Вы находитесь на странице: 1из 28

REFERAT

Perdarahan Pasca Persalinan

SFM OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG
2018
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Referat yang Berjudul:


PERDARAHAN PASCA PERSALINAN

Oleh
Ahmad Reyhan
71 2017 055

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, November 2018


Pembimbing,

dr. Didi Askari Pasaribu, Sp OG (K)


iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Perdarahan
Pasca Persalinan” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI.
Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.
Dalam penyelesaian tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Keluarga saya yang selalu ada disamping saya.
4. dr. Didi Askari Pasaribu, Sp OG (K) selaku pembimbing.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Perdarahan Pascasalin .................................................................. 3
2.2. Klasifikasi .................................................................................................. 3
2.3. Etiologi ....................................................................................................... 3
2.3.1. Perdarahan dari tempat melekatnya plasenta ................................. 4
2.3.2. Robekan jalan lahir ........................................................................ 5
2.3.3. Inversio uteri .................................................................................. 6
2.3.4. Defek koagulopati .......................................................................... 7
2.4. Gejala Klinis................................................................................................. 9
2.5. Diagnosis .................................................................................................... 10
2.6. Pencegahan ................................................................................................. 13
2.7. Penatalaksanaan ......................................................................................... 13
2.8. Komplikasi ................................................................................................. 29
2.9. Prognosis .................................................................................................... 30

BAB III KESIMPULAN......................................................................................31


iii

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32


iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penilaian Klinik............................................................................. 12


Tabel 2.2. Gejala pada Perdarahan Obstetri ................................................... 14
Tabel 2.3. Jenis Uetrotonika dan Cara Pemberian ......................................... 15
Tabel 2.4. Hasil – hasil Darah yang Digunakan untuk Mengoreksi Cacat
Pembekuan .................................................................................... 29
v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kompresi Bimanual Interna ............................................................. 19


Gambar 2.2 Kompresi Bimanual Eksterna............................................................ 19
Gambar 2.3 Ligasi a. Uterina ................................................................................ 20
Gambar 2.4 Ligasi a. Iliaca Interna ....................................................................... 21
Gambar 2.5 Uterine Compression Suture ............................................................. 21
Gambar 2.6 Cara Mengeluarkan Plasenta dengan Tangan ................................... 23
Gambar 2.7 Teknik Pengeluaran Plasenta Cara dari Brandt ................................. 24
Gambar 2.8 Cara Manual dalam Melakukan Reposisi Uterus yang Mengalami ......
Inversi ................................................................................................ 26
Gambar 2.9 Huntington Manuver ........................................................................ 27
Gambar 2.10 Cara Memperbaiki Robekan Cervix ................................................ 28
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan adalah masalah yang sangat penting di bidang obstetri dan


ginekologi. Dalam bidang obstetri, perdarahan hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun janin. Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai kehilangan darah
lebih dari 500 ml setelah janin lahir pervaginam atau 1000 ml setelah janin lahir
perabdominal atau setelah selesainya kala III.1 Perdarahan postpartum adalah
penyebab utama kematian maternal secara dunia luas dan merupakan penyebab
tunggal pertama kematian utama ibu, dengan hipertensi kehamilan dan sepsis di
urutan kedua dan ketiga.2
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan
atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.3 Di dunia, terjadi penurunan AKI
dari tahun 1990-2015. Pada tahun 1990, terdapat 532.000 kasus pertahun dan
menurun menjadi 303.000 kematian pada tahun 2015.2 Di Asia Tenggara, jumlah
AKI pada tahun 2015 berada pada angka 182 per 100.000 kelahiran. Berdasarkan
profil kesehatan Indonesia tahun 2017, AKI di Indonesia pada tahun 2015 masih
berada pada angka 305 per 100.000 kelahiran hidup.3
Dalam rangka upaya percepatan penurunan AKI maka pada tahun 2012
Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal
Survival (EMAS) yang diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan
neonatal sebesar 25%. Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian ibu
dan angka kematian neonatal melalui : 1) meningkatkan kualitas pelayanan
emergensi obstetri dan bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit (PONEK) dan
300 Puskesmas/Balkesmas (PONED) dan 2) memperkuat sistem rujukan yang
efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit
2

Karena pentingnya penanganan dalam perdarahan di bidang obstetri, maka


kali ini akan dibahas lebih lanjut tentang pentingnya penanganan perdarahan,
khusunya dalam hal ini penanganan terhadap perdarahan pasca salin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menetukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >100/menit, kadar Hb
>8 g /dL.

2.2 Etiologi 5

1. Perdarahan dari tempat melekatnya plasenta


a. Hipotonia – atonia uteri
b. Retensio Plasenta
2. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang melebar
b. Robekan perineum, vagina, atau cervix
c. Ruptur uteri
3. Gangguan koagulasi

2.3.1 Perdarahan dari tempat melekatnya plasenta

A. Hipotonia – Atonia Uteri


Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim
yang menyebabkan tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari
4

tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.5 Hal ini
disebabkan oleh uterus yang terdistensi secara berlebihan. Dapat
juga pada perempuan dengan aktivitas uterus yang sangat berlebihan
atau tidak efektif.6 Penyebab dari terjadinya atonia uteri adalah
umur, multiparitas, jarak kehamilan yang terlalu dekat, partus lama,
malnutrisi atau anemia, overdistention uterus seperti: gemeli,
makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.7

B. Retensio Plasenta
Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya
kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa
perdarahan yang berlebihan. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
manajemen aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila
implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut
sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium dan disebut plasenta perkreta bila villi korialis sampai
menembus perimetrium. Faktor predisposisi terjadinya plasenta
akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret
berulang, dan multiparitas. Morbiditas pada plasenta akreta
menyebabkan perdarahan yang masif dan membutuhkan tindakan
operatif dengan mengangkat uterus, yang mana tindakan ini bisa
menyebabkan morbiditas intraoperatif dan pascaoperatif pada ibu
dengan banyaknya kebutuhan darah untuk transfusi, infeksi
intraabdominal, kerusakan pada uretra, dan terbentuknya fistula.
Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus
disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan
pascapersalinan primer atau sekunder. Sisa plasenta bisa diduga bila
kala tiga berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta
manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada
saat melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
5

yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan


masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat
kontraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. 8

2.3.2 Robekan Jalan Lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan


dengan trauma. Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif
dan traumatik akan memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu
dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan belum
lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi, robekan
spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi, atau
karena versi ekstraksi.
Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka
episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur
perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina,
forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan,
yang terberat, ruptura uteri. Oleh karena itu, pada setiap persalinan
hendaknya dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari
kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yag terjadi saat
kontraksi uterus baik, biasanya, karena ada robekan atau sisa
plasenta, pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara melakukan
inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai
spekulum unuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna
darah yang merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi.
Perdarahan karena ruptur uteri dapat diduga pada persalinan
macet/kaset, atau uterus dengan lokus minoris resistensia dan
adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intra abdominal. Semua
titik sumber perdarahan harus diklem, diikat dan dijahit dengan
catgut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti. 5
6

2.3.3 Inversio Uteri


Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan uterus
(endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum,
yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
Hal ini biasanya disebabkan penarikan yang kuat terhadap tali
pusat saat pengeluaran plasenta yang melekat di fundus, atonia
uteri, serviks masih terbuka yang mendapat tekanan dari atas atau
tekanan intraabdominal yang keras dan tiba-tiba (batuk atau
5
bersin).
Klasifikasi dari inversio uteri terbagi menjadi dua, yaitu8:
1. Jika uterus terinversi, namun tidak menonjol melalui
serviks, maka disebut inversio uteri incomplete
2. Jika fundus uteri telah prolapse melalui serviks, maka
disebut inversion uteri complete

Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda: syok karena


kesakitan, perdarahan banyak bergumpal, di vulva tampak
endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang melekat.
Bila baru terjadi, maka prognosis baik, tetapi sudah cukup lama
maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus
mengalami iskemia, nekrosis, dan infeksi.5

2.3.4 Defek koagulopati


Gangguan koagulasi merupakan penyebab yang jarang. Kelainan
ini meliputi idiopatik trombositopenia purpura, trombotik
trombositopenia purpura, penyakit von Willebrand’s dan
hemophilia. Dapat juga terjadi HELLP (hemolysis, elevated liver
enzyme levels, and low platelet levels) sindrom atau DIC
7

(disseminated intravascular coagulation). Penyebab lainnya yang


lebih jarang, karena defisiensi protrombin, fibrinogen, dan faktor
V, VII, X, XI
Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai
apabila ada penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai
ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan
sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap
dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul
hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi,
rongga hidung dan lain-lain.5
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal
hemostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation
product) serta perpanjangan tes protrombin dan PTT (partial
thromboplastin time). 5

2.4. Karakteristik Klinis


Perdarahan pasca persalinan dapat dimulai sebelum atau sesudah terlepasnya
plasenta. Biasanya yang terjadi bukanlah perdarahan yang masif mendadak,
melainkan perdarahan yang konstan. Pada beberapa bagian, hanya terjadi
perdarahan sedang, namun terus menerus sehingga menimbulkan hipovolemia
berat. Khususnya pada perdarahan setelah pelahiran plasenta, perembesan
darah yang konstan dapat menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah
banyak.6
Efek perdarahan bergantung hingga derajat tertentu, pada volume darah pada
saat tidak hamil dan besarnya hipervolemia yang diinduksi pada saat
kehamilan. Gambaran perdarahan pasca persalinan yang dapat menyesatkan
adalah perubahan denyut nadi dan tekanan darah secara drastis. Hal ini juga
menyebabkan perempuan hamil tidak dapat mentoleransi kehilangan darah
yang dianggap normal.6
8

2.5.Diagnosis

Diagnosis pada perdarahan pasca persalinan dapat dilakukan dengan jelas,


terkecuali pada akumulasi darah intra uterus dan intravagina yang tidak diketahui
atau ruptur uterus dengan perdarahan intraperitoneal. Perbedaan antara perdarahan
akibat atonía uterus dan perdarahan dari robekan jalan laris secara tentatif
ditentukan oleh faktor risiko predisposisi dan kondisi uterus. Jika perdarahan
berlanjut meskipun uterus keras dan berkontraksi baik, penyebab perdarahan
kemungkinan besar adalah laserasi. Darah yang berwarna merah terang juga
medukung dugaan darah berasal dari arteri, akibat laserasi.6
Tanda paling utama adalah keluarnya darah yang berlebihan setelah bayi
lahir atau setelah plasenta lahir. Adanya darah yang mengalir deras, kontraksi
uterus lembek dan tidak membaik dengan masase, pasien segara jatuh dalam
keadaan shock hemoragik adalah tanda dan gejala utama perdarahan pascasalin
karena atoni uteri. Menghitung jumlah darah yang keluar tidak mudah sehingga
jumlah darah yang keluar biasanya hanya berdasarkan perkiraan yakni dengan
melihat seberapa basah kain yang dipakai sebagai alas, bagaimana darah mengalir
dan berapa lama darah tetap mengalir. Keterlambatan dalam menentukan
banyaknya darah yang keluar bisa menimbulkan masalah yang serius.9
Pada pendarahan post-partum yang disebabkan oleh atonia uteri biasanya
ditemukan uterus yang lembut dan pendarahan pervagina. Hematom bisa timbul
sebagai nyeri atau perubahan tanda vital yang tidak sesuai dengan kehilangan
darah. Kebanyakan retroperitoneal hematum timbul 24 jam dari melahirkan dan
bisa disertai dengan demam, ileus, nyeri paha, dan udem ekstremitas bawah.
Tanda klasik pada plasenta yang terpisah adalah adanya semburan kecil darah saat
penarikan tali pusar dan uterus yang sedikit muncul di pelvis. Gangguan koagulasi
harus dicurigai pada pasien yang tidak merespon terhadap penanganan yang biasa,
dan pada pasien yang tidak terbentuk pembekuan darah atau darah yang mengalir
pada daerah tusukan. Evaluasi koagulasi harus meliputi penghitungan platelet dan
pengukuran waktu protrombin, waktu parsial tromboplastin, level fibrinogen, dan
fibrin split product. Penentuan sumber pendarahan merupakan hal sangat penting,
9

sehingga hasil imaging merupakan hal yang sangat diperlukan. Angiografi telah
digunakan sejak lama untuk melihat pendarahan aktif pada berbagai organ.
Namun, angiografi memakan waktu dan invasive, resolusi kontrasnya buruk, dan
pergerakan peristaltik membuat intepretasinya sulit. Pada penelitian di Korea dari
Januari 2004 hingga Februari 2008, dikatakan bahwa MDCT (multi-detector
computed tomography) lebih sensitif dari angiografi untuk mendeteksi
pendarahan aktif . Terlebih lagi CT bisa melihat daerah pendarahan lain karena
menjangkau seluruh abdomen. Kelebihan lainnya, CT memiliki keunggulan di
ketersediaan, kecepatan, reproduksibilitas dan tidak invasif. Pemeriksaan
ultrasonografi yang sederhana juga dapat membantu menemukan penyebab
pendarahan post-partum, misalnya pada kasus plasenta yang tertinggal. Pada
gambaran ultrasonografi ditemukan penebalan endometrium karena heterogenus
echogenic material dan area fokal dari hyperechogenicity yang bisa menunjukkan
hasil konsepsi yang tertinggal.10

Compensated Mild Moderate Severe


Blood loss <1000 1000-1500 1500-2000 >2000
Heart rate <100 >100 >150 >140
Blood Normal Orthostatic Ada nya tanda Menurun
Pressure change tanda
penurunan
CRT Normal Maybe Biasanya Selalu
delayed melambat melambat
Urin Output >30 Mild Takipnea Anuria
Increased sedang
Status mental Normal Agitated Confused Letargik atau
tumpul
10

2.5.Tatalaksana10,11
Tujuan utama penanganan perdarahan pascasalin ada 3 yakni pencegahan,
penghentian perdarahan dan mengatasi shock hipovolemik. Pendekatan
risiko, meskipun menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat
untuk diperhatikan. Setiap ibu hamil dengan faktor risiko tinggi terjadinya
perdarahan pascasalin sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang
mempunyai unit tranfusi dan perawatan intensif. Penanganan aktif kala tiga
(PAKT). Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan penanganan
aktif kala III persalinan. PAKT adalah sebuah tindakan (intervensi) yang
bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan meningkatkan kontraksi
uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan postpartum karena atoni
uteri. Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian
uterotonika, (2) tarikan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus setelah
plasenta lahir. Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera
setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Tarikan tali pusat secara
terkendali (tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat
sambil ibu diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counterpressure
terhadap uterus untuk menghidari inversi. Lakukan masase fundus uteri
segera setalah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat, palpasi tiap 15
menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
Upaya memprediksi akan datangnya pendarahan post-partum untuk usaha
pencegahan nampaknya sangat sulit dilakukan. Penelitian di Mesir tahun
2006 berusaha memprediksi pendarahan postpartum dengan membagi pasien
ke berbagai kategori, dan didapatkan 8 kategori tertinggi, termasuk
didalamnya riwayat pendarahan post-partum dan absennya uterotonik.
Meskipun telah memenuhi 3 atau lebih dari kategori tersebut, pendarahan
post-partum hanya bisa diprediksi sebesar 10%.10
Secara ringkas langkah-langkah penanganan aktif kala III persalinan adalah
sebagai berikut: 1. Suntik 10 unit oksitosin (1 ampul) segera setelah janin
lahir. 2. Tunggu uterus kontraksi a. Ibu merasa mules b. Uterus berbentuk
globuler c. Uterus terasa keras 3. Lakukan tarikan terkendali pada tali pusat
11

kearah ventro kaudal, sambil melakukan counter-pressure kearah


dorsokranial untuk menghindari inversi uterus, sambil ibu diminta mengejan.
4. Lakukan masase fundus uterus a. segera setelah plasenta lahir sampai
uterus berkontraksi kuat b. ulangi masase tiap 15 menit dan yakinkan uterus
tidak lembek setelah masase berhenti. 5. Observasi di kamar bersalin sampai
2 jam pascasalin Oksitosika. Oksitosika utama yang dipakai dalam
pencegahan dan penanganan perdarahan postpartum adalah oksitosin dan
metilergonovin. Society of Obstetricians and Gynecologist of Canada
(SOGC) Clinical Practice Guidline merekomendaskan pemakaian oksitosin
dan metilergonovin sebagai berikut.
Drug Dose Side Effects Contra
indication
Oxytocin 10 Unit IM •Usually none Hypersensitivitas
5 Menit hypersensitivity to terhadap obat
10 to 20 units / drug
liter, tetesan •Painful
intravena contractions
•Nausea, vomiting,
•(water
intoxication)
Methyl 0.25 mg IM or • Pheriperal Hipertensi,
ergonovin 0.125 mg IV vasospasm. sensitif terhadap
repeat every 5 Hypertension obat
minuts as
needed

Jika dengan PAKT perdarahan vaginal masih berlangsung maka


harus segera diberikan 5-10 unit oksitosin secara intravena pelan atau 5-30
unit dalam 500 ml cairan dan 0,25-0,5 mg ergometrin intravena. Pada saat
yang sama dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan
12

adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa
plasenta. Perhatian harus ditujukan pada cara mengatasi syok (“CBA’s”)
dengan memasang venokateter besar, memberikan oksigen dengan masker,
monitoring tanda vital dan memasang kateter tinggal untuk memonitor
jumlah urin yang keluar. Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan.
Darah diambil untuk pemeriksaan rutin, golongan darah dan skrining
koagulasi. Ada baiknya dokter menahan darah dalam tabung reaksi untuk
observasi berapa lama darah menjendal. Kegagalan menjendal dalam 8-10
menit menunjukkan adanya gangguan pembekuan darah. Langkah penting
yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia (resusitasi cairan).
Kelambatan atau ketidak sesuaian dalam memberikan koreksi hipovolemia
merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan
pascasalin. Meskipun jika terjadi perdarahan kedua komponen darah
(plasma dan sel darah) hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga
homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah dengan
pemberiaan cairan. Larutan kristaloid (saline normal atau ringer laktat)
lebih diutamakan dibanding koloid dan harus segera diberikan dengan
jumlah 3 kali perkiaran darah yang hilang. Dextran tidak boleh diberikan
karena mengganggu agregasi platelet. Dosis maksimal untuk larutan
koloid adalah 1500 ml per 24 jam. Oksitosin dan metilergonovin masih
merupakan obat lini pertama. Oksitosin diberikan lewat infus dengan dosis
20 unit per liter dengan tetesan cepat. Bila sudah terjadi kolaps sirkulasi,
oksitosin 10 unit diberikan lewat suntikan intramiometrial. Tidak ada
kontraindikasi untuk oksitosin dalam dosis terapetik, hanya ada sedikit
efek samping yakni nausea dan muntah, dan retensi air sangat jarang
terjadi. Metilergonovin maleat menghasilkan kontraksi tetanik dalam lima
menit setelah pemberian intramuskular. Dosisnya adalah 0,25 mg yang
dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis maksimal 1,25 mg. Obat ini juga
bisa diberikan secara intramiometrial atau intrvena dengan dosis 0,125 mg.
Metilergonovin tidak boleh diberikan pada pasien hipertensi. Penggunaan
misoprostol meningkatkan secara bermakna kejadian maternal pyrexia (2
13

trial, 392 wanita; RR 6.40, 95% CI 1.71- 23.96) dan menggigil (2 trial, 394
wanita; RR 2.31, 95% CI 1.68-3.18).
Penanganan non medikamentosa.
Penanganan non medikamentosa. Langkah-langkah penanganan
perdarahan pascasalin bersifat simultan dan bukan sekuensial. Secara
bersamaan, Dokter harus melakukan langkah penanganan non
mediksmentosa seperti melakukan eksplorasi manual terhadap jalan lahir.
Ada dua tujuan utama yakni menilai ada tidaknya sisa plasenta di dalam
kavum uteri dan ada tidaknya robekan jalan lahir. Begitu terdapat sisa
jaringan plasenta maka itu harus segera dikeluarkan sampai besih. Sering
atoni uteri terjadi secara sekunder akibat adanya retensi sisa plasenta.
Begitu sisa plasenta dikeluarkan kontraksi uterus sering menjadi kuat dan
perdarahan berhenti. Bila dengan kontraksi yang kuat perdarahan masih
berlanjut perlu dicurigai adanya laserasi jalan lahir seperti tobekan serviks
dan dinding vagina. Kalau ini terjadi pemeriksaan in speculo menjadi
wajib dan perdarahan dihentikan dengan melakukan penjahitan
secukupnya. Bila isi kavum uteri bersih, lrobekan jalan lahir tidak ada atau
sudah teratasi dan darah masih merembes, sangat mungkin diagnosisnya
adalah atoni uteri. Dalam keadaan ini ada beberapa hal penting yang harus
Anda kerjakan: 1. Masase fundus uteri. Masase dilakukan di fundus uteri
melalui dinding depan abdomen dengan gerakan sirkuler dengan
penekanan ke arah kaudal sampai terasa kontraksi yang kuat. Bila
kontraksi telah baik, palpasi uterus dilakukan setiap 15 menit dan untuk
meyakinkan bahwa uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
meskipun kualitas evidendence nya lemah tetapi rekomendasi untuk
melakukan masase fundus uteri adadalah kuat.
Bila dengan masase kontraksi uterus masih lembek maka langkah kedua
Anda harus melakukan kompresi bimanual. Satu tangan mengepal berada
di forniks anterior dan tangan yang lain mengangkat dan menekan korpus
uteri ke arah kaudal. Aksi ini dikerjakan sampai kontraksi timbul dan
perdarahan berhenti. Karena tindakan ini sangat melelahkan maka ini
14

hanya bersifat sementara sambil menunggu tindakan definitif, misal


selama persiapan dan transportasi pasien ke kamar operasi atau ke rumah
sakit. Kualitas evidence nya sangat lemah dan rekomendasinya pun lemah.

Gambar 1. Kompresi Bimanual Eksterna

Gambar 2. Kompresi Bimanual Interna


Bila perdarahan terjadi dan plasenta masih seutuhnya berada di dalam
kavum uteri, maka diagnosis menjadi PPS karena retensi plasenta dan anda
harus melakukan evakuasi plasenta secara manual (manual removal of the
plasenta. Tangan kanan (bagi yang tidak kidal) masuk ke dalam kavum
uteri secara obstetrik (mengepal) melalui vagina dan serviks, selanjutnya
mencari tepi plasenta dan mengelupasnya dari dinding dalam kavum uteri.
Tangan kiri berada di abdomen untuk memfiksasi korpus uteri. Dengan
15

cara ini harus dipastikan bahwa tidak ada lagi sisa jaringan plasenta yang
tertinggal di dalam kavum uteri.
Bila dengan masase dan kompresi bimanual kontraksi uterus masih
lembek dan perdarahan masih berlangsung maka Anda bisa melakukan
pemasangan tampon kondom. Metode ini dikembangkan di Bangladesh
oleh seorang Ginekologist, Prof. Sayeba Achter. Pada awalnya kondom
diikatkan dalam sebuah kateter, sehingga metode ini dahulunya disebut
metode kondom kateter. Sekarang kondom diikatkan langsung dalam
ujung selang infus, sehingga cara ini sekarang dikenal dengan metode
tampon kondom. Fungsi utama metode ini adalah mengembangkan uterus
dari dalam dengan mengembangkan kondom yang diisi air, sehingga
kondom menekan pembuluh darah yang terbuka. Indikasi utama adalah
perdarahan karena atoni uterius, yang gagal dikelola dengan cara
medikamentosa, sementara uterus masih harus dipertahankan. Sebagai
persiapan harus dipastikan bahwa tidak terdapat robekan jalan lahir
maupun ruptur uterus, dan tidak terdapat sisa jaringan plasenta. Alat dan
bahan yang harus disiapkan adalah kondom, selang infus (atau lebih baik
selang transfusi), larutan NaCL, tiang infus, dan jegul (kain kasa yang
digulung menjadi bulat dengan diameter kurang lebih 6 cm). Pemasangan
tampon kondom bisa bersifat permanen, yakni bila benar-benar perdarahan
behenti. Dengan demikian tujuan untuk mengkonservasi uterus dapat
tercapai. Pemasangan bisa bersifat sementara, sebagai persiapan sebelum
dirujuk, selama dalam rujukan atau menunggu persiapan operasi. Dalam
situasi darurat di mana uterotonika tidak tersedia, maka penggunaan
tampon kondom sangat dianjurkan, meskipun evidence nya rendah dan
kulaitas kekuatan rekomendasinya juga lemah.
Arterial embolisasi merupakan pilihan yang kini sering dimanfaatkan.
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Brown dan Heaston et al pada
tahun 1979. Sejak saat itu, alat dan prosedurnya telah banyak mengalami
modifikasi. Embolisasi dilakukan dengan bantuan angiografi dan resusitasi
aktif. Prosedur ini umunya dilakukan di daerah arteri femoralis kanan.
16

Kateter diletakkan di aorta setara dengan level arteri renalis untuk melihat
adanya ektravasasi. Ini harus diikuti dengan angiografi pada level anterior
dari arteri iliaka internal, diikuti dengan angiografi yang lebih selektif pada
arteri uteri bila tidak ada ektravasasi yang diidentifikasi. Bila ektravasasi
terlihat, embolisasi bisa diarahkan lebih selektif, umumnya pada arteri
uteri. Embolisasi bilateral selalu direkomendasikan.11
Untuk penanganan koagulopati, sebuah laporan menunjukkan
Recombinant activated factor VII (rFVIIa) memberikan hasil yang cukup
baik dan sering digunakan sebagai jalan terakhir. rFVIIa bekerja sebagai
sistemik prokoagulan pada penanganan pendarahan yang sulit diatasi
dengan membuat tissue factor (TF, berperan untuk konversi protrombin
menjadi thrombin) dan platelet yang aktif hanya tersedia pada titik
pendarahan aktif dan membatasi akan terjadinya kejadian tromboemboli
yang berbahaya. Pada penelitian di New Zealand dan Australia, dengan
dosis 58-108 ug/kg terdapat 64% respon positif terhadap dosis pertama.
Dikatakan bahwa pemberian lebih awal dapat mengurangi angka
histerktomi Ligasi arteri merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol pendarahan post-partum. Ligasi arteri uteri merupakan yang
paling mudah dan efektif yang sering dilakukan, dibandingkan dengan
ligasi anastomosis arteri utero-ovarian dan hipogastric arteri. Arteri uteri
mensuplai 90% darah ke uterus, sehingga bila diligasi, pendarahan akan
berkurang secara drastis Teknik ini juga tidak mengganggu fertilitas.
Uterus beserta arteri-arteri yang memungkinkan ligasi. Pilihan penanganan
terakhir sebelum dilakukannya histeroktomi adalah jahitan kompresi
uterus. Tahun 1997, Christopher B-Lynch pertama kali melakukan teknik
innovatif untuk mengatasi atonia uteri, yang disebut jahitan B-Lynch.
Jahitan B-Lynch merupakan jahitan continous yang dimulai dari bagian
bawah kanan anterior uterus, menggunakan no. 2 chromic catgut suture.
Satu insisi vertikal yang dilanjutkan ke bagian posterior melewati bagian
atas uterus. Pada ketinggian yang sama dengan insisi vertikal di anterior,
insisi horizontal dilakukan pada posterior uterus dari kanan ke kiri, lalu
17

berlanjut menyusuri uterus secara vertikal dari posterior ke anterior, dan


berakhir dengan insisi vertikal di bagian kiri bawah anterior uterus, sejajar
dengan insisi di kanan anterior. Jahitan kemudian dikencangkan dan
diikat.11
Teknik selanjutnya yaitu teknik memegang serviks. Dengan
mengunakan pinset melingkar/bulat dilakukan penutupan di serviks, di
daerah anterior dan posterior bibir serviks untuk mencegah aliran darah.
Manipulasi pada serviks juga meningkatkan kontraksi uterus dan menjaga
hemostasis. Dari sekitar 200 pasien pendarahan post-partum yang
diberikan prosedur ini, hanya 3 pasien yang gagal mencapai hemostasis.

Gambar 3. Ligasi Arteri Uterina

Gambar 4. B Lynch Suture


BAB III
KESIMPULAN

Perdarahan pasca persalinan merupakan salah satu penyebab penting


tingginya angka morbiditas dan mortalitas ibu. Berdasarkan klasifikasinya
perdarahan pasca salin dibagi menjadi perdarahan pascasalin primer (early
postpartum hemorrhage) yang terjadi sampai 24 jam setelah anak lahir dan
perdarahan pascasalin lanjut (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24
jam hingga 1-2 mingggu masa nifas. Etiologi dari perdarahan pasca persalinan ini
sendiri terdiri dari perdarahan dari tempat melekatnya plasenta seperti Hipotonia –
atonia uteri dan Retensio Plasenta. Kemudian trauma jalan lahir seperti Episiotomi
yang melebar, Robekan perineum, vagina, atau cervix serta Ruptur uteri dan
Gangguan koagulasi. Faktor resiko untuk terjadinya pendarahan post-partum
umumnya karena atonia uteri, plasentasi yang abnormal, trauma maupun
koagulopati. Hal lain yang turut berkontribusi meliputi kala 3 yang memanjang,
multi-gravida, episiotomy, makrosomia fetus, riwayat pendarahan post-partum
dan melahirkan bayi kembar. Diagnosis dari pendarahan post-partum didapatkan
dengan mencari tahu sumber pendarahan, menghitung jumlah darah yang hilang
dan keadaan klinis pasien. Penanganan dari pendararahan post-partum dimulai
dengan pemberian uterotonik, pemijatan uteri, kompresi bimanual, transfusi
darah/cairan kristaloid, pemberian faktor pembekuan darah, dan/atau mengambil
sisa plasenta secara manual serta menejemen trauma. Penanganan invasif berupa
ballon tamponade, jahitan kompresi uteri, angiographic arterial embolization,
ligasi arteri, dan histerektomi. Beberapa teknik modifikasi juga sangat disarankan
agar dapat dilakukan di daerah dengan fasilitas terbatas. Pencegahan dari
pendarahan post-partum adalah dengan melakukan menejemen aktif kala 3,
mengetahui faktor resiko, dan selalu berkonsultasi dengan tenaga medis yang
berkompeten demi persiapan persalian yang tepat dan aman..
Oleh karena itu para tenaga kesehatan diharapkan dapat mengetahui hal-
hal apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan serta cara-cara
32

penanganannya. Diharapkan dengan adanya deteksi dini, ketepatan diagnosis serta


kecepatan dalam penanganan perdarahan pascasalin, angka kematian ibu akibat
perdarahan dapat diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Friyandini, F , Lestari, Y, Utama, B I. Hubungan Kejadian Perdarahan Postpartum


dengan Faktor Risiko Karakteristik Ibu di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
Januari 2012 - April 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(3). 2015.
http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses pada tanggal 6 November 2018
2. UNICEF. Maternal Mortality. Februari 2017.
https://data.unicef.org/topic/maternal-health/maternal-mortality/. Diakses pada
tanggal 6 November 2018
3. Kemenkes. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017. www.depkes.go.id. Diakses
pada tanggal 6 November 2018
4. Hikmah, N, Yani, D P. GAMBARAN HEMORAGIC POST PARTUM PADA
IBU BERSALIN DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI RUANG PONEK RSUD
KABUPATEN JOMBANG. JURNAL EDU HEALTH. 5:(2). September 2015
5. Karata, M K. Perdarahan Pasca Persalinan dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Prawirohadjo
6. Cunningham F.G., 2012. Obstetri Williams. Cetakan 23, EGC, Jakarta.
7. Purwanti, S. Trisnawati, Y. DETERMINAN FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN
PERDARAHAN POST PARTUM KARENA ATONIA UTERI. 6:(1). Juni 2015,
hlm. 97-107
8. Brahmana, IB. Perdarahan Pascapersalinan oleh Karena Retensi Plasenta pada
P4a0 Postpartum Spontan, Janin Besar, dengan Hipertensi dalam Kehamilan.
Mutiara Medika: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 18:(1): 34-40. Januari 2018.
http://journal.umy.ac.id/index.php/mm. Diakses pada Tanggal 6 November 2018

9. Decherney, AH, Goodwin TM, Nathan L, Laufer N. 2007. Lange


Current Diagnosis and Treatment Obstetric and Gynecology, 7th edition. Mc
Graw Hill.
10. Sanjaya, DGW. TANDA BAHAYA SERTA PENATALAKSANAAN
PERDARAHAN POST-PARTUM. ISM, 3:(1):.9-18.
33

11. Siswosudarmo, R. Penanganan Perdarahan Pascasalin Terkini dalam Upaya


Menurunkan Angka Kematian Ibu. Departemen Obstetrika dan Ginekologi

Вам также может понравиться