Вы находитесь на странице: 1из 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Epilepsi merupakan salah satu penyakit saraf yang sering dijumpai, terjadi di
semua bangsa, segala usia dimana laki-laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden
tertinggi terjadi pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa
muda sampai setengah tua, kemudian meningkat lagi pada usia lanjut. 1
Prevalensi epilepsi berkisar antara 0,5%-2%. Penelitian epidemiologi tentang
epilepsi di Indonesia belum pernah di lakukan. Namun, apabila digunakan angka
prevalensi yang dikemukakan, maka dapat diperkirakan bahwa bila penduduk Indonesia
saat ini sekitar 220 juta akan ditemukan 1,1 sampai 4,4 juta penderita penyandang
epilepsi dan 40% masih dalam usia reproduksi. 2
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “serangan” atau penyakit yang
timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan penting di
masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan
ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan sehari-hari,
epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat dimana mereka cenderung untuk menjauhi
penderita epilepsi. Akibatnya, banyak yang menderita epilepsi yang tak terdiagnosis dan
mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik serta
psikososial yang merugikan baik penderita maupun keluarganya. 3

1|Page
BAB II
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
BAGIAN PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI, BALI

2.1 Identitas Pasien


1. Nama ։ IWR
2. Jenis Kelamin ։ Laki-Laki
3. Usia : 67 tahun
4. Tanggal lahir ։ 1952-10-07
5. Alamat ։ Bangli
6. Status Perkawinan ։ Menikah
7. Agama ։ Hindu
8. Pekerjaan ։ Tidak Bekerja
9. Pendidikan ։ SLTP
10. Suku Bangsa ։ Bali
11. Tanggal MRS ։ 10 Februari 2019

2.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien laki-laki berusia 67 tahun diantar oleh istrinya serta
keluarganya ke IGD RS Bangli Bali dengan keluhan kejang pukul 23.00 wita
SMRS. Kejang terjadi tiba-tiba saat pasien sedang dalam keadaan beristirahat dan
hendak bangun ketika ingin minum air. Menurut pasien sebelum ia kejang, ia
merasakan seperti akan pingsan. Pasien merasakan seperti akan terjatuh dan
matanya berkunang-kunang atau melihat adanya kilatan cahaya, pasien tidak
merasakan nyeri kepala saat sebelum kejang serta telinga pasien tidak terasa
berdengung. Sebelumnya pasien masih beraktivitas seperti biasa. Sebelumnya
kejang dirasakan pada pukul 23.00 wita dan berhenti dengan sendirinya. Menurut
istri pasien sebelum kejang pasien hendak terbangun dari tidurnya, lalu tiba-tiba
pasien kejang. Saat kejang pasien menggigit lidahnya namun tidak sampai

2|Page
berdarah dan menggertakkan gigi. Pasien juga tampak pucat dan pasien kencing
pada saat kejang. Kejang tersebut terjadi dalam durasi lebih kurang 15 menit.
Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku dan kelojotan, dan mata pasien melihat
ke atas. Menurut istri pasien, saat kejang kaki dan tangan pasien gemetar seperti
terasa kaku dan tangan pasien seakan ingin mengangkat kedua tangannya hingga
kakinya. Saat kejang mata pasien juga memandang keatas, lidah tergigit tapi tidak
keluar lendir berbusa dari mulut pasien. Pasien mengatakan ketika ia kejang pasien
dalam keadaan tidak sadar sehingga tidak mengingat apa yang dirasakan pasien
saat kejang. Pada saat kejang berlangsung istri pasien hanya mencoba
menenangkan pasien agar kejangnya terhenti. Kejang ini merupakan kejang
pertama yang dirasakan oleh pasien dan pasien tidak pernah mengalami kejang
sebelumnya. Istri pasien mengatakan selama kejang, kejangnya tersebut semakin
lama cenderung menurun. Setelah itu kejang berhenti dengan sendirinya dan pasien
kembali tersadar namun sedikit lemas. Kejang berhenti sendiri pada saat pasien
dalam keadaan berbaring. Setelah kejang pasien masih bisa berbicara dengan
istrinya namun tidak jelas kata yang disampaikannya dan selanjutnya pasien diam
termenung. Setelah kejang berhenti pasien lalu di bawa ke IGD RS Bangli bersama
keluarganya.
Pada pukul 01.00 wita pasien kembali kejang lagi selama durasi 10 menit
lalu berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang pasien tidak sadarkan diri. Kejang
tersebut terjadi ketika pasien terjadi di IGD RS Bangli. Istri pasien mengatakan
kejangnya tersebut muncul lagi secara tiba-tiba. Sebelumnya pasien sadar dan
masih sedikit dapat berkomunikasi dengan istrinya pada saat dalam perjalanan
menuju RS, kemudian pasien tiba-tiba kejang tanpa ada faktor pencetus yang jelas
yang diketahui oleh istri pasien. Sebelum kejang pasien merasakan hal yang sama
ketika kejang yang pertama yaitu seperti akan pingsan dan badannya terasa lemas.
Selama kejang pasien mengalami gejala yang serupa ketika kejang di rumahnya,
seperti menggertakkan giginya, pasien menggerakkan kaki dan tangannya seperti
terasa kaku, mata melirik keatas namun tidak sampai buang air kecil dengan
sendirinya. Setelah 15 menit kejang berhenti kembali dengan sendirinya lalu pasien
tidak sadarkan diri.
Selain kejang, pasien mengeluhkan lemas pada sisi tubuh bagian kiri.
Keluhan tersebut sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Pasien merasakan
tangannya tersebut tidak bertenaga dan tidak bisa digerakkan. Setelah kejadian

3|Page
hingga saat ini kelemahan pada bagian tubuh pasien sudah mulai membaik karena
menurut istri pasien, pasien rutin kontrol dan rutin minum obat. Setelah kejang
pasien tidak merasakan adanya perubahan pada tubuh pada bagian kirinya. Pasien
juga tidak merasakan kesemutan dan nyeri pada tubuhnya setelah mengalami
kejang.
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala, merasa kepala nya seperti kurang
nyaman. Nyeri kepala pasien dirasakan setelah pasien mengalami kejang. Pasien
mengatakan nyeri kepalanya tersebut di bagian belakang kepala hingga tengkuknya
dan muncul hanya satu kali dalam sehari dengan durasi lebih kurang 15 menit.
Menurut pasien nyeri kepalanya tersebut seperti akan tertekan benda berat dan
seperti diikat. Sakit kepalanya tersebut semakin lama tidak terlalu memberat.
Selama sakit kepala pasien mengaku tidak melihat kilatan cahaya dan tidak seperti
berputar putar. Pasien mengatakan selama nyeri kepala, pasien tidak merasakan
nyeri pada sekeliling mata. sebelumnya pasien belum pernah mengalami nyeri
kepala seperti ini. Sakit kepala tanpa didahului muntah atau faktor pencetus yang
lain. Pasien mengatakan sakit kepalanya membaik setelah diberinya obat dan
beristirahat.
Selain nyeri kepala, pasien juga merasakan nyeri pada ulu hatinya. Nyeri ulu
hati dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien merasakan nyeri
ulu hatinya tersebut seperti terbakar hingga menjalar ke dada. Menurutnya keluhan
tersebut sering muncul dalam sehari dan berlangsung selama lebih kurang 10
menit. Keluhannya tersebut muncul ketika perut pasien dalam keadaan kosong.
Namun keluhannya biasanya hilang ketika pasien minum obat yang diberikan oleh
dokter. Pada saat sebelum hingga setelah kejang berlangsung pasien mengatakan
tidak merasakan nyeri ulu hatinya tersebut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit SNH 1 tahun yang lalu dan Diabetes Melitus
Tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu serta Hipertensi yang terkontrol. Riwayat demam,
penyakit jantung, serta penyakit paru disangkal serta riwayat trauma kepala juga
disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- DM (-)
- Stroke (-)
- Asma (-)

4|Page
- Hipertensi (-)
5. Riwayat Pengobatan
Pasien rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi dan pengobatan DM
6. Riwayat Sosial : Merokok (-), alkohol (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
A. Keadaan Umum ։ Sakit Sedang
B. Kesadaran ։ Compos Mentis
2. Tanda-tanda Vital
A. Tekanan Darah ։ 120/70 mmHg
B. Denyut Nadi ։ 72 x/menit
C. Frekuensi Nafas ։ 20 x/menit
D. Suhu ։ 36,0 °C
E. BB ։ 45 kg
F. TB ։ 150 cm
G. IMT ։ 20 kg/m2
3. Status Generalis
A. Kepala
- Bentuk ։ Normocephal
- Nyeri tekan ։ (-)
- Wajah ։ Simetris (-), pucat (+), ikterik (-)
- Mata
 Edema Kelopak Mata ։ (-/-)
 Konjungtiva Anemis ։ (-/-)
 Sklera Ikterik ։ (-/-)
 Sekret ։ (-/-)
 Ptosis ։ (-/-)
 Lagoftalmus ։ (-/-)
- Hidung ։ simetris, septum deviasi (-/-), deformitas (-/-), sekret (-/-)
- Bibir ։ Sianosis (-), edema (-)
- Tenggorokan ։ Kesan tenang

5|Page
B. Leher
- Kelenjar Getah Bening : Pembesaran Kelenjar (-)
- Kelenjar Tiroid ։ Pembesaran tiroid (-)
- Trakea : Deviasi (-)
- JVP ։ 5+2
C. Thoraks
- Paru ։
 Inspeksi ։ Simetris (+), Peradangan (-)
 Palpasi ։ Fremitus vocalis (+/+)
 Perkusi ։ Sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi ։ Vesikuler (+), ronchi (-), wheezing (-)
- Jantung
 Inspeksi ։ Ictus kordis tidak terlihat
 Palpasi ։ Ictus kordis teraba di ICS V medial line
midclavicularis
 Perkusi
a. Batas jantung kanan ։ ICS IV linea sternalis dextra
b. Batas jantung kiri ։ ICS V medial line midclavicularis sinistra
c. Batas jantung atas ։ ICS III linea parasternalis sinistra
 Auskultasi ։ BJ I-II reguler tunggal, murmur (-).
d. Abdomen
- Inspeksi ։ dinding abdomen datar, jaringan parut (-), distensi (-)
- Auskultasi ։ bising usus (+) 9 x/menit
- Palpasi ։ nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
- Perkusi ։ timpani (+) pada 9 regio abdomen
e. Ekstremitas
a. Atas ։ akral hangat (+/+), edema (-/-)
b. Bawah ։ akral hangat (+/+), edema (-/-)

2.4 Status Neurologis


1. Kesadaran ։ Compos Mentis
2. GCS ։ E4V5M6

6|Page
3. Kranium
a. Bentuk ։ Kesan normal
b. Fontanel ։ Kesan normal
c. Perkusi ։ Kesan normal
d. Transluminasi ։ Tidak ditemukan
4. Tanda Rangsangan Meningeal
A. Kaku kuduk ։-
B. Brudzinsky 1 ։-
C. Brudzinsky 2 ։-‫׀‬-
D. Laseque ։ ˃ 70 ° ‫ ˃ ׀‬70°
E. Kernig ։ ˃135° ‫˃ ׀‬135°
5. Saraf Otak
A. Nervus I
c. Subjektif ։ Kesan normal
d. Objektif ։ Kesan normal
B. Nervus II
O.D O.S
Visus 6/6 6/6
Kampus Normal Normal
Skotom (-) (-)
Fundus Kesan normal Kesan normal

C. Nervus III, IV, VI


Kanan Kiri Keterangan
Gerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus - -
Celah kelopak mata Normal Normal
Ptosis - -
Pupil Dalam batas
a. Lebar 2 mm 2 mm normal
b. Refleksi cahaya + +
c. Refleks Kesan normal Kesan normal
konsensuil

7|Page
d. Refleks Kesan normal Kesan normal
konvergensi
Deviation conjugee - -
Krisis okulogirik - -
e.

D. Nervus V
Kanan Kiri Keterangan
Motorik Normal Normal
Sensibilitas
a. Refleks Kornea + + Dalam batas
b. Refleks maseter + + normal
c. Trismus + +
d. Refleks + +
menetek
e. Nyeri tekan - -

E. Nervus VII
Kanan Kiri Keterangan
Otot-otot wajah saat Simetris Simetris
istirahat
Mengerutkan dahi Simetris Simteris
Menutup mata + +
Meringis + +
Bersiul Dalam batas
Gerakan involunter - - normal
a. Tic + +
b. Lain-lain
Indera pengecap
a. Asam
b. Asin Kesan normal Kesan normal
c. Pahit
d. Manis

8|Page
Chvostek - -

F. Nervus VIII
Kanan Kiri Keterangan
Mendengar suara + +
bisik Dalam batas
Uji garpu tala Tidak dievaluasi normal
a. Rinne
b. Schwabach -
c. Weber Tidak dapat
d. Bing dieveluasi
Tinitus
Keseimbangan
Vertigo

G. Nervus IX, X, XI, XII


Hasil Keterangan
Langit-langit lunak Normal
Menelan +
Disatri -
Disfoni -
Lidah
a. Tremor - Dalam batas normal
b. Atrofi -
c. Fasikulasi -
d. Ujung lidah saat Tidak ada deviasi
istirahat
e. Ujung lidah saat Tidak ada deviasi
dijulurkan ke luar
Mengangkat bahu +
Fungsi M.
Sternokleidomastoideus Normal
Inervasi simpatetik

9|Page
Inervasi parasimpatetik

6. Anggota Atas
Kanan Kiri Keterangan
Simetris
Tenaga
a. Sendi bahu 5 4+
b. Sendi siku 5 4+
c. Mengepal 5 4+
tangan
Tonus Normal Menurun Dalam Batas
Trofik Eutrofi Eutrofi Normal
Refleks
a. Biseps ++ +
b. Triseps + +
c. Radius
d. Ulna
e. Meyer
f. Hoftman- - -
tromnar
g. Refleks
memegang
Sensibilitas
a. Perasa raba Baik Baik
b. Perasa nyeri Baik Baik
c. Perasa suhu Kesan normal Kesan normal
d. Perasa Kesan normal Kesan normal
proprioseptif
e. Perasa vibrasi Kesan normal Kesan normal
f. Stereognosis Kesan normal Kesan normal
g. Grafestesia Kesan normal Kesan normal
h. Topognosis Kesan normal Kesan normal
i. Parestesia (-) (-)

10 | P a g e
Koordinasi
a. Uji telunjuk Baik Baik
hidung
b. Uji hidung- Baik Baik
telunjuk hidunh
c. Uji
diadokhokinesis
d. Uji tepuk lutut Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
e. Dismetri
f. Stewart-holmes
Vegetatif
a. Vasomotorik Tidak dievaluasi Tidak dievaluasi
b. Sudomotorik
c. Pilo-arektor
Gerakan involunter
a. Tremor - -
b. Khorea - -
c. Ballismus - -
d. Mioklonus - -
e. Atetosis - -
f. Distonia - -
g. Spasmus - -
Trosseu - -
Nyeri tekan pada saraf - -

7. Badan
Keterangan
Keadaan tulang punggung Kesan normal
Keadaan otot-otot Kesan normal
Refleks
a. Abdominal atas +
b. Abdominal bawah +

11 | P a g e
c. Kremaster +
d. Anus
Sensibilitas Dalam batas normal
a. Perasa raba Kesan normal
b. Perasa nyeri Kesan normal
c. Perasa suhu Kesan normal
Koordinasi
a. Asinergia serebral Kesan normal
Vegetatif
a. Kandung kencing Kesan normal
b. Rectum Kesan normal
c. Genitalia Kesan normal
d. Gerakan involunter -

8. Anggota Bawah
Kanan Kiri Keterangan
Simetris + +
Tenaga
a. Sendi panggul 5 4+
b. Sendi lutut 5 4+
c. Sendi kaki 5 4+ Dalam batas
Tonus Normal Menurun normal
Trofik Eutrofik Eutrofik
Refleks
a. Lutut (KPR)
b. Achilles
(A.P.R)
c. Plantar
d. Babinski - -
e. Oppenheim - -
f. Chaddock - -
g. Gordon - -
h. Schafer - -

12 | P a g e
i. Ngoerah - -
j. Bing - -
k. Stransky - -
l. Gonda - -
m. Mendel- - -
bechtrew - -
n. Rossolimo - -
o. Klonus - -
Sensibilitas
a. Perasa raba Baik Baik
b. Perasa nyeri Baik Baik
c. Perasa suhu Kesan normal Kesan normal
d. Perasa Kesan normal Kesan normal
proprioseptif
e. Perasa vibrasi Kesan normal Kesan normal
f. Grafestasia Kesan normal Kesan normal
g. Topognosis Kesan normal Kesan normal
h. Parestesia - -
Koordinasi
a. Uji tumit lutut Tidak dapat Tidak dapat
b. Jalan dievaluasi dievaluasi
menuruti
garis
c. Romberg Tidak dapat Tidak dapat
dieveluasi dievaluasi

9. Langkah/gaya jalan
Kanan Kiri Keterangan
Vegetatif
a. Vasomotorik Tidak dapat Kesan normal Dalam batas
b. Sudomotorik dievaluasi Kesan normal normal
c. Pilo-arektor - Kesan normal
Gerakan involunter

13 | P a g e
a. Tremor - -
b. Khorea - -
c. Ballismus - -
d. Mioklonus - - Dalam batas
e. Atetosis - - normal
f. Distonia - -
g. Spasmus -
Nyeri tekan pada - -
saraf
Lasegue -

2.5 Resume
Pasien laki-laki usia 67 tahun datang ke IGD RS Bangli dengan keluhan kejang
sebanyak 2 kali sebelum MRS. Sebelum kejang pasien masih beraktivitas seperti biasa.
Saat kejang terjadi seluruh badan pasien terasa kaku, mata melirik keatas, menggertakkan
gigi dan pasien kencing dengan sendirinya. Selama kejang pasien tidak sadar dan tidak
meningat apa yang dirasakan pada saat kejang. Kejang pertama berdurasi lebih kurang
15 menit, dan kejang yang kedua terjadi selama lebih kurang 10 menit. Setelah kejang
pasien lemas dan tidak sadarkan diri. Sebelumnya pasien memiliki riwayat SNH, DM
tipe 2 dan hipertensi.
Dari pemeriksaan neurologis didapar GCS E4V5M6, tanda perangsangan
meningeal negatif, laseq tes dan patrict test negatif. Pemeriksaan saraf kranial dalam
batas normal. Refleks patologis negatif pada seluruh ekstremitas, refleks fisiologis positif
pada seluruh ekstremitas. Pada pemeriksaan tenaga, didapatkan hemiparesis pada bagian
sinistra grade 4+. Pemeriksaan sensorik, fungsi luhur, sistem otonom dan vertebra masih
dalam batas normal. Terdapat bangkitan kejang umum tonik klonik pada pasien.
2.6 Diagnosa Klinis
1. GCS ։ E4V5M6
2. Hemiparesis sinistra grade 4+
3. Bangkitan kejang umum tonik klonik
2.7 Diagnosa Topis
Korteks serebri dekstra
2.8 Diagnosa Banding

14 | P a g e
1. Epilepsi simtomatik
2. Sinkop
3. Tension type Headache
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
a. Pemeriksaan Tanggal 10 Februari 2019
Tipe sample Nilai Satuan Keterangan
Glucosa 485 Mg/dL High

b. Pemeriksaan Tanggal 11 Februari


Tes Sample Nilai Satuan Keterangan
Glukosa puasa 278 High
CHOL LDL direct 48
Mg/dL
CHOL HDL direct 42
CHOLESTEROL 124
TRIGLYCERIDES 83

c. Pemeriksaan elektrolit tanggal 11 Februari 2019


No Parameter Hasil Nilai rujukan
1 K 4.08 3.5-5.5 mmol/L
2 Na 140.6 136-145
mmol/L
3 Cl 103.6 96-108 mmol/L
4 Nca 1.29 1.05-1.35
mmol/L
5 Tca 2.58 2.10-2.70
mmol/L

d. Pemeriksaan tanggal 12 Februari 2019


Tes Nilai Satuan Keterangan
Creatinin 0.52 Mg/dL Low
Urea UV 41 Mg/dL

15 | P a g e
2. CT Scan Kepala tanggal 10 Februari 2019

Interpretasi :
a. Lesi hipodens di cerebri occipitalis kanan dekat kornu poasterior ventrikel
lateralis
b. Densitas grey dan white matter area lain dalam batas normal
c. Gyri dan sulci kesan prominent di semu level
d. Tidak tampak midline shift
e. Sistem ventrikel kesan sedikit melebar
f. Ruang subarachnoid kesan normal
g. Thalamus dan CPA kesan dalam batas normal
h. Tampak kalsifikasi fisiologis di pineal body dan plexus choroid
i. Tidak tampak deviasi septum nasi
j. Tidak tampak perselubungan pada sinus paranasal.
Kesan ։
a. Gambaran lesi hipodens curiga infark di occipitalis kanan

16 | P a g e
b. Atrofi cerebri dengan mild hydrocephalus communicans

3. Rontgen Thoraks tanggal 10 Februari 2019

Interpretasi :
a. Corakan bronchovaskular kesan normal
b. Tidak tampak bercak cavitas, kalsifikasi maupun fibrosis
c. Cor dalam batas normal
d. Aorta tidak dilatasi. Kalsifikasi pada knob
e. Sinus kesan lancip dan diafragma kesan baik
f. Tulang-tulang rongga dada tampak intak
Kesan ։
a. Pulmo dan cor kesan normal
b. Atherosclerosis aortae
2.10 Diagnosis Kerja ։ Epilepsi Simtomatik ec post SNH
2.11 Penatalaksanaan
- Infus NS 20 tpm
- Kidmin 1 flash/hari
- Citicoline 2x500 mg
- Omeprazole 2x40 mg

17 | P a g e
- Ondansentron k/p
- Diazepam k/p jika kejang
- Asetosal 1x80 mg
- Amiodaron 1x200 mg
- Captopril 3x50 mg
- Amlodipine 1x10 mg
- Asam folat 2x2 mg
- Phenitoin 3x100 mg
- Bisoprolol 1x5 mg
- Clobazam 1x100 mg
2.12 Prognosis
1. Ad vitam ։ dubia ad malam
2. Ad fungtional ։ dubia ad malam
3. Ad sanationam : dubia ad malam

2.13 Follow Up Harian


Tanggal Subjective Objective Assesment Planing

13/2/2019 Pasien TD ։ 140/80 - Status - NS 20 tpm


Hari ke 1 kejang N ։ 84x/menit epileptikus - Kidmin 1
kemarin RR ։ 20x/menit - DM tipe 2 flsah/hari
sekitar jam S ։ 36,8°C - Post SVT - Citicoline
11 malam. Status - ACKD pre 2x500 mg
Kejang neurologis renal - Omeprazole
dikatakan Meningeal 2x40 mg
selama 10 sign (-) - Novorapid
menit. Hemiparesis 2x8 IU
Setelah sinistra grade 4 - Lantus 0-0-12
kejang Bangkitan IU
pasien kejang tonik - Ondansentron
pingsan. klonik k/p
Sesak, - Diazepam k/p
demam dan jika kejang

18 | P a g e
sakit kepala - Asetosal
disangkal. 1x80 mg
- Amiodaron
1x200 mg
- Asam folat
2x2 mg
- Phenitoin
3x100 mg
- Bisoprolol
1x5 mg
- Clobazam
14/2/2019 Pasien TD ։ 130/80 - Status - IVFD Ns 20
Hari ke 2 sudah tidak N ։ 72X/menit epileptikus tpm
kejang lagi, RR ։ 20x/menit - DM tipe 2 - Citicoline
sakit kepala S ։ 36 ° C - Post SVT 2x500 mg
(-), pusing - ACKD pre - Omeprazole
(-), sesak Status renal 2x40 mg
(-), demam neurologis - Asetosal 1x80
(-), nyeri GCS E4M6V5 mg
ulu hati (+) Meningeal - Captopril
sign (-) 3x50 mg
Hemiparesis - Amlodipine
sinistra grade 4 1x10 mg
Bangkitan - Asam folat
kejang umum 2x2 mg
tonik klonik - Pheitoin
Bebas kejang 3x100 mg
hari ke 2 - Clobazam
1x100 mg
15/2/2019 Pasien TD ։ 130/80 - Epilepsi - IVD NS 20
Hari ke 3 sudah tidak mmhg simtomatik tpm
kejang lagi, N ։ 92x/menit - DM tipe 2 - Citicoline
keluhan (-), RR ։ 20x/menit - Post SVT 2x500 mg

19 | P a g e
demam (-), S ։ 36,8° C - ACKD pre - Omeprazole
sesak (-), renal 2x40 mg
Nyeri ulu Status - Asetosal
hati (+) neurologis 1x80 mg
GCS ։ - Captopril
E4V5M6 3x50 mg
Meningeal - Amlodipine
sign (-) 1x10 mg
Kesan - Asam folat
lateralisasi 2x2 mg
sinistra grade 4
Bangkitan
kejang umum
tonik klonik
Bebas kejang
hari ke 3
16/2/2019 Pasien tidak TD ։ 120/70 - Epilepsi - IVFD NS 20
Hari ke 4 kejang. mmhg simtomatik tpm
Nyeri ulu N ։ 76x/menit ec post SNH - Citicoline
hati (+) RR ։ - DM tipe 2 2x500 mg
19X/menit - Post SVT - Omeprazole
S ։ 36 ° C - ACKD pre 2x40 mg
Status renal - Phenitoin
neurologis 3x100 mg
GCS E4M6V5 - Asetosal –
Meningeal ganti CPG
sign (-) 1x75 mg
Kesan - Captopril 3x50
lateralisasi mg
sinistra grade 4 - Amlodipine
Bangkitan 1x10 mg
kejang umum - Clobazam
tonik klonik 1x10 mg

20 | P a g e
Bebas - Asam folat
bangkitan 2x2 mg
kejang hari ke - Mobilisasi –
4 duduk
18/2/2019 Kejang (-), TD ։ 150/90 - Epilepsi - IVFD NS 20
Hari ke 6 nyeri ulu N ։ 83x/menit simtomatik tpm
hati (-), RR ։ 18x/menit ec post SNH - Omeprazole
sakit kepala S ։ 36,0° C - DM tipe 2 1x20 mg
(-) Status - Post SVT - Phenitoin
neurologis - ACKD pre 3x100 mg
GCS։ renal - Asam folat
E4M6V5 2x100 mg
Meningeal - Clobazam
sign (-) 1x100 mg
Hemiparesis - Amlodipine
sinistra grade 4 1x10 mg
Bangkitan - Captopril
kejang umum 3x50 mg
tonik klonik - CPG 1x75
Bebas mg
bangkitan - Mobilisasi
kejang hari ke
6
19/2/2019 Kejang (-), TD ։ 130/80 - Epilepsi Phenitoin 3x100
Hari ke 7 sakit kepala N ։ 92x/menit simtomatik mg
(-), sesak RR ։ 20x/menit ec post SNH Asam folat
(-), demam S ։ 36,5° C - DM tipe 2 2x100 mg
(-), lemas - Post SVT Clobazam 1x100
(+) Status - ACKD pre mg
neurologis renal Amlodipine
GCS 1x10 mg
։E4M6V5 Captopril 2x50
mt

21 | P a g e
Meningeal CPG 1x75 mg
sign (-) Mobilisasi
Hemiparesis
sinistra grade 4
Bangkitan
kejang umum
tonik klonik
Bebas
bangkitan
kejang hari ke 7
20/2/2019 Kejang (-), TD ։ 130/80 - Epilepsi - Terapi
Hari ke 8 sakit kepala N ։ 83x/menit simtomatik dilanjutkan
(-), nyeri RR ։ 18x/menit ec post SNH - Planing
ulu hati (-), S ։ 36,7° C - DM tipe 2 poliklinis
lemas (+) - Post SVT
GCS։ - ACKD pre
E4M6V5 renal
Meningeal
sign (-)
Hemiparesis
sinistra grade 4
Bangkitan
kejang umum
tonik klonik
Bebas
bangkitan
kejang hari ke 8

22 | P a g e
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
EPILEPSI
3.1 Definisi
Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat
cetusan pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat
melibatkan sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada
kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks
yang disebabkan berbagai proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan
neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis, rekaman
elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang
ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode) 3.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau
for epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak
yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi social yang
diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epileptik
sebelumnya. Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala
yang timbul sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang
terjadi di otak 4.

3.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi. Sekitar
lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsy lebih
tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsy di negara maju ditemukan sekitar
5.
50/100.000 sedangkan di negara berkembang mencapai 100/100.000 Di Negara
berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.
Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas 65
tahun. Umumnya paling tinggi pada umur 20 tahun pertama, menurun sampai umur 50
th, dan meningkat lagi setelahnya terkait dengan kemungkinan terjadinya penyakit
cerebrovascular. Pada 75% pasien, epilepsy terjadi sebelum umur 18 tahun6.

23 | P a g e
3.3 Etiologi
Ditinjau dari penyebab, Epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu7 ։
1. Epilepsi Idiopatik
Penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari penderita epilepsi anak dan
umumnya mempunyai predisposisi genetic, awitan biasanya pada usia >3tahun.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang canggih
kelompok ini semakin sedikit.
2. Epilepsi Simtomatik
Disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post
trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolic, malformasi
otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik serta kelainan neurodegenerative.
3. Epilepsi Kriptogenik
Dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini
adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsy mioklonik.

3.4 Klasifikasi
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan
klasifikasi sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor
tipe bangkitan (umum atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan
situasi yang berhubungan dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut
bangkitan epilepsi berdasarkan gambaran klinis dan elektroensefalogram 3.
1. Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe bangkitan epilepsi adalah3
A. Bangkitan parsial/fokal
- Merupakan bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikis
- Bangkitan parsial kompleks
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan
kesadaran
 Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran

24 | P a g e
 Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
 Dengan gangguan kesadaran saja
 Dengan automatisme
- Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik, klonik, tonk
atau klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan
umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan
umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial
kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum
B. Bangkitan Umum (konvulsi atau non konvulsi)
- Bangkitan lena (absence)
Lena (absence), sering disebut petitmal. Serangan terjadi secara
tiba-tiba, tanpa di dahului aura. Kesadaran hilangselama beberapa
detik, di tandai dengan terhentinya percakapan untuk sesaat, pandangan
kosong, atau mata berkedip dengan cepat. Hampir selalu pada anak-
anak, mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan serangan
tonik-klonik.
- Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang
singkat dan tiba-tiba, bisa simetris dan asimetris, sinkronis atau
asinkronis. Muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot
skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung
sejenak. Biasanya tidak ada kehilangan kesadaran selama serangan.
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
- Bangkitan tonik
Tonik, serangan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba
meningkat dari otot ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap
yang khas. Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan
tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai

25 | P a g e
deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Biasanya kesadaran hilang hanya beberapa menit
terjadi pada anak 1-7 tahun.
- Bangkitan atonik/astatik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh.
Keadaan ini bisa di menifestasikan oleh kepala yang terangguk-
angguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari tonus otot dan Px bisa
jatuh serta mendapatkan luka-luka. Biasanya penderita akan
kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba. Bangkitan ini
jarang terjadi.
- Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di
sebebkan aleh hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat.
Keadaan ini diikuti sentakan bilateral yang lamanya 1 menit sampai
beberapa menit yang sering asimetris dan bisa predominasi pada satu
anggota tubh. Serangan ini bisa bervariasi lamanya, seringnya dan
bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.
- Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis serang
klasik epilepsi serangan ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan
atau pendengaran selama beberapa saat yang diikuti oleh kehilangan
kesadaran secara cepat. Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai
dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diiukti oleh
kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik
(gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,
penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan
bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara
perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan
tertidur setelahnya.
C. Bangkitan Epilepsi yang Tidak Tergolongkan

2. Klasifikasi ILAE (1981) untuk tipe epilepsi dan sindrom epilepsi3


A. Fokal/partial (localized related)
- Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

26 | P a g e
a. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah
sentrotemporal (chilhood epilepsy with centrotemporal spikes)
b. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
c. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
- Simtomatik
a. Epilepsi parsial kontinua yang kronis progresif pada anak-anak
(konjenikow’s syndrome)
b. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur, alkohol, obat-obatan, hiperventilasi,
refleks epilepsy, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca.
c. Epilepsi lobus temporal
d. Epilepsi lobus frontal
e. Epilepsi lobus parietal
f. Epilepsi lobus oksipital
B. Epilepsi Umum
- Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
a. Kejang neonatus familial benigna
b. Kejang neonatus benigna
c. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
d. Epilepsi lena pada anak
e. Epilepsi lena pada remaja
f. Epilepsi mioklonik pada remaja
g. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik pada saat terjaga
h. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu
diatas
i. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi spesifik
- Kriptogenik atau simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan
usia)
a. Sindrome west (spasme infantil dan spasme salam)
b. Sindrome lencox – gastaut
c. Epilepsi mioklonik astatic
d. Epilepsi mioklonik lena

27 | P a g e
- Simtomatik
a. Etiologi non spesifik
 Enselofati mioklonik dini
 Enselofati pada infantil dini dengan busrt supresi
 Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di
atas.
b. Sindrom spesifik
c. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
C. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
- Bangkitan umum atau fokal
a. Bangkitan neonatal
b. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
c. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
d. Epilepsi afasia yang didapat (sindrom Landau-Kleffer)
e. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
- Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
D. Sindrom Khusus
- Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
a. Kejang demam
b. Bangkitan kejang/status epileptikus yang timbul hanya sedikit
(isolated)
c. Bangkitan bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian
metabolic akut, atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia,
hiperglikemia non ketonik
d. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik

3.5 Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan
menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di

28 | P a g e
dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion
menerobos membran neuron

Gambar 1. Patofisiologi Epilepsi

Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks serebri
penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan invaktivasi
konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent exicatory connection), yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan
menyebarkan aktivasi kejang
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel
piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bisa
dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivasi kejang. Hal ini
menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas
penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik

29 | P a g e
4. Betuk sinap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon
NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi
secara tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila
cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama,
membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan
bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung
pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti
apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi.
Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 kategori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka
tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya
dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-
beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat
diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya
epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama
SED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi
pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah,
PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.

A. Patofisiologi Epilepsi Umum


Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara
lengkap adalah epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset
dimulai usia 3-8 tahun dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien
“bengong” dan aktivitas normal mendadak berhenti selama beberapa detik
kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian tersebut. Terdapat beberapa
hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal dari thalamus, hipotesis
lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian menyimpulkan
bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan

30 | P a g e
korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal
akibat adanya mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks
saat sadar, dimana secara normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat
tidur non-REM
B. Patofisiologi Anatomi Seluler
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala,
stroke, tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf
yang tidak normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang
mengakibatkan mutasi. Mutasi genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada
cedera maupun stroke ataupun tumor akan mengakibatkan perubahan dalam
mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah pada gangguan
pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa
menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Bangkitan epilepsi bisa juga terjadi tanpa ditemukan kerusakan anatomi
(focus) di otak. Disisi lain epilepsi juga akan bisa mengakibatkan kelainan jaringan
otak sehingga bisa menyebabkan disfungsi fisik dan retardasi mental. Dari sudut
pandang biologi molekuler, bangkitan epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan
sekresi maupun fungsi neurotransmiter eksitatorik dan inhibitorik di otak.

3.6 Manifestasi Klinis


1. Kejang Parsial Simpleks
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala
berupa “dejavu” : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.

A. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat di
jelaskan.
B. Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian
tubuh tertentu.
C. Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu
D. Halusinasi

31 | P a g e
2. Kejang Parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan
lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak
akan mengingat waktu serangan. Gejala meliputi
A. Gerakan seperti mencucur atau menguyah
B. Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti sedang bingung
C. Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya
D. Gerakan menendang atau meninju yang berulang
E. Berbicara tidak jelas seperti menggumam
3. Kejang Tonik Klonik (epilepsy grand mal)
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien
dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa
didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan
dapat berupa : merasa sakit perut , baal, kunang – kunang , telinga berdengung.
Pada tahap tonik pasien dapat : kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang
jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik : terjadi
kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar
tidak dapat di kontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa
lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.

Gambar 2. Kejang Tonik-Klonik2

32 | P a g e
3.7 Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan radiologis. Namun
demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi
(klinis) sudah dapat ditegakkan 8
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah
serangan (meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat
berarti dan merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi
tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis,
gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu. Hal yang perlu
ditanyakan dalam anamnesis adalah
a. Pola / bentuk serangan
b. Lama serangan
c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan
d. Frekuensi serangan
e. Faktor pencetus
f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
g. Usia saat serangan terjadinya pertama
h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan Fisik Umum dan Neurologis
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari
adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih,
dan adenoma seboseum pada muka pada sklerosi tuberose. Hemangioma pada
muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis,
fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan
bawaan, asimetri pada kepala, muka, tubuh,ekstrimitas.

33 | P a g e
3. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium,
magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalamdarah. Yang memudahkan
timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia,
hiponatremia, hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan uremia. Penting pula
diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin disertai kejang. Pemeriksaan
cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau selaputnya,
toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak,
metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan
subaraknoid. 10,11
B. Pemeriksaan Radiologi
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang
informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsy. Gelombang yang
ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing, gelombang paku, runcing
lambat, paku lambat. Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto
polos kepala
C. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnya kesadaran.
D. Elektro Ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan
merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk
rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya
kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.

3.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek
samping seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian 10

34 | P a g e
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar pada
beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi
seperti GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal
dengan pemberian kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi yang
dikenal sampai sekarang ini antara lain karbamazepin (Tegretol), klobazam (Frisium),
klonazepam (Klonopin), felbamate (Felbatol), gabapentin (Neurontin), lamotrigin
(Lamiktal), levetirasetam (Keppra), oksarbazepin (Trileptal), fenobarbital (Luminal),
fenitoin (Dilantin), pregabalin (Lyrica), tiagabine (Gabitril), topiramat (Topamax), asam
valproat (Depakene, Convulex) (Brodie and Dichter, 1996). Protokol penanggulangan
terhadap status epilepsi dimulai dari terapi benzodiazepin yang kemudian menyusul
fenobarbital atau fenitoin. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium
berperan dalam memblok loncatan listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa obat
antiepilepsi selain mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain
yang berefek terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang. Melihat banyaknya efek
samping dari obat antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu
mengingat bahwa epilepsi itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap
jaringan otak 10
Levetiracetam, termasuk kelompok antikonvulsan terbaru merupakan antiepilepsi
yang banyak digunakan walaupun cara kerjanya masih tetap dalam penelitian lanjut.
Levetirasetam adalah derivat dari pirrolidona sebagai obat antiepilepsi berikatan dengan
protein SVA2 di vesikel sinaptik yang mempunyai mekanisme berbeda dengan obat
antiepilepsi lainnya (ikatan dengan receptor NMDA dan AMPA yakni glutamat dan
GABA). Pada hewan percobaan ditemukan bahwa potensi levetirasetam berkorelasi
dengan perpaduan ikatan obat tersebut dengan SVA2 yang menimbulkan efek sebagai
antiepilepsi. Dari data penelitian ditemukan bahwa levetiracetam dapat digunakan pada
penderita epilepsi dengan berbagai penyakit saraf sentral lainnya seperti pasien epilepsi
dengan gangguan kognitif, karena ternyata levetirasetam tidak berinteraksi dengan obat
CNS lainnya. Salah satu andalan dari levetirasetam yang berfungsi sebagai antikonvulsan
adalah dengan ditemukannya ikatan levetirasetam dengan protein SVA2. Dari beberapa
penelitian membuktikan bahwa vesikel protein SVA2 di sinaptik adalah satu-satunya
protein yang mempunyai ikatan dengan levetirasetam mendasar pada karakter serta
pendistribusian molekul protein sebagai antikonvulsan. Keadaan ini terbukti pada hewan
percobaan bahwa pemberian levetirasetam yang analog dengan protein SVA2 di vesikel
berpotensi sebagai antikonvulsan 11.

35 | P a g e
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi
yaitu 13,14
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan
keluarga harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan
efek samping dari pengobatan tersebut.
2. Terapi dimulai dengan monoterapi
3. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan secara bertahap sampai
dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat
4. Apabila dengan penggunaan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis
terapi, makan OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak
terkontrol dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

Berikut merupakan OAE pilihan pada epilepsi berdasarkan mekanisme kerjanya ։


1. Karbamazepin ։ blok sodium chanel konduktan pada neuron, bekerja juga pada
reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin
2. Fenitoin ։ blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan klorida
dan neurotransmitter yang voltage dependent
3. Fenobarbital ։ meningkatkan aktivitas reseptor GABA, menurunkan eksitabilitas
glutamate, menurunkan konduktan natrium, kalium, dan kalsium.
4. Valproat ։ Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan ambang konduksi
kalsium (T) dan kalium.
5. Levetiracetam ։ tidak diketahui
6. Gabapetin ։ Modulasi kalsium channel tipe N
7. Lamotrigin ։ Blok konduktan natrium yang voltage dependen
8. Okskarbazepin ։ Blok sodium cahnnel, meningkatkan konduktan kalium, modulasi
aktivasi channel
9. Topiramat ։ Blok sodium channel, meningkatkan influks GABA-Medaited
chloride, modulasi efek reseptor GABA
10. Zonisomid ։ Blok sodium, potassium, kalsium channel, inhibisi ekstitasi glutamat.

36 | P a g e
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Penghentian sebaiknya dilakukan secara bertahap setelah 2 tahun
bebas dari bangkitan kejang. Ada 2 syarat yang penting diperhatikan ketika hendak
menghentikan OAE ։
1. Syarat umum yang meliputi
a. Penghentian OAE telah didiskusikan terlebih dahulu dengan pasien dan
keluarga dimana penderita sekurang-kurangnya 2 tahun bebas kejang.
b. Gambaran EEG normal
c. Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap
bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan.
d. Bila penderita menggunakan 1 lebih OAE, maka penghentian dimulai dari 1
OAE yang bukan utama.
2. Kemungkinan kekambhan setelah penghentian
a. Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhan
b. Epilepsi simtomatik
c. Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan
d. Penggunaan OAE lebih dari 1
e. Masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
f. Mendapat terapi 10 tahun atau lebih
g. Kekambuhan akan semakin kecil kemungkinannya bila penderita telah bebas
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul
kembali maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian
evaluasi.

3.9 Komplikasi
Komplikasi kejang parsial komplek dapat dengan mudah dipicu oleh stress
emosional. Pasien mungkin mengalami kesulitan kognitif dan kepribadian seperti 10
1. Personalitas ։ sedikit rasa humor, mudah marah
2. Hilang ingatan ։ hilang ingatan jangka panjang dan pendek karena adanya
gangguan pada hippocampus , anomia (ketidakmampuan mengulang kata atau
nama benda
3. Kepribadian keras ։ agresif dan defensive

37 | P a g e
Kompliksai yang berhubungan dengan kejang tonik klonik meliputi
1. Aspirasi atau muntah
2. Fraktur vertebra atau dislokasi bahu
3. Luka pada lidah, bibir atau pipi karena tergigit
4. Status epileptikus
Status epileptikus adalah suatu kedaruratan medis dimana kejang terus
menerus, berulang tanpa kembalinya kesadaran diantara kejang selama lebih dari
30 menit. Kondisi ini dapat berkembang pada setiap tipe kejang tetapi yang paling
sering adalah kejang tonik klonik. Status epileptikus mungkin menyebabkan
kerusakan pada otak atau disfungsi kognitif dan mungkin fatal. Dikenal dua tipe
SE yaitu SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif (tidak
terdapat bangkitan motorik) 9.

3.10 Prognosis
Ketika pasien telah bebas kejang untuk beberapa tahun, hal ini mungkin untuk
menghentikan pengobatan anti kejang, tergantung pada umur pasien dan tipe epilepsi
yang diderita. Hampir seperempat pasien yang bebas kejang selama tiga tahun akan tetap
bebas kejang setelah menghentikan pengobatan yang dilakukan dengan mengurangi
dosis secara bertahap. Lebih dari setengah pasien anak-anak dengan epilepsi dapat
menghentikan pengobatan tanpa perkembangan pada kejang 8.

38 | P a g e
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan Tn. INR, laki-laki berumur 67 tahun, masuk rumah sakit tanggal
10 Februari 2019 dengan keluhan kejang. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dan status neurologis dapat didiagnosis sebagai epilepsi
simtomatik ec post SNH.
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang
berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak
(serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan
umum). Epilepsi simtomatik disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolic,
malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran
darah otak, toksik serta kelainan neurodegenerative.

39 | P a g e
DAFTAR ISI

1. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita


Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.2005. p119-127.
2. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi).
Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit Perdossi;2012.
3. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediatric
Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007
4. Accessed on February 22th 2014:
http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
5. Accessed on February 22th 2014: http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
6. Accessed on February 22th 2014 :
http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-
pada-anak-2
7. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in
Children and Adults. 2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.2005
8. P r i c e d a n W i l s o n . 2 0 0 6 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses -
Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC
9. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
10. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing.
200515.PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta.
200816.http://www.medscape.com/viewarticle/726809
11. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat;
2009.p.439.
12. Utama H. Antiepilepsi dan Antikonvulsi dalam Farmakologi dan terapi. 5th ed.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2005.
13. Lumbantobing SM. Epilepsy. Jakarta : Balai Penerbit FKUI;2006

40 | P a g e

Вам также может понравиться

  • Journal Reading
    Journal Reading
    Документ22 страницы
    Journal Reading
    Ran Hiliary
    Оценок пока нет
  • Critical Apprasial
    Critical Apprasial
    Документ4 страницы
    Critical Apprasial
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • CBD Anak
    CBD Anak
    Документ23 страницы
    CBD Anak
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Jurnal Anak
    Jurnal Anak
    Документ9 страниц
    Jurnal Anak
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • MR Anak 18-19
    MR Anak 18-19
    Документ16 страниц
    MR Anak 18-19
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Translate Jurnal Anak
    Translate Jurnal Anak
    Документ15 страниц
    Translate Jurnal Anak
    Gina Anisah
    Оценок пока нет
  • Translate Jurnal Anak
    Translate Jurnal Anak
    Документ15 страниц
    Translate Jurnal Anak
    Gina Anisah
    Оценок пока нет
  • TR Ocd
    TR Ocd
    Документ16 страниц
    TR Ocd
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Translate Jurnal Anak
    Translate Jurnal Anak
    Документ15 страниц
    Translate Jurnal Anak
    Gina Anisah
    Оценок пока нет
  • Jurnal Anak
    Jurnal Anak
    Документ9 страниц
    Jurnal Anak
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • MR Anak 4 April 2019 Ikterus Neonatorum
    MR Anak 4 April 2019 Ikterus Neonatorum
    Документ29 страниц
    MR Anak 4 April 2019 Ikterus Neonatorum
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • MR Anak 4 April 2019 Ikterus Neonatorum
    MR Anak 4 April 2019 Ikterus Neonatorum
    Документ29 страниц
    MR Anak 4 April 2019 Ikterus Neonatorum
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • CBD Anak-1
    CBD Anak-1
    Документ25 страниц
    CBD Anak-1
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Daftar Formasi Cpns 2019
    Daftar Formasi Cpns 2019
    Документ1 страница
    Daftar Formasi Cpns 2019
    isna Ini
    Оценок пока нет
  • Translate Jurnal Anak
    Translate Jurnal Anak
    Документ15 страниц
    Translate Jurnal Anak
    Gina Anisah
    Оценок пока нет
  • CBD Anes
    CBD Anes
    Документ60 страниц
    CBD Anes
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • MR Anak 18-19
    MR Anak 18-19
    Документ16 страниц
    MR Anak 18-19
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Jadwal UKMPPD 2020 PDF
    Jadwal UKMPPD 2020 PDF
    Документ1 страница
    Jadwal UKMPPD 2020 PDF
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • MR Anak 18-19
    MR Anak 18-19
    Документ16 страниц
    MR Anak 18-19
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ25 страниц
    Bab I Pendahuluan
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Morning Reaport
    Morning Reaport
    Документ46 страниц
    Morning Reaport
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • BatasTDrgUsia
    BatasTDrgUsia
    Документ3 страницы
    BatasTDrgUsia
    Slamet Hidayat
    Оценок пока нет
  • Osteochondral Lesi Dari Landaian
    Osteochondral Lesi Dari Landaian
    Документ5 страниц
    Osteochondral Lesi Dari Landaian
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Buka PDF
    Buka PDF
    Документ2 страницы
    Buka PDF
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Infeksi Jamur
    Infeksi Jamur
    Документ42 страницы
    Infeksi Jamur
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Jurnal DR Gede
    Jurnal DR Gede
    Документ29 страниц
    Jurnal DR Gede
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Insyaa IIah
    Insyaa IIah
    Документ16 страниц
    Insyaa IIah
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Jurnal Kulit
    Jurnal Kulit
    Документ5 страниц
    Jurnal Kulit
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Fix Drug Eruption
    Fix Drug Eruption
    Документ16 страниц
    Fix Drug Eruption
    Nur Wawan
    Оценок пока нет
  • Infeksi Jamur
    Infeksi Jamur
    Документ42 страницы
    Infeksi Jamur
    Nur Wawan
    Оценок пока нет