 96 227 96 x 227 21,79
T 70 230 70 x 230 16,1
Total 53,69

2. Persentase pembebanan Trafo Gardu Distribusi PB. 0693


Berdasarkan data beban pertiap jurusan pada 4.3.1 maka dapat dihitung
persentase pembebanan transformator dengan persamaan (3.2) yaitu :
 Jurusan A
KVA beban
Persentase Pembebanan Trafo (%) = x 100 %
KVA Trafo
beban A
= x 100 %
KVA Trafo
82,32
= x 100 %
200
= 41,1 %
 Jurusan B
KVA beban
Persentase Pembebanan Trafo (%) = x 100 %
KVA Trafo
beban B
= x 100 %
KVA Trafo
44

53,69
= x 100 %
200
= 26,85 %

 Total Jurusan
KVA beban
Persentase Pembebanan Total Trafo (%) = x 100 %
KVA Trafo
(beban A + beban B)
= x 100 %
kVA Trafo
(82,31 + 53,69)
= x 100 %
200
= 68 %

4.1.3 Data Hasil Perhitungan Pembebanan Transformator Distribusi Pada


Penyulang Beo
Berdasarkan data hasil pengukuran beban, maka dapat diperoleh data
untuk seluruh hasil perhitungan pembebanan transformator distribusi pada
penyulang Beo dengan mengacu pada perhitungan beban pertiap jurusan gardu
distribusi seperti pada 4.2.2.1 serta perhitungan persentase pembebanan trafo
distribusi seperti pada 4.2.2.2 yang berlaku sama untuk semua gardu distribusi
pada penyulang Beo. Data hasil perhitungan pembebanan transformator distribusi
pada penyulang Beo ditampilkan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data Hasil Perhitungan Pembebanan Transformator


Distribusi Pada Penyulang Beo
Kapasitas Pembebanan
Nama S
No Trafo Trafo Status
Gardu (KVA)
(KVA) (%)
1 PB 0693 200 136 68 Baik
2 PB 0265 200 137,47 68,74 Baik
3 PB 0879 100 51,59 51,59 Baik
45

4 PB 0093 200 163,54 81,77 Overload


5 PB 0372 160 172,84 108,02 Overload
6 PB 0674 100 38,76 38,76 Underload
7 PB 0075 200 72,19 36,09 Underload
8 PB 0945 100 60,24 60,24 Baik
9 PB 0499 100 68,18 68,18 Baik
10 PB 0067 160 123,16 61,58 Baik
11 PB 0677 160 109,10 68,19 Baik
12 PB 0956 100 1,87 1,87 Underload
13 PB 0641 250 2,86 1,14 Underload
14 PB 0630 250 11,21 4,48 Underload
15 PB 0892 100 81,42 81,42 Overload
16 PB 0940 160 43,72 27,32 Underload
17 PB 0103 160 74,03 46,27 Baik
18 PB 0757 100 34,92 34,92 Underload
19 PB 0752 100 43,62 43,62 Baik
20 PB 0016 200 87,56 43,78 Baik
21 PB 0024 200 157,32 78,66 Baik
22 PB 0773 50 1,85 3,69 Underload
23 PB 1089 250 2,31 0,93 Underload
24 PB 0163 100 8,55 8,55 Underload
25 PB 0210 315 196,78 62,47 Baik
26 PB 0623 100 68,53 68,53 Baik
27 PB 0624 100 58,25 58,25 Baik
28 PB 0427 200 140,38 70,19 Baik
29 PB 0115 250 98,11 39,24 Underload
30 PB 0763 160 80,69 50,43 Baik
31 PB 0142 160 117,27 73,30 Baik
32 PB 137 200 151,77 75,88 Baik
33 PB 154 400 208,92 52,23 Baik
46

4.2 Analisa Pembahasan Data Hasil Perhitungan Pembebanan


Transformator Distribusi Pada Penyulang Beo
Berdasarkan data hasil perhitungan pembebanan transformator distribusi
pada penyulang beo, kondisi pembebanan pada penyulang tersebut dapat
dikategorikan pada beberapa kondisi yaitu baik, overload, dan underload. Gardu
distribusi pada penyulang beo dengan kondisi pembebanan transformator pada
keadaan baik terdapat 20 gardu, yaitu pada gardu distribusi PB 0693 yang
berkapasitas 200 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 68 %, gardu
distribusi PB 0265 yang berkapasitas 200 kVA dengan kapasitas pembebanan
trafo sebesar 68,74 %, gardu distribusi PB 0879 yang berkapasitas 100 kVA
dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 51,59 %, gardu distribusi PB 0945
yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 60,24 %,
gardu distribusi PB 0499 yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 68,18 %, gardu distribusi PB 0067 yang berkapasitas
160 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 61,58 %, gardu distribusi
PB 0677 yang berkapasitas 160 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar
68,19 %, gardu distribusi PB 0103 yang berkapasitas 160 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 46,27 %, gardu distribusi PB 0752 yang berkapasitas
100 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 43,62 %, gardu distribusi
PB 0016 yang berkapasitas 200 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar
43,78 %, gardu distribusi PB 0024 yang berkapasitas 200 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 78,66 %, gardu distribusi PB 0210 yang berkapasitas
315 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 62,47 %, gardu distribusi
PB 0623 yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar
68,53 %, gardu distribusi PB 0624 yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 58,25 %, gardu distribusi PB 0427 yang berkapasitas
200 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 70,19 %, gardu distribusi
PB 0763 yang berkapasitas 160 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar
50,43 %, gardu distribusi PB 142 yang berkapasitas 160 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 73,30 %, gardu distribusi PB 0137 yang berkapasitas
47

200 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 75,88 %, dan gardu
distribusi PB 0154 yang berkapasitas 400 kVA dengan kapasitas pembebanan
trafo sebesar 52,23 %.

Selain itu terdapat 3 gardu distribusi dengan kondisi pembebanan


transformator pada keadaan overload, yaitu gardu distribusi PB 0093 yang
berkapasitas 200 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 81,77 %, gardu
distribusi PB 0372 yang berkapasitas 160 kVA dengan kapasitas pembebanan
trafo sebesar 108,02 %, dan gardu distribusi PB 0892 yang berkapasitas 100 kVA
dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 81,42 %. Sedangkan untuk gardu
distribusi dengan kondisi pembebanan underload terdapat 10 gardu, yaitu gardu
distribusi PB 0674 yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas pembebanan
trafo sebesar 38,76 %, gardu distribusi PB 0075 yang berkapasitas 200 kVA
dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 36,09 %, gardu distribusi PB 0956
yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 1,87 %,
gardu distribusi PB 0641 yang berkapasitas 250 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 1,14 %, gardu distribusi PB 0630 yang berkapasitas
250 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 4,48 %, gardu distribusi PB
0940 yang berkapasitas 160 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar
27,32 %, gardu distribusi PB 0757 yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 34,92 %, gardu distribusi PB 0773 yang berkapasitas
50 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 3,69 %, gardu distribusi PB
1089 yang berkapasitas 250 kVA dengan kapasitas pembebanan trafo sebesar 0,93
%, dan gardu distribusi PB 0163 yang berkapasitas 100 kVA dengan kapasitas
pembebanan trafo sebesar 8,55 %.

Kondisi pembebanan overload dan underload merupakan kondisi dimana


transformator berada pada keadaan yang tidak baik, hal ini dikarenakan dapat
mempengaruhi kondisi serta kinerja dari transformator tersebut. Transformator
dengan kondisi pembebanan yang overload biasanya terjadi karena jumlah
pertumbuhan beban pelanggan yang terus meningkat, sedangkan untuk
transformator dengan kondisi pembebanan underload terjadi karena kebutuhan
48

beban yang belum terpenuhi secara maksimal pada transformator tersebut.


Sehingga perlu dilakukan tindakan untuk mengatasi keadaan diatas agar
transformator dapat bekerja secara optimal sesuai dengan umur pemakaiannya.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi transformator yang


overload antara lain dengan melakukan pemasangan trafo sisipan, manuver beban
trafo, serta melakukan rotasi trafo. Pemasangan trafo sisipan dilakukan dengan
tujuan untuk membagi beban trafo yang ada ke trafo yang baru di dekat trafo
overload, sehingga beban trafo overload menjadi berkurang dan trafo tersebut
dapat bekerja kembali dengan kondisi pembebanan yang normal. Pemasangan
gardu sisipan dilakukan apabila tindakan manuver beban tidak memungkinkan
untuk dilakukan, karena disekitar wilayah trafo overload tidak terdapat trafo lain
untuk dilakukannya manuver beban.

Tindakan lain yang dapat dilakukan yaitu manuver beban dengan


memanfaatkan jaringan tegangan rendah (JTR) yang berada disekitar wilayah
trafo overload atau trafo underload. Manuver beban dilakukan dengan
mengurangi atau menambah beban dari trafo overload ke trafo underload dengan
lokasi yang berdekatan atau tidak jauh dari trafo yang mengalami gangguan
tersebut.

Rotasi trafo dilakukan dengan merotasi trafo berkapasitas tinggi ke trafo


berkapasitas rendah ataupun sebaliknya dari trafo berkapasitas rendah ke trafo
berkapasitas tinggi. Tujuannya untuk meminimalisasi gangguan serta
mengoptimalisasi pembebanan trafo agar trafo dapat bekerja secara maksimal dan
sesuai dengan umur pemakaian. Rotasi trafo biasanya dilakukan apabila terjadi
keadaan yang sifatnya mendesak, sedangkan stok ataupun cadangan trafo yang
dibutuhkan di gudang tidak ada ataupun kosong, sehingga dalam keadaan yang
demikian rotasi trafo harus dilakukan. Misalkan trafo PB. 0372 dengan kapasitas
daya 160 kVA pada penyulang beo yang berada pada kondisi overload dengan
persentase pembebanan sebesar 108,02 % dapat dirotasi dengan trafo PB. 0115
49

dengan kapasitas daya 250 kVA yang berada pada kondisi underload dengan
persentase pembebanan sebesar 39,24 %.

Selanjutnya untuk mengatasi transformator yang underload umunya


tindakan yang dilakukan sama seperti mengatasi keadaan transformator yang
overload, hanya saja pada trafo underload tidak dilakukan pemasangan trafo
sisipan.
50

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulan bahwa:
1. Data hasil perhitungan persentase pembebanan trafo pada penyulang Beo
menunjukkan bahwa terdapat 20 gardu distribusi dengan status
pembebanan terkategori baik, 10 gardu distribusi dengan keadaan kurang
beban (underload) dan 3 gardu distribusi dengan keadaan beban lebih
(overload) atau dapat disimpulkan sebesar 39,4 % trafo distribusi pada
penyulang Beo dengan kondisi pembebanan yang tidak baik.
2. Kondisi pembebanan overload dan underload merupakan kondisi
pembebanan yang tidak baik, karena dapat mempengaruhi kondisi serta
kinerja dari transformator. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
mengatasi masalah terjadinya gangguan beban lebih (overload) atau
gangguan kurang beban (underload) dengan tujuan agar transformator
tersebut dapat bekerja secara optimal sesuai dengan umur pemakaiannya
yaitu dapat dilakukan pemasangan Trafo Sisipan, Manuver Beban Trafo,
serta dilakukannya Rotasi Trafo.

5.2 Saran
Berdasarkan perhitungan dan pembahasan yang telah dilakukan, penulis
memberikan saran kepada PT.PLN (Persero) Unit Layanan Pelanggan Kenten
agar kegiatan meeting gardu dilakukan secara berkala oleh petugas untuk
mengetahui pembebanan trafo distribusi apakah terjadinya gangguan beban lebih
(overload) atau gangguan kurang beban (underload) sehingga dapat melakukan
tindakan yang sesuai dengan kebutuhan serta dapat menjaga keandalan kerja
peralatan pada gardu distribusi untuk menyalurkan energi listrik sehingga dapat
mengurangi biaya kebutuhan pemeliharaan dan perbaikan (maintenance and
repair).
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Ahmad. 2010. Analisis Keandalan Sistem Jaringan Distribusi Udara


20 kV. Departemen Teknik Elektro. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera
Utara.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000


(PUIL 2000). Jakarta : BSN.

Kadir, Abdul. 2000. Utilitas Tenaga Listrik. Jakarta: UPI.

Kementerian ESDM. 2018. Capaian 2017 dan Outlook 2018 Subsektor


Ketenagalistrikan dan EBTKE. https://www.esdm.go.id/. Diakses 24
Maret 2019.

Kementerian ESDM. 2019. Data Realisasi 2018. https://www.esdm.go.id/.


Diakses 24 Maret 2019.

Kho, dickson. 2019. Cara Menggunakan Tang Ampere (Clamp Meter) dan
Prinsip Kerjanya. https://teknikelektronika.com/cara-menggunakan-tang-
ampere-clamp-meter-prinsip-kerja/. Diakses 26 Maret 2019.

Nurjanah, Triani. 2015. Analisa Pengaruh Pemasangan Transformator Sisipan Di


Gardu I.1913 dan I.762 Pada Penyulang Kresna PT. PLN (PERSERO)
Rayon Sukarami. Program Studi Teknik Listrik. Jurusan Teknik
Elektro.Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang.

PT. PLN (Persero). 2010. Buku 3 Standar Konstruksi Jaringan Tegangan Rendah
Tenaga Listrik. Jakarta Selatan : PT PLN.

PT. PLN (Persero). 2010. Buku 4 Standar Konstruksi Gardu Distribusi dan Gardu
Hubung Tenaga Listrik. Jakarta Selatan : PT PLN.

Suhadi, dkk. 2008. Teknik Distribusi Tenaga Listrik Jilid I. Jakarta : Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Sumardjati, Prih, dkk. 2008. Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik Jilid 3. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Suswanto, Daman. 2009. Sistem Distribusi Tenaga Listrik. Padang : Universitas


Negeri Padang.

Theraja, B.L., & Theraja, A.K. 2007. A Terxbook Of Electrical Technology In S.I..
Unit Volume 2 AC DC Macine. New Delhi : S. Chan & Compaany Ltd.

51

Вам также может понравиться