Вы находитесь на странице: 1из 5

Mekanisme gejala penyerta

a. Vertigo posisi
Tumbul karena perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris (kotoran) atau
kelainan servikal.
b. Otorrhea
Otorrhea adalah keluarnya cairan dari liang telinga yang dapat bersifat :
• encer/serosa jika berasal dari telinga luar
• mukoid jika berasal dari telinga tengah
• mengandung darah (serosanguinolen), misalnya jika terjadi meningitis bullosa pada telinga luar
• foetor
OTITIS MEDIA
Maret 9, 2008 2:44 am
Pengertian
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Otitis media
sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di
bawah usia 15 tahun. Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum
ditemukan di klinik, yaitu :
Otitis Media Akut
Otitis Media Serosa (Otitis media dengan efusi)
Otitis Media Kronik
Otitis media akut adalah keadaan dimana terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah dengan tanda dan gejala infeksi.
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini
sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh
obstruksi tuba eustachii. Pada penyakit ini, tidak ada agen penyebab definitive
yang telah diidentifikasi, meskipun otitis media dengan efusi lebih banyak
terdapat pada anak yang telah sembuh dari otitis media akut dan biasanya
dikenal dengan “glue ear”. Bila terjadi pada orang dewasa, penyebab lain yang
mendasari terjadinya disfungsi tuba eustachii harus dicari. Efusi telinga tengah
sering terlihat pada pasien setelah mengalami radioterapi dan barotrauma ( eg :
penyelam ) dan pada pasien dengan disfungsi tuba eustachii akibat infeksi atau
alergi saluran napas atas yang terjadi.
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi
jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis media
akut yang tak tertangani. Sering berhubungan dengan perforasi menetap
membrane timpani. Infeksi kronik telinga tengah tak hanya mengakibatkan
kerusakan membrane timpani tetapi juga dapat menghancurkan osikulus dan
hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan antibiotic, infeksi mastoid
merupakan infeksi yang mengancam jiwa. Sekarang, penggunaan antibiotic yang
bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut
menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada
pasien yang tidak mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan
mengalami infeksi telinga yang tak ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan
beberapa dari infeksi kronik ini, dapat mengakibatkan pembentukan
kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit ke dalam ( epitel skuamosa )
dari lapisan luar membrane timpani ke telinga tengah. Kulit dari membrane
timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak
dan bahan sebaseus. Kantong dapat melekat ke struktur telinga tengah dan
mastoid. Bila tidak ditangani, kolesteatoma dapat tumbuh terus dan
menyebabkan paralysis nervus fasialis ( N. Cranial VII ), kehilangan
pendengaran sensorineural dan/ atau gangguan keseimbangan (akibat erosi
telinga dalam) dan abses otak.
Etiologi
Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik ke dalam
telinga tengah yang normalnya adalah steril. Paling sering terjadi bila terdapat
disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi
adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis alergika). Bakteri yang umum
ditemukan sebagai organisme penyebab adalah Streptococcus peneumoniae,
Hemophylus influenzae, Streptococcus pyogenes, dan Moraxella catarrhalis.
Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan
negative di telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan
telinga tengah dan kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang
secara normal bersifat steril. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien
kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring.
Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membran tymphani.
Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga tengah dan mengakibatkan
kehilangan pendengaran konduktif.
Manifestasi Klinis
Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada
orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan
ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
Demam
Anoreksia
Limfadenopati servikal anterior
Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal
dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik,
yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani
tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik,
dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya
menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak
ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler
menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri
biasanya tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani
memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa
putih di belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui
lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh
ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
Pemeriksaan Diagnostik
1.Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2.Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
3.Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
Penatalaksanaan Medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g :
dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan
status fisik klien
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama adalah
Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya resisten
terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ;
sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang
alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim –
sulfa.
Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ), terapi yang umum
dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2
bulan.
Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk melakukan
miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan memasukkan selang
penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini memungkinkan
ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan memungkinkan
drainase cairan. Selang itu umumnya lepas sendiri setelah 6 sampai 12 bulan.
Kemungkinan komplikasinya adala atrofi membrane timpani, timpanosklerosis
(parut pada membrane timpani), perforasi kronik, dan kolesteatoma.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN OTITIS MEDIA
Pengkajian
Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
Kaji adanya peningkatan suhu (indikasi adanya proses infeksi)
Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
Kaji status nutrisi dan keadekuatan asupan cairan berkalori
Kaji kemungkinan tuli.
Diagnosa Keperawatan
Nyeri R/t Inflamasi pada jaringan telinga tengah
Perubahan Sensori – Persepsi ; Auditorius R/t Gangguan penghantaran bunyi
pada organ pendengaran
Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis ; facial palsy
Ancietas R/t Prosedur pembedahan ; Miringopalsty / mastoidektomi
Intervensi Keperawatan
Nyeri R/t proses inflamasi pada jaringan telinga tengah
Tujuan : Penurunan rasa nyeri
Intervensi :
Kaji tingkat intensitas klien & mekanisme koping klien
Berikan analgetik sesuai indikasi
Alihkan perhatian klien dengan menggunakan teknik – teknik relaksasi :
distraksi, imajinasi terbimbing, touching, dll
perubahan sensori – persepsi ; Auditorius R/t Gangguan penghantaran bunyi
pada organ pendengaran.
Tujuan : memperbaiki komunikasi
Intervensi :
mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
Memandang klien ketika sedang berbicara
Berbicara jelas dan tegas pada klien tanpa perlu berteriak
Memberikan pencahayaan yang memadai bila klien bergantung pada gerab bibir
Menggunakan tanda – tanda nonverbal ( mis. Ekspresi wajah, menunjuk, atau
gerakan tubuh ) dan bentuk komunikasi lainnya.
Instruksikan kepada keluarga atau orang terdekat klien tentang bagaimana
teknik komunikasi yang efektif sehingga mereka dapat saling berinteraksi
dengan klien
Bila klien menginginkan dapat digunakan alat bantu pendengaran.
Gangguan Body Image R/t paralysis nervus fasialis
Kaji tingkat kecemasan dan mekanisme koping klien terlebih dahulu
Beritahukan pada klien kemungkinan terjadinya fasial palsy akibat tindak lanjut
dari penyakit tersebut
Informasikan bahwa keadaan ini biasanya hanya bersifat sementara dan akan
hilang dengan pengobatan yang teratur dan rutin.
Ancietas R/t prosedur pembedahan ; miringoplasty / mastoidektomi.
Kaji tingkat kecemasan klien dan anjurkan klien untuk mengungkapkan
kecemasan serta keprihatinannya mengenai pembedahan.
Informasi mengenai pembedahan dan lingkungan ruang operasi penting untuk
diketahui klien sebelum pembedahan
Mendiskusikan harapan pasca operatif dapat membantu mengurangi ansietas
mengenai hal – hal yang tidak diketahui klien.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L., Buku Saku Keperawatan Pediatri, edisi 3, Jakarta, EGC, 2002
Dudley, H.A.F., Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi 11,
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992.
Ludman, Harold, MB, FRCS, Petunjuk Penting pada Penyakit THT, Jakarta,
Hipokrates, 1996
Smeltzer, Suzanne C., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.

Вам также может понравиться