Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh
Ahmad Reyhan
71 2017 055
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Perdarahan
Pasca Persalinan” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI.
Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar
Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
di masa mendatang.
Dalam penyelesaian tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan.
2. Kedua orang tua yang selalu memberi dukungan materil maupun spiritual.
3. Keluarga saya yang selalu ada disamping saya.
4. dr. Didi Askari Pasaribu, Sp OG (K) selaku pembimbing.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan
kasus ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
2.1. Definisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500cc yang terjadi setelah
bayi lahir pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan abdominal.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menetukan jumlah
perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal yang telah menyebabkan perubahan tanda vital,
antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >100/menit, kadar Hb
>8 g /dL.
2.2 Etiologi 5
tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.5 Hal ini
disebabkan oleh uterus yang terdistensi secara berlebihan. Dapat
juga pada perempuan dengan aktivitas uterus yang sangat berlebihan
atau tidak efektif.6 Penyebab dari terjadinya atonia uteri adalah
umur, multiparitas, jarak kehamilan yang terlalu dekat, partus lama,
malnutrisi atau anemia, overdistention uterus seperti: gemeli,
makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi.7
B. Retensio Plasenta
Perlengketan plasenta (retensio placenta) adalah terlambatnya
kelahiran plasenta melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanpa
perdarahan yang berlebihan. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan
manajemen aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat
antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila
implantasi menembus desidua basalis dan Nitabuch layer, disebut
sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus
miometrium dan disebut plasenta perkreta bila villi korialis sampai
menembus perimetrium. Faktor predisposisi terjadinya plasenta
akreta adalah plasenta previa, bekas seksio sesarea, pernah kuret
berulang, dan multiparitas. Morbiditas pada plasenta akreta
menyebabkan perdarahan yang masif dan membutuhkan tindakan
operatif dengan mengangkat uterus, yang mana tindakan ini bisa
menyebabkan morbiditas intraoperatif dan pascaoperatif pada ibu
dengan banyaknya kebutuhan darah untuk transfusi, infeksi
intraabdominal, kerusakan pada uretra, dan terbentuknya fistula.
Bila sebagian kecil dari plasenta masih tertinggal dalam uterus
disebut rest placenta dan dapat menimbulkan perdarahan
pascapersalinan primer atau sekunder. Sisa plasenta bisa diduga bila
kala tiga berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta
manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada
saat melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon
5
2.5.Diagnosis
sehingga hasil imaging merupakan hal yang sangat diperlukan. Angiografi telah
digunakan sejak lama untuk melihat pendarahan aktif pada berbagai organ.
Namun, angiografi memakan waktu dan invasive, resolusi kontrasnya buruk, dan
pergerakan peristaltik membuat intepretasinya sulit. Pada penelitian di Korea dari
Januari 2004 hingga Februari 2008, dikatakan bahwa MDCT (multi-detector
computed tomography) lebih sensitif dari angiografi untuk mendeteksi
pendarahan aktif . Terlebih lagi CT bisa melihat daerah pendarahan lain karena
menjangkau seluruh abdomen. Kelebihan lainnya, CT memiliki keunggulan di
ketersediaan, kecepatan, reproduksibilitas dan tidak invasif. Pemeriksaan
ultrasonografi yang sederhana juga dapat membantu menemukan penyebab
pendarahan post-partum, misalnya pada kasus plasenta yang tertinggal. Pada
gambaran ultrasonografi ditemukan penebalan endometrium karena heterogenus
echogenic material dan area fokal dari hyperechogenicity yang bisa menunjukkan
hasil konsepsi yang tertinggal.10
2.5.Tatalaksana10,11
Tujuan utama penanganan perdarahan pascasalin ada 3 yakni pencegahan,
penghentian perdarahan dan mengatasi shock hipovolemik. Pendekatan
risiko, meskipun menimbulkan kontroversi tetap masih mendapatkan tempat
untuk diperhatikan. Setiap ibu hamil dengan faktor risiko tinggi terjadinya
perdarahan pascasalin sebaiknya dirujuk ke tempat fasilitas kesehatan yang
mempunyai unit tranfusi dan perawatan intensif. Penanganan aktif kala tiga
(PAKT). Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan penanganan
aktif kala III persalinan. PAKT adalah sebuah tindakan (intervensi) yang
bertujuan mempercepat lahirnya plasenta dengan meningkatkan kontraksi
uterus sehingga menurunkan kejadian perdarahan postpartum karena atoni
uteri. Tindakan ini meliputi 3 komponen utama yakni (1) pemberian
uterotonika, (2) tarikan tali pusat terkendali dan (3) masase uterus setelah
plasenta lahir. Oksitosin 10 unit disuntikan secara intramuskular segera
setelah bahu depan atau janin lahir seluruhnya. Tarikan tali pusat secara
terkendali (tidak terlalu kuat) dilakukan pada saat uterus berkontraksi kuat
sambil ibu diminta mengejan. Jangan lupa melakukan counterpressure
terhadap uterus untuk menghidari inversi. Lakukan masase fundus uteri
segera setalah plasenta lahir sampai uterus berkontraksi kuat, palpasi tiap 15
menit dan yakinkan uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
Upaya memprediksi akan datangnya pendarahan post-partum untuk usaha
pencegahan nampaknya sangat sulit dilakukan. Penelitian di Mesir tahun
2006 berusaha memprediksi pendarahan postpartum dengan membagi pasien
ke berbagai kategori, dan didapatkan 8 kategori tertinggi, termasuk
didalamnya riwayat pendarahan post-partum dan absennya uterotonik.
Meskipun telah memenuhi 3 atau lebih dari kategori tersebut, pendarahan
post-partum hanya bisa diprediksi sebesar 10%.10
Secara ringkas langkah-langkah penanganan aktif kala III persalinan adalah
sebagai berikut: 1. Suntik 10 unit oksitosin (1 ampul) segera setelah janin
lahir. 2. Tunggu uterus kontraksi a. Ibu merasa mules b. Uterus berbentuk
globuler c. Uterus terasa keras 3. Lakukan tarikan terkendali pada tali pusat
11
adanya sebab lain seperti adanya robekan jalan lahir atau retensi sisa
plasenta. Perhatian harus ditujukan pada cara mengatasi syok (“CBA’s”)
dengan memasang venokateter besar, memberikan oksigen dengan masker,
monitoring tanda vital dan memasang kateter tinggal untuk memonitor
jumlah urin yang keluar. Monitoring saturasi oksigen juga perlu dilakukan.
Darah diambil untuk pemeriksaan rutin, golongan darah dan skrining
koagulasi. Ada baiknya dokter menahan darah dalam tabung reaksi untuk
observasi berapa lama darah menjendal. Kegagalan menjendal dalam 8-10
menit menunjukkan adanya gangguan pembekuan darah. Langkah penting
yang harus segera diambil adalah koreksi hipovolemia (resusitasi cairan).
Kelambatan atau ketidak sesuaian dalam memberikan koreksi hipovolemia
merupakan awal kegagalan mengatasi kematian akibat perdarahan
pascasalin. Meskipun jika terjadi perdarahan kedua komponen darah
(plasma dan sel darah) hilang, tetapi penanganan pertama untuk menjaga
homeostasis tubuh dan mempertahankan perfusi jaringan adalah dengan
pemberiaan cairan. Larutan kristaloid (saline normal atau ringer laktat)
lebih diutamakan dibanding koloid dan harus segera diberikan dengan
jumlah 3 kali perkiaran darah yang hilang. Dextran tidak boleh diberikan
karena mengganggu agregasi platelet. Dosis maksimal untuk larutan
koloid adalah 1500 ml per 24 jam. Oksitosin dan metilergonovin masih
merupakan obat lini pertama. Oksitosin diberikan lewat infus dengan dosis
20 unit per liter dengan tetesan cepat. Bila sudah terjadi kolaps sirkulasi,
oksitosin 10 unit diberikan lewat suntikan intramiometrial. Tidak ada
kontraindikasi untuk oksitosin dalam dosis terapetik, hanya ada sedikit
efek samping yakni nausea dan muntah, dan retensi air sangat jarang
terjadi. Metilergonovin maleat menghasilkan kontraksi tetanik dalam lima
menit setelah pemberian intramuskular. Dosisnya adalah 0,25 mg yang
dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis maksimal 1,25 mg. Obat ini juga
bisa diberikan secara intramiometrial atau intrvena dengan dosis 0,125 mg.
Metilergonovin tidak boleh diberikan pada pasien hipertensi. Penggunaan
misoprostol meningkatkan secara bermakna kejadian maternal pyrexia (2
13
trial, 392 wanita; RR 6.40, 95% CI 1.71- 23.96) dan menggigil (2 trial, 394
wanita; RR 2.31, 95% CI 1.68-3.18).
Penanganan non medikamentosa.
Penanganan non medikamentosa. Langkah-langkah penanganan
perdarahan pascasalin bersifat simultan dan bukan sekuensial. Secara
bersamaan, Dokter harus melakukan langkah penanganan non
mediksmentosa seperti melakukan eksplorasi manual terhadap jalan lahir.
Ada dua tujuan utama yakni menilai ada tidaknya sisa plasenta di dalam
kavum uteri dan ada tidaknya robekan jalan lahir. Begitu terdapat sisa
jaringan plasenta maka itu harus segera dikeluarkan sampai besih. Sering
atoni uteri terjadi secara sekunder akibat adanya retensi sisa plasenta.
Begitu sisa plasenta dikeluarkan kontraksi uterus sering menjadi kuat dan
perdarahan berhenti. Bila dengan kontraksi yang kuat perdarahan masih
berlanjut perlu dicurigai adanya laserasi jalan lahir seperti tobekan serviks
dan dinding vagina. Kalau ini terjadi pemeriksaan in speculo menjadi
wajib dan perdarahan dihentikan dengan melakukan penjahitan
secukupnya. Bila isi kavum uteri bersih, lrobekan jalan lahir tidak ada atau
sudah teratasi dan darah masih merembes, sangat mungkin diagnosisnya
adalah atoni uteri. Dalam keadaan ini ada beberapa hal penting yang harus
Anda kerjakan: 1. Masase fundus uteri. Masase dilakukan di fundus uteri
melalui dinding depan abdomen dengan gerakan sirkuler dengan
penekanan ke arah kaudal sampai terasa kontraksi yang kuat. Bila
kontraksi telah baik, palpasi uterus dilakukan setiap 15 menit dan untuk
meyakinkan bahwa uterus tidak lembek setelah masase berhenti.
meskipun kualitas evidendence nya lemah tetapi rekomendasi untuk
melakukan masase fundus uteri adadalah kuat.
Bila dengan masase kontraksi uterus masih lembek maka langkah kedua
Anda harus melakukan kompresi bimanual. Satu tangan mengepal berada
di forniks anterior dan tangan yang lain mengangkat dan menekan korpus
uteri ke arah kaudal. Aksi ini dikerjakan sampai kontraksi timbul dan
perdarahan berhenti. Karena tindakan ini sangat melelahkan maka ini
14
cara ini harus dipastikan bahwa tidak ada lagi sisa jaringan plasenta yang
tertinggal di dalam kavum uteri.
Bila dengan masase dan kompresi bimanual kontraksi uterus masih
lembek dan perdarahan masih berlangsung maka Anda bisa melakukan
pemasangan tampon kondom. Metode ini dikembangkan di Bangladesh
oleh seorang Ginekologist, Prof. Sayeba Achter. Pada awalnya kondom
diikatkan dalam sebuah kateter, sehingga metode ini dahulunya disebut
metode kondom kateter. Sekarang kondom diikatkan langsung dalam
ujung selang infus, sehingga cara ini sekarang dikenal dengan metode
tampon kondom. Fungsi utama metode ini adalah mengembangkan uterus
dari dalam dengan mengembangkan kondom yang diisi air, sehingga
kondom menekan pembuluh darah yang terbuka. Indikasi utama adalah
perdarahan karena atoni uterius, yang gagal dikelola dengan cara
medikamentosa, sementara uterus masih harus dipertahankan. Sebagai
persiapan harus dipastikan bahwa tidak terdapat robekan jalan lahir
maupun ruptur uterus, dan tidak terdapat sisa jaringan plasenta. Alat dan
bahan yang harus disiapkan adalah kondom, selang infus (atau lebih baik
selang transfusi), larutan NaCL, tiang infus, dan jegul (kain kasa yang
digulung menjadi bulat dengan diameter kurang lebih 6 cm). Pemasangan
tampon kondom bisa bersifat permanen, yakni bila benar-benar perdarahan
behenti. Dengan demikian tujuan untuk mengkonservasi uterus dapat
tercapai. Pemasangan bisa bersifat sementara, sebagai persiapan sebelum
dirujuk, selama dalam rujukan atau menunggu persiapan operasi. Dalam
situasi darurat di mana uterotonika tidak tersedia, maka penggunaan
tampon kondom sangat dianjurkan, meskipun evidence nya rendah dan
kulaitas kekuatan rekomendasinya juga lemah.
Arterial embolisasi merupakan pilihan yang kini sering dimanfaatkan.
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Brown dan Heaston et al pada
tahun 1979. Sejak saat itu, alat dan prosedurnya telah banyak mengalami
modifikasi. Embolisasi dilakukan dengan bantuan angiografi dan resusitasi
aktif. Prosedur ini umunya dilakukan di daerah arteri femoralis kanan.
16
Kateter diletakkan di aorta setara dengan level arteri renalis untuk melihat
adanya ektravasasi. Ini harus diikuti dengan angiografi pada level anterior
dari arteri iliaka internal, diikuti dengan angiografi yang lebih selektif pada
arteri uteri bila tidak ada ektravasasi yang diidentifikasi. Bila ektravasasi
terlihat, embolisasi bisa diarahkan lebih selektif, umumnya pada arteri
uteri. Embolisasi bilateral selalu direkomendasikan.11
Untuk penanganan koagulopati, sebuah laporan menunjukkan
Recombinant activated factor VII (rFVIIa) memberikan hasil yang cukup
baik dan sering digunakan sebagai jalan terakhir. rFVIIa bekerja sebagai
sistemik prokoagulan pada penanganan pendarahan yang sulit diatasi
dengan membuat tissue factor (TF, berperan untuk konversi protrombin
menjadi thrombin) dan platelet yang aktif hanya tersedia pada titik
pendarahan aktif dan membatasi akan terjadinya kejadian tromboemboli
yang berbahaya. Pada penelitian di New Zealand dan Australia, dengan
dosis 58-108 ug/kg terdapat 64% respon positif terhadap dosis pertama.
Dikatakan bahwa pemberian lebih awal dapat mengurangi angka
histerktomi Ligasi arteri merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengontrol pendarahan post-partum. Ligasi arteri uteri merupakan yang
paling mudah dan efektif yang sering dilakukan, dibandingkan dengan
ligasi anastomosis arteri utero-ovarian dan hipogastric arteri. Arteri uteri
mensuplai 90% darah ke uterus, sehingga bila diligasi, pendarahan akan
berkurang secara drastis Teknik ini juga tidak mengganggu fertilitas.
Uterus beserta arteri-arteri yang memungkinkan ligasi. Pilihan penanganan
terakhir sebelum dilakukannya histeroktomi adalah jahitan kompresi
uterus. Tahun 1997, Christopher B-Lynch pertama kali melakukan teknik
innovatif untuk mengatasi atonia uteri, yang disebut jahitan B-Lynch.
Jahitan B-Lynch merupakan jahitan continous yang dimulai dari bagian
bawah kanan anterior uterus, menggunakan no. 2 chromic catgut suture.
Satu insisi vertikal yang dilanjutkan ke bagian posterior melewati bagian
atas uterus. Pada ketinggian yang sama dengan insisi vertikal di anterior,
insisi horizontal dilakukan pada posterior uterus dari kanan ke kiri, lalu
17