Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRACT
One Map Policy as one of Joko Widodo Administration’s agendas has resulted in the need of development
of integrated spatial database structure. On the other hand, base maps for this purpose have not been
available in detailed scales. Fortunately, the advance technology of Unmanned Aerial Vehicle (UAV) is a
potential tool for producing orthophoto-based maps for land administration. Meanwhile, Kantor Wilayah
BPN Provinsi NTB has been able to initiate the use of UAV for cadaster purpose in producing base maps
for land administration maps in several villages. This research will investigate the effectiveness of UAV in
comparison to terestrial survei, focusing on the pace of production and the difference of the results of
each methods. The difference of the shape of the result was identified manually with a visual guidance.
One sample t-test was employed to investigate the statistical significance of the difference between UAV
Method and Terestrial Method. The results shows that there is evidence that the shape of the two methods
is similar although the spatial dimension for urban areas is difference. The statistical test reveals
UAV-based orthophoto can be used for producing cadaster base map in agricultural zones. Ultimately,
UAV Method, though has several limitations, can be used for accelerating the production of a single base
map and an integrated spatial database structure.
Keywords One Map Policy, Cadastre Base Map, Land Administration, UAV.
|1
FIT-ISI dan CGISE 2016
walapun metode ini dapat menghasilkan model Provinsi NTB, 2015). Desa ini juga merupakan
orthophoto yang murah dengan akurasi tinggi dan wilayah penyangga Kota Mataram sebagai ibukota
diijinkan oleh regulasi (Mumbone, 2015). Untuk provinsi dimana banyak tumbuh
aplikasi di Indonesia, Ramadhani (2016) berhasil perumahan-perumahan baru sebagai dampak dari
menyimpulkan bahwa peta kadaster yang dibuat kurangnya lahan untuk perumahan dan tekanan
melalui metode UAV dapat menghasilkan peta batas perkotaan Kota Mataram. Sehingga, Desa Terong
bidang tanah yang akurat melalui pemetaan bidang Tawah merupakan salah satu desa dengan tingkat
tanah partisipatif. Dalam hal tingkat ketelitian urgensi ketersediaan peta pendaftaran tanah berbasis
dibandingan dengan survei RTK, fotogrametri desa yang tinggi, Berdasarkan peta dasar pendaftaran
berbasis UAV mampu menyajikan akurasi sampai tanah, Desa Terong Tawah terdiri dari 20 lembar peta
dengan skala 1:200 (Barry and Coakley, 2013). skala 1:1.000 yang berada di dalam administrasi
Kantor Pertanahan Kabupaten Lombok Barat.
Kebijakan peta tunggal yang memerlukan percepatan
serta hadirnya teknologi UAV merupakan tantangan Metodogi
sekaligus peluang bagi jajaran Kantor Wilayah BPN
Peralatan
Provinsi NTB untuk berkontribusi bagi tersedianya
peta tunggal dengan kualitas baik secara cepat. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan peta
Penggunaan foto udara dengan survei konvensional dasar pendaftaran tanah berbasis desa dengan metode
dan citra resolusi tinggi membutuhkan biaya yang UAV antara lain UAV, GPS Geodetic, software
tinggi yang kemungkinan tidak dapat dialokasikan ground control dan software pengolahan data foto
secara terus menerus dalam struktur APBN. Sebagai udara. UAV yang digunakan dalam pengambilan
alternatif dan inovasi, Kantor Wilayah BPN Provinsi adalah DJI Quadcopter Phantom III Advance dengan
NTB mencoba menggunakan UAV berbiaya rendah kamera standar resolusi 12 Megapixel. Pesawat ini
untuk pemotretan udara di beberapa desa dalam dikendalikan secara otonom menggunakan software
rangka penyediaan peta dasar pendaftaran tanah Litchi berbasis Sistem Operasi Android. Ketinggian
berbasis desa. Artikel ini bertujuan untuk melakukan terbang pesawat diatur 120 meter dengan ketahanan
investigasi mengenai tingkat efektifitas penggunaan battery 20 menit yang memungkinkan pengambilan
data yang diambil dengan menggunakan UAV data selama 10 menit untuk satu lembar peta. Data
berbiaya rendah. Pertama, artikel ini menganalisa Ground Control Point (GCP) diambil dengan
perbandingan tingkat kecepatan pengambilan serta menggunakan GPS Trimble RTK yang meliputi
pengolahan data antara penggunaan UAV dan survei Trimble R4 sebagai rover, Trimble Zephyr Model 2
terestris konvensional. Kedua, perbedaan hasil sebagai Antenna Base Stasion, Trimble NetR9
geometri antara hasil foto udara dengan hasil sebagai Reference Receiver. GCP diukur selama 30
pengukuran terestris diteliti untuk melihat tingkat detik per titik dengan metode Real Time Kinematic
akurasi geometris hasil pemotretan udara pasca (RTK) yang menghasilkan GCP dengan rata-rata
pengolahan data. akurasi total 0,045 meter. Dalam pembuatan model
orthophoto, software yang digunakan bervariasi yang
pada prinsipnya memiliki kemampuan kalibrasi
kamera, fitur bundle adjustment, fitur orto-rektifikasi,
dan fitur pembangunan mozaik orthophoto.
Sedangkan dalam metode pengukuran terestris
menggunakan peralatan Total Station dan Pita Ukur
dengan merk bervariasi.
|2
FIT-ISI dan CGISE 2016
metode fotogrametri maupun secara terestris. Sedangkan perbedaan luas diuji secara statistik
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan dengan menggunakan uji t-test untuk mengetahui
kecepatan produksi peta dasar pendaftaran tanah apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara
untuk masing-masing sheet adalah sesuai dengan hasil pemetaan UAV dengan hasil pemetaan terestris.
Tabel 1. Jumlah sampel bidang tanah yang diuji secara
statistik sebanyak 98 bidang tanah yang meliputi 58
Tabel 1. Perbandingan Waktu per Kegiatan
bidang tanah pertanian dan 40 bidang tanah tanah
(Metode UAV dengan Metode Terestris)
nonpertanian.
Lama Waktu
|3
FIT-ISI dan CGISE 2016
|4
FIT-ISI dan CGISE 2016
maupun tanah non pertanian. Dari 58 sampel bidang Hasil vektorisasi orthophoto hasil pemotretan UAV
tanah kawasan pertanian dan 40 sampel bidang tanah untuk tanah pertanian, secara visual, memiliki bentuk
nonpertanian secara konsisten tidak memiliki dan dimensi yang sama dengan hasil pengukuran
perbedaan bentuk yang signifikan. Hal ini terestris. Hal ini mengindikasikan bahwa secara
mengindikasikan bahwa hasil orthophoto mampu geometri bentuk, hasil UAV dapat digunakan sebagai
menyediakan informasi dasar yang cukup baik bagi dasar pembuatan peta dasar pendaftaran tanah skala
pembuatan peta dasar skala besar. Namun demikian, 1:1.000. Kesamaan bentuk dan dimensi tersebut
setelah dilakukan pemeriksaan secara acak, dapat merupakan modal praktis pembuatan peta dasar
terlihat bahwa dimensi garis batas bidang tanah pendaftaran tanah skala besar. Hal ini dapat dipahami
melalui proses vektorisasi orthophoto berbeda dengan karena untuk bidang tanah pertanian fitur batas
hasil pengukuran terestris untuk bidang tanah di bidang tanah dapat dikenali secara visual dari
kawasan non pertanian. Hal ini disebabkan karena pematang tanah dan/atau fitur-fitur spasial lainnya
petugas tidak memiliki informasi spasial yang akurat yang menjadi batas penguasaan tanah. Hal ini
ketika melakukan digitalisasi on screen. mengindikasikan bahwa Peta Orthophotho hasil
pemotretan UAV dapat digunakan sebagai panduan
Perbedaan Dimensi utama dalam pembuatan peta dasar pendafataran
tanah di kawasan pertanian.
Uji Statistik Perbedaan Luas Bidang Tanah
Uji statistik ini dilakukan untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan luas antara metode UAV dan
metode terestris untuk bidang yang sama. Parameter
Gambar 2. Bentuk bidang tanah hasil pengukuran (kiri) dan dan hasil t-test untuk perbedaan luas yang telah
hasil vektorisasi orthophoto untuk tanah non pertanian dikelompokkan untuk tanah pertanian dan tanah
(kanan). Sumber: Penulis, 2016 nonpertanian dapat dilihat pada tabel berikut:
Kesamaan bentuk bidang tanah yang dihasilkan untuk Tabel 4. Parameter dan Hasil t-test
melalui kedua metode tersebut yang tidak diikuti
Jenis Parameter Nilai
dengan kesamaan dimensi dari batas bidang tanah,
Tanah n 58
mengindikasikan adanya kecenderungan terjadinya
Pertanian k 1
kesalahan dalam pembuatan peta dasar pendaftaran
tanah dengan metode UAV untuk kawasan terbangun d 53,0019
yang padat. Sehingga, hasil orthpohoto UAV tidak t hitung 2,3337
dapat dijadikan sebagai sumberdaya utama dalam t tabel 2,0017
pembuatan peta pendaftaran tanah di kawasan non Hipotesa Tanah Pertanian:
pertanian. Hal yang paling mungkin untuk H0 ditolak karena t hitung > t tabel)
pemanfaatan UAV untuk lingkup kawasan terbangun Tanah n (Jumlah Data) 40
adalah sebagai panduan (guidance) bagi proses Nonpertanian k (Variabel Bebas) 1
terestris. Selain itu, peta orthophoto yang dihasilkan d (Standar Deviasi) 32,2308
dengan metode UAV juga dapat digunakan sebagai t hitung 0,9566
alat monitoring, evaluasi dan audit bagi pengukuran t tabel 2,004
terestris kawasan nonpertanian seperti pendapat Hipotesa Tanah Non Pertanian:
Cunningham, et al. (2011). Walaupun tidak dapat H0 diterima karena t hitung ≤ t tabel)
dijadikan data dasar dalam pembuatan peta dasar, Sumber: Hasil Analisa, 2016
keberadaan images yang dihasilkan oleh UAV dapat
Uji statistik yang dilakukan terhadap dua kriteria
dijadikan sarana untuk mempercepat
yaitu Tanah Pertanian dan Tanah Non-Pertanian
terselenggaranya peta tunggal yang terintegrasi.
menghasilkan nilai signifikan yang berbeda terhadap
hipotesis awal. Hal ini diakibatkan adanya perbedaan
luas antara hasil pengukuran menggunakan Metode
UAV dan Metode Terrestris pada masing-masing
kriteria tersebut. Perbedaan luas ini dipengaruhi oleh
proses identifikasi batas bidang tanah yang
mengakibatkan perubahan bentuk geometri bidang
tanah.
Gambar 3. . Bentuk bidang tanah hasil pengukuran (kiri) Luas bidang tanah yang diperoleh berdasarkan
dan hasil vektorisasi orthophoto untuk tanah pertanian penentuan batas bidang tanah dengan menggunakan
(kanan). Sumber: Penulis, 2016 Metode UAV untuk kriteria Tanah Pertanian tidak
berbeda jauh dengan hasil pengukuran terestris
|5
FIT-ISI dan CGISE 2016
berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan. Hal ini percepatan penyediaan peta tunggal.
disebabkan karena identifikasi batas bidang tanah
Mengingat kelemahan metode UAV, terdapat
pertanian dapat dilakukan secara mudah dengan
beberapa saran yang diajukan untuk perbaikan
bantuan penunjuk batas. Selain itu, kondisi bentang
metode ini. Pertama, modifikasi kamera dan sensor
lahan tanah pertanian yang cukup terbuka menjadikan
diperlukan untuk meningkatkan ketelitian peta.
proses identifikasi batas tidak menemui kendala yang
Kedua, aplikasi penggunaan UAV sebaiknya juga
cukup berarti. Batas bidang tanah pertanian secara
dilakukan untuk wilayah dengan topografi bervariasi
umum berupa pematang sawah dan fitur-fitur spasial
dalam rangka penilaian keandalan penggunaan UAV
lain yang secara visual mudah dikenali. Faktor
untuk produksi peta wilayah terpencil, daerah
kesalahan manusia pada saat digitalisasi/ vektorisasi
topografi bervariasi, kawasan kehutanan, dan wilayah
untuk data tanah pertanian dirasakan juga lebih
rawan bencana. Hingga pada akhirnya, kebijakan peta
mudah karena petugas tidak terlalu berpikir untuk
tunggal dapat terealisasi dalam waktu dekat.
menarik garis batas melalui digitasi on-screen.
Daftar Pustaka
Namun demikian, proses produksi peta dasar dengan
metode UAV untuk kawasan non pertanian Barry, P., and Coakley, R., 2013, “Accuracy of UAV
menghasilkan luasan yang berbeda dengan hasil photogrammetry compared with network RTK
terestris. Hal ini dapat dipahami karena batas fisik GPS”, Int. Arch. Photogramm. Remote Sens., Vol
kawasan permukiman cenderung tidak dapat dikenali XL-1 W, No. 2, pp. 27-31.
karena beberapa faktor. Pertama, batas bidang tanah Berteška, T, and Ruzgienė, B, 2013,
berupa tembok tidak terlihat sehingga menyulitkan “Photogrammetric mapping based on UAV
petugas untuk mengidentifikasi batas bidang tanah. imagery”, Geodesy and Cartography, Vol. 39, No.
Kedua, tutupan lahan terbangun berupa jalan dan 4, pp. 158-163.
infrastruktur yang sudah dimodifikasi menjadikan
Cunningham, K., 2011, “Cadastral Audit and
petugas cenderung kesulitan untuk menetapkan batas
Assessments Using Unmanned Aerial Systems”.
bidang yang tepat. Ketiga, tutupan kanopi berupa atap
International Archives of the Photogrammetry,
rumah tidak memungkinkan bagi para petugas untuk
Remote Sensing and Spatial Information Sciences,
menarik garis batas bidang tanah secara akurat.
Vol. XXXVIII-1/C22
Kesimpulan dan Saran Eisenbeiß, H., 2009, UAV Photogrammetry, Doctoral
Berdasarkan hasil di atas, terdapat beberapa hal yang Dissertation, ETH Zurich, Zürich.
dapat disimpulkan. Metode UAV terbukti lebih cepat Haala, N., 2011, “Performance test on UAV-based
dalam proses produksi peta dasar pendafataran tanah. photogrammetric data collection”, Proceedings of
Dari segi bentuk, kedua metode menghasilkan bentuk the International Archives of the Photogrammetry,
yang sama. Namun demikian, geometri batas bidang Remote Sensing and Spatial Information Sciences,
di kawasan non pertanian dengan metode UAV, secara Zürich.
visual menunjukkan perbedaan. Hal ini menjadi Kanwil BPN Provinsi NTB, 2015, Revisi Neraca
kendala pemanfaatan UAV di kawasan non pertanian Penatagunaan Tanah Kabupaten Lombok Barat
dimana data UAV harus dikombinasikan dengan 2016, Kanwil BPN Provinsi NTB, Mataram.
survei terestris untuk mendapatkan data yang baik.
Mumbone, M, 2015, Innovations In Boundary
Selain itu, uji statistik membuktikan tidak terdapat
Mapping: Namibia, Customary Lands And UAVs,
perbedaan luas bidang tanah pada output hasil UAV
Master Thesis, University of Twente, Twente.
apabila dibandingkan dengan hasil survei terestris di
kawasan pertanian. Ramadhani, SA. (2016). Using Unmanned Aircraft
System Images to Support Cadastral Boundary
Kelebihan dan kelemahan tersebut di atas membawa Data Acquisition in Indonesia. Master Thesis,
konsekuensi terhadap pemanfaatan data UAV. Data University of Twente, Twente.
UAV dapat digunakan pada lembar peta dengan
Remondino, F., 2011, “UAV photogrammetry for
mayoritas tanah pertanian, namun data tersebut tidak
mapping and 3d modeling–current status and future
dapat digunakan secara langsung untuk kawasan non
perspectives”, International Archives of the
pertanian karena isu ketelitian dan kesalahan manusia.
Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial
Namun, data UAV untuk kawasan non pertanian
Information Sciences, Vol. 38, No. 1, pp. 25 – 31.
dapat digunakan sebagai panduan survei terestris
serta kepentingan lainnya seperti untuk tujuan Santoso, S., 2002, Statistik Parametrik, PT. Elex
evaluasi dan audit survei terestris. Dengan demikian, Media Komputindo, Jakarta.
walaupun terdapat kelemahan, secara substansial data
UAV dapat digunakan untuk mendukung proses
|6