Вы находитесь на странице: 1из 8

1.

Budaya Konsumsi Buah dan Sayur


Keinginan untuk makan makanan praktis dan enak seringkali menjadikan
berkurangnya konsumsi sayur dan buah yang sebenarnya jauh lebih sehat dan bermanfaat
bagi kesehatan. Beberapa jenis makanan dan minuman seperti junk food dan minuman
bersoda sebaiknya dikurangi atau dihentikan konsumsinya. Menambah jumlah konsumsi
buah dan sayur merupakan contoh GERMAS yang dapat dilakukan oleh siapapun.
http://promkes.kemkes.go.id/germas
Program Pemerintah
a. Kampanye makan buah dan sayur
Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K)
mencanangkan gerakan meningkatkan kesadaran hidup sehat masyarakat
dengan fokus pada tiga hal, yaitu meningkatkan aktifitas fisik, meningkatkan
konsumsi sayur dan buah setiap hari, dan deteksi dini penyakit.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170125100726-255-
188768/indonesia-lawan-kurang-gizi-lewat-konsumsi-sayur-dan-buah

“Saya ingin mengajak masyarakat untuk mengonsumsi beragam sayuran


dan buah nusantara, yang ada dan banyak tersedia di daerah local” ujar
Menkes pada peringatan Hari Gizi Nasional (HGN) 2017 di Kantor
Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan (25/1). Peringatan HGN 2017
mengangkat tema Peningkatan Konsumsi Sayur dan Buah Nusantara Menuju
Masyarakat Hidup Sehat dengan slogan Ayo Makan Sayur dan Buah Setiap
Hari.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara umum menganjurkan konsumsi
sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah 400 gram per orang per
hari, yang terdiri dari 250 gram sayur (setara dengan 2 porsi atau 2 gelas sayur
setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 gram buah, (setara dengan 3 buah
pisang ambon ukuran sedang atau 1 potong pepaya ukuran sedang atau 3 buah
jeruk ukuran sedang). Bagi masyarakat Indonesia terutama balita dan anak
usia sekolah dianjurkan untuk mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan 300-
400 gram per orang per hari dan bagi remaja dan orang dewasa sebanyak 400-
600 gram per orang per hari. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi
tersebut adalah porsi sayur.
Dalam mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari sebenarnya kita perlu
mengikuti Pedoman Gizi Seimbang sesuai Permenkes No. 41 Tahun 2014.

http://www.depkes.go.id/article/view/17012600002/hari-gizi-nasional-
2017-ayo-makan-sayur-dan-buah-setiap-hari.html

b. PAUD Healthy Eating Habit (HEH)


Program yang juga melibatkan dokter dan psikolog ini dibentuk dengan
tujuan mewujudkan Indonesia sehat dan menanamkan kebiasaan
mengonsumsi buah dan sayur sejak kecil.
Rangkaian program ini akan diisi dengn parenting seminar mengenai
nutrisi dan feeding tips untuk para bunda dan menawarkan program edukasi
untuk anak lebih mengenal sayur dan buah dengan cara berkebun, kelas
memasak, makan buah dan sayur bersama serta mendongeng.
Program ini dibuka dengan sambutan oleh Kepala Sub Direktorat
Kurikulum, Direktorat Pembinaan PAUD, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, Ibu Kurniati Restuningsih, M.Pd yang
menjelaskan bahwa saat ini masalah gizi buruk di Indonesia meningkat
sebesar 19%. Artinya, sebanyak 19% anak Indonesia kekurangan asupan gizi
yang seimbang, terutama dalam konsumsi buah dan sayur.
dr. Frieda Handayani Kawanto, Sp.A(K), konsultan Gastrohepatologi
Anak menjelaskan bahwa konsumsi buah dan sayur sejak kecil dapat
membuat anak mencerna makanan dengan optimal.
"Buah dan sayur mengandung vitamin dan mineral yang tidak diproduksi
oleh tubuh, sehingga penting bagi kita mengonsumsi buah dan sayur dalam
jumlah cukup sesuai Angka Kebutuhan Gizi (AKG) yang telah ditentukan
berdasarkan kelompok umur", jelas dr. Frieda, Kamis (9/3).
Anak yang kekurangan gizi sejak kecil bisa menyebabkan anak terkena
konstipasi atau sembeli akibat kekurangan serat. Sayuran dan buah
mengandung serat yang tinggi. Di dalam serat, terdapat vitamin dan mineral
yang dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit tidak menular, seperti
penyakit jantung, beberapa jenis kanker dan obesitas.
Psikolog Anna Surti Ariani, S.Psi menyampaikan kepada para orang tua
untuk memberikan asupan sayuran dan buah kepada anak mereka dengan cara
pemberian makan (feeding style) yang tepat. Pemberian makan yang salah
akan menyebabkan anak malah menjauhi sayur dan buah.
Butuh pendekatan orang tua terhadap anak untuk memperkenalkan
sayuran dan buah sebagai makanan sehat yang harus dikonsumsi. Anna juga
melarang orang tua untuk membiarkan anak makan sambil menonton TV atau
bermain. Karena hal ini bisa memecah konsentrasi anak ketika makan.
Penting bagi orang tua memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan cara
pemberian makan yang tepat bagi anak, agar makan buah dan sayur menjadi
sesuatu yang menyenangkan bagi anak.
Melalui program ini, diharapkan agar ibu-ibu di Indonesia menyadari
pentingnya pemenuhan gizi seimbang bagi anak-anak melalui edukasi tentang
gizi dan pola makan sehat, termasuk di dalamnya konsumsi buah dan sayur.
https://kumparan.com/@kumparanstyle/wujudkan-indonesia-sehat-
dengan-konsumsi-buah-dan-sayur-sejak-kecil

c. Kampanye memasak sayur


Dalam rangka meningkatkan konsumsi sayuran di masyarakat, pemerintah
menggiatkan kampanye memasak sayuran, caranya ialah dengan dibuat lomba
resep makanan terbuat dari sayuran dan buah-buahan.
Dalam kemasan benih sayuran Ewindo misalnya terdapat resep untuk
membuat makanan/ minuman. Hal ini ditujukan agar masyarakat dapat
membuat variasi ragam makanan/ minuman dari bahan sayuran.
Berdasarkan data SEAFAST Center-IPB konsumsi sayuran dan buah-
buahan masyarakat Indonesia masih jauh lebih rendah dari target Organisasi
Pangan Dunia (FAO) sebanyak 80 kilogram per tahun per orang. Untuk
meningkatkan konsumsi buah dan sayuran di masyarakat maka harus
diciptakan variasi masakan terbuat dari sayuran dan buah-buahan, jadi tidak
hanya membuat sayur bening tetapi ragam olah lainnya seperti balado terong,
sup labu, dan variasi lainnya agar masyarakat terutama anak-anak tidak bosan.

d. Edukasi Buah dan Sayur


Pemahaman sayuran di masyarakat juga masih terbatas, mereka hanya
mengenal sayuran daun, tetapi belum banyak yang mengetahui sayuran buah
seperti misalnya paria dan gambas, keduanya sayuran tersebut juga dapat
dibuat masakan olahan yang enak dan tentunya bergizi.
Kandungan anti oksidan antosianin sebagai zat pencegah kanker juga
dapat ditemukan pada tanaman jagung manis dan semangka, namun belum
banyak masyarakat yangmengetahui hal yang penting ini.
Kalau saya melihat turun bahkan rendahnya konsumsi sayuran dan buah-
buahan lebih disebabkan kebosanan dalam mengkonsumsi hal yang itu-itu
saja. Padahal di sejumlah negara sudah banyak yang mengembangkan ragam
dan variasi olahan dari produk sayuran dan buah-buahan..
Dalam publikasi terkini Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya
penurunan konsumsi sayuran dan buah-buahan masyarakat Indonesia.
Maka berkaitan dengan hal ini, pemerintah semakin meningkatkan edukasi
kepada masyarakat mengenai pentingnya mengkonsumsi buah-buahan dan
sayuran. Pemerintah sudah memiliki banyak program edukasi mengenai
pentingnya mengkonsumsi buah dan sayuran diantaranya melalui
Kementerian Kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat ( Germas)
dan Program Keluarga Sehat.
Pengetahuan masyarakat untuk mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan
juga masih sangat terbatas, seperti sayuran terbanyak masih didominasi
bayam, kakung, dan kol, sedangkan untuk buah-buahan paling banyak masih
pisang. Padahal masih banyak jenis dan ragam sayuran dan buah-buahan agar
menu yang disajikan di meja makan lebih beragam dan bervariasi. Tentunya
ini akan mendorong dalam keluarga khususnya anak-anak mengkonsumsi
lebih banyak sayuran dan buah-buahan
Edukasi ini sebenarnya bisa dilaksanakan sejak sekolah, namun dengan
kurikulum saat ini guru-guru terbebani dengan topic pelajaran di setiap
semesternya sehingga tidak sempat mengeksplorasi mengenai gaya hidup
sehat. Namun untuk keluarga dalam lima tahun terakhir ini penyampaian gaya
hidup sehat muai giat disampaikan baik melalui Posyandu maupun
Puskesmas.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Masyarakat


Indonesia Masih Kurang Konsumsi Sayuran dan Buah,
http://www.tribunnews.com/kesehatan/2018/04/24/masyarakat-indonesia-
masih-kurang-konsumsi-sayuran-dan-buah.
Editor: Malvyandie Haryadi

2. Melakukan Pemeriksaan Kesehatan Secara Berkala


Salah satu bagian dari arti germas sebagai gerakan masyarakat hidup sehat adalah
dengan lebih baik dalam mengelola kesehatan. Salah satunya adalah dengan melakukan
pemeriksaan kesehatan secara rutin dan tidak hanya datang ke rumah sakit atau
puskesmas ketika sakit saja. Langkah ini dapat memudahkan mendeteksi penyakit atau
masalah kesehatan lebih dini.
http://promkes.kemkes.go.id/germas
Program Pemerintah
1. Kampanye kesehatan
Seperti yang di lakukan Dinas Kesehatan (dinkes) Provinsi DIY yang
menghimbau masayarakatnya untuk melakukan pengecekan kesehatan secara
berkala.
Hal tersebut dikemukakan oleh Seksi Penjaminan Kesehatan, Dinkes
Provinsi DIY, Wahyu Widi, saat sosialisasi Gerakan Masyarakat Sehat
(Germas) di Dusun Gumbeng, Desa Giripurwo, Kecamatan Purwosari, Jumat
(8/2/2019).
"Jadi kalau untuk cek kesehatan kami sudah melatih kader melalui Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM), Posbindu
tersebut dibentuk bertujuan untuk memandirikan masyarakat satu di antaranya
siap melakukan hidup sehat dengan melakukan cek kesehatan secara rutin,"
ujar Pak Wahyu Widi.
Bentuk stimulan dari Posbindu PTM tersebut adalah dengan melatih
sumber daya manusia (SDM) dan juga menyediakan alatnya. Apabila di suatu
desa diselenggaran Posbindu PTM belum ada alatnya maka bisa diusulkan ke
Dinas Kesehatan DIY dengan melalui puskesmas terlebih dahulu, yaitu
apabila akan mendirikan posbindu maka dari kader menyampaikan ke
puskesmas, lalu puskesmas akan mengusulkan alatnya ke dinas kabupaten
kota dan baru propinsi.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Pemerintah Ajak
Warga Laksanakan Pemeriksaan Kesehatan Secara Rutin untuk Jaga
Kesehatan, http://jogja.tribunnews.com/2019/02/08/pemerintah-ajak-warga-
laksanakan-pemeriksaan-kesehatan-secara-rutin-untuk-jaga-kesehatan.
Penulis: Wisang Seto Pangaribowo
Editor: has

2. Program Posbindu PTM


Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM)
merupakan wujud peran serta masyarakat yang bersifat promotif dan preventif
dalam kegiatan deteksi dini, monitoring dan tindak lanjut dini faktor risiko
PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan
sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua
faktor risiko PTM tidak memberikan gejala pada yang mengalaminya.
Posbindu PTM menjadi salah satu bentuk upaya kesehatan masyarakat
atau UKM yang selanjutnya berkembang menjadi upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM) dalam pengendalian faktor risiko PTM di bawah
pembinaan Puskesmas.
Kegiatan deteksi dini dan monitoring faktor risiko penyakit Tidak Menular
(PTM) meliputi merokok, kurang konsumsi sayur dan buah, kurang aktivitas
fisik, konsumsi alkohol, pengukuran berkala Indeks Massa Tubuh (IMT),
lingkar perut, tekanan darah, Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan pemeriksaan
gula darah sewaktu, kolesterol total, trigeliserida, pemeriksaan klinis payudara
(Clinical Breast Examination/ CBE), pemeriksaan lesi pra kanker dengan
Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), kadar alkohol dalam darah, tes amfetamin
urin, serta potensi terjadinya cedera.
Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 tahapan layanan, namun dalam
situasi kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan
bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini, monitoring
terhadap faktor risiko penyakit tidak menular dan tindak lanjut dini seperti
konseling serta rujukan ke Puskesmas.
Jika pada wawancara, pengukuran, pemeriksaan hasilnya tidak sesuai
dengn kriteria baik, maka dilakukan tindak lanjut berupa pembinaan secara
terpadu melalui penyuluhan kelompok atau konseling secara perorangan dan
kelompok, sesuai dengan kebutuhan, Selanjutnya yang memerlukan
penanganan lebih lanjut dirujuk ke Fasilitas Kesehatan tingkat Pertama
(FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL). Kelompok
PTM Utama adalah hipertensi, diabetes melitus (DM), kanker, penyakit
jantung dan pembuluh darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
dan gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.
Kegiatan Posbindu PTM pada dasarnya merupakan kegiatan milik
masyarakat yang dilaksanakan sepenuhnya dari masyarakat, oleh masyarakat
dan untuk masyarakat. Sektor kesehatan khususnya Puskesmas lebih berperan
dalam hal pembinaan Posbindu PTM dan menerima pelayanan rujukan dari
Posbindu PTM di wilayah kerjanya karena pada prinsipnya kegiatan Posbindu
PTM mencakup upaya promotif dan preventif, maka di dalam kegiatan
Posbindu PTM tidak mencakup pelayanan pengobatan dan rehabilitasi.
Tujuan kegiatan Posbindu PTM adalah terlaksananya pencegahan dan
pengendalian faktor risiko PTM berbasis peran serta masyarakat secara
terpadu, rutin dan periodik. Oleh karena itu sasaran Posbindu PTM cukup luas
mencakup semua masyarakat usia 15 tahun ke atas baik itu dengan kondisi
sehat, masyarakat berisiko maupun masyarakat dengan kasus PTM. Bagi
sasaran masyarakat dengan kondisi sehat, Posbindu PTM bertujuan untuk
memberikan penyuluhan dan upaya agar tidak sampai menjadi masyarakat
yang berisiko terkena penyakit PTM. Bagi masyarakat berisiko, Posbindu
PTM bertujuan untuk mengenali faktor risiko PTM yang ada dan upaya
mengurangi jumlah maupun intensitas faktor risiko tersebut agar tidak
menjadi penyakit PTM. Dan untuk masyarakat dengan penyakit PTM,
Posbindu PTM bertujuan untuk mengontrol dan menjaga kesehatan secara
optimal baik dengan upaya preventif seperti penyuluhan dan kuratif melalui
sistem rujukan Posbindu PTM ke Puskesmas.
Wadah dan Pelaku Posbindu PTM, Posbindu PTM dapat dilaksanakan
secara terintegrasi dengan upaya kesehatan bersumber masyarakat yang sudah
ada, di tempat kerja atau di klinik perusahaan, di lembaga pendidikan, tempat
lain di mana masyarakat dalam jumlah tertentu berkumpul/ beraktivitas
secara rutin, misalnya di mesjid, gereja, klub olah raga, pertemuan organisasi
politik maupun kemasyarakatan. Pengintegrasian yang dimaksud adalah
memadukan pelaksanaan Posbindu PTM dengan kegiatan yang sudah
dilakukan meliputi kesesuaian waktu dan tempat, serta memanfaatkan sarana
dan tenaga yang ada.
Pelaksanaan Posbindu PTM dilakukan oleh kader kesehatan yang telah
ada atau beberapa orang dari masing-masing
kelompok/organisasi/lembaga/tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan
posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk
melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau
organisasinya. Kriteria Kader Posbindu PTM antara lain berpendidikan
minimal SLTA, mau dan mampu melakukan kegiatan berkaitan dengan
Posbindu PTM.
https://dinkes.jakarta.go.id/berita/posbindu-ptm-dari-masyarakat-oleh-
masyarakat-dan-untuk-masyarakat/

Jenis Kegiatan Posbindu PTM meliputi :

a. Melakukan wawancara untuk menggali informasif aktorresiko


keturunan dan perilaku;
b. Melakukan penimbangan dan mengukur lingkar perut, serta Indeks
Massa Tubuh termasuk analisa lemak tubuh;
c. Melakukan pengukuran tekanan darah;
d. Melakukan pemeriksaan gula darah;
e. Melakukan pengukuran kadar lemak darah (kolesterol total dan
trigliserida);
f. Melakukan pemeriksaan fungsi paru sederhana (Peakflowmeter);
g. Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual Asetat) oleh tenaga dokter dan
bidan terlatih di puskesmas;
h. Melaksanakan konseling (diet, merokok, stress, aktifitas fisik dan lain-
lain) dan penyuluhan kelompok termasuk sarasehan;
i. Melakukan olah raga/aktifitas fisik bersama dan kegiatan lainnya
j. Melakukan rujukan ke Puskesmas;

https://dinkes.demakkab.go.id/kegiatan-posbindu-ptm/

Вам также может понравиться