Вы находитесь на странице: 1из 61

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN TATA RUANG

PROPINSI KALIMANTAN UTARA


Jalan Durian Tanjung Selor

PEKERJAAN:

PERENCANAAN KANTOR INSPKETORAT


PROVINSI KALIMANTAN UTARA
TAHUN ANGGARAN 2016

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSULTAN PERENCANA:
KATA PENGANTAR

Buku Laporan Pendahuluan ini merupakan laporan pertama dari serangkaian


laporan yang harus diselesaikan pada pekerjaan perencanaan Gedung
Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara.

Laporan Pendahuluan ini disampaikan untuk memenuhi syarat dalam


pelaksanaan pekerjaan perencanaan Gedung Inspektorat Provinsi Kalimantan
Utara dan merupakan bukti awal bahwa pekerjaan tersebut diatas kesepakatan
pemberi kerja dan konsultan dapat dimulai.

Pekerjaan perencanaan Gedung Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara


merupakan kerjasama antara Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi
Kalimantan Utara dengan konsultan perencana.

Akhirnya semoga Laporan Pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan dan terutama bagi penyelesaian pekerjaan ini.

Makassar, Agustus 2016


DAFTAR ISI
Kata Pengantar ...................................................................................... i
Daftar Isi ...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Maksud Dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3 Sasaran Kegiatan ...................................................................................... 2
1.4 Acuan Normatif ...................................................................................... 3

BAB II GAMBARAN UMUM PERENCANAAN INSPEKTORAT


2.1 Penjelasan Umum ................................................................................... 8
2.2 Layanan Informasi Gedung Perencanaan Inspektorat ................................... 8
2.3 Struktur Kelembagaan Standard dan Jumlah Personil Kantor Inspektorat. ....... 10

BAB III KETENTUAN UMUM BANGUNAN GEDUNG INSPEKTORAT


3.1 Fungsi dan Klasifikasi Bangunan ........................................................ 12
3.1.1 Penetapan Fungsi Bangunan Gedung ............................................ 12
3.1.2 Penetapan Klasifikasi Bangunan Gedung ......................................... 13
3.2 Standar Perencanaan Bangunan ...................................................... 14
3.2.1 Standar Luas Ruang Kerja ............................................................. 14
3.2.2 Program Kebutuhan Luas Ruangan .................................................. 14
3.3 Persyaratan Administrasi ........................................................................... 16

BAB IV KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG INSPEKTORAT


PROVINSI KALIMANTAN UTARA

4.1 Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan


4.1.1 Persyaratan Arsitektur .................................................................... 17
4.1.2 Persyaratan Ruang Dalam ................................................................ 22
4.2 Persyaratan Struktur Bangunan .................................................................. 27
4.2.1 Struktur Bangunan ...................................................................... 27
4.2.2 Pembebanan pada Bangunan Gedung .......................................... 29
4.2.3 Struktur Atas Bangunan Gedung .................................................. 30
4.2.4 Struktur Bawah Bangunan Gedung ................................................ 34
4.3 Persyaratan Utilitas Bangunan ........................................................... 38
4.3.1 Persyaratan Sistem Penghawaan ..................................................... 38
4.3.2 Persyaratan Sistem Pencahayaan ............................................... 39
4.3.3 Persyaratan Komunikasi dalam Bangunan Gedung ............................. 41
4.3.4 Persyaratan Kemampuan Bangunan terhadap
Bahaya Petir dan Bahaya Kelistrikan ............................................. 44

4.3.5 Persyaratan Sanitasi ........................................................................ 46


4.3.6 Persyaratan Kenyamanan ........................................................ 48
4.4 Persyaratan Kemampuan Bangunan Terhadap Bahaya Kebakaran
4.4.1 Sistem Proteksi Pasif ...................................................................... 48
4.4.2 Sistem Proteksi Aktif ......................................................................... 49
4.4.3 Persyaratan Pencahayaan Darurat,
Tanda Arah Keluar/Exit, dan Sistem Peringatan Bahaya.......................... 50
4.4.4 Persyaratan Sarana Evakuasi ......................................... 50
4.5 Persyaratan Fasilitas dan Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat .................. 51

BAB V PENYELENGGARAAN
5.1 Tahap Persiapan ...................................................................................... 52
5.2 Tahap Mobilisasi Sumber Daya Manusia ............................................... 54
5.3 Tahap Operasional .................................................................................. 54
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai provinsi termuda di Indonesia, provinsi Kalimantan Utara sedang

memacu pertumbuhan dan perkembangan untuk mengejar ketertinggalan

dengan provinsi lain. Hal ini seiring dengan program pemerintah dalam hal

pelayanan administrasi pemerintahan guna mencapai sasaran baik jangka

pendek maupun jangka panjang.

Disisi lain perencanaan Gedung Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara ini

menjadi proyeksi untuk pengembangan SKPD sesuai dengan peraturan

perundang undangan. Selain itu dipandang perlu adanya perencanaan

Gedung Kantor Inspektorat provinsi Kalimantan Utara untuk dapat

memberikan pelayanan yang maksimal dan mempertimbangkan efisiensi dan

evektifitas pemanfaatan lahan yang ada untuk mewadahi dan mengakomodir

kebutuhan prasarana dan sarana bangunan kantor gabungan dinas-dinas

dimasa yang akan adatang.

Kebutuhan akan ruang yang memadai dalam suatu gedung merupakan

bentuk apresiasi terhadap keinginan untuk dapat beraktifitas dalam gedung

tersebut serta dapat menunjang program dan kegiatan yang akan

dilaksanakan. Kebutuhan ruang tersebut timbul disebabkan oleh kondisi

kekinian dari ruang kegiatan yang telah ada saat ini belum mampu atau

belum dapat mewadahi aktifitas yang dilakukan dalam ruang tersebut. Atau

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
1
dapat juga karena kondisi ruang kegiatan yang ada belum layak atau siap

untuk digunakan sehingga belum dapat terpakai secara optimal.

Beberapa cara dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan ruang tersebut

seperti penggunaan ruang secara bersama ataupun bergantian. Tetapi cara

tersebut terkadang menimbulkan permasalahan penggunaan ruang yang

saling mempengaruhi bila terjadi benturan dalam pemanfaatanya. Maka

solusi terbaik dengan penambahan ataupun pembangunan baru terhadap

kebutuhan akan ruang kegiatan yang belum terwadahi secara baik.

1.2 Maksud Dan Tujuan

Maksud dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan Gambaran tentang

Perencanaan Gedung Kantor Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara sesuai

dengan estetika bangunan yang ada.

Sedangkan Tujuan adalah untuk mendapatkan hasil perencanaan berupa

Drawing Engenering Detail dan Rencana Anggaran Biaya terhadap

Bangunan Kantor Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara.

1.3 Sasaran Kegiatan

1.3.1 Tersedianya dokumen perencanaan secara detai (Detai Engineering

Desaign) perencanaan Gedung Kantor Inspektorat Provinsi

Kalimantan Utara yang akan digunakan sebagai acuan pelaksanaan

konstruksi fisik.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
2
1.3.2 Terkendalinya proses perencanaan secara berkualitas, terukur, tepat

waktu, tepat sasaran dan dapat diselenggarakan secara tertib

administrasi serta tetap berpedoman pada ketentuan dalam peraturan

maupun perundangan yang berlaku dan terkait dalam kegiatan ini.

1.3.3 Lingkup pekerjaan perencanaan DED Perencanaan Gedung Kantor

Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara yang meliputi komponen

kegiatan sebagai berikut:

 Pekerjaan Persiapan

 Pekerjaan Siteplan Kawasan mencakup penataan kembali tapak

bangungan yang sudah ada maupun rencana pengembangan

dimasa yang akan datang sesuai dengan proyeksi pengembangan

organisasi

 Pekerjaan Lansekap Kawasan baik softscep dan hardscape, jalan

lingkar kawasan

 Pekerjaan Finishing Interior Gedung Utama dan sarana

pendukung

 Pekerjaan arsitektur, struktur, mekanikal dan elektrikal serta

lanskap kawasan

1.4 Acuan Normatif

Dasar Hukum yang melandasi Pedoman Umum Perencanaan PIP2B

adalah:

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
3
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Permukiman

4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

Bangunan Gedung

5. SK Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor

332/KPTS/M/2002 tentang Pedoman Teknis Pembangunan

Bangunan Gedung Negara

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006

tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada

Bangunan Gedung dan Lingkungan

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006

tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

8. SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 10/KPTS/2000

tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya

Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

9. SK Menteri Negara Pekerjaan Umum Nomor 11/KPTS/2000

tentang, KetentuanTeknis Manajemen Penanggulangan Kebakaran

di Perkotaan

10. SK Direktorat Jenderal Perumahan clan Permukiman Nomor

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
4
58/KPTS/DM/2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan

Darurat Kebakaran pada Bangunan Gedung.

11. SNI 03-1728-1987, Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan

Gedung

12. SNI 03-1726-1989, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

untuk Rumah dan Gedung

13. SNI 02-2406-1991, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase

Perkotaan

14. SNI 19-2454-1991, Tata Cara Pengolahan Teknik Sampah

Perkotaan

15. SNI 03-3242-1994, Tata Cara Pengelolaan Sampah di Permukiman

16. SNI 03-453-1987, Tata Cara Instalasi Petir Untuk Bangunan

17. SNI 03-1727-1989, Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk

Rumah dan Gedung

18. SNI 03-1728-1989, Tata Cara Pelaksanaan Mendirikan Bangunan

Gedung

19. SNI 03-1734-1989, Tata Cara Perencanaan Beton Bertulang dan

Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah dan Gedung

20. SNI 03-1736-1989, Tata Cara Perencanaan Struktur Bangunan

Pencegah Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan

Gedung

21. SNI 03-1745-1989, Tata Cara Pemasangan Sistem Hidran Untuk

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
5
Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan

Gedung

22. SNI 03-2847-1992, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk

Bangunan dan Gedung

23. SNI 03-1735-1993, Tata Cara Perencanaan Bangunan dan

Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada

Bangunan Rumah dan Gedung

24. SNI 03-1733-2004 SNI 03-3985-1995, Tata Cara Perencanaan

Pemasangan Sistem Deteksi Alarm Untuk Pencegahan Bahaya

Kebakaran Pada Bangunan Rumah dan Gedung

25. SNI 03 - 1746 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan

Pemasangan Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan terhadap

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

26. SNI 03 - 3989 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan

Pemasangan Sistem Sprinkler Otomatik untuk Pencegahan

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung

27. SNI 03 - 1735 - 2000 tentang Tata Cara Akses Bangunan dan

Akses Lingkungan untuk Pencegahan Bahaya kebakaran pada

Bangunan Gedung

28. SNI 03 - 1736 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan Sistem

Proteksi Pasif untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada

Bangunan Gedung

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
6
29. SNI 03 - 1745 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan

Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Selang untuk Pencegahan

Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung

30. SNI 03 - 6481 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan dan

pemasangan Sistem Plambing pada Bangunan Gedung

31. SNI 03 - 3985 - 2000 tentang Tata Cara Perencanaan,

Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran

untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung.

BAB II
GAMBARAN UMUM PERENCANAAN INSPEKTORAT

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
7
2.1 Penjelasan Umum

Lokasi Pekerjaan Lokasi pembangunan Gedung Inspektorat Provinsi

Kalimantan Utara berada di Tanjung Selor Provinsi Kalimantan Utara,

tepatnya di jalan Rambutan Kecamatan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan

Provinsi Kalimantan Utara

2.2 Layanan Informasi Gedung Perencanaan Inspektorat

a. Kebutuhan Khusus terhadap meubelair

 1 ruangan inspektur : ruangan dilengkapi dengan 2 pintu (1 untuk

pintu darurat) 2 kursi hadap, 1 buah meja biro (besar) dan console, 1

meja rapat untuk 6 orang, 1 sofa, 1 wc, 1 lemari panjang dan lemari

buku/pakaian.

 1 ruang sekretaris : terdiri dari 1 meja biro dengan 2 kursi hadap, 1

lemari dan 1 sofa mini

 3 ruang Irban : dilengkapi dengan 1 meja biro dengan 2 kursi hadap,

2 lemari dan 1 konsole (meja printer, dll)

 3 ruang Subbag : ruang dengan sekat yang dilengkapi dengan 1

meja biro dengan 2 kursi hadap, 1 lemari dan 5 staf dengan meja

kerja dan lemari arsip

 3 ruang auditor : tiap ruang dapat menampung kurang lebih 20 orang

dengan kelengkapan masing-masing orang meja kursi dengan 1 unit

sofa, meja auditor dibedakan untuk jenjang masya 1 (1 biro) dan 19

meja jenjang muda dan pertama

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
8
 1 ruang rapat utama : mampu menampung seluruh pegawai kurang

lebih 90 orang dengan dilengkapi peralatan multimedia

 ruang rapat kecil : mampu menampung 20 orang (kurang lebih)

 1 ruang bendahara : mampu menampung hingga 6 orang degan 1

brankas, 2 lemari, dan 6 meja kerja

 1 Ruang Tamu : dilengkapi dengan 1 set sofa

 1 ruang Perpustakaan : dengan rak buku dan meja baca panjang

 1 Gudang : dilengkapi dengan rak barang

 1 Ruang Arsip : dilengkapi dengan rak arsip

 1 Musholah

 1 pos satpam (dengan tempat tidur dan wc yang terpisah dari

bangunan

 1 dapur

Keperluan ruang lain, area smoking atau tempat ngopi semi terbuka

dekat/mudah akses ke dapur, ruang genset, ruang server beberapa lobi,

font office, dan tilet disetiap lantai.

Meja kursi/furniture bergaya modern simple dan knock down yang

dilengkapi dengan akses listrik dan jaringan telekomunikasi/multimedia

dan listrik dipersiapkan dengan baik

Lantai 1: drop off, lobi, ruang tamu, dan ruang CS, Parkiran mobil,

sepeda dan motor

Lantai 2: ruang inspektur, inspektur pembantu, ruang Subbag, Ruang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
9
Rapat

Lantai 3: ruang auditor dan ruang rapat utama

2.3 Struktur Kelembagaan Standard dan Jumlah Personil Kantor

Inspektorat.

Saat ini pada Inspektorat Provinsi Kalimantan Utara memiliki jumlah pegawai

sebanyak 29 orang PNS dan 6 orang non PNS.

b. Struktur Organisasi

Inspektorat terdiri dari 1 jabatan inspektur (eselon IIa), 1 jabatan

sekretaris (eselon IIIa), 3 jabatan inspektur pembantu (eselon IIIa), dan

3 jabatan kasubag (eselon Iva). Setiap pejabat struktur pada eselon IV

akan memiliki sekurang-kurangnya 5 orang staf. Terdapat juga jabatan

fungsional dengan 3 (tiga) jenjang terdiri dari pertama, muda, dan madya

dari 3 rumpun jabatan fungsional (auditor, P2UPD, dan auditor

kepegawaian). Pada kelompok fungsional dibedakan dalam 3 wilayah

(wilayah I, II, dan III) yang tiap wilayah akan berjumlah 20 orang

sehingga seluruh pegawai fungsional diperkirakan akan berjumlah 60

orang.

c. Jumlah Karyawan dan Estimasi Pertumbuhan

Saat ini jumlah PNS di Inspektorat sebanyak 29 orang dan 5 orang non

PNS, pertumbuhan yang diharapkan secara bertahap jumlah pegawai

menjadi 84 orang (sesuai hasil analisis jabatan tahun 2005)

d. Pola Alur dan Sistematika Pertumbuhan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
10
Fungsi utama inspektorat adalah melakukan pengawasan yang

dilakukan dengan cara pemeriksaan dan pemberian konsultasi pada

SKPD. Sebagian pekerjaan dilakukan di luar kantor atau pada objek

yang diperikasa. Pekerjaan yang dilakukan oleh fungsi utama

(auditor/pemeriksa) di kantor lebih banyak berupa pengolahan data dan

pembutan laporan dan penyimpan dokumen yang memadai. Perlu ruang

rapat untuk keperluan menerima konsultasi dari SKPD terkait dengan

daya tamping yang tidak terlalu besar berkisar antara 10 s/d 15 orang

BAB III
KETENTUAN UMUM BANGUNAN GEDUNG INSPEKTORAT

3.1 Fungsi dan Klasifikasi Bangunan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
11
Fungsi dan Klasifikasi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan

lokasi yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kabupaten/Kota, Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan

(RDTRKP), dan/atau Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Fungsi dan Klasifikasi bangunan gedung diusulkan oleh pemilik bangunan

dalam pengajuan permohonan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).

3.1.1 Penetapan Fungsi Bangunan Gedung

Menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

dijelaskan bahwa setiap bangunan gedung memiliki fungsinya yang berbeda-

beda. Hal ini dirumuskan dalam Bab III Pasal 5 yang mengidentifikasikan

fungsi bangunan gedung sebagai berikut :

Tabel: Fungsi Bangunan Gedung


FUNGSI BANGUNAN MELIPUTI :
GEDUNG
Fungsi Hunian Bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal
deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara
Fungsi Keagamaan Masjid, gereja, pura, wihara, dan kelenteng
Fungsi Usaha Bangunan gedung untuk perkantoran, perdagangan,
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal,
dan penyimpanan
Fungsi Sosial dan Budaya Bangunan gedung untuk pendidikan, kebudayaan,
pelayanan kesehatan, laboratorium, dan pelayanan
umum
Fungsi Khusus Bangunan gedung untuk reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis yang
diputuskan oleh menteri

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
12
Suatu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari satu fungsi atau kombinasi

fungsi dalam bangunan gedung, misalnya kombinasi fungsi hunian dan

fungsi usaha, seperti bangunan gedung rumah-toko (ruko), rumah-kantor

(rukan), apartemen-mal, dan hotel-mal, atau kombinasi fungsi-fungsi usaha,

seperti bangunan gedung kantor-toko dan hotel atau mal.

Dalam hal ini perencanaan gedung Inspektorat Kalimantan Utara berfungsi

sebagai gedung usaha, sosial dan Budaya yang meliputi perkantoran dan

pelayanan umum.

3.1.2 Penetapan Klasifikasi Bangunan Gedung

Agar pemenuhan persyaratan teknis setiap fungsi bangunan gedung lebih

efektif dan efisien, fungsi bangunan gedung tersebut diklsifikasikan

berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat permanensi, tingkat resiko

kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan kepemilikan.

Pengklasifikasian bangunan gedung ini diatur dalam Pasal 5 Peraturan

Pemerintah No 36 Tahun 2005 tentang Bangunan Gedung.

Tabel: Klasifikasi Bangunan Gedung

KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG

Tingkat Kompleksitas Sederhana karakter, kompleksitas dan


teknologi sederhana
Tidak Sederhana karakter, kompleksitas dan
teknologi tidak sederhana

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
13
KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG

Khusus penggunaan dan persyaratan


khusus
Tingkat Permanensi Permanen umur layanan di atas 20 tahun
Semi Permanen umur layanan 5 s/d 10 tahun
Darurat / Sementara umur layanan s/d 5 tahun
Tingkat Resiko Resiko kebakaran mudah terbakarnya tinggi
Kebakaran tinggi
Resiko kebakaran mudah terbakarnya sedang
sedang
Resiko kebakaran mudah terbakarnya rendah
rendah
Zonasi Gempa Zona 1 daerah sangat aktif
Zona 2 daerah aktif
Zona 3 daerah lipatan dengan retakan
Zona 4 daerah lipatan tanpa retakan
Zona 5 daerah gempa kecil
Zona 6 daerah stabil
Lokasi Lokasi Padat di pusat kota
Lokasi Sedang di daerah pemukiman
Lokasi Renggang di daerah pinggiran kota
Ketinggian Bertingkat Tinggi lebih dari 8 lantai
Bertingkat Sedang 5 s/d 8 lantai
Bertingkat Rendah s/d 4 lantai
Kepemilikan Milik Negara
Milik Badan Usaha
Milik Perorangan

3.2 Standar Perencanaan Bangunan

3.2.1 Standar Luas Ruang Kerja

Tabel standara Luas Banguan Gedung Kantor

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
14
3.2.2 Program Kebutuhan Luas Ruangan

Tabel Kebutuhan Ruang Kantor Inspektorat

Luas Total Luas


Ruang Jabatan Jumlah Ruang Ruang Keterangan
(m2) (m2)
Ruang Inspektur Eselon IIa 1 74.4 74.4
Ruang Sekretaris Eselon IIIa 1 62 72
Ruang Inspektur Pembantu Eselon IIIa 4 24 96
Ruang staf Auditor 4x6 10.8 259.20
Ruang Sub Bagian Eselon IV 3 21 63
Ruang Staf Sub Bagian 3x6 10.8 194.40
Menampung 40
Ruang Rapat Utama 1 40 40
orang
Menampung 15
Ruang Rapat Kecil 2 20 40
orang
Ruang Bendahara 2 10.8 2160

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
15
Luas Total Luas
Ruang Jabatan Jumlah Ruang Ruang Keterangan
(m2) (m2)
Ruang Tamu 1 8x6 48
0.4 m2/orang,
Ruang Perpustakaan 1 0.4 X 70 28 Pemakai
seluruh staf
Gudang Keuangan 1 15 15
Gudang Sekretariat 1 15 15
Toilet 1 2 x 70 140
0.4 m2/orang,
Ruang Arsip 1 0.4 x 70 28 Pemakai
seluruh staf

pemakai 20%
Mushollah 1 0.8 x 70 56 dari Jumlah
Pegawai
Pos Satpam 1 12 12
Dapur 1 15 15
Luas Total Kebutuhan Ruang 1187.60
Sumber: Hasil Analisis

3.3 Persyaratan Administrasi

Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi:

a. Status ha katas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak

atas tanah.

b. Status kepemilikan bangunan gedung

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
16
BAB IV
KETENTUAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG INSPEKTORAT

PROVINSI KALIMANTAN UTARA

4.1 Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan

4.1.1 Persyaratan Arsitektur

a. Ketentuan Umum

i. Bentuk denah bangunan gedung sedapat mungkin simetris dan

sederhana, guna mengantisipasi kerusakan yang diakibatkan oleh

gempa.

ii. Dalam hal denah bangunan gedung berbentuk T, L, atau U, maka

harus dilakukan pemisahan struktur atau dilatasi untuk mencegah

terjadinya kerusakan akibat gempa atau penurunan tanah.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
17
iii. Denah bangunan gedung berbentuk sentris (bujursangkar,

segibanyak, atau lingkaran) lebih baik daripada denah bangunan

yang berbentuk memanjang dalam mengantisipasi terjadinya

kerusakan akibat gempa.

iv. Atap bangunan gedung harus dibuat dari konstruksi dan bahan yang

ringan untuk mengurangi intensitas kerusakan akibat gempa.

v. Penempatan bangunan gedung tidak boleh mengganggu fungsi

prasarana kota, lalu lintas dan ketertiban umum.

vi. Pada lokasi-lokasi tertentu Kepala Daerah dapat menetapkan secara

khusus arahan rencana tata bangunan dan lingkungan.

vii. Pada jalan-jalan tertentu, perlu ditetapkan penampang-penampang

(profil) bangunan untuk memperoleh pemandangan jalan yang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
18
memenuhi syarat keindahan dan keserasian.

viii. Bilamana dianggap perlu, persyaratan lebih lanjut dari ketentuan-

ketentuan ini dapat ditetapkan pelaksanaaannya oleh Kepala Daerah

dengan membentuk suatu panitia khusus yang bertugas memberi

nasehat teknis mengenai ketentuan tata bangunan dan lingkungan.

ix. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan

bentuk dan karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya,

atau yang mampu sebagai pedoman arsitektur atau panutan bagi

lingkungannya.

x. Setiap bangunan gedung yang didirikan berdampingan dengan

bangunan yang dilestarikan, harus serasi dengan bangunan yang

dilestarikan tersebut.

xi. Bangunan yang didirikan sampai pada batas samping persil, tampak

bangunannya harus bersambungan secara serasi dengan tampak

bangunan atau dinding yang telah ada di sebelahnya.

xii. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan

mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan yang nyaman

dan serasi terhadap lingkungannya.

xiii. Bentuk, tampak, profil, detail, material maupun warna bangunan

harus dirancang memenuhi syarat keindahan dan keserasian

lingkungan yang telah ada dan/atau yang direncanakan kemudian,

dengan tidak menyimpang dari persyaratan fungsinya.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
19
xiv. Bentuk bangunan gedung sesuai kondisi daerahnya harus dirancang

dengan mempertimbangkan kestabilan struktur dan ketahanannya

terhadap gempa.

xv. Syarat-syarat lebih lanjut mengenai tinggi/tingkat dan segala

sesuatunya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam

rencana tata ruang, dan/atau rencana tata bangunan dan lingkungan

yang ditetapkan untuk daerah/lokasi tersebut.

b. Tapak Bangunan

i. Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga

keserasian lingkungan serta tidak merugikan pihak lain.

ii. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung

diperkenankan apabila masih memenuhi batas ketinggian yang

ditetapkan dalam rencana tata ruang kota, dengan ketentuan tidak

melebihi KLB, harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan

keserasian lingkungan.

iii. Penambahan lantai/tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan

struktur.

iv. Pada daerah/lingkungan tertentu dapat ditetapkan:

 ketentuan khusus tentang pemagaran suatu pekarangan kosong

atau sedang dibangun, pemasangan nama proyek dan sejenisnya

dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan

keserasian lingkungan;

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
20
 larangan membuat batas fisik atau pagar pekarangan;

 ketentuan penataan bangunan yang harus diikuti dengan

memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan

keserasian lingkungan;

 perkecualian kelonggaran terhadap ketentuan butir (2) di atas

dapat diberikan untuk bangunan perumahan dan bangunan sosial

dengan memperhatikan keserasian dan arsitektur lingkungan.

c. Bentuk Bangunan

i. Bentuk bangunan gedung harus dirancang sedemikian rupa

sehingga setiap ruang-dalam dimungkinkan menggunakan

pencahayaan dan penghawaan alami.

ii. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada butir (i) di atas tidak

berlaku apabila sesuai fungsi bangunan diperlukan sistem

pencahayaan dan penghawaan buatan.

iii. Ketentuan pada butir (ii) harus tetap mengacu pada prinsip-prinsip

konservasi energi.

iv. Untuk bangunan dengan lantai banyak, kulit atau selubung bangunan

harus memenuhi persyaratan konservasi energi.

v. Aksesibilitas bangunan harus mempertimbangkan kemudahan bagi

semua orang, termasuk para penyandang cacat dan lansia.

vi. Suatu bangunan gedung tertentu berdasarkan letak, ketinggian dan

penggunaannya, harus dilengkapi dengan perlengkapan yang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
21
berfungsi sebagai pengaman terhadap lalu lintas udara dan/atau lalu

lintas laut.

4.1.2 Persyaratan Ruang Dalam

a. Ketentuan Umum

i. Penempatan dinding-dinding penyekat dan lubang-lubang

pintu/jendela diusahakan sedapat mungkin simetris terhadap sumbu-

sumbu denah bangunan mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat

gempa.

ii. Bidang-bidang dinding sebaiknya membentuk kotak-kotak tertutup

untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan akibat gempa.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
22
iii. Tinggi ruang adalah jarak terpendek dalam ruang diukur dari

permukaan bawah langit-langit ke permukaan lantai.

iv. Ruangan dalam bangunan harus mempunyai tinggi yang cukup untuk

fungsi yang diharapkan.

v. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang

dan arsitektur bangunannya.

vi. Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan

atas lantai sampai permukaan bawah dari lantai di atasnya atau

sampai permukaan bawah kaso-kaso.

vii. Bangunan atau bagian bangunan yang mengalami perubahan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
23
perbaikan, perluasan, penambahan, tidak boleh menyebabkan

berubahnya fungsi/penggunaan utama, karakter arsitektur bangunan

dan bagian-bagian bangunan serta tidak boleh mengurangi atau

mengganggu fungsi sarana jalan keluar/masuk.

viii. Perubahan fungsi dan penggunaan ruang suatu bangunan atau

bagian bangunan dapat diizinkan apabila masih memenuhi ketentuan

penggunaan jenis bangunan dan dapat menjamin keamanan dan

keselamatan bangunan serta penghuninya.

ix. Ruang penunjang dapat ditambahkan dengan tujuan memenuhi

kebutuhan kegiatan bangunan, sepanjang tidak menyimpang dari

penggunaan utama bangunan.

x. Jenis dan jumlah kebutuhan fasilitas penunjang yang harus

disediakan pada setiap jenis penggunaan bangunan ditetapkan oleh

Kepala Daerah.

xi. Tata ruang-dalam untuk bangunan tempat ibadah, bangunan

monumental, gedung serbaguna, gedung pertemuan, gedung

pertunjukan, gedung sekolah, gedung olah raga, serta gedung

sejenis lainnya diatur secara khusus.

b. Perancangan Ruang-dalam

i. Bangunan tempat tinggal sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang

fungsi utama yang mewadahi kegiatan pribadi, kegiatan

keluarga/bersama dan kegiatan pelayanan.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
24
ii. Bangunan kantor sekurang-kurangnya memiliki ruang-ruang fungsi

utama yang mewadahi kegiatan kerja, ruang umum dan ruang

pelayanan.

iii. Bangunan toko sekurang-kurang memiliki ruang-ruang fungsi utama

yang mewadahi kegiatan toko, kegiatan umum dan pelayanan.

iv. Suatu bangunan gudang sekurang-kurangnya harus dilengkapi

dengan kamar mandi dan kakus serta ruang kebutuhan karyawan.

v. Suatu bangunan pabrik sekurang-kurangnya harus dilengkapi

dengan fasilitas kamar mandi dan kakus, ruang ganti pakaian

karyawan, ruang makan, ruang istirahat, serta ruang pelayanan

kesehatan yang memadai.

vi. Perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai

penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 meter, maka ketinggian

bangunan dianggap sebagai dua lantai, kecuali untuk penggunaan

ruang lobby, atau ruang pertemuan dalam bangunan komersial

(antara lain hotel, perkantoran, dan pertokoan).

vii. Mezanin yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar, dianggap

sebagai lantai penuh.

viii. Penempatan fasilitas kamar mandi dan kakus untuk pria dan wanita

harus terpisah.

ix. Ruang rongga atap hanya dapat diizinkan apabila penggunaannya

tidak menyimpang dari fungsi utama bangunan serta memperhatikan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
25
segi kesehatan, keamanan dan keselamatan bangunan dan

lingkungan.

x. Ruang rongga atap untuk rumah tinggal harus mempunyai

penghawaan dan pencahayaan alami yang memadai.

xi. Ruang rongga atap dilarang dipergunakan sebagai dapur atau

kegiatan lain yang potensial menimbulkan kecelakaan/kebakaran.

xii. Setiap penggunaan ruang rongga atap yang luasnya tidak lebih dari

50% dari luas lantai di bawahnya, tidak dianggap sebagai

penambahan tingkat bangunan.

xiii. Setiap bukaan pada ruang atap, tidak boleh mengubah sifat dan

karakter arsitektur bangunannya.

xiv. Pada ruang yang penggunaannya menghasilkan asap dan/atau gas,

harus disediakan lobang hawa dan/atau cerobong hawa secukupnya,

kecuali menggunakan alat bantu mekanis.

xv. Cerobong asap dan/atau gas harus dirancang memenuhi

persyaratan pencegahan kebakaran.

xvi. Tinggi ruang-dalam bangunan tidak boleh kurang dari ketentuan

minimum yang ditetapkan.

xvii. Tinggi lantai dasar suatu bangunan diperkenankan mencapai

maksimal 1,20 m di atas tinggi rata-rata tanah pekarangan atau tinggi

rata-rata jalan, dengan memperhatikan keserasian lingkungan.

xviii. Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
26
(peil) bebas banjir atau terdapat kemiringan yang curam atau

perbedaan tinggi yang besar pada tanah asli suatu perpetakan, maka

tinggi maksimal lantai dasar ditetapkan tersendiri.

xix. Tinggi Lantai Denah:

Permukaan atas dari lantai denah (dasar) harus:

 Sekurang-kurangnya 15 cm di atas titik tertinggi dari

pekarangan yang sudah dipersiapkan;

 Sekurang-kurangnya 25 cm di atas titik tertinggi dari sumbu

jalan yang berbatasan.

Dalam hal-hal yang luar biasa, ketentuan dalam butir (1) tersebut,

tidak berlaku jika letak lantai-lantai itu lebih tinggi dari 60 cm di atas

tanah yang ada di sekelilingnya, atau untuk tanah-tanah yang miring.

xx. Lantai tanah atau tanah dibawah lantai panggung harus ditempatkan

sekurang-kurangnya 15 cm di atas tanah pekarangan serta dibuat

kemiringan supaya air dapat mengalir.

4.2 Persyaratan Struktur Bangunan

4.2.1 Struktur Bangunan

a. Setiap bangunan gedung, strukturnya harus direncanakan dan

dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul

beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan

(safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
27
umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi

bangunan gedung, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan

konstruksinya.

b. Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-

pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja

selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban

muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi,

jamur, dan serangga perusak.

c. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung terhadap pengaruh

gempa, semua unsur struktur bangunan gedung, baik bagian dari sub

struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul

pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya.

d. Struktur bangunan gedung harus direncanakan secara daktail sehingga

pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi

keruntuhan kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna

bangunan gedung menyelamatkan diri.

e. Apabila bangunan gedung terletak pada lokasi tanah yang dapat terjadi

likuifaksi, maka struktur bawah bangunan gedung harus direncanakan

mampu menahan gaya likuifaksi tanah tersebut.

f. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan

pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan

ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata Cara Pemeriksaan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
28
Keandalan Bangunan Gedung.

g. Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan

sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung,

sehingga bangunan gedung selalu memenuhi persyaratan keselamatan

struktur.

h. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan gedung

seperti halnya penambahan struktur dan/atau penggantian struktur, harus

mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur sesuai dengan

pedoman dan standar teknis yang berlaku.

i. Pembongkaran bangunan gedung dilakukan apabila bangunan gedung

sudah tidak laik fungsi, dan setiap pembongkaran bangunan gedung

harus dilaksanakan secara tertib dengan mempertimbangkan

keselamatan masyarakat dan lingkungannya.

j. Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara berkala

sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh

ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

k. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan,

pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala

sesuai dengan pedoman/ petunjuk teknis yang berlaku.

4.2.2 Pembebanan pada Bangunan Gedung

a. Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur

terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
29
struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan

beban khusus.

b. Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus

mengikuti:

 SNI 03-1726-2002 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk

rumah dan gedung, atau edisi terbaru; dan

 SNI 03-1727-1989 Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah

dan gedung, atau edisi terbaru.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.2.3 Struktur Atas Bangunan Gedung

a. Konstruksi beton

Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti:

 SNI 03-1734-1989 Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding

bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru;

 SNI 03-2847-1992 Tata cara penghitungan struktur beton untuk

bangunan gedung, atau edisi terbaru;

 SNI 03-3430-1994 Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan

blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung,

atau edisi terbaru;

 SNI 03-3976-1995 Tata cara pengadukan pengecoran beton, atau

edisi terbaru;

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
30
 SNI 03-2834-2000 Tata cara pembuatan rencana campuran beton

normal, atau edisi terbaru; dan

 SNI 03-3449-2002 Tata cara rencana pembuatan campuran beton

ringan dengan agregat ringan, atau edisi terbaru.

Sedangkan untuk perencanaan dan pelaksanaan konstruksi beton pracetak

dan prategang harus mengikuti:

 Tata Cara Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi Beton Pracetak

dan Prategang untuk Bangunan Gedung;

 Metoda Pengujian dan Penentuan Parameter Perencanaan Tahan

Gempa Konstruksi Beton Pracetak dan Prategang untuk Bangunan

Gedung; dan

 Spesifikasi Sistem dan Material Konstruksi Beton Pracetak dan

Prategang untuk Bangunan Gedung.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

b. Konstruksi Baja

Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti:

 SNI 03-1729-2002 Tata cara perencanaan bangunan baja untuk

gedung, atau edisi terbaru;

 Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam

perencanaan konstruksi baja;

 Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja; dan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
31
 Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan

Konstruksi.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

c. Konstruksi Kayu

Perencanaan konstruksi kayu harus mengikuti:

 SNI 03-2407-1994 Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan

gedung, atau edisi terbaru;

 Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung;

dan

 Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu;

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

d. Konstruksi Bambu

Perencanaan konstruksi bambu harus memenuhi kaidah-kaidah

perencanaan

konstruksi berdasarkan pedoman dan standar teknis yang berlaku.

e. Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus

 Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus harus

dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan

teknologi khusus tersebut;

 Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar-standar

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
32
teknis padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji

bahan dan teknologi khusus tersebut.

f. Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi Selain pedoman yang

spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi, standar teknis lainnya

yang terkait dalam perencanaan suatu bangunan yang harus

mengikuti:

 SNI 03-1736-1989 Tata cara perencanaan struktur bangunan untuk

pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung,

atau edisi terbaru;

 SNI 03-1745-1989 Tata cara pemasangan sistem hidran untuk

pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung,

atau edisi terbaru;

 SNI 03-1977-1990 Tata cara dasar koordinasi modular untuk

perancangan bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru;

 SNI 03–2394-1991 Tata cara perencanaan dan perancangan

bangunan kedokteran nuklir di rumah sakit, atau edisi terbaru;

 SNI 03–2395-1991 Tata cara perencanaan dan perancangan

bangunan radiologi di rumah sakit, atau edisi terbaru;

 SNI 03–2397-1991 Tata cara perancangan bangunan sederhana

tahan angin, atau edisi terbaru;

 SNI 03–2404-1991 Tata cara pencegahan rayap pada pembuatan

bangunan rumah dan gedung, atau edisi terbaru;

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
33
 SNI 03–2405-1991 Tata cara penanggulangan rayap pada bangunan

rumah dan gedung dengan termitisida, atau edisi terbaru; dan

 SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan bangunan dan lingkungan

untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan

gedung, atau edisi terbaru;

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.2.4 Struktur Bawah Bangunan Gedung

a. Pondasi Langsung

 Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa

sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan

daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya

bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.

 Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai

teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan

parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan

memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter

tanah yang lain.

 Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana

dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana

ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.

 Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
34
beton bertulang.

b. Pondasi Dalam

 Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah

dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan

tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan

penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.

 Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai

teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan

parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan

memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter

tanah yang lain.

 Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi

dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam

direncanakan dengan factor keamanan yang jauh lebih besar dari

faktor keamanan yang lazim.

 Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan

berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh

perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

 Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 % dari

jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik

secara random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta

disetujui oleh Dinas Bangunan.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
35
 Pelaksanaan konstruksi bangunan gedung harus memperhatikan

gangguan yang mungkin ditimbulkan terhadap lingkungan pada masa

pelaksanaan konstruksi.

 Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi

laut yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan

pengamanan baja terhadap korosi.

 Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan

pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten

dengan metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai

sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang.

 Apabila perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus

menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.2.5 Keandalan Struktur Bangunan Gedung

a. Keselamatan Struktur

 Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus

dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai

dengan ketentuan dalam Pedoman/Petunjuk Teknis Tata Cara

Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.

 Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan

sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan gedung,

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
36
sehingga bangunan gedung selalu memenuhi persyaratan

keselamatan struktur.

 Pemeriksaan keandalan bangunan gedung dilaksanakan secara

berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau

didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.

b. Keruntuhan Struktur

Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan,

pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai

dengan pedoman/ petunjuk teknis yang berlaku.

c. Persyaratan Bahan

 Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua

persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan

dan pengguna bangunan, serta sesuai standar teknis (SNI) yang

terkait.

 Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses

sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang

dimaksud.

 Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki

sistem hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan

bahan-bahan yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap

gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
37
belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.3 Persyaratan Utilitas Bangunan

4.3.1 Persyaratan Sistem Penghawaan

 Setiap bangunan harus dapat menjadi contoh yang memperlihatkan

kinerja ventilasi alami beserta ventilasi mekanik/buatan yang

menyesuaikan dengan iklim setempat

 Bangunan harus memiliki bukaan permanen dan/ atau kisi-kisi yang

dapat dibuka dan ditutup untuk kepentingan ventilasi alami yang dapat

dikendalikan.

 Sistem cross ventilasi yang memadai, dan/ atau jarak lantai ke ceiling

yang cukup tinggi digunakan terutama pada ruangan, Hall, Tangga,

dan Toilet.

 Penggunaan sistem penghawaan alami merupakan salah satu upaya

konservasi energi dengan mengurangi beban energi yang digunakan

untuk menyalakan ventilasi buatan (AC) pada kondisi sehari-hari

apabila memungkinkan. Ruang kerja dan ruang rapat, harus dapat

digunakan dengan penghawaan alami maupun buatan.

 Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan

ventilasi mekanis yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan

pencemaran.

 Ruang-ruang yang harus menggunakaan pengkondisian udara buatan

adalah perpustakaan, e-library, dan ruang server & IT.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
38
Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, harus mengikuti:

 SNI 03-6390-2000 Konservasi energi sistem tata udara pada

bangunan gedung;

 SNI 03-6572-2001 Tata cara perancangan sistem ventilasi dan

pengkondisian udara pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;

 Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan

pemeliharaan sistem ventilasi;

 Standar tentang tata cara perencanaan, pemasangan, dan

pemeliharaan sistem ventilasi mekanis.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.3.2 Persyaratan Sistem Pencahayaan

Persyaratan sistem pencahayaan pada bangunan gedung meliputi:

a. Setiap bangunan gedung untuk memenuhi persyaratan system

pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau

pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan

fungsinya.

b. Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan,

dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk

pencahayaan alami.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
39
c. Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi

bangunan gedung dan fungsi masing-masing ruang di dalam

bangunan gedung.

d. Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat

iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang-dalam bangunan

gedung dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi

yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau

atau pantulan.

e. Pencahayaan buatan yang digunakan untuk pencahayaan darurat

harus dipasang pada bangunan gedung dengan fungsi tertentu, serta

dapat bekerja secara otomatis dan mempunyai tingkat pencahayaan

yang cukup untuk evakuasi yang aman.

f. Semua sistem pencahayaan buatan, kecuali yang diperlukan untuk

pencahayaan darurat, harus dilengkapi dengan pengendali manual,

dan/atau otomatis, serta ditempatkan pada tempat yang mudah

dicapai/dibaca oleh pengguna ruang.

g. Pencahayaan alami dan buatan diterapkan pada ruangan baik di

dalam bangunan maupun di luar bangunan gedung.

Persyaratan pencahayaan harus mengikuti:

a. SNI 03-6197-2000 Konservasi energi sistem pencahayaan buatan

pada bangunan gedung, atau edisi terbaru;

b. SNI 03-2396-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan alami

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
40
pada bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan

c. SNI 03-6575-2001 Tata cara perancangan sistem pencahayaan

buatan pada bangunan gedung, atau edisi terbaru.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.3.3 Persyaratan Komunikasi dalam Bangunan Gedung

Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung dimaksudkan sebagai

penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan

maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau

kondisi darurat lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata

suara, sistem voice evacuation, dll.

Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan

asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.

i. Perencanaan Komunikasi dalam Gedung

 Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komunikasi

gedung dan lain-lainnya, penempatannya harus mudah diamati,

dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan

merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi

lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan

standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.

 Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi

dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
41
interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.

 Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC

(Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran

terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka

langkah penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.

ii. Instalasi Telepon

 Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi persyaratan:

 Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada

genangan air, aman dan mudah dikerjakan.

 Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk

ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran

1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi

jalan air masuk ke bangunan gedung pada saat hujan dll.

 Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan

dekat dengan jalan besar.

 Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik,

minimal berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.

 Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:

 Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya

cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta

memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan;

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
42
 Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas;

 Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.

 Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai

dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara

buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang

publik, serta tidak boleh kena sinar matahari langsung.

iii. Instalasi Tata Suara

 Setiap bangunan dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas,

harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan untuk

menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi

kebakaran atau keadaan darurat lainnya.

 Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada

butir a diatas harus menggunakan sistem khusus, sehingga

apabila sistem tata suara umum rusak, maka sistem telepon

darurat tetap dapat bekerja.

 Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi

lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri

dari kabel tahan api.

 Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk

kondisi normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami

gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
43
yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.

 Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi:

 Undang-Undang R.I. Nomor 32 Tahun 1999, tentang

Telekomunikasi; dan

 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000, tentang

Telekomunikasi Indonesia;

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis

4.3.4 Persyaratan Kemampuan Bangunan terhadap Bahaya Petir dan

Bahaya Kelistrikan

a. Persyaratan Instalasi Proteksi Petir

Persyaratan proteksi petir ini memberikan petunjuk untuk perancangan,

instalasi, dan pemeliharaan instalasi sistem proteksi petir terhadap bangunan

gedung secara efektif untuk proteksi terhadap petir serta inspeksi, dalam

upaya untuk mengurangi secara nyata risiko kerusakan yang disebabkan

oleh petir terhadap bangunan gedung yang diproteksi, termasuk di dalamnya

manusia serta perlengkapan bangunan lainnya.

Persyaratan proteksi petir harus memperhatikan sebagai berikut:

 Perencanaan sistem proteksi petir;

 Instalasi Proteksi Petir; dan

 Pemeriksaan dan Pemeliharaan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
44
Persyaratan sistem proteksi petir harus memenuhi SNI 03-70152004 Sistem

proteksi petir pada bangunan gedung, atau edisi terbaru. Dalam hal masih

ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang belum

mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

b. Persyaratan Sistem Kelistrikan

Persyaratan sistem kelistrikan meliputi sumber daya listrik, panel hubung

bagi, jaringan distribusi listrik, perlengkapan serta instalasi listrik untuk

memenuhi kebutuhan bangunan gedung yang terjamin terhadap aspek

keselamatan manusia dari bahaya listrik, keamanan instalasi listrik beserta

perlengkapannya, keamanan gedung serta isinya dari bahaya kebakaran

akibat listrik, dan perlindungan lingkungan.

Persyaratan sistem kelistrikan harus memperhatikan:

 Perencanaan instalasi listrik;

 Jaringan distribusi listrik;

 Beban listrik;

 Sumber daya listrik;

 Transformator distribusi;

 Pemeriksaan dan pengujian; dan

 Pemeliharaan

Persyaratan sistem kelistrikan harus mengikuti:

 SNI 04-0227-1994 Tegangan standar, atau edisi terbaru;

 SNI 04-0225-2000 Persyaratan umum instalasi listrik (PUIL 2000),

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
45
atau edisi terbaru;

 SNI 04-7018-2004 Sistem pasokan daya listrik darurat dan siaga, atau

edisi terbaru; dan

 SNI 04-7019-2004 Sistem pasokan daya listrik darurat menggunakan

energi tersimpan, atau edisi terbaru.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.3.5 Persyaratan Sanitasi

a. Persyaratan Air Minum Dalam Bangunan Gedung

 Sistem air minum harus direncanakan dan dipasang dengan

mempertimbangkan sumber air minum, kualitas air bersih, sistem

distribusi, dan penampungannya.

 Sumber air minum dapat diperoleh dari sumber air berlangganan

dan/atau sumber air lainnya yang memenuhi persyaratan kesehatan

sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku.

 Perencanaan sistem distribusi air minum dalam bangunan gedung

harus memenuhi debit air dan tekanan minimal yang disyaratkan.

 Penampungan air minum dalam bangunan gedung diupayakan

sedemikian rupa agar menjamin kualitas air.

 Penampungan air minum harus memenuhi persyaratan kelaikan fungsi

bangunan gedung.

b. Persyaratan Instalasi Gas Medik

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
46
i. Umum

 Persyaratan ini berlaku wajib untuk fasilitas pelayanan kesehatan di

rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas hiperbarik, klinik bersalin. dan

fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

 Bila terdapat istilah gas medik atau vakum, ketentuan tersebut berlaku

wajib bagi semua sistem perpipaan untuk oksigen, nitrous oksida,

udara tekan medik, karbon dioksida, helium, nitrogen, vakum medik

untuk pembedahan, pembuangan sisa gas anestesi, dan campuran

dari gas-gas tersebut. Bila terdapat nama layanan gas khusus atau

vakum, maka ketentuan tersebut hanya berlaku bagi gas tersebut.

 Sistem yang sudah ada yang tidak sepenuhnya memenuhi ketentuan

ini boleh tetap digunakan sepanjang pihak yang berwenang telah

memastikan bahwa penggunaannya tidak membahayakan jiwa.

 Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem

perpipaan sentral gas medik dan system vakum medik harus

dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian,

pengoperasian dan pemeliharaan sistem ini.

ii. Identifikasi dan pelabelan sistem pasokan terpusat (sentral).

 Silinder dan kontainer yang boleh digunakan harus yang telah dibuat,

diuji, dan dipelihara sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak

berwenang.

 Isi silinder harus diidentifikasi dengan suatu label atau cetakan yang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
47
ditempelkan yang menyebutkan isi atau pemberian warna pada

silnder/tabung sesuai ketentuan yang berlaku.

4.3.6 Persyaratan Kenyamanan

a. menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara

dan getaran yang tidak diinginkan;

b. menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang

menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan

upaya pengendalian pencemaran dan/atau mencegah perusakan

lingkungan.

4.4 Persyaratan Kemampuan Bangunan Terhadap Bahaya Kebakaran

4.4.1 Sistem Proteksi Pasif

Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret

sederhana, harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya

kebakaran yang memproteksi harta milik berbasis pada desain atau

pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur bangunan gedung

sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat

terjadi kebakaran.

Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko

kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan

kondisi penghuni dalam bangunan gedung.

Pada sistem proteksi pasif yang perlu diperhatikan meliputi: persyaratan

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
48
kinerja, ketahanan api dan stabilitas, tipe konstruksi tahan api, tipe konstruksi

yang diwajibkan, kompartemenisasi dan pemisahan, dan perlindungan pada

bukaan.

Sistem proteksi pasif tersebut harus mengikuti:

 SNI 03-1736-2000 Tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk

pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, atau edisi

terbaru; dan

 SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana

jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada

bangunan gedung, atau edisi terbaru.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis.

4.4.2 Sistem Proteksi Aktif

Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret

sederhana, harus dilindungi terhadap bahaya kebakaran dengan proteksi

aktif.

Penerapan sistem proteksi aktif didasarkan pada fungsi, klasifikasi, luas,

ketinggian, volume bangunan, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam

bangunan gedung.

Pada sistem proteksi aktif yang perlu diperhatikan meliputi:

- Sistem Pemadam Kebakaran;

- Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran;

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
49
- Sistem Pengendalian Asap Kebakaran; dan

- Pusat Pengendali Kebakaran

4.4.3 Persyaratan Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar/Exit, dan

Sistem Peringatan Bahaya

Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah keluar/eksit, dan sistem

peringatan bahaya dimaksudkan untuk memberikan arahan yang jelas bagi

pengguna bangunan gedung dalam keadaan darurat untuk dapat

menyelamatkan diri, yang meliputi:

 Sistem pencahayaan darurat;

 Tanda arah keluar/eksit; dan

 Sistem Peringatan Bahaya.

Pencahayaan darurat, tanda arah keluar, dan sistem peringatan bahaya

dalam gedung harus mengikuti SNI 03-6573-2001 Tata cara perancangan

pencahayaan darurat, tanda arah dan system peringatan bahaya pada

bangunan gedung, atau edisi terbaru.

Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum tertampung, atau yang

belum mempunyai SNI, digunakan standar baku dan/atau pedoman teknis

4.4.4 Persyaratan Sarana Evakuasi

Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret

sederhana, harus menyediakan sarana evakuasi bagi semua orang termasuk

penyandang cacat dan lansia yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi

pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dapat menjamin

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
50
pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam

bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan

darurat.

Pada rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana dapat disediakan

sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur

evakuasi bagi semua orang termasuk penyandang cacat dan lansia.

Persyaratan sarana evakuasi pada bangunan harus mengikuti:

 SNI 03-1735-2000 Tata cara perencanaan akses bangunan dan akses

lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan

gedung, atau edisi terbaru; dan

 SNI 03-1746-2000 Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana

jalan keluar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada

bangunan gedung, atau edisi terbaru; dan

4.5 Persyaratan Fasilitas dan Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat

a. Setiap bangunan gedung, kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah

deret sederhana, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk

menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lansia

masuk dan keluar, ke, dan dari bangunan gedung serta beraktivitas

dalam bangunan gedung secara mudah, aman, nyaman dan mandiri.

b. Fasilitas dan aksesibilitas meliputi toilet, tempat parkir, telepon umum,

jalur pemandu, rambu dan marka, pintu, ram, tangga, dan lif bagi

penyandang cacat dan lansia.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
51
c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas,

dan ketinggian bangunan gedung.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
52
BAB V
PENYELENGGARAAN

5.1 Tahap Persiapan

a. Persiapan Survei.

Tahap ini merupakan langkah persiapan pelaksanaan survei lapangan

maupun institusional yang mencakup:

 Mempelajari peta tapak dan kontur yang ada.

 Pengadaan peralatan survei lapangan dan laboraturium.

 Mempelajari karaktristik dan spesifikasi masing-masing kegiatan dan

fungsi bangunan.

b. Pengamatan Karaktristik Arsitektur Setempat.

Pengamatan dan pengkajian arsitektur dan budaya setempat merupakan hal

yang esensial sebagai dasar bagi pengembangan gagasan/idea

perancangan suatu bangunan. Untuk itu konsultan akan mengadakan

pengamatan bangunan-bangunan yang berkaraktristik khas daerah maupun

studi literatur guna mendapatkan suat rancangan arsitektur yang modern,

fungsional namun masih menampilkan citra budaya setempat.

c. Studi Literatur.

Studi ini berkaitan dari segala aspek rancangan bangunan, yang dilakukan

meliputi program ruang, kegiatan, persyaratan environment serta

persyaratan-persyaratan lainnya. Hasil studi akan disesuaikan dengan

kondisi setempat serta kebutuhannya untuk menghasilkan rancangan yang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
53
optimal.

5.2 Tahap Mobilisasi Sumber Daya Manusia

a. Diskusi dengan Pemberi Tugas dan Pemakai.

Diskusi dengan calon pemakai/user dilakukan untuk mendapatkan gambaran

yang lebih rinci akan spesifikasi dan karaktrisik program, peralatan kegiatan

serta kebutuhan-kebutuhan khusus lainnya untuk masa sekarang maupun

masa akan datang.

b. Pengumpulan Data

Data yang dikunpulkan adalah untuk menunjang perencanaan dan

perancangan arsitektur.

Data yang dibutuhkan meliputi :

 Kebutuhan peralatan dan spesifikasi.

 Kondisi lingkungan.

 Kondisi dan karaktristik tanah.

c. Penyelidikan Tanah.

Penyelidikan tanah dengan sondiring dan boring dilakukan untuk mengetahui

karaktristik fisik tanah yang meliputi:

 Daya dukung tanah.

 Komposisi tanah dan karaktristiknya.

 Muka air tanah.

5.3 Tahap Operasional

a. Menyusun Konsep Perancangan.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
54
Merupakan uaraian secara diskriptif konsep perancangan yang

mencakup bidang arsitektur, sistem mekanikal, sitem elektrikal, sistem

utilitas, sistem struktur, equipment operasional, interior dan eksterior

pengembangan lahan. Secara garis besar konsep rancangan berisi cara-

cara pendekatan serta alternatif pemecahan permasalahan pada setiap

bidang. Konsep ini juga menjelaskan spesifikasi dan keandalan masing-

masing sistem yang akan diterapkan.

Secara keseluruhan konsep perancangan ini berisi kriteria-kriteria dan

patokan-patokan perancangan yang akan menjadi dasar transformasi ke

dalam rancangan fisik

b. Pra Rancangan Arsitektur

Berisi gagawan awal rancangan arsitektural dan lansekap yang merupakan

hasil tranformasi dari konsep rancangan arsitekturnya.

c. Pra Rancangan Struktural, Mekanikal, Elektrikal, Utilitas, Equipment

operasional, Interior dan exterior.

Berisi uraian dan diagram skematis sistem-sistem struktur, mekanikal,

elektrikal, utilitas, Equipment operasional, Interior dan exterior yang

diterapkan sesuai dengan fungsi karaktristik bangunan jaga penjelasan

fungsi dan cara penerapannya masing-masing sistem dalam sistem

bangunan secara keseluruhan.

d. Pengembangan Sistem dan Rancangan.

Pengembangan sistem dan rancangan mencakup gambar-gambar hasil

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
55
pengembangan rancangan arsitektural, lansekap, struktur, mekanikal,

elektrikal, utilitas, equipment operasional. Sebagai satu sistem bangunan

yang utuh.

Oleh karena penentuan dan penempatan setiap sistem harus

memperhitungkan sistem-sistem lainnya, sesuai dengan kriteria-kriteria yang

ada dalam konsep perancangan. Sistem yang dipilih juga harus

mempertimbangkan kemudahan pelaksanaannya.

e. Perhitungan dan Pembuatan Detail Rancangan.

Dalam tahap ini akan didahului dengan perhitungan –perhitungan pada

masing-masing sistem beserta dasar-dasarnya sesuai denga peraturan dan

persyaratan yang berlaku.

f. Perhitungan Struktur.

Berisi perhitungan-perhitungan struktur yang diterapkan dalam rancangan

sesuai dengan peraturan dan persyaratan yang berlaku perhitungan struktur

akan merupakan dari dokumen lelang.

g. Penyusunan Spesifikasi Teknis.

Spesifikasi teknis berisi penjelasan terinci tentang jenis, ukuran dan

karaktristik teknis setiap material yang akan digunakan mencakup bidang

pekerjaan. Untuk memudahkan pelaksanaan konstruksi kemungkinan bisa

dilakukan oleh beberapa sub kontraktor.

h. Penyusunan Gambar Kerja.

Berisi gambar-gambar rancangan, detail dan tapak bangunan yang

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
56
mencakup semua bidang/sistem.

i. Penyusunan BQ dan RAB.

Berisi voleme seluruh pekerjaan konstruksi yang akan dilaksanakan dan

tafsiran biaya pembangunannya.

j. Penyusunan Dokumen Pengadaan Administrasi.

Berisi tata cara dan persyaratan bagi kontraktor yang mencakup tahap

penawaran maupun pelaksanaan konstruksi.

k. Laporan Perancangan.

Berisi semua aspek yang telah dilakukan oleh konsultan dalam menyusun

konsep sampai dengan tahap transformasi rancangan.

l. Penjelasan Pekerjaan.

Konsultan berkewajiban memberikan penjelasan kepada kontraktor

pelaksana yang akan mengajukan penawara, tentang segala sesuatu yang

mencakup masalah-masalah teknis dalam dokumen pengadaan.

m. Pengawasan Berkala.

Konsultan juga berkewajiban melaksanakan pengawasan berkala selama

pelaksanaan konstruksi dan membantu memecahkan permasalahan di

lapangan yang menyangkut teknis perancangan.

Laporan Pendahuluan
Pembangunan Gedung Inspektorat KALTARA
57

Вам также может понравиться