Вы находитесь на странице: 1из 29

MAKALAH ASWAJA AN NAHDHIYAH

“PROSES PEWARISAN AJARAN ISLAM DARI


RASULULLAH HINGGA SEKARANG”

Dosen Pembimbing
Muhammad Zaini, S.Pd.I, M.Pd

Oleh Kelompok 6:
Muhammad Zaqi Ramadhan 18.12.4563
Purnama Ayu 18.12.4584
Rusita Anggraini 18.12.4598
Siti Mahmudah 18.12.4608
Sri Aulia 18.12.4614

INSTITUT AGAMA ISLAM


DARUSSALAM MARTAPURA
JURUSAN TARBIYAH
2018/2019

i
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


‫الحمدهلل رب العالمين والصالة والسالم على اشرف األنبياء والمرسلين‬
‫سيدنا وموالنامحمد وعلى اله و صحبه اجمعين اما بعد‬

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sebagai suatu kreativitas mahasiswa didalam mata kuliah ASWAJA
AN NAHDHIYAH. Yang mana disini penulis mengangkat masalah “Proses
Pewarisan Ajaran Islam dari Rasulullah hingga sekarang ”.
Kemudian shalawat dan salam tak lupa penulis haturkan, kepada
junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, sahabat serta kerabat beliau
sehingga dapatlah kami mengucap iman, islam dan ihsan sampai saat ini.
Juga kepada semua rekan yang telah sudi menyumbangkan buah pikiran,
baik secara lisan maupun tulisan demi terlaksananya sebuah tugas buat penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya pembuatan makalah ini jauh dari
sempurna, untuk itu saran serta kritik yang membangun tetap penulis harapkan
demi terciptanya sebuah makalah yang lebih sempurna dan berbobot.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis
maupun pembacanya dan semoga bermanfaat untuk keperluan pendidikan,
pengetahuan tentang Proses Pewarisan Ajaran Islam dari Rasulullah Hingga
Sekarang dalam mata kuliah Aswaja An Nahdhiyah dimasa mendatang serta
semoga apa yang telah penulis kerjakan mendapat limpahan taufik serta hidayah-
Nya. Amin ……..

Martapura, 18 Maret 2019

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL............................................................................................ i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Ajaran Islam Pada Masa Rasulullah SAW................................... 3


B. Ajaran Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin .............................. 9
C. Ajaran Islam Pada Masa Dinasti Umayyah dan Dinasti
Abbasiyah ..................................................................................... 14
D. Ajaran Islam Pada Masa Imam Asy’ari Hingga Masuk
Ke Indonesia ............................................................................... 20
E. Ajaran Islam Pada Masa Sekarang ............................................ 22

BAB III PENUTUP

A. Simpulan ..................................................................................... 24
B. Saran ............................................................................................ 24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Arab sebelum islam disebut masyarakat Jahiliyah. Suatu
kabilah dan keluarga mengajarkan nilai-nilai yang sesuai prinsip-prinsip dan
nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku dalam kabilahnya. Orang Arab
adalah ummi, tidak (dapat menulis dan membaca). Karenanya, mereka tidak
punya buku yang dapat diwariskan dan mereka tidak mewarisi dan tidak
memiliki suatu suatu pengetahuan selain dari yang mereka hafal.
Untuk merubah perilaku Jahiliyah Bangsa Arab, maka Allah yang Maha
Bijaksana mengutus seorang Rasul yaitu Muhammad Rasulullah SAW.
Menurut Hasan Ibrahim Hasan, “Rasulullah SAW adalah seorang Hamba
Allah yang berhiaskan budi pakerti yang luhur dan terpuji. Beliau sangat
terkenal di kalangan masyarakat Quraisy sebagai kesatria, selalu teguh dan
tepat memegang janji, orang yang baik dengan tetangga dan sangat santun
dan orang yang selalu menjauhkan diri dari perbuatan tidak baik, rendah diri
(tawadhu), dermawan, pemberani, jujur, dan terpercaya sehingga mereka
menyebutnya al-amin, atau yang sangat jujur dan dipercaya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses ajaran Islam di zaman Rasulullah SAW?
2. Bagaimana proses ajaran Islam pada masa Khulafaur Rasyidin?
3. Bagaimana proses ajaran Islam pada masa dinasti Umayyah dan dinasti
Abassiyah?
4. Bagaimana proses ajaran Islam pada masa Imam Al-Asy’ari hingga masuk
ke Indonesia?
5. Bagaimana proses ajaran Islam di zaman sekarang?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses ajaran Islam di zaman Rasulullah SAW
2. Untuk mengetahui proses ajaran Islam pada masa Khulafaur Rasyidin

1
3. Untuk mengetahui proses ajaran Islam pada masa dinasti Umayyah dan
dinasti Abassiyah
4. Untuk mengetahui proses ajaran Islam pada masa Imam Al-Asy’ari
hingga masuk ke Indonesia
5. Untuk mengetahui proses ajaran Islam di masa sekarang

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ajaran Islam Masa Rasulullah SAW


Pendidikan masa Rasulullah SAW, sesuai dengan kondisi sosial politik
pada masa itu dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu:
1. Periode Mekah
a. Tahapan-tahapan Pendidikan Islam
1) Tahapan Sembunyi atau Perorangan
Muhammad menerima wahyu dari Allah sebagai
petunjukdan instruksi untuk melaksanakan tugasnya sewaktu beliau
telah mencapai umur 40 tahun, yaitu pada tanggal 17 Ramadhan
tahun 13 sebelum Hijrah (6 Agustus 610 M). Petunjuk dan instruksi
tersebut seperti yang terdapat dalam surah Al-‘Alaq.
Artinya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha Pemrah, yang mengajar (manusia) dengan
perantara kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Dengan turunnya wahyu tersebut, Rasulullah SAW mulai
membimbing dan mendidik umatnya. Pada mulanya beliau
melakukan secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan
rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima
dakwahnya adalahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Yang
pertama kali menganut Islam adalah Khadijah istri Nabi Muhammad
SAW, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang
berumur 10 tahun. Kemudian Abu Bakar, sahabat karibnya sejak
masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang menjadi anak

3
angkatnya. Ummu Aimah, pengasuh Nabi sejak ibunya Aminah
masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam.
Lembaga pendidikan dan pusat kegiatan pendidikan Islam
yang pertama kali ada di era awal adalah “dar (rumah) Arqam ibn
Abi al-Arqam”.
Pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dirumah
Arqam ibn Abi al-Arqam dianggap sebagai masa yang penting dalam
masa sejarah pendidikan dan dakwah islam di Mekkah. Pendidikan
fase ini dinamai dengan pendidikan individu (perorangan) dan
mereka dikenal dengan “al-Sabiqun al-Awwalum”, yakni kelompok
pertama masuk Islam.
2) Tahapan Terang- terangan
Setelah beberapa lama, sekitar tiga tahun dakwah Islam
disampaikan secara sembunyi, turunlah perintah Allah SWT agar
Nabi melaksanakan dakwah secara terang-terangan. Perintah ini
didasarkan kepada ayat Al-Quran. Firman Allah SWT:
Artinya:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa
yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang
musyrik”. (QS. Al-Hijr: 94)
Dan kemudian dilanjutkan dengan firman Allah berikutnya:
“Dan berilah pringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad)
yang terdekat”.(QS. Asy-Syura’: 214)
Perintah dakwah secara terang-terangan dilakukan oleh
Rasulullah, seiring dengan jumlah sahabat yang semakin banyak dan
untuk meningkatkan jangkauan seruan dakwah, karena diyakini
dengan dakwah tersebut, banyak kaum Quraisy yang akan masuk
Islam. Disamping itu, keberadaan rumah Arqam ibn Abi Arqam
sebagai pusat lembaga pendidikan Islam, sudah diketahui oleh
Quraisy.
3) Tahap Seruan Umum

4
Hasil seruan dakwah secara terang-terangan yang terfokus
pada keluarga terdekat, kelihatannya belum maksimum sesuai apa
yang diharapkan. Maka, Rasulullah mengubah strategi dakwahnya
dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada
seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala
Internasional tersebut, didasarkan kepada perintah Allah.
Pada Penerimaan masyarakat Yastrib terhadap ajaran Islam
secara antusias tersebut, dikarenakan beberapa faktor:
a) Adanya kabar dan kaum Yahudi akan lahirnya, seorang Rasul.
b) Suku Aus dan Khazraj mendapat tekanan dan ancaman dari
kelompok Yahudi.
c) Konflik antara Khazraj dan Aus yang berkelanjutan dalam
rentang waktu yang sudah lama, oleh karena itu mereka
mengharapkan seorang pemimpin yang mampu melindungi dan
mendamaikan mereka.
Berkat semangat tinggi yang dimiliki para sahabat dalam
mendakwahkan ajaran Islam, maka seluruh pendudukan Yatstrib
masuk Islam kecuali orang-orang Yahudi.
b. Lembaga Pendidikan, Metode, dan Materi Pendidikan Islam Periode
Mekah
1) Lembaga Pendidikan Islam
Rumah Arqam bin Abi Arqam tempat pertama
berkumpulnya kaum muslim beserta Rasulullah untuk belajar
hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini merupakan
lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali
dalaam Islam, adapun yang mengajar dalam lembaga tersebut
adalah Rasulullah sendiri. Pendidikan di rumah Arqam bin Abi
Arqam sangat sederhana sekali, dan pendidikan di lembaga ini
dilaksanakan dalam bentuk ceramah dan kemudian diikuti dengan
praktek beragam yang berkaitan dengan ibadah, terutama ibadah
shalat.

5
2) Materi Pendidikan Islam
a) Tauhid
Tugas Nabi Muhammad untuk memancarkan sinar Tauhid
dalam kehidupan umat manusia terutama bangsa arab.
Muhammad memperoleh kesadaran dan penghayatan yang
mantap tentang ajaran tauhid yang inti sarinya tercemin dalam
surat al-Fatihah.
Kemudian Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar
umatnya mencontoh praktek pelaksanaan ajaran Islam sesuai
dengan apa yang dicontohkannya.
Tugas Nabi Muhammad disamping mengajarkan tauhid
juga mengajarkan al-Quran kepada umatnya, dengan utuh dan
sempurna, serta menjadi milik umatnya yang akan menjadi
warisan ajaran secara turun-temurun, dan menjadi pegangan
dan pedoman hidup bagi kaum muslimin sepanjang zaman.
Pembelajaran al-Quran yang dilaksanakan oleh Nabi
Muhammad SAW sehingga benar-benar menjadi bacaan
umatnya yang lengkap baik sebagai bacaan dalam arti hafalan
maupun bacaan dan bentuknya yang tertulis.

2. Periode Madinah
a. Aktivitas Nabi Muhammad di Madinah
1) Mendirikan Mesjid
Dalam perjalanan ke Madinah Rasulullah singgah di Bani al-
Najjar pada hari jumat tanggal 12 Rabiul awal 1 H, bertepatan
dengan 27 Desember 622 M. Tatkala unta yang beliau tunggangi
berhenti dan menderum kakinya du hamparan tanah di depan
rumah Abu Ayyub. Dan kemudian beliaupun menetap di rumah
itu. Langkah pertama yang dilakukan Rasulullah di Madinah
adalah membangun mesjid, di tempat menderumnya kaki unta
yang ditungganginya dari Madinah.

6
Mesjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad SAW
bersama kaum muslimin, untuk secara bersama-sama dengan
kaun Muhajirin dan Anshor membangun masyarakat baru,
masyarakat yang disanari oleh tauhid dan mencerminkan
persatukan dan kesatuan umat.
2) Pembentukan Negara Madinah
Aktivitas Nabi selanjutnya adalah membina dan
mengembangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Islam yang
baru tumbuh tersebut dalam rangka mewujudkan satu kesatuan
sosial dan kesatuan politik.
Setelah Nabi membangun mesjid dan menyiapkan tempat
tinggal untuk Nabi, maka selanjutnya Nabi membentuk
masyarakat yang bersatu dan berdaulat ke dalam dan keluar, yang
dituntut oleh suatu perjanjian tertulis yang disepakati oleh semua
pihak.
b. Materi Pendidikan Islam
1) Memperdalam dan memperluas materi yang pernah diajarkan di
Mekah:
a) Hafalan dan Penulisan al-Quran
b) Pemantapan Ketauhidan Umat
c) Tulisan Baca al-Quran
d) Sastra Arab
2) Seluruh Aspek Ajaran Islam
Materi pendidikan Islam yang dilaksanakan Rasulullah
SAW di Madinah sesuai dengan seluruh isi al-Quran dan Sunnah
beliau. Pendidikan keimanan, ubudiah (pengabdian), akhlak,
kebersihan, kesehatan, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan
politik, pendidikan ke arah ilmu pengetahuan alam, pendidikan
kesadaran hukum dan lain-lain.
Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara lain:

7
a) Hubungan manusia dengan Allah SWT
b) Hubungan manusia dengan sesama manusia
c) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
d) Hubungan manusia dengan makhluk lain dan
lingkungannya
c. Lembaga Pendidikan Islam
1) Mesjid
Mesjid sebagai kegiatan Nabi Muhammad SAW bersama
kaum muslimin, Nabi secara bersama membina masyarakat baru,
masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan
dan kesatuan umat. Di mesjid itulah beliau bermusyawarah
mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjamaah,
membacakan al-Quran, maupun membacakan ayat-ayat yang baru
diturunkan. Mesjid tersebut merupakan pusat pendidikan dan
pengajaran.
Fungsi mesjid tempat beribadat, tempat memberi pelajaran,
tempat untuk peradilan, tempat tertara berkumpul dan tempat
menerima duta-duta dari luar negeri. Rasulullah SAW banyak
menerima wahyu dalam kurun Madinah di mesjid dan menerangkan
hukum-hukum Islam kepada umatnya.
2) Suffah
Pada masa Rasulullah SAW, shuffah adalah suatu tempat
yang telah dipakai untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini
menyediakan pemondokan bagi pendatag baru dan mereka yang
tergolong miskin. Di sini para siswa diajarkan membaca dan
menghafal al-Quran secara benar, dan diajarkan pula Islam di
bawaah bimbingan langsung dari Nabi. Pada masa itu, setidaknya
telah ada sembilan shuffah, yang bertebaran di Kota Madinah. Salah
satu diantaranya berlokasi di sampiing mesjid Nabawi. Rasulullah
SAW mengangkat Ubaid bin Al Samit sebagai guru pada shuffah di
Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, shuffah juga

8
menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi,
geneologi, dan ilmu fonetik.
Kedua lembaga pendidikan tersebut besifat semi formal
atau hampir menduduki ciri-ciri sebuah lembaga formal, karena telah
memiliki metedologi pengajaran dan jadwal yang tetap, lembaga ini
tumbuh seiring dengan perkembangan dakwah Islam yang mulai
memperoleh sambutan yang luas, yaitu di Madinah. Dengan
demikian dapatlah dikatakan bahwa lembaga pendidikan dalam
Islam arti formal, seperti madrasah, belum dikenal pada Zaman Nabi
Muhammad SAW.

B. Ajaran Islam Pada Masa Khulafaur Rasyidin


1. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah merupakan bukti bahwa
Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil
dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar
menjadi Khalifah, maka mulailah Abu Bakar menjalankan
kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin
pemerintahan, dan juga di sinilah prinsip demokrasi tertanam sejak awal
perkembangan Islam. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar
bersifat sentralistis sebagaimana yang diterapkan Nabi berdasarkan al-
Qur’an Hadits, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat
ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah,
Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.

Adapun Secara garis besar perkembangan Islam pada masaAbu


Bakar Ash- Shiddiq sebagai berikut:

a. Mengembalikan Kaum Muslimin pada Ajaran Islam yang Benar dan


Memberantas Para Nabi Palsu
Abu Bakar memerangi orang yang mengaku sebagai nabi.
Muzailamah Al-Kadzdzab adalah orang yang mengaku sebagai nabi, ia

9
berasal dari Bani Hanifah di Yamamah. Ia mempunyai banyak pengikut
yang meyakini ia sebagai seorang nabi. Ia memiliki pasukan lebih dari
empat puluh ribu serdadu.24 Untuk menghadapi hal tersebut maka,
Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq mengirimkan pasukan dibawah
pimpinan Khalid bin Walid. Maka, terjadilah perang dahsyat antara
kaum muslimin dengan kaum murtad tersebut yang dikenal dengan
Perang Yamamah. Kaum muslimin berhasil mengalahkan musuhnya
bahkan, berhasil membunuh sang nabi palsu tersebut sehingga berhasil
memadamkan gerakan nabi palsu dan kaum murtad. Namun, dalam
perang tersebut banyak dari penghafal Alqur’an yang gugur sebagai
syuhada.
b. Mengumpulkan Alqur’an Dalam Satu Mushaf
Pada perang Yamamah yang terjadi pada tahun ke dua belas
Hijriah terdapat tujuh puluh penghafal Alqur’an dari sahabat yang
gugur sebagai syuhada. Maka dari itu, Umar bin Khattab sangat
khawatir kalau peperangan di tempat-tempat lainnya akan membunuh
banyak lagi penghafal. Sehingga Umar bin Khattab mengusulkan
kepada Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq untuk mengumpulkan Alqur’an
karena dikhawatirkan akan musnah. Pada awalnya Khalifah Abu Bakar
As-Shiddiq menolak usulan tersebut dengan alasan tidak pernah
dilakukan oleh Rasulullah SAW. Namun terus dibujuk oleh Umar bin
Khattab hingga Allah SWT membuka hati sang khalifah untuk
menerima usulan Umar bin Khattab tersebut. Khalifah Abu Bakar
membentuk panitia pengumpulan Alqur’an yang diketuai oleh Zait bin
Tsabit sang juru tulis wahyu Rasulullah SAW. Zait binTsabit memulai
mengerjakan tugas berat tersebut dengan bersandar pada hafalan para
penghafal dan catatan para penulis. Kemudian lembaran tersebut
disimpan oleh Khalifah Abu Bakar sampai ia wafat pada tahun ke tiga
belas Hijriah.

2. Khalifah Umar Bin Khattab

10
Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat
berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin
dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi kalau ada diantara
umat Islam yang ingin belajar hadis harus perdi ke Madinah, ini berarti
bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat
pendidikan adalah terpusat di Madinah. Dengan meluasnya wilayah
Islam sampai keluar jazirah Arab, nampaknya khalifah memikirkan
pendidikan Islam didaerah-daerah yang baru ditaklukkan, beliau juga
menerapkan pendidikan di mesjid-mesjid dan pasar-pasar serta
mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap daerah yang
ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur'an dan ajaran
Islam lainnya seperti fiqh kepada penduduk yang baru masuk Islam.
Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan
Islam bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam
ingin menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima
langsung dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu
dari daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam.
Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong
lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.
Dengan demikian pelaksanaan pendidikan dimasa khalifah umar
bin khatab lebih maju, sebab selama Umar memerintah Negara berada
dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan, disamping telah
ditetapkannya mesjid sebagai pusat pendidikan, juga telah terbentuknya
pusat-pusat pendidikan Islam diberbagai kota dengan materi yang
dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis dan pokok ilmu-ilmu
lainnya.

3. Khalifah Usman Bin Affan


Pada masa khalifah Usman Bin Affan, ajaran Islam yang ditinjau
dari aspek lembaga pendidikan dan materi pendidikan, tidak jauh berbeda
dengan sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya melanjutkan apa yang

11
telah ada sebelumnya, namun hanya sedikit terjadi perubahan yang
mewarnai pendidikan Islam. Pola pendidikan pada masa Khalifah Usman
ini lebih merakyat dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat
yang ingin mempelajari ajaran agama Islam karena pusat pendidikan
lebih banyak , sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat
yang mereka inginkan untuk memberikan penddikan kepada masyarakat.
Pelaksanaan pendidikan pada masa ini diserahkan kepada masyarakat,
dan masyarakatlah yang lebih banyak inisiatif dalam melaksanakan
pendidikan termasuk pengangkatan para pendidik.
Walaupun demikian ada usaha yang sangat cemerlang dan
menetukan yang dilkukan Khalifah Usman Bin Affan, yang sangat besar
pengaruhnya terhadap pendidikan Islam dimasa yang akan datang, usaha
tersebut adlah terjadinya kodifikasi Al-Qur’an.

4. Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Materi pendidikan yang diajarkan pada masa Khalifah Ali selain
yang berkaitan dengan pendidikan keagamaan yaitu Al-Qur’an, Al-
Hadits, hukum Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan,
keamanan, dan kesejahteraan sosial.
Metode yang digunakan dalam mengajar yaitu dengan
bentuk halaqoh. Yakni guru duduk dibagian ruangan masjid kemudian
dikelilingi oleh para murid. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata
dengan artinya dan kemudian menjelaskan kandungannya. Sementara
para murid menyimak, mencatat, dan mengulangi apa yang dikemukakan
oleh para guru.Lembaga pendidikan yang digunakan pada masa Khalifah
Ali bin Abi Thalib masih sama dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang digunakan pada zaman-zaman sebelumnya
yaitu masjid, kuffah, kuttab, madrasah dan rumah-rumah sahabat yang
menjadi pendidik.
Yang menjadi pendidik pada zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib
antara lain adalah Abdullah bin Umar, Abu Hurairoh, Ibn Abbas, Siti

12
Aisyah, Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit dan Abu Dzar Al-Ghifari. Dari
mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian menjadi ulama
dan pendidik.Dalam kitab Adab al-Muallim wa al-Muta’allim disebutkan
bahwa seorang pendidik harus memiliki dua belas sifat sebagai berikut:
a. Tujuan mengajar adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah ta’ala,
bukan untuk tujuan yang bersifat duniawi, harta, kepangkatan,
kebenaran, kemewahan, status sosial, dan lain sebagainya.
b. Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dalam keadaan terang-
terangan dan senantiasa menjaga rasa takut dalam semua gerak dan
diamnya, ucapan dan perbuatannya, karena dia adalah seorang yang
diberi amanat dengan diberikannya ilmu oleh Allah dan kejernihan
panca indera dan penalarannya.
c. Menjaga kesucian ilmu yang dimilikinya dari perbuatan yang tercela.
d. Berakhlak dengan sifat zuhud dan tidak berlebih-lebihan dalam
urusanduniawi, qona’ah, dan sederhana.
e. Menjauhkan diri dari perbuatan tercela.
f. Melaksanakan syariat islam dengan sebaik-baiknya.
g. Melaksanakan amalan sunnah yang disyari’atkan.
h. Bergaul dengan sesama manusia dengan menggunakan akhlak yang
mulia dan terpuji.
i. Memelihara kesucian lahir dan batinnya dari akhlak yang tercela.
j. Senantiasa semangat dalam menambah ilmu dengan sungguh-sungguh
dan kerja keras.
k. Senantiasa memberikan manfaat kepada siapapun.
l. Aktif dalam pengumpulan bahan bacaan, mengarang, dan menulis
buku.

Ahlusunnah memandang Ali bin Abi Thalib sebagai salah


seorang sahabat Nabi yang terpandang. Hubungan kekerabatan Ali dan
Rasulullah sangat dekat sehingga ia merupakan seorang ahlul bait dari

13
Nabi Muhammad. Ahlussunnah juga mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai
salah seorang Khulafaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk).

Sunni menambahkan nama Ali di belakang dengan Radhiyallahu


Anhu (RA) atau semoga Allah ridha padanya. Tambahan ini sama
sebagaimana yang juga diberikan kepada sahabat Nabi yang lain.Sufi juga
menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu
Wajhah atau semoga Allah memuliakan wajahnya.

C. Ajaran Islam Pada Masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah


1. Dinasti Umayyah
a. Para khalifah yang memberikan dorongan dalam bidang pendidikan
ialah :
1) Umayyah ibn Abi Sufyan
HR Gibb mengatakan bahwa muawiyah sangat concern
terhadap pendidikan anak. Mereka diajar membaca, menulis,
berhitung, berenang, belajar al-Qur’an dan ibadat. Orang-orang
yang termasyhur seperti al-Hajjaj, penyair Kumait, dan Tirimiah
dikatakan adalah guru-gurunya. Mata pelajaran utama yang
diajarkan adalah “adab” hingga madrasah itu dinamakan “Majelis
adab” dan gurunya disebut “mualib” juga “mu’alim”.
2) Abdul Malik Ibn Marwan
Abdul Malik Ibn Marwan berpesan kepada para pendidik
anak-anaknya: Ajarkan kepada mereka berkata benar, disamping
mengajarkan al-Qur’an jauhkanlah mereka dari orang-orang jahat,
karena orang-orang jahat itu tidak mengindahkan perintah dan tidak
berlaku sopan. Ajarkan syair kepada mereka agar mereka mulia dan
berani. Seru mereka bersuci dan apabila mereka meminum air
hendaklah dihirup pelan-pelan. Bila menegurnya hendaklah
ditempat tertutup, sehingga tidak diketahui oleh para pelayan dan

14
para tamu agar dia tidak dipandang rendah oleh para pelayan dan
tamu.
3) Hisyam bin Abdul Malik
Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Sulaiman al-Kalbi
Muddim puteranya. Puteriku ini adalah sepotong kulit dari
bahagian yang ada di antara dua mataku ini. Engkau telah saya
angkat jadi pendidiknya,. Karena engkau hendaklah bertaqwa
kepada Allah. Pertama saya nasehatkan kepadamu agar kamu
melatihnya dengan membaca kitab dan Allah, kemudian
riwayatkan syair-syair yang baik dan hendaklah diketahuinya mana
yang halal dan mana yang haram, begitu juga pidato-pidato dan
cerita penyenangan supaya diajarkan kepadanya.
4) Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz adalah khalifah yang shaleh dan
zuhud. Dia rendah hati dan dia melarang orang-orang yang mencela
Ali bin Abi thalib seperti yang dilakukan oleh Muawiyah dan
beberapa khalifah Bani Umayyah. Di zaman beliau hidup Hasan
Basri seorang ulama tasawwuf dan Rabi’ah al-Adawiyah seorang
wanita sufi yang termashur. Pada masanya pendidikan semakin
berkembang.
b. Pola dan Lembaga Pendidikan pada Masa Dinasti Umayyah
1) Pola Pendidikan
Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat
desentralisasi, tidak memiliki tingkatan dan standar umum. Kajian
keilmuan yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kuffah,
Mekkah, Madinah, Mesir,Cardova, dan beberapa kota lainnya,
seperti: Basrah dan Kufah (Irak), Damaskus, dan Palestina (Syam),
Fistat (Mesir).
Pendidikan juga tak hanya berpusat di Madinah seperti
pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin, melainkan ilmu telah
mengalami ekspansi seiring dengan ekspansi teritorial.

15
2) Lembaga Pendidikan
Diantara lembaga yang berkembang pada masa Dinasti Umayyah
yaitu:
a) Kutab
Kutab sebenarnya sudah ada semenak Khulafa’ al-Rasyidin,
namun pada masa ini kitab dilaksanakan di dekat masjid dan
gurunya tidak dibayar. Pada masa khalifah muawiyyah kutub
tidak hanya dekat masjid tapi juga di istana.
b) Istana
Pendidikan istana tidak hanya tingkat rendah, gtetapi
berlanjut pada pengajaran tingkat tinggi sebagaimana halaqah,
masjid, dan madrasah. Guru di istana dinamakan muaddib.
Tujuan pendidikan di istana bukan saja mengajarkan ilmu
pengetahuan bahkan muaddib harus mendidik akal, hati dan
jasmani anak.

c) Badiah
Dengan adanya arabiasi oleh khalifah Abdul Malik Ibn
marwan, maka muncullah istilah badiah yaitu dusun badui di
Padang sahara yang masih fasih dan murni bahasa Arabnya sesuai
dengan kaidah bahasa Arab itu. Bahasa Arab sudah sampai ke
Irak, Syiria, Mesir, Lebanon, Maroko, Yaman, dan sekitarnya
disamping Saudi Arabia. Sehingga banyak khalifah mengirim
anaknya ke badiah untuk belajar bahasa Arab. Bahkan ulama juga
pergi kesana untuk belajar bahasa Arab diantaranya; al-Khalid ibn
Ahmad, (160 H atau 776 M). Ia belajar ke Badiah, Hijaz, dan
Tihamah.
d) Perpustakaan
Al Hakam Ibn Nasir (350H/961M) mendirikan
perpustakaan yang besar di qurtubah (cardova). Perpustakaan ini
tidak hanya dipergunakan membaca buku saja, tetapi disana juga

16
di sediakan ruangan untuk melaksanakan peoses pembelajaran
yang di bimbing oleh para ulama sesuai dengan bidang
keahliannya.
e) Bamaristan (Rumah Sakit)
Rumah sakit di samping berfungsi untuk mengobati dan
merawat orang, tetapi juga berfungsi sebagai tempat mendidik
para calon tenaga medis dan perawat, dan juga untuk mempelajari
ilmu kedokteran.
c. Pengembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Umayyah
Pada masa Dinasti Umayyah juga ilmu pengetahuan juga
berkembang, hal ini didukung oleh para khalifah dan meningkatnya
perekonomian negara.
Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu adalah:
1) Ilmu Agama, seperti al-Qur’an, Hadist, dan Fiqh, proses pembukuan
hadist terjadi pada masa khalifah Umar Ibn Abdul Aziz (99-10 H)
sejak saat itulah Hadist mengalami perkembangan pesat.
2) Ilmu sejarah dan geografi yaitu segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah al Jurhumi
berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
3) Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segala ilmu yang
mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
4) Bidang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari
bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung,
dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
5) Seni sastra Arab, juga berkembang dengan baik. Pada masa itu
banyak penyair Arab yang terkenal seperti Umar ibn rabiah
(W.719M), jarir (W.729M), Qays ibn Malawah yang terkenal
dengan nama Laila Majnum (W.699M) dan lain-lain.
6) Seni kaligrafi dan seni arsitekturnya juga berkembang. Salah satu
arsitektur yang indah adalah Istana (Quhair) Amrah tempat istirahat
di Padang Pasir.

17
2. Dinasti Abbasiyah
a. Faktor-faktor yang mendorong kemajuan pendidikan
1) Adanya kekayaann yang melimpah dari hasil kharaj, baik pertanian
maupun perdagangan. Dengan dana dari kekayaan tersebut para
khalifah dapat dengan mudah merealisir perencanaannya,di dalam
dan luar negeri, serta pengembangan ilmu pengetahuan.
2) Perhatian beberapa khalifah yang besar kepada ilmu pengetahuan
seperti: al Mansyur (754-775M), al Mahdi (775-785M), Harun al
Rasyid (785-809), al Ma’mum (813-833), Al Wathiq (824-847M)
dan al Mutawakkil (847-861M). Tak kalah pentingnya ialah
pengaruh keluarga barmak, yang berasal dari balkh (bactra), pusat
ilmu pengetahuan dan filsafat yunani di Persia. Keluarga Barmak ini
mempunyai pengaruh dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
filsafat Yunani di Bagdad. Mereka disamping menjadi wazir, juga
menjadi pendidik dari anak-anak khalifah.
3) Kecenderungan umat islam di dalam menggali dan mengembangkan
ilmu pengetahuan besar sekali, maka banyaklah ulama di setiap kota
islam pada masa itu.
4) Kondisi masyarakat irak, yang medesak perlunya suatu ilmu baru
karena sunggai Dajjah dan Furat menuntut penataan sistem
pengairan yang lebih baik serta pengelolaan perpajakan yang lebih
sempurna.
5) Umat islam pada masa itu telah bercampur baur dengan orang-orang
persia, terutama Mawali, mereka inilah yang memindahkan ilmu
pengetahuan dan filsafat dari bahasa mereka ke dalam bahasa Arab.
6) Bagdad sebagai pusat pemerintahan, lebih dahulu maju dalam ilmu
pengetahuan, dari pada Damaskus pada masa itu.
7) Lancarnya hubungan kerjasama, dengan negara-negara maju lainnya
seperti: India, Bizantium, dan sebagainya.
b. Lembaga-LembagaPendidikan Islam Pada masa Dinasti Abbasiyah

18
Kemajuan dalam bidang pendidikan melalui berbagai dan jenis
lembaga pendidikan. Berikut ini dikemukakan beberapa lembaga
pendidikan yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah.
1) Kutab atau Maktab
Kutab atau maktab, berasal dari kata kataba yang berarti
menulis atau tempat menulis. Namun pada akhirnya memiliki
pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar.Menurut catatan
sejarah, Kuttab telah ada sejak pra Islam. Diperkirakan mulai
dikembangkan oleh pendatang ketanah Arab, yang terdiri dari
kaumYahudi dan Nasrani sebagai cara mereka
mengajarkanTauratdanInjil, filsafat, jadal (ilmu debat), dantopik-
topik yang berkenaandengan agama mereka. Kutab pada masa ini
merupakan kelanjutan dari kuttab pada masa Dinasti Umayyah. Para
ahli sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merupakan
istilah yang sama, dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkatdasar
yang mengajarkan membaca dan menulis, kemudian mengangkat
kepada pengajaran al-Qur’an danpengetahuan agama tingkatdasar.
Namun demikian, ada juga yang membedakan keduanya dalam fase,
yaitu bahwa muktab adalah istilah lembaga pendidikan Islam untuk
zaman modern, sedangkan kuttab adalah istilah lembaga pendidikan
untuk zaman klasik.
Sedangkan kurikulum pendidikan digunakan di kuttab ini
berorentasi kepada al-Qur’an sebagai suatu textbook. Hal ini
mencangkup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal
bahasa Arab dan sejarah, khususnya yang berkaitan dengan Nabi
Muhammad SAW.
2) Masjid
Sistem pembelajaran di dalam masjid, berbentuk halaqah,
berkembang dengan baik pada masa Abbasiyah, sejalan dengan
munculnya bermacam-macam pengetahuan agama, sehingga
terkadang di dalam suatu masjid besar terdapat beberapa halaqah

19
dengan materi pembelajaran berbeda seperti: nahu, ilmu kalam,
fiqhdan lain-lain. Ini terjadi di masjid al Kasaldan al Manshur di
Baghdad

D. Ajaran Islam Pada Masa Imam Asy’ari Hingga Masuk Ke Indonesia


1. Imam Asy’ari
Abu al-Hasan bin Isma'il al-Asy'ari atau lebih dikenal sebagai
Imam Asy'ari merupakan seorang mutakallim yang berperan penting
sebagai filsuf muslim sekaligus pendiri Mazhab Asy'ariyah atau Asya'irah,
mazhab kalam ahlussunnah wal jama'ah di samping Mazhab Al-
Maturidiyah. Berbeda dengan mazhab fikih yang memiliki empat imam
besar yang dianggap sebagai ahlussunnah wal jama'ah, yaitu Imam Syafi'i,
Imam Hambali, Imam Maliki, dan Imam Hanafi, mazhab besar dalam ilmu
kalam yang tergolong ahlussunnah wal jama'ah hanya ada dua, yaitu
Asy'ariyah (oleh Imam Abu Al-Hasan Al-Asy'ari) dan Al-Maturidiyah
(oleh Imam Abu Mansur Al-Maturidi), dimana ajaran keduanya sejalan
dan hampir sama alias sangat sedikit perbedaannya, sehingga seringkali
dianggap memuat ajaran yang sama.
Perbedaan itu hanyalah dari sisi istilah ataupun hal-hal kecil saja.
Namun ada yang menyangka kalau mazhab Asy'ariyah adalah satu-satunya
mazhab kalam ahlussunnah wal jama'ah. Hal itu dikarenakan Asy'ariyah
adalah mazhab kalam terbesar sejak satu milenia terakhir dan paling
banyak dianut oleh umat muslim, baik di Indonesia maupun dunia, bahkan
dianut oleh ulama-ulama besar seperti Imam Nawawi (ulama fikih dan
hadis, penulis kitab Riyadhus Shalihin), Ibnu Katsir (ulama tafsir, penulis
Tafsir Ibnu Katsir), Imam Ghazali (ulama tasawuf, penulis kitab Ihya
Ulumuddin), dan Imam As-Suyuthi (penulis kitab Asbabun Nuzul), serta
beberapa ulama hadis lainnya, sehingga beliau dianggap sebagai imam
para ahli hadis.
Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa kebanyakan ahli hadis dan
bahkan hampir seluruh ulama menganut mazhab ini. Sudah lebih dari

20
seribu tahun mazhab Asy'ariyah menyandang predikat ahlussunnah wal
jama'ah dan inilah mazhab kalam mayoritas ulama serta umat muslim di
seluruh penjuru dunia. Ajaran Imam Asy'ari yang menjadi ciri khas dari
aliran Asy'ariyah yang paling terkenal adalah tentang pembagian sifat
Allah dan Nabi menggunakan hukum akal yang dikenal sebagai akidah 50,
dimana Allah memiliki 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat ja'iz,
sementara nabi memiliki 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil, dan 1 sifat ja'iz.
Ajaran ini juga dikenal dengan sifat 20 ketika dinisbatkan kepada Allah.
Meski dahulunya berasal dari golongan Mu'tazilah, Imam Asy'ari
meninggalkan paham-paham Mu'tazilah (seperti mendahulukan akal
daripada dalil dalam Al-Qur'an dan Hadis; menganggap Al-Qur'an sebagai
makhluk memfasikkan pelaku dosa besar; dan memungkiri kemungkinan
melihat Allah karena beranggapan bila melihat Allah adalah mungkin,
maka Allah bertempat) lalu kembali ke arah ahlussunnah wal jama'ah dan
menghancurkan Teologi Mu'tazilah.
Dia cenderung kepada pemikiran Aqidah Ahlussunnah Wal
jama'ah dan telah mengembangkan ajaran seperti sifat Allah 20. Banyak
tokoh pemikir Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini,
salah satunya yang terkenal adalah "Sang Hujjatul Islam" Imam Al-
Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin.
Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya,tetapi
banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang
yang mengikuti/mendukung pendapat/paham imam ini dinamakan
kaum/pengikut "Asyariyyah", dinisbatkan kepada nama imamnya.
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti
paham imam ini, yang dipadukan dengan paham ilmu Tauhid yang
dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Ini terlihat dari
metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama "20 sifat
Allah", yang banyak diajarkan di pesantren-pesantren yang berbasiskan
Ahlussunnah Wal Jama'ah dan Nahdhatul Ulama (NU) khususnya,
dan sekolah-sekolah formal pada umumnya. Ia meninggalkan karangan-

21
karangan, kurang lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai lapangan.
Kitabnya yang terkenal ada tiga :
a. Maqalat al-Islamiyyin
b. Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah
c. Al-Luma

2. Ajaran Islam Masuk Ke Indonesia

Islam mulai memasuki Nusantara, Nusantara ini yang dimaksud


adalah Indonesia dan mulai tersebar ajarannya. Untuk bisa mengetahui
kapan dan di mana penyebarannya harus merujuk kepada sejarah. Sejarah
Islam Nusantara merupakan sebuah topik yang sering diperbincangkan.
Meskipun demikian masih banyak kerancuan fakta tentang masuknya
pengaruh Islam ke Indonesia. Dimulai dari kapan masuknya dan dimana
tempatnya. Hal ini merupakan pertanyaan yang sulit diungkap karena
terdapat fakta-fakta yang tidak tertulis, sehingga menimbulkan perbedaan
pendapat para ahli sejarah.

Islam di Nusantara sejak awal masuk, tumbuh, dan berkembang


merupakan Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Umat Islam di Nusantara
menyakini dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnahwal Jamaah yang
ada itu dapat dibuktikan dari tradisi keberagaman umat Islam Nusantara
yang masih terjaga sampai saat ini dan dari dokumen sejarah yang dicatat
oleh para ulama asal Nusantara dalam kitab-kitab yang mereka tulis.

E. Ajaran Islam Pada Masa Sekarang


Di zaman modern ( abad ke-19 sampai dengan sekarang ) hubungan Islam
dengan dunia Eropa dan Barat terjadi lagi. Pada zaman ini timbul kesadaran
dari umat Islam untuk membangun kembali kejayaannya dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan peradaban melalui berbagai lembaga pendidikan,
pengkajian, dan penelitian. Umat Islam mulai mempelajari berbagai
kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat, dengan alasan bahwa apa yang

22
dipelajari dari Eropa dan Barat itu sesungguhnya mengambil kembali apa
yang dahulu dimiliki umat Islam.

Adapun isi pengajaran agama Islam pada tingkat permulaan yaitu:

1. Belajar membaca Al- Qur’an


2. Pelajaran dan praktek sholat
3. Pelajaran ketuhanan (teologis) atau kehidupan yang pada garis besarnya
berpusat pada sifat dua puluh.
Di dorong oleh kebutuhan akan pendidikan yang meningkat , maka
timbullah lembaga-lembaga pendidikan keagamaan yang berupa madrasah
dan pondok pesantren. Beberapa materi dalam ajaran Islam yang sesuai
dengan Ahlusunnah Wal Jama’ah diantaranya yaitu:
a) Ilmu Nahwu
b) Ilmu Shorof
c) Ilmu Fiqh
d) Ilmu Tafsir
e) Ilmu Tauhid
f) Ilmu Hadis
g) Mustalah Hadis
h) Mantiq
i) Ilmu Ma’ani
j) Ilmu Bayan
k) Ilmu Badi’
l) Ilmu Ushul Hadis

23
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Aswaja sebagai manhaj atau metodologi itu sudah ada sejak Nabi
dan dipraktekkan oleh para sahabat. Namun secara ideologi dirumuskan
kembali oleh terutama Syekh Abul Hasan Al-Asyari dan Abu Manshur al-
Maturidy, demikian dikatakan tentang perumusan kembali itu disebabkan
adanya penyimpangan-penyimpangan dari ajaran Islam murni di zaman
Nabi, misalnya Syiah, Muktazilah dan Khawarij. Pada dinamika berikutnya
Aswaja menjadi landasan institusi atau dasar organisasi misalnya dilakukan
oleh Nahdlatul Ulama, Nahdlatul Wathan, dan lainnya.

Ahlussunnah wal Jama’ah juga dipakai Imam Abul Hasan dalam


kitab Maqalutl Islamiyyin Wakhtilaful Mushallin. Menurut Syekh Abdul
Qadir Jilany sunnah itu adalah thariqahnya Rasulullah dan jamaah itu adalah
apa yang disepakati para sahabat di era Khulafaur Rasyidin. Dari sini kita
bisa menyimpulkan, dengan bahwa Ahlussunnah wal Jamaah itu adalah
golongan yang mengikuti sunnahnya Rasulullah dan sunnahnya para
sahabat pada masa Khulafaur Rasyidin. Al-Jamaah juga diartikan sebagai
golongana mayoritas. Dengan demikian aswaja juga mereka yang mengikuti
pemahaman dan pengamalan jumhur umat Islam dalam pokok-pokok
akidah. Istilah Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai Islam murni itu pernah
diprediksikan oleh Rasulullah dalam hadits perpecahan umat Islam.

B. SARAN
Jika mengacu pada yang disampaikan Imam Al-Ghazali dan Imam
Syahrastany maka istilah Ahlussunnah wal Jamaah itu pernah dikenalkan
Nabi dalam hadits perpecahan umat sebagaimana disampaikan kedua beliau
dalam salah satu kitabnya.
Semoga kita dapat mengamalkan ajaran yang sesuai dengan Al Qur’an dan
Hadits yang dalam kenyataannya, mayoritas umat Islam hingga kini dalam

24
aqidah mengikuti rumusan Syekh Abul Hasan Al-Asy’ari, dan Syekh Abu
Manshur al-Maturidy, dalam fikih mengikuti mazhab empat dan dalam
tasawuf mengikuti Imam Junaed, Imam Ghazali atau Imam Abul Hasan as-
Syadzily.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Syukur Fatah. Sejarah Peradaban Islam (Semarang: PT Pustaka


Rizki Putra, 2011)
2. Thohir Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada ,2004)
3. Ilaihi Wahyu dan Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah
(Jakarta: Kencana, 2007)
4. https://media.neliti.com/media/publications/195148-ID-upaya-
pendidikan-islam-pada-masa-awal-na.pdf
5. https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq
6. https://id.wikipedia.org/wiki/Abu_al-Hasan_al-Asy%27ari

26

Вам также может понравиться