Вы находитесь на странице: 1из 16

Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat I

Dosen : Johanis Kerangan, S.kep., Ns., M.kep

LAPORAN PENDAHULUAN

SYOK NEUROGENIK

Disusun Oleh Kelompok 3

Maria M. Puspita 15061014


Lidya P. Rantung 15061186
Maria karwur 15061196
Indra Ngelo 15061114
Frisky Daleru 15061208
Fridel J. Ransun 15061145
Andreas Kaunang 15061122

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE
MANADO 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmatNya,
tugas Keperawatan Gawat Darurat I dengan materi “Syok Neurogenic” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Kelompok kami sangat berharap dengan adanya tugas
Keperawatan Gawat Darurat ini dapat memberian manfaat dan edukasi mengenaik
syok neurogenic. Meskipun kelompok kami menyadari masih banyak terdapat
keselahan didalamnya, maka dari itu kelompok kami mengharapkan kritik dan saran
dari para pembaca untuk kemudia tugas ini dapat kami perbaiki dan menjadi lebih
baik.

Demikian yang dapat kelompok kami sampaikan, semoga Laporan


Pendahuluan tentang Syok Neurogenik ini dapat bermanfaat.

Manado,Maret 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem pelayanan kedaruratan medik merupakan respon kedaruratan
untuk warga yang cedera atau sakit. Salah satu kedaruratan yang harus diatasi
adalah syok. Syok adalah kondisi kritis akibat penurunan mendadak aliran
darah didalam tubuh. Kegagalan aliran darah untuk mempertahankan aliran
darah yang memadai sehingga aliran darah ke organ terhambat.
Syok merupakan suatu keadaan dimana terjadinya ketidak cukupan
pada pemenuhan oksigen pada sel tubuh kegagalan pada perfusi ini akan
menyebabkan kematian sel secara progresif yang akan meyebabkan
terjadinya gangguan pada fungsi organ. Terdapat beberapa jenis syok baik
hipovolemik, kardiogenik, dan neurogenik, salah satu bentuk syok adalah
syok neurogenik, syok neurogenik ini sering terjadi akibat trauma spinal,
nyeri yang tak terhingga akibat fraktur, maupun trauma kepala. Syok
neurogenik disesbabkan oleh terjadinya kegagalan pusat vasomotor sehingga
terjadi penimbunan darah pada pembuluh darah tampung. hal ini terjadi
akibat kerusakan alur simpatik di spinal cord, syok neurogenik merupakan
syok distributif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Gawat Darurat I, dan untuk mengetahui secara umum
apa itu syok neurogenic.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui definisi syok neurogenik
2. Untuk mengetahui penyebab syok neurogenic
3. Untuk mengetahui pathway syok neurogenic
4. Untuk mengetahui prognosis syok neurogenic
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari syok neurogenic
6. Untuk mengetahui pencegahan dari syok neurogenic
7. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan syok neurogenic
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Syok yaitu hambatan di dalam peredaran darah periver yang


menyebabkan perpusi jaringan takcukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan
zat makanan dan membuang sisa metabolisme atau suatu pervisi jaringan
yang kuran sempurna (padila,2012)
Syok neurogenik merupakan pusat vasomotor segingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh darah atau vena atau arteri.
Syok neurogenic terjadi karena hilangnya tonus simpatis sehingga tonus
pembulu darah turun secara mendadak diseluruh tubuh. Syok neurogenic juga
dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributive, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang di akibatkan oleh cedera
pada sistem saraf (seperti : trauma kepala, cedera spinal, atau anestesi umum
yang dalam), suhu lingkungan yang terlalu panas, terkejut, takut, atau nyrti
berlebihan (Hardisman, 2014)
Syok neurogenic ini terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
menyebabkan vasodilatasi menyeluruh di regio spanknikus sehingga
perdarahabn otak berkurang.reaksi vasovagal umunya di sebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas, terkejut,takut atau nyeri.(nurarif dan kusuma,2015)
Jadi dapat disimpulkan syok neurogenik adalah kondisi dimana
sirkulasi darah menjadi tidak normal akibat cedera saraf tulang belakang.
Sering juga di sebut syok vasogenik ini dapat membahayakan karena
membuat tekanan darah dalam tubuh tiba-tiba turun dratis, sehingga
menimbulkan kerusakan pada barbagai jaringan tubuh.

2.2 Etiologi

Penyebab dari syok neurogenic antara lain adalah trauma medulla


spinalis dengan quadriplegia (kehilangan/gangguan fungsih metorik pada
suatu bagian fungsih motoric akibat hilangya mekanisme saraf dan otot
keempat anggota gerak) atau paraplegia (kehilangan /gangguan fungsih
motoric pada suatu bangian fungsi motoric akibat hilangnya mekanisme saraf
dan otot anggota gerak bawah), penyebab kedua rangsangan hebat, seperti
rasa nyeri hebat pada fraktur tulang, penyebab ketiga rangsangan pada
medulla spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal atau lumbal,
penyebab keempat trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom,
penyebab kelima suhu lingkungan yang panas dengan orang banyak,
penyebab keenam terkejut takut atau nyeri (Hardisman, 2014)

2.3 Manifestasi Klinis

Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok


neurogenic terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat,
bahkan lebih lambat ( bradikardia) kadang disertai denga adanya defisi
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia. Sed angkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena
terjadinya pengumpulan darah di dalam arterior, kapiler dan vena, maka kulit
terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan (Hardisman, 2014).
Syok neurogenik di tandai dengan kulit kering, hangat, dan bukan
dingin, lembab seperti yang terjadi pada syok hipovolemik. Tanda lainnya
adalah bradikardia dan bukan takikardia seperti yang terjadi pada bentuk syok
lainnya. Gangguan neurologis akibat syok neurogenic dapat meliputi paralisis
flasid ,reflex ektermitas hilang dan priapismus.
2.4 Patway
Multiple Vehicle Trauma

Suhu Lingkungan, Panas, SCI Fraktur Tulang Trauma Obat-obatan anastesi


Terkejut, Takut Atau Nyeri kepala

Reaksi Vasovagal Nyeri Hebat Spinal Lumbal


Perdarahan

Perfusi ke otak Reflex


berkurang Lumpuhnya
Penekanan
Neurogenik
venus
sfingter
Nadi  Vasokonstriksi pembuluh Venomotor
perkapiler
Darah

Volume sirkulasi darah


tidak efektif

Sinkop

Syok Neurogenik
Hilangnya kontrol saraf Aliran balik Pengumpulan darah di
Defisit Neurogenik simpatis terhadap tahanan ke jantung arteriol, vena dan kapiler
vaskular

Gangguan Kulit Merah,


Kulit Hangat
Vasodilatasi primer jantung Vasokonstriksi
Quadriplegi Paraplegi kulit

Dilatasi Otot-otot
Dilatasi
Tidak Sadar Arteri jantung Hipertermi
Vena
melemah

Tonus Pemb. Kontraktilitas


Darah Perifer tidak sempurna
Resiko Cedera Darah akan tertahan Perfusi Jaringan
dan tidak akan 
kembali bermuara ke Tidak dapat
memompa darah
Penurunan dengan baik
perfusi ke otak
Venous Return
, SV 
Penurunan
Gangguan Curah jantung
CO  metabolisme otak

Gangguan Penurunan kesadaran


pertukaran
gas
Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
2.5 Prognosis

Prognosis syok neurogenik tergantung penyebab syok tersebut.


Berhasil tindaknya penanggulangan syok tergantung kemampuan mengenal
gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta
efektifitas dan efisiensi kerja pada saat pertama pasien mengeluh syok.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan di antaranya adalah :


1. CT-Scan
Pemeriksaan ct-scan berhubungan dengan omen atau lavasi peritoneal
bila di duga ada pendarahan atau cedera berhubungan denga nominal,
menentukan tempat luka/jejas, mengevakuasi gangguan structural
2. Elektrolit serum menunjukan kekurangan cairan dan elektrolit
3. Sinar X spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur,
dislokasi), untuk kesejajaran traksi atau operasi
4. MRI : mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan
kompresi
5. Mielografi : untuk memperlihatkan kolumna spinalis jika terdapat
oklusi pada subaraknoid medulla spinalis
6. Rongent torak : untuk memperlihatkan keadaan paru
7. Pemeriksaan fungsi paru : mengukur volume inspirasi maksimal
terutama pada kasus trauma servikal bagian bawah.
8. GDA : menunjukan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi

2.7 Penatalaksanaan

Konsep dasar untuk syok distributive adalah dengan pemberian vasopressor


seperti fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan
penyempitan sfingter prekapiler dan vena kapasitan utnuk mendorong keluar darah
yang berkumpul ditempat tersebut. Kemudian konsep dasar yang berikutnya adalah
dengan penggunaan A (airway), B(breathing), C(circulation) dan ntuk selanjutnya
dapat diikuti dengan beberapa tindakan berikut yang dapat membantu untuk menjaga
keadaan tetap baik (life support), diantaranya :
1. Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih renda dari kaki (posisi
trendelenburg)
2. Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebeiknya dengan
menggunakan masker. Pada pasien dengan distress respirasi dan hipotensi
yang berat, penggunaan endotracheal tube dan ventilator mekanik sangat
dianjurkan. Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat jika terjadi distress respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong distress respirasi yang berulang. Ventilator mekanik juga
dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan menurunkan penggunaan
oksigen dari otot-otot respirasi.
3. Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan resusitasi
cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer Laktat sebaiknya
diberikan perinfus secara cepa 250-500 cc bolus dengan pengawasan yang
cermat terhadap tekanan darah, akral, turgor kulit, dan urin output untuk
menilai respon terhadap terapi.
4. Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan obat-obat
vasoaktif.

2.8 Pencegahan

Tindakan pencegahan yang dilakukan dibawah ini agar penderita tidak jatuh
pada kondisi yang lebih parah :
1. Imobilisasi pasien untuk mencegah semakin beratnya cedera medulla
spinalis atau kerusakan tambahan
2. Kolaborasi tindakan pembedahan untuk mengurangi tekanan pada
medulla spinalis akibat terjadinya trauma yang dapat mengurangi
disabilitas jangka panjang
3. Pemberian steroid dosis tinggi secara tepat ( satu jam pertama) untuk
mengurangi pembengkakan dan inflamasi medulla spinalis serta
mengurangi luar permukaan premanen
4. Fiksasi kolumna vertebralis melalui tindakan pembedahan untuk
mempercepat dan mendukung proses pemulihan.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Primary Survey

Menurut Gilbert D’Souza & Pletz (2009), primary survey dilakukan melalui
beberapa tahapan, antara lain :

a) General impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain :
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan
 Sianosis
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Yang perluh di perhatikan adalah :
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wound, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi untuk mengetahui adanya : pergeseran trakea, fraktur
ruling ig, subcutaneous emphysema.
 Auskultasi suara abnormal pada dada
d) Pengkajian Circulation
 Cek nadi dan mulai melakukan CPR jika diperlukan
 Control pendarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

3.1.2 Secondary Survey

survey sekunder merupakan pemeriksaan yang dilakukan secara head to toe.


a) Anamnesis
 Identitas pasien
 Keluhan utama
 Riwayat masalah kesehatan sekarang
 Riwayat medis
 Riwayat penyakit keluarga
b) Pemeriksaan fisik
1. Kulit kepala
Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala dan wajah untuk
mengetahui adanya pigmentasi, nyeri, laserasi, massam kontusio,
fraktur, ruam, perdarahan, nyeri tekan.
2. Wajah :lihat kalau simetris
 Mata : periksa kornea adanya cedera atau tidak, ukuran
pupil apakah isokor atau anisokor serta bagaimana reflex
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau midriasis,
adanya icterus, ketajaman mata, konjungtiva anemis atau
adnaya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal.
 Hidung : periksa adanya perdarahan, nyerim penyumbatan
penciuman, adanya deformitas (pembengkokan)
 Telinga : periksa adanya nyeri, pembengkakan, penurunan
atau hilangnya fungsi pendengaran
 Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
 Rahang bawah : periksa adanya fraktur
 Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mukosa terhadap
tekstur, warna, kelembaban, dan adanya lesi. Pada daera
lidah lihat warna, kelembaban, dan adanya lesi, pegang
dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/
tumor, pembengkakkan, nyeri, inspeksi amati adanya
tonsil meradang atau tidak (tonsil/amandel). Palpasi
adanya respon nyeri
c) Vertebra servikalis dan leher
Pada oemeriksaan leher, periksa adanya deformitas tulang atau krepitasi,
edema, ruam, lesi, dan massa, kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan
menelan) dan suara serak.
d) Toraks
Inspeksi : inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang
untuk mengetahui adanya trauma tumpul atau tajam
Palpasi : seluruh dinding dada untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan
krepitasi
Auskultasi : suara nafas tambahan dan bunyi jantung
e) Abdomen
Kaji apabila terjadi perdarahan, luka lecet, ruam, memar. Auskultasi
bising usus, palpasi abdomen untuk mengetahui adakah kekakuan atau
nyeri tekan.
f) Pelvis (perineum/rectum/vagina
Kaji bila terdapat luka laserasi, ruam, lesi, edema, atau kontusio,
hematoma, dan perdarahan uretra.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b/d gangguan proses difusi O2 dan CO2


2. Kekurangan volume cairan b/d menurunnya volume intravaskular
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan peifer b/d perubahan perfusi jaringan
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b/d gangguan metabolisme otak
5. Penurunan curah jantung b/d penurunan aliran balik ke jantung
6. Ketidakefektifan pola napas b/d hiperventilasi
7. Gangguan eliminasi urine b/d oliguri
8. Ansietas b/d perubahan status mental

3.3 Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnose Keperawatan: Gangguan pertukaran gas b/d gangguan proses


difusi O2 dan CO2

Tujuan:: Setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 1 x 24 jam


diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi dengan

Kriteria hasil:

 Klien mampu megeluarkan secret


 RR klien normal 16-20 x/ menit.
 Irama pernapasan teratur
 Kedalamam inspirasi normal
 Oksigenasi pasien adekuat
 CRT normal
 AGD dalam batas normal skala 5 (no deviation from normal range)

No. INTERVENSI No. RASIONAL


Mandiri :
1. Posisikan pasien untuk 1. Melancarkan pernapasan klien
memaksimalkan ventilasi udara

2. Keluarkan secret dengan melakukan 2. Mengeluarkan secret yang menghambat


batuk efektif atau dengan melakukan jalan pernapasan
suctioning
3. Berikan terapi oksigen sesuai dengan 3. Memenuhi kebutuhan oksigen dalam
kebutuhan tubuh
4. Monitor frekuensi, ritme, dan 4. Mendeteksi adanya gangguan respirasi dan
kedalamam pernapasan kardiovaskular
5. Pantau gas darah arteri serum dan 5. Untuk mengetahui tekanan gas darah (O2
tingkat elektrolit urine dan CO2) sehingga kondisi pasien tetap
dapat dipantau

Diagnosa Keperawatan: Penurunan curah jantung b/d penurunan aliran


balik ke jantung

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan


penurunan curah jantung dapat teratasi.

Kriteria Hasil :

 Tanda vital dalam rentang normal


 Tidak ada penurunan kesadaran
 Tidak ada distensi vena leher
 Warna kulit normal

No. INTERVENSI No. RASIONAL


Mandiri :
1. Pantau TD, HR, dan DN, periksa 1. Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh
dalam keadaan baring, duduk dan denyut nadi yang lemah dan HR yang
berdiri (bila memungkinkan) meningkat. Hipotensi dapat terjadi sebagai
akibat dari disfungsi ventrikel dan
hipoperfusi miokard.
2. Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi 2. Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada
dan irama jantung saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
3. Catat bunyi jantung 3. S1 dan S2 mungkin lemah karena
menurunnya kerja pompa. Irama Gallop
umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai
aliran darah kesermbi yang disteni.
Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
4. Palpasi nadi perifer 4. Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
5. Auskultasi bunyi napas 5. Adanya bunyi napas krekels menunjukkan
kongesti paru yang mungkin terjadi
karenan penurunan fungsi miokard.
6. Pemasangan / pertahankan patensi IV- 6. Jalur IV yang paten pentung untuk
lines sesuai indikasi pemberian obat darurat bila terjadi
distrimia atau nyeri daa berulang
7. Bantu pemasangan/pertahankan 7. Pacu jantung mungkin merupakan
patensi pacu jantung bila digunakan tindakan dukunga sementara selama fase
akut atau mungkin diperlukan secara
permanen pada infark luas/ kerusakan
system konduksi.
Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian okesigen sesuai 8. Meningkatkan suplai oksigen untuk
kebutuhan klien kebutuhan miokard

Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan perfusi jaringan peifer b/d


perubahan perfusi jaringan

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam


diharapkan masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berkurang atau
dapat teratasi.

Kriteria Hasil :

 Klien tidak mengeluh pusing


 TTV dalam batas normal
 CRT > 2 detik

No. INTERVENSI No. RASIONAL


Mandiri :
1. Pantau TD. Ukur dalam keadaan 1. Penurunan curah jantung ditunjukkan oleh
berbaring, duduk, atau berdiri bila denyut nadi yang lemah dan HR yang
memungkinkan meningkat. Hipotensi dapat terjadi sebagai
akibat dari disfungsi ventrikel dan
hipoperfusi miokard.
2. Kaji warna kulit, nadi perifer, CRT, 2. Mengetahui adanya mikroembolik oleh
dan akral pada bagian tungkai Kristal kolestrol pada arteri perifer yang
bisa menyebabkan nekrosisi pada jaringan
distal
3. Pertahankan hidrasi yang adekuat 3. Membantu mencegah peningkatan
viskositas darah
4. Pertahankan cara masuk heparin (IV) 4. Jalur yang penting untuk pemberian obat
sesuai indikasi darurat
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian cairan kristaloid 5. Mempertahankan keseimbangan cairan
intravena sesuai kebutuhan. dalam tubuh. Cairan kristaloid mudah
dieleminasi oleh tubuh.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan
hemodinamik dan metabolic yang di tandai dengan kegagalan system
sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat organ-organ vital
tubuh.
Syok neurogenic, juga diketahui sebagai syok spinal, adalah akibat
dari kehilangan tonus vasomotor yang mengakibatkan dilatasi vena dan
arteriol umum. Syok ini menimbulkan hipotensi, dengan penumpukan
darah pada pembuluh penyimpanan atau penumpukan dan kapiler organ
splanklik.
Setiap syok dimonitor adalah tanda- tanda vital, ritme jantun,
penurunan produksi urine dan memerlukan monitoring yang terus
menerus. Oleh karena itu syok merupakan kegawat darurat yang
membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau
terus menerus diunit terapi intensif.

4.2 Saran
Penting mempelajari tentang syok, agar dalam penatalaksanaan
konsep asuhan keperawatan gawat darurat dapat melakukan dengan cepat
dan sesuai dengan metode yang telah dipelajari diatas.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Hardisman, MHID, Drph. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis.


Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Padila, S.Kep.,Ns. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Amin Huda Nurarif, S.Kep.,Ns, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc edisi revisi
jilid 3. Jogyakarta: Mediaction.
http://www.academia.edu/19304314/isi MAKALAH SYOK NEUROGENIK

Вам также может понравиться