Вы находитесь на странице: 1из 29

Clinical Science Session

Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D)


SMF Ilmu Kesehatan THT

Disusun Oleh :
Ali Amali Fauzi (12100116282)
Kipyatulizam (12100116207)
Bela Valdinia (12100116180)

Preseptor :
Dr. Hj. Tety H Rahim, Sp.THT-KL, M.Kes, MH.Kes

SMF ILMU KESEHATAN THT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2017
ANATOMI

1. Anatomi Faring

Faring merupakan bagian tubuh yang merupakan suatu traktus aerodigestivus dengan

struktur tubular iregular mulai dari dasar tengkorak sampai setinggi vertebra servikal VI,

berlanjut menjadi esophagus dan sebelah anteriornya laring berlanjut menjadi trakea. faring

berbentuk seperti corong, berukuran sekitar 13 cm di mulai dari nternal nares di nasofaring

hingga cricoid cartilage pada laring. Faring terletak di anterior dari vetebral column, posterior

dari nasal dan oral cavity dan superior dari laring. Tersusun atas skeletal muscle dan membran

mukus.

Secara garis besar faring berfungsi sebagai :

• lintasan udara dan makanan

• ruang resonansi untuk suara

• rumah dari tonsil, yakni faringeal tonsil, palatine tonsil dan lingual tonsil (fungsi tonsil

yaitu sebagai reaksi imunologi untuk melawan benda asing).

Batas-batas faring terdiri dari:

• Superior : Basis kranii

• Inferior : Batas inferior dari vertebra C6 posterior dan pallatum molle

• Anterior : Khoana

• Posterior : Vertebra cervicalis I dan II

• Lateral :

• mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang

• Muara tuba eustachii


• Fossa rosenmulleri

Faring terbagi menjadi tiga region, yaitu :

1. Nasofaring

Batas nasofaring di bagian superior adalah dasar tengkorak, di bagian inferior adalah

palatum mole, ke anterior adalah rongga hidung sedangkan ke posterior adalah vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa

struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus

faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur

embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refelsi mukosa faring di atas penonjolan

kartilago tuba Eustachius, koana, foraman jugulare, yang dilalui oleh n.glosofaring, n.vagus, dan

n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna, bagian petrosus os tremporalis dan

foramen laserum dan muara tuba Eustachius

Pada nasofaring ini terdapat lima opening, yaitu :

- 2 opening dari internal nares

- 1 opening dari orofaring

- 2 opening dari auditory (pharyngotympanic) atau eustachian tube

Secara khusus, fungsi nasofaring adalah sebagai tempat pertukaran udara dan auditory tubes

untuk menyamakan tekanan antara faring dengan telinga tengah.

Ruang nasofaring yang relatif kecil mempunyai beberapa sturktur penting, yaitu :

• Jaringan adenoid, suatu jaringan limfoid yang kadang disebut tonsila faringea atau tonsil

nasofaringeal, yang terletak di garis tengah dinding anterior basis sphenoid.


• Torus tubarius atau tuba faringotimpanik, merupakan tonjolan berbentuk seperti koma di

dinding lateral nasofaring, tepat di atas perlekatan palatum molle dan satu sentimeter di

belakang tepi posterior konka inferior.

• Resesus faringeus terletak posterosuperior torus tubarius, dikenal sebagai fossa

Rosenmuler, merupakan tempat predileksi karsinoma faring

• Muara tuba eustachius atau orifisium tube, terletak di dinding lateral nasofaring, dan

inferior torus tubarius, setinggi palatum molle

• Koana atau nares posterior

2. Orofaring

Orofaring disebut juga mesofaring, dengan batas superior adalah palatum mole, batas

bawah adalah tepi atas epiglottis, ke anterior adalah rongga mulut, kebelakang adalah vertebra

servikal. Secara khusus fungsi orofaring adalah sebagai lintasan udara, air dan makanan.

Struktur yang terdapat pada rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil

palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior uvula, tonsil lingual dan foramen

sekum.

Terdapat tiga opening, yaitu :

- 1 opening dari mulut yang disebut fauces

- 1 opening dari nasofaring

- 1 opening dari laringofaring

3. Laringofaring

Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior ialah laring,

batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra servikal.
Secara khusus fungsi faring sama seperti fungsi orofaring, yakni sebagai jalur air, makanan

dan udara.

OTOT FARING
External layer Fungsi

Superior constrictor Kontriksi dinding faring ketika menelan

Middle constrictor

Inferior constrictor

Internal layer Fungsi

Palatopharyngeus Memendek dan melebarkan Faring and Laring ketika

Salpingopharyngeus menelan dan berbicara

Stylopharyngeus

Aliran darah, Persarafan, dan Aliran Limfatik

Aliran darah faring berasal dari beberapa cabang sistim karotis eksterna. Beberapa

anastomosis tidak hanya dari satu sisi tetapi dari pembuluh darah sisi lainnya. Ujung cabang

arteri maksilaris interna, cabang tonsilar arteri fasialis, cabang lingual arteri lingualis bagian

dorsal, cabang arteri tiroidea superior, dan arteri faringeal yang naik semuanya menambah

jaringan anastomisis yang luas. Persarafan sensorik nasofaring dan orofaring, seperti dasar lidah,

terutama melalui saraf laringeus superior. Aliran limfe faringeal meliputi rantai retrofaringeal

dan faringeal lateral dengan jalan selanjutnya masuk nodus servikalis profunda.

Fisiologi penelanan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke

faring secara volunteer. Tahap kedua, transport makanan melalui faring, dan tahap ketiga,

jalannya bolus melaui esophagus, keduanya secara involunter. Langkah adalah : pengunyahan
makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong

bolus ke orofaring. Oto suprahioid berkontraksi, elevasi tulang hyoid dan laring dan dengan

demikian membuka hipofaring dan sinus priformis. Secara bersamaan oto laringis intrinstik

berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari

lidah bagian belakang akan mendorong makanan ke bawah melalui orofaring, gerakan dibantu

oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui introitus

esophagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus

berelaksasi. Peristaltic dibantu oleh gaya berat, menggerakkan makanan melaui esophagus dan

masuk ke lambung.

2. Anatomi Tonsil

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori. Cincin Waldeyer

merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring yang terdiri dari tonsil palatina,

tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual, dan tonsil tubal.


A. Tonsil Palatina

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil

pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior

(otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil

mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi

seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil

terletak di lateral orofaring.

Permukaan tonsil palatina ditutupi epitel berlapis gepeng yang juga melapisi invaginasi

atau kripti tonsila. Banyak limfanodulus terletak di bawah jaringan ikat dan tersebar sepanjang

kriptus. Limfonoduli terbenam di dalam stroma jaringan ikat retikular dan jaringan limfatik

difus. Limfonoduli merupakan bagian penting mekanisme pertahanan tubuh yang tersebar di

seluruh tubuh sepanjang jalur pembuluh limfatik. Noduli sering saling menyatu dan umumnya

memperlihatkan pusat germinal.


Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan

muara kripta tonsil. Kripta tonsil berjumlah sekitar 10-20 buah, berbentuk celah kecil yang

dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Kripta yang paling besar terletak di pole atas, sering menjadi

tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman,

dan juga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut.

Fosa Tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus,

batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau dinding luarnya adalah otot

konstriktor faring superior. Berlawanan dengan dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar

dinding faring terdapat nervus ke IX yaitu nervus glosofaringeal.

Pendarahan

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1) arteri

maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri palatina asenden;

2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan

cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior

diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri arteri palatine asenden,

diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi

oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatine desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk

pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar

kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.


Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal

profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus,

selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai

pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus

glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves.

B. Tonsil Faringeal (Adenoid)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang

sama dengan yang terdapat pada tonsil. Adenoid diliputi oleh membran mukosa tapi tidak

berkapsul dan kripta lebih sederhana dibandingan tonsil palatina. Lobus atau segmen tersebut
tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong

diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal

sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang

nasofaring. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan

mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

C. Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah, tidak berkapsul, diantara folikel limfoid terdapat kripta

yang pendek, tak bercabang.

Detritus :

• Epitel yang mengalami deskuamasi

• Limfosit yang mengalami degenerasi

• Bakteri

• Sisa makanan
KASUS

1. Tonsilitis

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila yang

merupakan bagian dari cincin waldeyer, biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel

epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta.

1.1. Tonsilitis Akut

1.1.1. Etiologi

Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh Grup A Streptococcus

beta hemolitikus. Meskipun pneumokokus, stafilokokus dan Haemophilus influenzae juga virus

patogen dapat dilibatkan. Kadang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptokokus

viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasus-kasus berat.

Tonsilitis Viral paling sering diakibatkan virus Epsteinn Bar dengan bgejala menyerupai

common cold dan nyeri tenggorok.

1.1.2. Patofisiologi

Infeksi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang

berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan

kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mengisi

kripta tonsil dan tampak sebagai bercak kuning. Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab

tonsilitis dapat menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut:

1. Peradangan biasa pada area tonsil saja

2. Pembentukan eksudat
3. Selulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya

4. Pembentukan abses peritonsilar

5. Nekrosis jaringan

Bentuk tonsillitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsillitis folikularis, bila

bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur alur maka akan terjadi tonsillitis

lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu

(pseudomembran) yang menutupi tonsil.

Gambar 1. Tonsilitis Akut

1.1.3. Gejala dan Tanda

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri waktu menelan

dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut. Biasanya disertai

demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi, tidak nafsu makan dan nyeri

pada telinga. Rasa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui n Glosofaringeus. Seringkali

disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu.

Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

Gambar Tonsilitis Follicularis

Gambar Tonsilitis Lacunar

2.1.4. Pengelolaan

Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah baring,

pemberian cairan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri.

Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih

merupakan obat pilihan, kecuali jika terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap

penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan

organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh

hari. Jika hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat

dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa

seperti nefritis dan jantung rematik.


Efektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah cairan dapat berkontak

dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila

palatina. Akan tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa dengan berkumur yang dilakukan

secara rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa

tingkat perjalanan penyakit.

2.2. Tonsilitis Kronis

Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari semua penyakit

tenggorokan yang berulang. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan

yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca,

kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. Radang pada tonsil dapat

disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus

viridans dan Streptococcus piogenes. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar

tergantung pada infeksi.

2.2.1 Gambaran Klinis

Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa mengganjal pada

tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada waktu menelan, bau mulut , demam dengan

suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di

telinga (otalgia). Rasa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih (referred pain) melalui n.

Glossopharingeus (n.IX).
Gambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya bergantung

pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis

kronis, yaitu:

1. Tonsilitis kronis hipertrofikans,

yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan jaringan parut.

Kripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen keluar dari

kripta tersebut.

2. Tonsilitis kronis atrofikans,

Yaitu ditandai dengan tonsil yang kecil (atrofi), di sekelilingnya hiperemis dan pada

kriptanya dapat keluar sejumlah kecil sekret purulen yang tipis.

Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah

dan jarang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus.

Gambar Tonsilitis Kronis Hipertrofikans


2.2.2. Pengelolaan

Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka

terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil (tonsilektomi).

2.2.3. Komplikasi

Radang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa Rhinitis

kronis, Sinusitis atau Otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara

hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis,

irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis.

III. PENYAKIT INFEKSI LAIN YANG MENGENAI TONSIL

3.1. Tonsilofaringitis Difterika

Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak.

Penyebab tonsillitis difteri adalah Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram

positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring dan laring.

Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi

tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit

ini.

Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu gejala umum, gejala lokal, dan gejala

akibat eksotoksin.

Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya: kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris,

nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan. Gejala
lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama

makin meluas dan bersatu membentuk membran semu (pseudomembran). Membran ini dapat

meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan bronkus yang dat menyumbat

saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan

mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar limfe

leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)

atau disebut juga Burgemeesters hals. Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman

difteri ini akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi

miokarditis samapi decompensasio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan

otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminoria.

Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan

preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membrane semu dan didapatkan

kuman Corynebacterium diphteriae. Meskipun dengan perawatan semua gejala klinis telah

hilang, tetapi kuman difteri masih dapat tinggal dalam tonsil (dan faring) bahkan kadang-kadang

didapat karier difteri yang tidak pernah mengalami gejala penyakitnya. Pada karier yang

ditemukan sebaiknya diterapi secepatnya, disusul tindakan tonsilektomi maupun adenoidektomi.

3.2 Vincent’s Angina

Disebabkan oleh basilus fusiforme, penyakit ini sering terjadi pada orang-orang dengan

higine mulut yang buruk. Pada tonsil terbentuk bercak-bercak pseudomembran nekrotik yang

berwarna putih keabuan dikelilingi areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil

ataupun keduanya. Lesi dapat menyebar ke palatum molle, faring dan rongga mulut. Lesi yang

terjadi disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada membran mukosa yang menyebabkan

nekrosis membran mukosa tersebut. Dapat juga terbentuk pseudomembran pada laring dan
trakehea yang bila dilepas akan bedarah. Infeksi dapat disertai pembesaran kelenjar getah bening

submaksilar atau servikalis.

3.3. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Adalah pus yang tertampung antara kapsul tonsil. Dapat timbul sebagai komplikasi dari

tonsilitis akut atau dapat timbul tanpa didahului oleh tonsilitis akut. Pasien mengeluhkan adanya

nyeri faring unilateral, odinofagi, disfagi, trismus, malaise, dan demam. Dari pemeriksaan fisik

didapat adanya dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil dan palatum. Secara

bakteriologis, abses peritonsilar ditandai dengan infeksi bakteri campuran yang melibatkan

bakteri aerob seperti Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus maupun bakteri

anaerob seperti Bacteroidaceae. Bila tidak lekas ditangani abses peritonsilar dapat menyebar

menjadi abses parafaringeal yang nantinya dapat menyebar lebih jauh ke mediastinum dan

menyebabkan mediastinitis.

3.4 Infeksi Mononukleosis

Infeksi yang disebabkan oleh virus mononukleosis infeksiosa yang penyebarannya

melalui droplet. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di bagian leher, ketiak, dan regio inguinal

Adanya gambaran leukosit mononukleus dalam jumlah yang sangat besar.

3.5 Leukemia Akut

Gejala pertama berupa epistaksis, perdarahan mukosa mulut, gusi, dan pembengkakan

pada tonsil yang ditutupi membran semu.


IV. TONSILEKTOMI

4.1. Definisi

Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan

patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

jaringan sekitarnya seperti uvula dan pilar.

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

4.2. Indikasi Tonsilektomi

• Indikasi Tonsilektomi (The American Academy of Otolaryngology – Head and Neck

Surgery – 1995)

1. Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah diberikan terapi

adequat.

2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan gangguan pertumbuhan orofasial

3. Sumbatan jalan napas

4. Napas berbau dan tidak berhasil dengan pengobatan

5. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan


6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri group A streptococcus beta

hemolitikus

7. Otitis media efusi

2. Faringitis

Faringitis merupakan peradangan pada dinding faring yang disebabkan leh virus (40-

60%) bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin dan lain-ain

Virus dan bakteri meakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi

lokal.infeksi bakteri grup A streptokokus ke Beta hemolitikus dapat menyebabkan kerusakan

jaringan yang hebat, karena bakteri ini melepaskan toksin ekstraseuler yang dapat menimbulkan

demam reumatik, kerusakan katup jantung , glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus

terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.Bakteri ini banyak menyerang anak

usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur kurang dari 3 tahun.penularan infeksi

melalui secret hidung dan ludah.

1. Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan

faringitis

Gejala dan Tanda :

 Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok dan sulit menelan


 Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil yang hiperemis. Virus influenza,

coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak mengasilkan eksudat. Coxachievirus dapat

menimbulkan lesi vesicular diorofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash

 Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis

terutama pada anak

 Epstein Bar Virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada

faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa diseluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegaly

 Faringitis yang diebabkan oleh HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri

menelan, mual, dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat

eksudat, Limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

Gambar: Faringitis viral


Terapi:

 Istirahat dan minum yang cukup.kumur dengan air hangat. Analgetika jika perlu dan

tablet isap

 Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan

dosis 60-100 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian / hari pada orang dewasa dan

pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi dalam 4-6 kali pemberian /hari

b. Faringitis Bakteri

Infeksi grup A Streptokokus Beta hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut pada

orang dewasa (15%) dan pada anak (30%)

Gejala dan Tanda :

 Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang

tinggi, jarang disertai batuk

 Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat

eksudat dipermukaanya.Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum

dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.

Terapi:

 Antibiotik diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A

streptokokus Beta hemolitikus. Penicilin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal

atau amoksilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa

3x500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari.

 Kortikosteroid, deksametason 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0,08 – 0,3 mg/kgBB, IM 1

kali.
 Analgetika

 Kumur dengan air hangat atau antiseptic.

Gambar: Faringitis Bakteri

c. Faringitis Fungal

Candida dapat tumbuh dimukosa rongga mulut dan faring

Gejala dan Tanda :

 Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih

orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis

 Pembiakan jamur ini dilakukan dalam agar Saboroud dextrose

Terapi:

 Nystatin 100.000-400.000 2 kali sehari /hari

 Analgetika
d. Faringitis Gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

Terapi:

 Sefalosforin generasi ke 3 , Ceftriakson 250 mg, IV

2. Faringitis Kronis

Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofik.faktor

predisposisi proses radang kronik di faring ini ialah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik

oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang faring dan debu. Faktor lain

penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang biasa bernafas melalui mulut karena

hibungnya tersumbat.

a. Faringitis kronik Hyperplasia

Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.

Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada

pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata bergranular.

Gejala

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang

berdahak.

Terapi

Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan

nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan
obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan dapat diberikan ibat batuk antusif atau

ekspektoran. Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.

b. Farinigits Kronik Atrofi

Faringitis kronik atropi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis

atrofi udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga

menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.

Gejala dan Tanda

Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan

tampak mukosa faring ditutupi oleh lenidr yang kental dan bila diangkat mukosa

kering.

Terapi

Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan unutk faringitis kronik atrofi

ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut

3. Faringitis Spesifik

a. Faringitis Iuetika

Treponema pladium dapat menimbulkan infeksi di daerah faring seperti juga penyakit

leus di daerah lain. Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit primer,

skunder atau tertier.

Stadium perimer
Kelainan pada stadium primer terapat pada lidah, platum mole, tonsil dan dinding

posterior faring berbentuk bercak keputihan .Bila infeksi terus pembesaran kelenjar

mandibular yang tidak nyeri tekan.

Stadium skunder\

Stadium ini jarang di temukan. Terdapat ertima pada dinding faring yang menjalar

ke arah laring.

Stadium tertier

Pada stadium initerdapat guma. Predileksinya pada tonsil dan platinum jarang

pada dinding posterior faring dapat meluas ke vertebra servikal dan dan bila pecah

dapat menyebabkan mole, bila sembuh terdaapt jaringan parut yang dapat

menimbulkan gangguan fungsi palatum secrara permanen.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksan serologik . Tetapi penisilin dalam dosis

tinggi merupakan obat pilihan pertama.

b.Faringitis tuberkulosis

Faringitis tuberkulosis merupakan proses skunder dari tuberkulosis paru. Pada

infeksi kuman tahan asam jens bovinum dapat timbul tuberkkulosis faring primer.

Cara enfeksi eksogen yaitu kontak dengan sptum yang mengandung kuman atau

inhalasi kuman melalui udara.Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah

pada tuberculosis miliaris. Bila infeksi muncul secara hematogen maa tonsil dapat

terkena pada kedua sisi dan lesi sering detemukan pada dinding posterior faring,

paltum mole dan palatum durum.Kelanjar regional leher membengkak. Saat ini juga

penyebaran scara limfogen.

Gejala
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan odinofagia. Pasien mengeluh

nyeri yang hebat di tenggoarok, nyeri di telinga atau otalga serta pembseran kelenjar

lifma servikal

Dioagnosis

Untuk menegakkan diagnosis diperlikan pemeriksaan sputul basil tahan asam,foto

toraks untuk meliha adanya tuberculosis paru dan biopsi jaringan yang terinfeksi

utuk menyingkirkan proses keganasan serta mencari kuman basil tahan asam di

jaringan.

Terapi

Sesuai terapi tuberkulosis


Daftar Pustaka

1. Mangunkusumo E, Soetjipto D, Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti

RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-

7. Jakarta: FK UI, hal; 199-202, 2012.

2. http://www.entusa.com/oral_photographs/acute_tonsillitis_labeled.jpg

3. http://emedicine.medscape.com/article/871977-diagnosis

Вам также может понравиться