Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB I

PENDAHULUAN

Retina merupakan lapisan membran neurosensoris yang memiliki daya

pengolahan visual yang diuraikan oleh otak. Persepsi warna, kotras, kedalaman

dan bentuk berlangsung di korteks. Pengolahan informasi di retina berlangsung

dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel ganglion menuju ke saraf optikus dan

otak. Retina merupakan lapisan ketiga bola mata, setelah sklera dan uvea yang

terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Antara retina dan koroid terdapat rongga

yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai

ablasio retina.1

Ablasio retino merupakan suatu kelainan pada mata yang disebabkan oleh

terpisahnya lapisan retina dari lapisan epitel pigmen retina akibat adanya cairan di

dalam rongga subretina atau akibat adanya tarikan pada retina. Ablasio retina

merupakan kelainan yang berhubungan dengan meningkatnya usia dan miopia

tinggi, dimana terjadi perubahan degeneratif pada retina dan vitreus.1

Prevalensi kelainan pada retina di Indonesia mencapai angka 0,13% dan

merupakan penyebab kebutaan keempat setelah katarak, glaukoma dan kelainan

refraksi.2 Terdapat tiga jenis ablasio retina, yaitu ablasio retina regmatogenosa,

ablasio retina eksudat dan ablasio retina traksi. Bentuk tersering dari ablasio retina

adalah ablasio retina regmatogenosa. Terjadinya ablasio retina dipicu oleh faktor

predisposisi seperti mjopia tinggi, pasca renitis, afakia pseudoafakia, trauma dan

retina yang memperlihatkan degenerasi di perifer. Diagnosa ditegakan


berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang.

Gejala yang sering muncul adalah penurunan visus, gangguan lapang pandang dan

pada pemeriksaan fundus okuli ditemukan adanya retina yang terlepas berwarna

pucat dengan pembuluh darah retina yang berkelok-kelok disertai atau tanpa

adanya robekan retina. Penatalaksanaan ablasio retina adalah tindakan

pembedahan, dengan tujuan melekatkan kembali bagian retina yang lepas.

Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya 1-2 hari. Pembedahan

yang dapat dilakukan adalah scleral buckling, retinopeksi pneumatik dan

vitrektomi. Komplikasi yang sering terjadi pada ablasio retina adalah penurunan

ketajaman penglihatan dan kebutaan. Prognosis ablasio retina baik bila dilakukan

penanganan dengan segera namun pada ablasio retina ini prognosis juga

ditentukan oleh kondisi makula.2,3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BAB III
ABLASIO RETINA

3.1. Defenisi

Ablasio retina (retinal detachment) adalah terpisahnya sel kerucut dan

batang retina dari sel epitel pigmen retina. Namun, sel epitel pigmen retina masih

melekat erat dengan membran bruch. Antara sel kerucut dengan sel batang retina

tidak terdapat suatu perlekatan struktur dengan koroid atau pigmen epitel sehingga

merupakan titik lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. Lepasnya

retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen akan

mengakibatkan gangguan nutrisi retina pembuluh darah yang bila berlangsung

lama akan mengakibatkan gangguan fungsi penglihatan.1,2,4

Robekan retina secara umum disebut retinal break, robekan retina yang

disebabkan oleh traksi vitreretina disebut retinal tear, sedangkan robekan retina

yang timbul sekunder dari suatu atropi disebut retinal hole.2

3.2. Epidemiologi

Ablasio retina dapat terjadi pada populasi dengan mata miopia tinggi,

pasca retinitis, afakia, pseudoafakia, trauma dan retina yang memperlihatkan

adanya degenerasi perifer. Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio

retina adalah miopia tinggi, 30-40% mengalami riwayat pengangkatan katarak dan
10-20% telah mengalami trauma okuli. Ablasio retian karena trauma sering terjadi

pada kelompok usia muda dan pada miopia tinggi sering terjadi pada kelompok

usia 25-45 tahun. Insiden ablasio retina meningkat seiring bertambahnya usia dan

mencapai maksimum pad akelompok usia 50-60 tahun. Kejadian ablasio retina

sedikit meningkat pada usia pertengahan (usia 20-30 tahun) akibat trauma.3,5,6

3.3. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya ablasio retna dibagi menjadi:

1. Ablasio retina primer atau regmatogenosa, merupakan bentuk tersering dari

ablasio retina. Pada ablasio retina rematogenosa terjadi robekan pada retina

atau lubang retina yang biasanya terjadi pada retina bagian perifer, jarang

pada makula sehingga mengakibatkan cairan (vitreus yang mengalami

likuifikasi) masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Hal ini

mengakibatkan pendorongan retina oleh cairan vitreus yang masuk melalui

robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan

retina dan terlepas dari lapis epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa

spontan biasanya didahului oleh pelepasan korpus vitreum posterior.1,2,7

Ablasio terjadi pada mata yang memiliki faktor predisposisi. Tauma

merupakan faktor pencetus terjadinya ablasio retina pada mata dengan faktor

predisposisi. Faktor predisposisi ablasio retina, yaitu1,3,5 :


a. Usia, yang paling sering terjadi ablasio retina dalah pada

kelompok usia 40-60 tahun. Namun usia tidak menjamin secara

pasti karena masih terdapat faktor-faktor lainnya yang turut

mempengaruhi.

b. Jenis kelamin, paling sering dialami oleh laki-laki dengan

perbandingan laki-laki:perempuan adalah 3:2.

c. Miopia, sebagian besar ablasio retina regmatogenosa dialami oleh

pasien dengan miopia tinggi. Sklerosis dan sumbatan pembuluh

darah koroid akan menyebabkan berkurangnya redarahan ke

retina. Hal ini dapat terjadi pada miopia karena teregangnya dan

menipisnya pembuluh darah retina. Terjadinya degenerasi retina

pada miopia lebih awal daripada pada emetropia. Pada mata

miopia dapat terjadi sineresis dan pencairan badan kaca. Dimana

pencairan badan kaca ini dapat menyebabkan ablasio retina.

d. Afakia, pasien dengan riwayat pembedahan katarak dapat

mengalami ablasio retina akibat vitreus ke anterior selama atau

setelah pembedahan. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat

mengakibatkan pergeseran materi lensa atau seluruh lensa jatuh

ke dalam vitreus. Setelah ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan

badan kaca pada gerakan mata lebih kuat sehingga bila terjadi

robekan retina maka cairan akan masuk ke subretina sehingga

neuroepitel terlepas dari epitel pigmen dan koroid.

e. Trauma.
f. Fenile Posterior Vitreous Detachment (PVD), merupakan

pelepasan jaringan viterous posterior dari membran limitans

interna. Usia lanjut menyebabkan kadar asam hialuronidase dalam

vitreous menurun sehingga topangan anyaman kolagen berkurang

dan kolagen kolaps sehingga vitreous posterior lepas. Vitreous

yang mengkerut tersebut di dalam rongga vitreous akan bergerak-

gerak sehingga menimbulkan traksi vitreoretinal pda bagian yang

masih melekat dengan retina. Traksi ini akhirnya dapat

menimbulkan robekan retina. Lokasi robekan biasanya di depan

ekuator, karena dibelakang ekuator lapisan retina lebih tebal serta

diperkuat dengan adanya pembuluh darah retina.

g. Pasca sindrom nekrosis akut retina dan sitomegalovirus (CMV),

retinitis pada pasien AIDS berupa nekrosis retina dapat

mengakibatkan cairan dari rongga vitreous mengalir melalui

subretina dan melepas retina tanpa adanya traksi vitreoretinal

terbuka.

h. Retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer seperti

lattice degeneration, snail track degeneration, white-with-

pressure and white-without oroccult pressure, acquired

retinoschisis.

3.4. Pemeriksaan oftalmologi

3.5. Pemeriksaan penunjang8


1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit

penyerta seperti glaukoma, diabetes mellitus dan kelainan darah.

2. Pemeriksaan USG, dilakukan bila retina tidak tervisualisasi oleh karena

perubahan kornea, katarak atau perdarahan. Menggunakan gelombang

suara dengan frekuensi tinggi (8-10 MHz). B-scan USG digunakan untuk

mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertai

seperti proliferatif vitreoretinopati, benda asing intraokuler dengan

membuat potongan melalui semua jaringan, dengan demikian didapat

lokasi dan bentuk dari kelainan dalam dua dimensi. Selain itu, USG juga

digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina

eksudatif misalnya tumor dan posterior skleritis.

3.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah tindakan pembedahan. Tujuan

utama dari tindakan pembedahan adalah untuk melekatkan kembali bagian retina

yang lepas. Sebelum pembedahan, mata pasien dirawat dengan mata ditutup.

Pembedahan dilakukan secepat mungkin dan sebaiknya 1-2 hari. Pada ablasio

retina dapat dilakukan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara

epitel pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut

ke dalam ruang subretina dan meredakan traksi vitreoretina.2,3,6


DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. FKUI: Jakarta. 2011.

2. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition.

New Age International Limited Publisher: India.

3. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Oftalmology umum. Edisi 17. EGC:

Jakarta. 2000.

4. Lang, GK. Ophthalmology, a pocket textbook atas 2nd edition. Thieme.

Germany. 2006.

5. Sundaram V. Training in ophthalmology. Oxford university press: New

york. 2009.

6. American Academy of Ophthalmology. Retina and vitreous: section 12.

Singapore: LEO; 2008.

7. Sherwood L. Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC,

2012.

8. Wu, L. Retinal detachment, exudative. 2007. [cited december 2017]

Available from: http://www.emedicine.com/oph/ophretina.html

Вам также может понравиться