Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PAPER
Disusun oleh:
2019
KELAINAN HEMATOLOGI PADA LANSIA
A. Definisi
Kelainan darah, juga dikenal sebagai gangguan hematologi, adalah gangguan yang
memengaruhi kuantitas serta fungsi darah Anda. Darah Anda tersusun dari empat komponen
utama, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), plasma darah, dan trombosit
(keping darah). Hematologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari darah, organ
pembentuk darah dan penyakitnya. Khususnya jumlah dan morfologi sel-sel darah, serta
sumsum tulang. Darah adalah jaringan khusus yang berbeda dengan organ lain, karena
berbentuk cairan. Jumlah darah dalam tubuh adalah 6-8% berat tubuh total. Empat puluh lima
sampai 60% darah terdiri dari sel-sel, terutama eritrosit, leukosit dan trombosit. Fungsi utama
darah adalah sebagai media transportasi, serta memelihara suhu tubuh dan keseimbangan cairan
Keempat komponen tersebut dapat mengalami masalah sehingga tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Akibatnya, Anda mungkin akan mengalami berbagai penyakit kelainan
darah yang dapat bersifat akut dan kronis.
B. Macam-macam kelainan darah yang memengaruhi sel darah merah (eritrosit)
1. Anemia
penyakit ini disebabkan karena jumlah sel darah merah dalam tubuh rendah. Ketika
Anda terkena anemia, tubuh Anda tidak mendapatkan suplai darah yang kaya oksigen. Suplai
darah kaya oksigen yang rendah ini dapat membuat penderitanya merasa lelah, lesu, dan
tidak bertenaga. Orang yang mengalami anemia juga mungkin memiliki gejala lain, seperti
sesak napas, pusing, atau sakit kepala. Menurut penyebabnya, anemia terbagi menjadi
beberapa jenis yang meliputi:
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia pernisiosa (defisensi vitamin B12)
c) Anemia karena penyakit kronis
d) Anemia hemolitik autoimun
e) Anemia aplastik
f) Anemia megaloblastik
g) Anemia sel sabit
h) Anemia karena Talasemia
i) Anemia defisiensi folat
2. Malaria
Malaria adalah penyakit berbahaya yang disebabkan oleh parasit yang dibawa oleh
nyamuk Anopheles. Parasit akan masuk ke darah kemudian menginfeksi sel darah merah dan
merusak sel tersebut.
Setelah Anda terinfeksi, tubuh Anda akan bereaksi dengan memunculkan gejala
seperti demam tinggi dan menggigil. Kondisi ini biasanya terjadi dalam siklus yang
berlangsung selama 2-3 hari dalam satu waktu.
Apabila kondisi ini dibiarkan tanpa pengobatan yang tepat, infeksi parasit dapat
menyebabkan kerusakan pada organ tubuh penderitanya. Dalam kasus yang parah, malaria
juga bisa mengancam nyawa bahkan menyebabkan kematian.
3. Polisitemia vera
Polisitemia vera adalah kondisi ketika sel darah merah yang diproduksi pada sumsum
tulang belakang terlalu banyak. Meningkatnya produksi sel darah merah dalam tubuh ini
dapat menyebabkan darah membeku dan menghambat aliran darah. Kondisi ini
meningkatkan risiko pembekuan darah.
Jika tidak segera diobati, gumpalan darah dapat melewati pembuluh darah,
menyebabkan kondisi serius seperti stroke (pengumpalan pembuluh darah di otak) atau
infark miokard (penggumpalan darah di arteri jantung). Penyakit kelainan darah yang
memengaruhi sel darah putih
4. Leukimia
Leukimia adalah jenis kanker darah yang terjadi ketika sel darah putih berubah
menjadi tidak normal dan berkembang biak secara tidak terkendali di dalam sumsum tulang.
Leukimia adalah jenis yang paling umum dari kanker darah.
Berdasarkan seberapa cepat perkembangannya serta jenis sel darah putih yang
diserang, leukemia dibedakan menjadi akut dan kronis. Leukemia kronis jauh lebih
berbahaya dan sulit untuk diobati dibanding leukimia akut.
5. Limfoma
Limfoma adalah jenis kanker darah yang memengaruhi organ limpa, kelenjar getah
bening, timus, sumsum tulang, dan bagian lainnya di tubuh. Sama seperti penyakit leukimia,
limfoma terjadi akibat sel darah putih yang berkembang tidak normal dan di luar kendali.
Limfoma terdiri dari berbagai jenis, tetapi dua kategori utama dari limfoma adalah limfoma
Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
6. Multiple myeloma
Multiple myeloma adalah jenis kanker darah yang terjadi karena sel plasma berubah
menjadi ganas dan berkembang biak tidak terkendali. Padahal, sel plasma sendiri berperan
untuk menghasilkan antibodi (atau immunoglobulin) yang membantu tubuh menyerang dan
membunuh kuman, sehingga Anda bisa terlindungi dari infeksi penyakit. Tetapi multiple
myeloma justru menyebabkan produksi antibodi menjadi tidak normal. Akibatnya, sistem
kekebalan tubuh Anda menjadi lemah dan rentan terhadap infeksi.
7. Sindrom mielodisplastik (praleukimia)
Sindrom mielodisplastik atau juga disebut dengan penyakit praleukimia adalah jenis
kanker darah yang menyerang sumsum tulang. Kondisi ini disebabkan karena sel darah yang
terbentuk tidak sempurna, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meski
sering kali muncul secara perlahan, sindrom ini juga dapat muncul secara mendadak dan
menjadi leukimia pada tingkatan yang parah.
C. Penyakit kelainan darah yang memengaruhi keping darah
Beberapa penyakit kelainan darah yang dapat memengaruhi trombosit di antaranya:
1. Trombositopenia
Trombositopenia terjadi karena trombosit dalam darah terlalu rendah. Trombosit
sendiri merupakan sel darah yang berperan penting pada proses pembekuan darah. Kondisi
ini dapat disebabkan karena masalah kesehatan atau efek dari obat-obatan tertentu.
Pada kasus yang langka, jumlah trombosit dapat menjadi sangat rendah. Jika
dibiarkan tanpe pengobatan yang tepat, kondisi ini tersebut dapat menyebabkan perdarahan
internal yang berbahaya.
2. Trombositosis esensial
Trombositemia esensial adalah peningkatan jumlah trombosit tanpa sebab yang jelas.
Kondisi ini menyebabkan pembekuan darah yang berlebihan dan perdarahan. Trombositemia
esensial bisa terjadi akibat gangguan proses pembentukan sel punca (stem cell) pembentuk
darah. Sayangnya, sampai saat ini para ahli belum mengetahui apa penyebab pasti dari
trombositosis esensial.
D. Gangguan darah yang memengaruhi plasma darah
Beberapa penyakit kelainan darah yang dapat memengaruhi plasma darah adalah:
1. Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit genetik yang menyebabkan darah menjadi sulit membeku.
Kondisi ini disebabkan karena tubuh kekurangan protein pembekuan darah (faktor
pembekuan). Apabila orang dengan hemofilia mengalami perdarahan, maka perdarahannya
akan sulit dihentikan. Akibatnya, darah akan terus mengalir keluar. Jika tidak segera
ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius.
2. Trombofilia
Jika hemofilia terjadi karena darah sulit membeku, trombofilia justru kondisi yang
membuat darah Anda mudah untuk menggumpal. Ya, trombofilia atau yang disebut juga
dengan pengentalan darah adalah penyakit yang berhubungan dengan pembekuan darah.
Kondisi ini menyebabkan darah lebih mudah untuk menggumpal. Beberapa orang
yang didiagnosis penyakit ini harus minum obat pengencar darah setiap hari untuk
menghindari terjadinya penggumpalan darah. Pada beberapa kasus trombofilia dapat
mengakibatkan komplikasi serius dan mengancam nyawa.
3. Trombosis vena dalam
Trombosit vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT) adalah suatu penyakit yang
terjadi ketika terdapat gumpalan darah di pembuluh darah vena. Biasanya pembuluh darah
vena yang paling sering mengalami penggumpalan adalah bagian kaki.
Kondisi ini menyebabkan aliran darah melambat. Akibatnya, daerah yang tersumbat
menjadi bengkak, merah, dan nyeri. Apabila gumpalan darah bergerak ke paru-paru, maka
dapat menyebabkan emboli paru yang menimbulkan masalah pernapasan serius.
E. Tanda-tanda & gejala
Tanda dan gejala penyakit kelainan darah mungkin dapat berbeda, tergantung dari
penyebabnya. Namun, ada beberapa gejala khas yang bisa muncul ketika seseorang
mengalami gangguan darah, di antaranya:
Lemah, lesu, tidak bertenaga
Demam
Sakit kepala
Pusing
Kulit pucat pasi
Kemerahan pada wajah
Pembekuan darah yang berlebihan
Muncul petekie atau bintik-bintik merah
Luka yang tidak kunjung sembuh atau lambat sembuh
Perdarahan tak terkendali setelah terluka
Kulit mudah memar meski hanya terkena benturan kecil
F. Penyebab Kelainan Hematologi
Ada beberapa penyebab utama gangguan darah, di antaranya:
1. Keturunan
Penyakit gangguan darah dapat berasal dalam keluarga. Ini berarti jika orangtua
atau saudara kandung memiliki kelainan darah, Anda kemungkinan akan mengalami hal
yang serupa.
2. Penyakit tertentu
Misalnya, polisitemia vera (sebuah kondisi genetik) dapat menyebabkan tubuh
Anda menghasilkan terlalu banyak sel darah merah. Bisa juga karena Anda Anda
memiliki penyakit autoimun seperti lupus. Sistem kekebalan tubuh Anda mungkin
menghancurkan trombosit darah Anda sendiri, yang membuat tubuh kesulitan untuk
menghentikan perdarahan ketika terluka.
3. Infeksi
Beberapa infeksi dapat mengurangi jumlah sel darah putih dari darah Anda.
Meski begitu, terkadang infeksi juga bisa meningkatkan produksi sel darah putih dalam
tubuh Anda.
4. Kekurangan gizi
Asupan nutrisi yang buruk juga bisa menyebabkan gangguan darah. Contohnya,
jika Anda kekurangan zat besi, maka tubuh Anda tidak bisa memproduksi sel darah
merah yang cukup. Akibatnya, Anda akan lebih rentan mengalami penyakit anemia.
G. Faktor-Faktor Risiko Kelainan Hematologi
Ada beberapa alasan yang membuat Anda berisiko lebih tinggi mengalami gangguan darah,
di antaranya:
1. Kegemukan alias obesitas
2. Merokok
3. Terkena infeksi serius
4. Kurangnya aktivitas fisik
5. Lanjut usia
6. Pola makan yang tidak sehat, misalnya tinggi lemak, garam, dan gula
7. Mengalami gangguan pencernaan kronis yang memengaruhi kemampuan tubuh dalam
menyerap nutrisi dari makanan yang Anda konsumsi
H. Pemeriksaan klinis
1. Hitung darah perifer lengkap
Hitung darah perifer lengkap adalah tes yang paling umum untuk gangguan darah.
Prosedur ini berfungsi untuk mengevaluasi semua komponen seluler (sel darah merah, sel
darah putih, dan trombosit) dalam darah.
Mesin otomatis dapat melakukan tes ini dalam waktu kurang dari 1 menit pada
sejumlah kecil darah. Prosedur ini dalam beberapa kasus juga dilengkapi dengan
pemeriksaan sel darah di bawah mikroskop.
2. Penghitungan retikulosit
Penghitungan retikulosit berfungsi untuk mengukur jumlah sel darah merah
(eritrosit) yang baru terbentuk dalam volume tertentu darah. Retikulosit biasanya
menempati sekitar 1% dari total jumlah sel darah merah.
Jika tubuh membutuhkan lebih banyak sel darah merah, seperti pada anemia,
sumsum tulang biasanya merespon dengan memproduksi lebih banyak retikulosit.
Dengan demikian, jumlah retikulosit adalah ukuran kapasitas dari sumsum tulang untuk
membuat sel darah merah baru.
3. Tes khusus sel-sel darah
Para dokter dapat mengukur proporsi jenis sel darah putih dan kemampuan sel
darah putih untuk melawan infeksi. Sebagian besar tes dilakukan pada sampel darah,
tetapi beberapa memerlukan sampel dari sumsum tulang.
4. Tes pembekuan mencakup berbagai jenis tes
Beberapa tes pembekuan dapat menghitung jumlah trombosit dalam darah Anda.
Trombosit bertanggung jawab untuk mengontrol perdarahan. Kadang-kadang dokter
perlu menguji seberapa baik trombosit bekerja. Tes-tes lain dapat mengukur fungsi
keseluruhan dari protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah normal.
5. Pengukuran protein dan zat lainnya
Tes ini dilakukan pada sampel urin. Urin mengandung sejumlah kecil protein.
Dengan mengukur protein ini, dokter dapat mendeteksi kelainan pada kuantitas atau
struktur urin Anda.
Menua secara fisiologis ditandai dengan semakin menghilangnya fungsi dari banyak
organ tubuh. Bersamaan dengan itu meningkat pula insiden penyakit seperti coronary arterial
disease (CAD), penyakit-penyakit serebrovaskular, penyakit ginjal dan paru. Hal ini akan
menyebabkan semakin cepatnya tubuh kehilangan fungsi-fungsi organnya.
Seiring dengan meningkatnya angka harapan hidup dapat kita perkirakan juga akan
adanya peningkatan pada prevalensi-prevalensi penyakit yang terjadi pada orang tua. Penyakit
jantung pada orang tua merupakan masalah global yang sampai saat ini masih menjadi salah satu
prioritas utama. Hal ini dikarenakan penyakit jantung adalah merupakan penyebab terbesar
mortalitas, morbiditas dan disabilitas pada orang tua.
2. Perubahan intermediate
Plak semakin besar dan terjadi obstruksi dari lumen arteri koroner epikardium.
Hal ini menyebabkan peningkatan sirkulasi darah sebanyak 2-3 kali lipat akibat olahraga
tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini disebut Iskemia dan manifestasinya dapat berupa
Angina atau nyeri pada dada akibat kerja jantung yang meningkat (Gambar 5 dan 6)
Gejala klinis
Sekitar 80% lansia dengan Coronary artery disease melaporkan adanya serangan
Angina. Tapi dari keseluruhan peristiwa iskemia hanya 15% saja Angina Pektoris
bermanifestasi sebagai segment ST yang terdepresi pada pemeriksaan EKG. Banyak
pasien tidak mengalami gejala khas Angina Pektoris, melainkan hanya mengeluh
mengenai kesulitan bernapas saja (shortness of breath). Ini disebut sebagai Silent
Ischemia.
Pemeriksaan klinis
Jarang ditemukan kelainan spesifik. Kadang dapat ditemukan adanya S III Gallop,
adanya Pericardial Friction Rub dalam waktu 24 jam setelah serangan, gejala-gejala
kelainan neurologik dan tanda-tanda dari edema paru.
Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan untuk Infark Miokard Akut
1. Observasi keadaan umum
Penanganan sakit pada saat dan setelah episode infark pada lansia tentu sedikit
berbeda dengan seperti pada pasien yang lebih muda. Kadang butuh pemantauan
yang lebih intensif dan konservatif. Tapi pada lansia yang aktif dan dalam kondisi
yang baik kecuali untuk sakit jantungnya itu, managemen ditangani kurang lebih
sama seperti pada pasien jantung lain. Aktivitas awalnya harus dibatasi dengan tirah
baring. Jalan-jalan sebaiknya sudah dimulai setelah 24-72 jam bila memungkinkan.
2. Pemberian Trombolitik
Pemberian trombolitik pada lansia masih banyak menimbulkan perdebatan
Hal ini dikarenakan adanya asosiasi antara penambahan usia dengan peningkatan
resiko perdarahan intrakranial. Tapi bila semua kontraindikasi (kelainan koagulasi,
ulkus peptikum, riwayat stroke, hipertensi,dll) tidak ada atau bila rasio untung/rugi
pemberian trombolitik lebih kearah menguntungkan, maka sebaiknya obat trombolitik
diberikan. Manfaat maksimum terapi adalah bila pengobatan dimulai 1-3 jam
pertama, memberikan penurunan mortalitas sebesar lebih dari 50%. Empat macam
trombolitik yang telah dievaluasi secara luas adalah streptokinase, alteplase : tissue
plasminogen activator (t-PA), reteplase dan anistreplase : ansiolated plasminogen
streptokinase activator complex (ASPAC).
3. Lidokain
Dipakai untuk mengatasi keadaan aritmia. Dosis yang dipakai dimulai dari dosis
terkecil. Penggunaan lidokain sebagai obat profilaksis tidak dianjurkan.
4. Obat-obatan ß bloker
Dengan menggunakan teknik Discriminant Analysis, Marcus dkk menemukan
bahwa obat-obat ß bloker menguntungkan untuk pasien lansia dengan MI, terutama
untuk mereka dengan komplikasi mekanik dan elektrik. Obat-obat beta-bloker
mengurangi durasi nyeri iskemik dan insiden fibrilasi ventrikel.
Nitrat
Nitrogliserin adalah DOC untuk nyeri iskemi berulang. Juga bermanfaat untuk
menyembuhkan kongesti pulmoner.
ACE Inhibitor
Manfaat terbesarnya adalah pada pasien dengan fraksi ejeksi rendah, infark luas
atau adanya gagal jantung klinis.
Penghambat kalsium
Hanya verapamil dan diltiazepam yang efektif untuk mencegah infark dan
iskemia berulang. Baik untuk infark non-Q wave. Selain kedua obat tadi, tidak
ada lagi obat golongan ini yang boleh dipakai untuk mengobati infark karena
dapat menyebabkan takikardi atau depresi miokardium.
5. Analgetik
Pada permulaan dapat dipakai nitrogliserin sublingual untuk mengatasi nyeri. Bila
tidak ada diberikan dapat diberikan opioid intravena seperti morfin sulfat 4-8 mg atau
meperidin 50-75 mg.
b. Penatalaksanaan untuk PJK kronis
1. Observasi keadaan umum
Perbaiki gaya hidup untuk mengontrol faktor-faktor resiko. Perhatikan dosis
obat dan interaksinya karena pada lansia terdapat penurunan fungsi ginjal dan
penurunan perfusi hepatic. Untuk dosis, gunakan prinsip START LOW, GO SLOW.
2. Obat-obatan anti-kolesterol untuk mengontrol hiperlipidemia.
3. Aspirin
Pemberian anti-platelet telah terbukti dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit vaskular.
4. Obat-obatan anti-aritmia (DOC untuk obat aritmia adalah Amiodarone).
5. Managemen untuk Gagal Jantung Kongestif
Batasi asupan garam (kurang dari 3gr/hr), beri diuretic, Obat-obatan yang
dapat mengurangi afterload (ACE Inhibitor, nitrat, hydralazine). Dan bila
diindikasikan, dapat diberi Digoxin.
2. Gagal jantung
Gagal jantung adalah merupakan suatu sindrom, bukan diagnosa penyakit. Sindrom
gagal jantung kongestif (Chronic Heart Failure/ CHF) juga mempunyai prevalensi yang
cukup tinggi pada lansia dengan prognosis yang buruk. Prevalensi CHF adalah tergantung
umur/age-dependent. Menurut penelitian, gagal jantung jarang pada usia dibawah 45 tahun,
tapi menanjak tajam pada usia 75 – 84 tahun.
Dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup, akan didapati prevalensi dari
CHF yang meningkat juga. Hal ini dikarenakan semakin banyaknya lansia yang mempunyai
hipertensi akan mungkin akan berakhir dengan CHF. Selain itu semakin membaiknya angka
keselamatan (survival) post-infark pada usia pertengahan, menyebabkan meningkatnya
jumlah lansia dengan resiko mengalami CHF.
Etiologi dan Patofisiologi
CHF terjadi ketika jantung tidak lagi kuat untuk memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan. Fungsi sitolik jantung ditentukan oleh empat determinan
utama, yaitu: kontraktilitas miokardium, preload ventrikel (volume akhir diastolik dan
resultan panjang serabut ventrikel sebelum berkontraksi), afterload kearah ventrikel, dan
frekuensi denyut jantung.
Terdapat 4 perubahan yang berpengaruh langsung pada kapasitas curah jantung dalam
menghadapi beban :
1. Menurunnya respons terhadap stimulasi beta adrenergik akibat bertambahnya usia.
Etiologi belum diketahui pasti. Akibatnya adalah denyut jantung menurun dan
kontraktilitas terbatas saat menghadapi beban.
2. Dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku pada usia lanjut karena bertambahnya
jaringan ikat kolagen pada tunika media dan adventisia arteri sedang dan besar.
Akibatnya tahanan pembuluh darah (impedance) meningkat, yaitu afterload meningkat
karena itu sering terjadi hipertensi sistolik terisolasi.
3. Selain itu terjadi kekakuan pada jantung sehingga compliance jantung berkurang.
Beberapa faktor penyebabnya: jaringan ikat interstitial meningkat, hipertrofi miosit
kompensatoris karena banyak sel yang apoptosis (mati) dan relaksasi miosit terlambat
karena gangguan pembebasan ion non-kalsium.
4. Metabolisme energi di mitokondria berubah pada usia lanjut.
Keempat faktor ini pada usia lanjut akan mengubah struktur, fungsi, fisiologi
bersama-sama menurunkan cadangan kardiovaskular dan meningkatkan terjadinya gagal
jantung pada usia lanjut.
Selain itu ada pula faktor presipitasi lain yang dapat memicu terjadinya gagal jantung,
yaitu :
Kelebihan Na dalam makanan
Kelebihan intake cairan
Tidak patuh minum obat
Iatrogenic volume overload
Aritmia : flutter, aritmia ventrikel
Obat-obatan: alkohol, antagonis kalsium, beta bloker
Sepsis, hiper/hipotiroid, anemia, gagal ginjal, defisiensi vitamin B, emboli paru.
Diagnosis
Untuk menentukan diagnosa dari CHF pada lansia cukup sulit. Gejala yang ada
tidaklah khas. Gejala-gejala seperti sesak nafas saat beraktivitas atau cepat lelah seringkali
dianggap sebagai salah satu akibat proses menua atau dianggap sebagai akibat dari penyakit
penyerta lainnya seperti penyakit paru, kelainan fungsi tiroid, anemia, depresi, dll.
Pada usia lanjut, seringkali disfungsi diastolik diperberat oleh PJK. Iskemia miokard
dapat menyebabkan kenaikan tekanan pengisian ke dalam ventrikel kiri dan juga tekanan
vena pulmonalis yang meningkat, sehingga mudah terjadi udem paru dan keluhan sesak
nafas.
Gejala yang sering ditemukan adalah sesak nafas, orthopnea, paroksismal nokturnal
dispnea, edema perifer, fatique, penurunan kemampuan beraktivitas serta batuk dengan
sputum jernih. Sering juga didapatkan kelemahan fisik, anorexia, jatuh dan konfusi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan nilai JVP (Jugularis Venous Pressure) meninggi.
Sering juga terdapat bunyi jantung III, pitting udem, fibrilasi atrial, bising sistolik akibat
regurgitasi mitral serta ronkhi paru.
CHF menurut New York Heart Assosiation dibagi menjadi :
1) Grade 1 : Penurunan fungsi ventrikel kiri tanpa gejala.
2) Grade 2 : Sesak nafas saat aktivitas berat
3) Grade 3 : Sesak nafas saat aktivitas sehari-hari.
4) Grade 4 : Sesak nafas saat sedang istirahat.
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan :
1. Pemeriksaan Rontgen thorax
Nilai besar jantung, ada/tidaknya edema paru dan efusi pleura. Tapi banyak juga pasien
CHF tanpa disertai kardiomegali.
2. Pemeriksaan EKG
Nilai ritmenya, apakah ada tanda dari strain ventrikel kiri, bekas infark miokard dan
bundle branch block (Disfungsi ventrikel kiri jarang ditemukan bila pada EKG sadapan
a-12 normal).
3. Echocardiography
Mungkin menunjukkan adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, pembesaran
ventrikel dan abnormalitas katup mitral.
Penatalaksanaan
Untuk CHF dengan kelainan konduksi (Left bundle branch block) dapat dilakukan
operasi implantasi alat biventricular-pacing untuk mengatasi dissinkronisasi
ventrikelnya. Tapi hal ini juga malah dapat menyebabkan arrhytmia-induced sudden
death. Oleh karena itu dipakai kombinasi dari alat biventricular-pacing dan cardioverter
defibrillation.
Transplantasi jantung
Transplantasi jantung dilakukan pada pasien CHF yang bila tanpa operasi akan
meninggal dalam waktu beberapa minggu. Umumnya dilakukan pada pasien lansia yang
kurang dari 65 tahun, yang tidak memiliki masalah kesehatan yang serius lainnya. Lebih
dari 75% pasien transplantasi jantung hidup lebih lama dari 2 tahun sesudah operasinya.
Sebagian bahkan dapat hidup sampai lebih dari 12 tahun.Walaupun begitu, operasi
transplantasi jantung merupakan suatu operasi besar yang sangat sulit dan banyak
persyaratannya, mengingat :
c. Kelainan Katup
Bising sistolik dapat ditemukan pada sekitar 60% lansia, dan ini jarang sekali
diakibatkan oleh kelainan katup yang parah. Pada katup aorta, stenosis akibat kalsifikasi
lebih sering ditemukan daripada regurgitasi aorta. Tapi pada katup mitral, regurgitasi
sangat sering dijumpai dan lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria.
Pada lansia sering terdapat bising sistolik yang tidak mempunyai arti klinis yang
berarti. Tapi kita harus hati-hati membedakan fisiologis dengan yang patologis. Bising
patologis menandakan adanya kelainan katup yang berat, yang bila tidak ditangani
dengan benar akan mengakibatkan hipertrofi ventrikel dan pada akhirnya berakhir dengan
gagal jantung.
Degeneratif (senilis)
Nekrosis medial kistik: tersendiri atau berkaitan dengan sindroma
Marfan.
Diseksi Aorta
Hipertensi sistemik
Aortitis
VSD tinggi
Tetralogi Fallot
Penatalaksanaan
Indikasi operasi penggantian katup :
1. Apabila terjadi stenosis dan insufisiensi sekaligus.
2. Bila katup mitral bentuknya sangat berubah dan mengalami kalsifikasi hinga tidak
lagi dapat dilakukan valvutomi.
3. Bila fraksi ejeksi rendah ( <50-55%)
4. Bila didapat suatu dilatasi ventrikel yang jelas, disfungsi ventrikel kiri atau luas katup
yang sangat berkurang.
Gambar 14 dan 15. Jenis tindakan operatif pada kelainan katup.
Semua kelainan katup bila dilakukan intervensi sebelum menyebabkan kerusakan yang
irreversibel pada jantung mempunyai prognosis yang baik.
† Jika Tekanan darah sistolik dan diastolik berada pada kategori yang
Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi dan penyakit jantung hipertensif sedikit berbeda dengan yang
terjadi pada usia yang lebih muda.
Akibat perubahan dinding aorta dan pembuluh darah akan terjadi peningkatan
tekanan darah sistolik tanpa perubahan tekanan darah diastolik. Peningkatan TD
sistolik akan meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya akan
mengakibatkan penebalan dinding ventrikel kiri sebagai usaha kompensasi/adaptasi.
Hipertrofi ventrikel ini yang awalnya adalah untuk adaptasi lama-kelamaan malah
akan menambah beban kerja jantung dan menjadi suatu proses patologis.
Terjadi penurunan fungsi ginjal akibat penurunan jumlah nefron sehingga kadar renin
darah akan turun. Sehingga sistem renin-angiotensin diduga BUKAN sebagai
penyebab hipertensi pada lansia.
Terjadi perubahan pengendalian simpatis terhadap vaskular. Reseptor α-adrenergik
masih berespons tapi reseptor ß-adrenergik menurun responsnya.
Terjadi disfungsi endotel sehingga mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh
darah perifer.
Terjadi kecenderungan labilitas tekanan darah dan mudah terjadi hipotensi postural
(penurunan tekanan darah sistolik sekitar 20mmHg atau lebih yang terjadi akibat
perubahan posisi dari tidur/duduk ke posisi berdiri). Ini terjadi akibat berkurangnya
sensitivitas baroreseptor dan menurunnya volume plasma.
Proses aterosklerosis yang terjadi juga dapat menyebabkan hipertensi.
Farmakologis
1. Prinsip pemberian obat anti hipertensi pada lansia (Gambar 16) :
Dimulai dengan 1 macam obat dengan dosis kecil (START LOW GO SLOW)
Penurunan tekanan darah sebaiknya secara perlahan, untuk penyesuaian
autoregulasi guma mempertahankan perfusi ke organ vital.
Regimen obat harus sederhana dan dosis sebaiknya sekali sehari
Antisipasi efek samping
Pemantauan tekanan darah untuk evaluasi efektivitas pengobatan
Setelah tercapai target maka pemberian obat harus disesuaikan kembali untuk
maintanace (Gambar 17)
DAFTAR PUSTAKA
Handayani, Wiwik dan Sulistyo, Andi, Wibowo.2008.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Hematologi.Hal 1-6.Salemba Medika.Jagakarsa.Indonesia. Di akses pada
tanggal 2 april 2017 :
https://books.google.co.id/books?id=PwLdwyMH9K4C&pg=PT16&lpg=PT16&dq=skema
+eritrosit&source=bl&ots=-
BaE3FjQO3&sig=APxJkOxhcL0llqRATNjdKGc6BWo&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=on
epage&q=skema%20eritrosit&f=false
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011.Pedoman Interpretasi Data
Klinik.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Hal;7,12-15.Jakarta.Indonesia. Di akses
pada tanggal 23 maret 2017 :
https://www.researchgate.net/profile/Fauna_Herawati/publication/303523819_Pedoman_In
terpretasi_Data_Klinik/links/5746c1db08ae298602fa0bb4/Pedoman-Interpretasi-Data-
Klinik.pdf
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.2009.Pekerjaan Kefarmasian.Hal;2.Jakarta.Indonesia.
Di akses pada tanggal 31 maret 2017 :
http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-pemerintah-nomor-51-tahun-
2009-tentang-pekerjaan-kefarmasian.pdf