Вы находитесь на странице: 1из 10

Kinerja K3 Pada Penambangan Batubara di PT.

Adaro Indonesia Kabupaten


Tabalong, Kalimantan Selatan

Pengertian Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3)


Kesehatan, Keselamatan, dan Keamanan Kerja, biasa disingkat K3 adalah suatu upaya
guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha
atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat – tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban bersama dibidang keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja dalam rangka
melancarkan usaha berproduksi.
Melalui Pelaksanaan K3LH ini diharapkan tercipta tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau terbebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja. Jadi, pelaksanaan K3 dapat meningkatkan Efisiensi dan Produktivitas
Kerja.
Adapun pengertiannya dibagi menjadi 2 pengertian, yaitu :
1. Secara Filosofis
Suatu pemikiran atau upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani
maupun rohani, tenaga kerja pada khususnya dan masyarakat pada umumnya terhadap
hasil karya dan budayanya menuju masyarakat adl dan makmur.
2. Secara Keilmuan
Ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya
kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Program Kesehatan Kerja
Program kesehatan kerja merupakan suatu hal yang penting dan perlu diperhatikan oleh
pihak pengusaha. Karena dengan adanya program kesehatan yang baik akan menguntungkan
para karyawan secara material, karena karyawan akan lebih jarang absen, bekerja dengan
lingkungan yang lebih menyenangkan, sehingga secara keseluruhan karyawan akan mampu
bekerja lebih lama.
Program kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik,
mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan
merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang

1
ditentukan. Lingkungan yang dapat membuat stress emosi atau gangguan fisik (A. Anwar Prabu
Mangkunegara, 2001:161).
Program kesehatan kerja dapat dilakukan dengan penciptaan lingkungan kerja yang sehat.
Hal ini menjaga kesehatan dari gangguan-gangguan penglihatan, pendengaran, kelelahan, dan
sebagainya. Penciptaan lingkungan kerja yang sehat secara tidak langsung akan mempertahankan
atau bahkan meningkatkan produktivitas (Tulus Agus, 2002:159).
Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan
lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat di sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal
(UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23 dalam Buchari, 2007)
Bekerja diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kesehatan kerja, adapun usaha-usaha
untuk meningkatkan kesehatan kerja (A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2001:162) adalah sebagai
berikut:
 Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna ruangan kerja,
penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan mencegah kebisingan.
 Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.
 Memelihara kebersihan dan ketertiban, serta keserasian lingkungan kerja.
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan
lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara atau metode kerja, proses kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk :
 Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosialnya.
 Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan
oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
 Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.
 Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

2
Pengertian Program Keselamatan Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah satunya yaitu perlindungan
keselamatan. Perlindungan tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan
kerjaannya sehari-hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus
memperoleh perlindungan dar berbagai soal disekitarnya dan pada dirinya yang dapat menimpa
atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan pekerjaannya.
Pengertian program keselamatan kerja adalah bahwa keselamatan kerja adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya
untuk menuju masyarakat adil dan makmur (A. Anwar Prabu Mangkunegara, 2002:163).
Menurut Suma’mur (2000:01) keselamatan kerja merupakan sarana untuk pencegahan
kecelakaan cacat dan kematian akibat kecelakaan kerja. Keselamatan kerja merupakan tindakan
pencegahan yang mengacu pada dukungan manajemen puncak dalam pelaksanaan kebijakan
perusahaan, dan menciptakan suasana kerja yang aman dan damai bagi para karyawan yang
bekerja di perusahaan.
Penyebab kecelakaan kerja ada 4 (empat) faktor diantaranya :
a. Faktor nasib karyawan;
b. Faktor lingkungan fisik para karyawan, seperti mesin-mesin, gedung, ruangan,
peralatan;
c. Faktor kelalaian manusia dan;
d. Faktor ketidakserasian kombinasi faktor-faktor produktivitas yang dikelola dalam
perusahaan (John Soeprihanto, 2000:47).
Penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja, hal ini termasuk seperti : (Dessler, 2007:278)
1. Peralatan yang tidak terjaga dengan baik.
2. Peralatan yang rusak.
3. Prosedur berbahaya di dalam, pada atau di sekitar mesin/peralatan.
4. Penyimpann yang tidak aman-kepadatan, kelebihan beban.
5. Penerangan yang tidak tepat cahaya yang menyorot/tidak cukup.
6. Ventilasi yang tidak baik –pertukaran udara yang tidak cukup, sumber udara yang
tidak murni.

3
Lebih lanjut menurut A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002:170), bahwa indikator
penyebab keselamatan kerja adalah :
1. Keadaan tempat lingkungan kerja.
2. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang diperhitungkan
keamanannya.
3. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
4. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
5. Pemakaian peralatan kerja.
6. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
7. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik.
8. Pengaturan penerangan.

Manfaat dan Tujuan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Menurut Randall dan Jackson (1999:224), peningkatan-peningkatan terhadap kesehatan
dan keselamatan kerja dalam perusahaan akan menghasilkan :
1. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang.
2. Meningkatnya efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih berkomitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung lebih rendah karena menurunnya
pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya
partisipasi dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.
Sedangkan tujuan dari keselamatan dan kesehatan adalah sebagai berikut (Mangkunegara,
2002:165) :
1. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
2. Setiap perlengkapan dan peralatan kerja dignakan sebaik-baiknya, selektif mungkin.
3. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5. Meningkatnya kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.

4
6. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
7. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Landasan Hukum Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Secara historis landasan hukum pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
mengalami perubahan dan penyempurnaan. Beberapa Landasan Hukum yang berkaitan dengan
pelaksanaan Program Kesehatan dan Keselamatan di setiap tempat kerja atau perusahaan yaitu
(Konradus Danggur, 2006 : 43) :
1. UU No. 001 Tahun 1970.
UU No. 01 Tahun 1970, Lembaran Negara Tahun 1970 No. 01, tambahan Lembaran Negara
No. 2918 tentang Keselamatan Kerja pada dasarnya merupakan payung dari semua peraturan
perundang-undangan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Tujuan pelaksanaan
program keselamatan kerja menurut UU No. 01 Tahun 1970 adalah :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
5. kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
6. Memberikan pertolongan pada kecelakaan.
7. Memberi alat-alat perlindungan kepada para pekerja.
8. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin , cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran.
9. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikhis, peracunan, infeksi, dan penularan.
10. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
11. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
12. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
13. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
14. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, cara dan Proses kerjanya.
15. Mengamankan dan memperlancar pengangkatan orang, binatang, tanaman atau
barang.

5
16. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
17. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
18. perlakuan dan penyimpanan barang.
19. Mencegah terkena aliran listrik.
20. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada
21. Pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

2. UU No. 23 Tahun 1992.


Dalam UU No. 23 Tahun 1992, Lembaran Negara Tahun 1992 No. 100 tentang Kesehatan,
pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan tenaga kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja ayat (2), karena itu setiap tempat
kerja harus melaksanaan upaya kesehatan kerja ayat (3), agar tidak terjai gangguan kesehatan
pada pekerja, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.

7. UU No. 03 Tahun 1992.


UU No. 03 Tahun 1992 tentang Penjaminan Sosial Tenaga Kerja dan Kepres RI
no. 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Dalam pasal 1
UU No. 03 Tahun 1992 dijelasan definisi tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek), tenaga kerja, pengusaha, perusahaan, kecelakaan kerja dan sebagainya.
Ayat 1, Jaminan Sosial Tenaga Kerja, adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang
dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia. Ayat 6, Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan
dengan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju ke tempat kerja
dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Ayat 9, Pemeliharaan
kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang
memerlukan pemeriksaan, pengobatan termasuk kehamilan dan persalinan.

6
Program-Program Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja
Program keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah rencana tindakan yang dirancang
untuk mencegah kecelakaan dan penyakit kerja. Beberapa bentuk aktivitas dalam program
tersebut merupakan persyaratan dalam undang-undang/peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja, oleh karenanya sebuah program kesehatan dan keselamatan kerja minimum harus
mencakup unsur-unsur yang dipersyaratkankan oleh undang-undang/peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Dikarenakan suatu organisasi berbeda dengan organisasi lainnya, sebuah program yang
dikembangkan untuk satu organisasi belum tentu dapat memenuhi kebutuhan organisasi lainnya
baik dari sisi kebutuhan pemenuhan persyaratan undang-undang/peraturan K3 ataupun
pemenuhan terhadap kebutuhan sesuai dengan jenis dan karakteristik serta budaya kerjanya.
Dalam hal ini kami mencoba meringkas elemen-elemen umum dari sebuah program keselamatan
dan kesehatan agar dapat dipergunakan oleh organisasi menengah dan kecil untuk
mengembangkan program K3 sesuai dengan kebutuhan organisasinya secara spesifik. Sebuah
program yang unik dan specific dapat dikembangkan dengan cara melibatkan karyawan secara
mendalam dalam perancangan Program kesalamatan dan Kesehatan Kerja, hal ini merupakan
syarat mutlak yang dalam kondisi tertentu mungkin keterlibatan karyawan harus diusahakan dan
jika diperlukan keterlibatan karyawan ini dirancang dengan upaya lebih komprehensif dan tegas
atau merupakan suatu bagian dari uraian tugas dan tanggung gugatnya.

7
Penerapan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Adaro Indonesia
PT. Adaro Indonesia secara konsisten melakukan upaya terbaik demi terciptanya
lingkungan kerja yang aman. Kami percaya bahwa setiap kejadian, cidera dan penyakit yang
berhubungan dengan pekerjaan bisa dicegah.
Pada saat yang sama kami juga ingin selalu menjalin kerja sama yang baik dengan
pemerintah dan masyarakat setempat untuk menciptakan lingkungan yang berkelanjutan, yang
berarti meminimalisasi dampak operasi perusahaan terhadap lahan yang ada dan
merehabilitasinya secara komprehensif dan semaksimal mungkin. Mulai tahun 2013,
perusahaan menerapkan lima pilar berikut dalam pengelolaan Mutu, Kesehatan, Keselamatan,
dan Lingkungan, atau yang dikenal dengan istilah Quality, Health, Safety, and Environment
(QHSE):
1. Komitmen Kepemimpinan
Komitmen PT. Adaro Indonesia terhadap QHSE dimulai dari Direksi dan
kemudian berlanjut ke seluruh jajaran organisasi. Walaupun target, batas waktu dan
biaya merupakan hal yang penting, PT. Adaro Indonesia tidak akan pernah
mengorbankan kesehatan dan keselamatan para karyawannya maupun lingkungan
hidup.
2. Fokus terhadap Pengendalian Risiko Utama
Operasi penambangan dengan skala sebesar dan serumit bisnis PT. Adaro Indonesia
mengandung ribuan risiko QHSE, dan dengan sumber daya yang ada, perusahaan berfokus
pada mitigasi risiko-risiko utama. Tim QHSE menelusuri setiap area kerja dan
mengidentifikasi risiko-risiko utama yang terkandung dalam setiap tugas pekerjaan. Tim
QHSE harus memastikan adanya pengendalian yang memadai dalam prosedur kerja dan
pengawasan supaya upaya pencegahan kecelakaan dapat dimulai dari sumbernya.
Pada titik ini, perusahaan PT. Adaro Indonesia menerapkan Adaro Fatality
Prevention Program (AFPP), dimana risiko-risiko utama yang terkandung dalam setiap
aktivitas beserta pengendaliannya diidentifikasi dan dikaji. Hasilnya akan dipakai sebagai
panduan untuk inspeksi dan evaluasi lapangan serta untuk memastikan bahwa tim sudah
membuat rencana mitigasi risiko dengan benar. Sejak program ini dimulai pada tahun
2013, perusahaan telah mengidentifikasi berbagai risiko QHSE dan ditemukan bahwa
sepuluh risiko yang paling utama adalah: kesalahan pengoperasian peralatan bergerak,

8
ledakan, isolasi energi (listrik, mekanik, dan termal), terjatuh, tenggelam dan kecelakaan
pada saat mengangkat dan menarik beban yang besar dan berat.
3. Pendidikan dan Pelatihan bagi Karyawan
Karyawan PT. Adaro Indonesia mencapai ribuan orang, yang semua terpapar
terhadap risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Perusahaan merasa bertanggung jawab
untuk mendidik dan melatih masing-masing dari mereka tentang cara bekerja yang aman
dan sehat. Karyawan baru harus mengikuti program pengenalan keselamatan dan orientasi
lapangan sebelum diberikan ijin untuk bekerja di dalam area proyek perusahaan. Selain itu,
perusahaan juga menyelenggarakan sesi pengenalan keselamatan bagi para pengunjung
yang memasuki wilayah operasinya.
4. Sistem Manajemen QHSE Terpadu
Untuk mengelola QHSE secara efektif di dalam kegiatan operasional, SIS terus
mengembangkan dan mengimplementasikan sistem manajemen QHSE terpadu yang
mengacu kepada standar internasional, misalnya ISO 9001, ISO 14001 and OHSAS 18001,
di seluruh organisasinya.
Implementasi sistem manajemen ini menjamin bahwa setiap tugas dalam operasi
perusahaan dilaksanakan secara konsisten menurut prosedur standar yang selaras dengan
kebijakan perusahaan di samping mematuhi standar internasional. Selama tahun ini, Divisi
QHSE PT. Adaro Indonesia telah menyelesaikan pengembangan sistem manajemen
terpadu untuk JPI dan peningkatan sistem manajemen air tambang di operasi AI.
Perusahaan juga telah memulai implementasi sistem manajemen terpadu di MSW dan
meningkatkan dan memperbaharui QHSE Management System dari Divisi Coal Processing
and Barge Loading Adaro Indonesia.
Pada tahun 2014, audit QHSE terhadap sistem manajemen divisi AI tersebut telah
mulai dilakukan. Temuan audit ditindaklanjuti dengan rencana tindakan perbaikan. Selain
audit tersebut, PT. Adaro Indonesia melibatkan lembaga audit independen, yaitu SGS,
untuk mengadakan audit pemantauan (surveillance audit) terhadap unit tersebut untuk
mempertahankan sertifikasi sistem manajemen. Satu aspek penting lainnya dari
manajemen QHSE di AI adalah pembuatan “Adaropedia”, suatu sistem informasi berbasis
internet yang menyimpan dan menampilkan data dan informasi pemantauan HSE.

9
5. Penegakan Kebijakan dan Prosedur QHSE
Seluruh karyawan PT. Adaro Indonesia harus menghormati dan mematuhi kebijakan dan
prosedur QHSE. Para karyawan yang berkontribusi terhadap QHSE melebihi
kewajibannya akan mendapat pengakuan dari perusahaan sedangkan karyawan yang
melanggar peraturan QHSE akan diberikan sanksi. Perusahaan meyakini bahwa tanpa
penegakan yang kuat, upaya untuk mencapai kinerja QHSE yang lebih baik tidak akan
efektif.

10

Вам также может понравиться