Вы находитесь на странице: 1из 13

.

FENOMENA BULLYING DI SEKOLAH DASAR NEGERI DI


SEMARANG:
SEBUAH STUDI DESKRIPTIF

Siswati
Costrie Ganes Widayanti

Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro Semarang

Abstract

The aim of this research is to identify the precentage of students who are suffered
from bullying and to describe the forms of bullying in SD Negeri Semarang. The
research is conducted by using questionnaire and interview with cluster sampling
method. The total sample of this research is 78 students from grade 3 to 6
The result shows that 37.55% students become victims of bullying. 42.5%
students suffered from physical bullying and 34.06% from non physical bullying.
The research also describes that there is a chance for victims to be developed as the
doers.
There is a low understanding from school community about bullying.
Recognition and prevention about bullying have to be noticed in order to create
safe place for students to be fully developed.

Pendahuluan
Undang-undang Nomor 20 Dalam beberapa tahun
tahun 2003 pasal 1 ayat (1) belakangan ini, beberapa topik media
menyebutkan bahwa “Pendidikan massa menyoroti kekerasan di sekolah.
adalah usaha sadar dan terencana untuk Misalnya saja Koran Suara Merdeka
mewujudkan suasana belajar dan proses Jawa Tengah menyoroti kekerasan yang
pembelajaran agar peserta didik secara terjadi di lingkungan sebuah akademi
aktif mengembangkan potensi dirinya militer di Semarang, di mana seorang
untuk memiliki kekuatan spiritual taruna dihajar oleh seniornya, kisah
keagamaan, pengendalian diri, yang sama terjadi beberapa tahun
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sebelumnya di sebuah sekolah tinggi di
serta ketrampilan yang diperlukan Bandung di mana calon pejabat
dirinya, masyarakat, bangsa dan pemerintahan dipersiapkan hingga
negara”. Guna mencapai tujuan berakibat kematian salah seorang
tersebut, diperlukan kondisi belajar siswanya juga dilakukan oleh beberapa
yang kondusif dan jauh dari kekerasan. senior. Koran Kompas pun juga
Penelitian dari Yayasan Sejiwa menyoroti melalui artikelnya yang
menunjukkan bahwa tidak ada satupun berjudul “Apa Untungnya Menggencet
sekolah di Indonesia yang bebas dari Adik Kelas” dan “Stop Kekerasan Di
tindakan kekerasan. Sekolah” (dalam Riuskina dkk, 2005).
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Menurut Tattum dan Tattum layak untuk memperoleh


(1992) bullying adalah “….the willful, penghargaan.
conscious desire to hurt another and
3. Suatu kemerdekaan untuk
put him/her under stress”. Olweus mengecualikan
(1993) juga mengatakan hal yang Melakukan tindakan-tindakan yang
serupa bahwa bullying adalah perilaku membatasi, mengisolasi dan
negatif yang mengakibatkan seseorang
memisahkan seseorang yang
dalam keadaan tidak nyaman/terluka
dianggap tidak layak untuk
dan biasanya terjadi berulang-ulang
mendapatkan penghargaan.
“repeated during successive
encounters”. Perilaku-perilaku yang termasuk dalam
Seseorang dianggap sebagai bullying adalah:
korban bullying apabila dihadapkan 1. Bentuk fisik, seperti memukul,
pada tindakan negatif dari seseorang mencubit, menampar, dan memalak
atau lebih, dilakukan berulang-ulang (meminta dengan paksa yang bukan
dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain miliknya.
itu bullying melibatkan kekuatan dan 2. Bentuk verbal, seperti memaki,
kekuasaan yang tidak seimbang, menggosip, atau mengejek
sehingga korban berada pada kondisi 3. Bentuk psikologis, seperti
yang tidak berdaya untuk mengintimidasi, mengecilkan, dan
mempertahankan diri secara efektif diskriminasi
untuk melawan tindakan negatif yang Siswa/siswi yang menjadi
diterimanya. Menurut Coloroso (2006) korban bullying adalah siswa/siswi yang
bullying akan selalu melibatkan adanya biasanya cenderung pasif, gampang
ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk terintimidasi, atau mereka yang
mencederai, ancaman agresi lebih memiliki sedikit teman, memiliki
lanjut, dan teror. kesulitan untuk mempertahankan diri
Bullying merupakan salah satu dan korban bisa juga lebih kecil dan
bentuk perilaku agresi. Ejekan, hinaan, lebih muda.
dan ancaman seringkali merupakan Para siswi pelaku bullying
pancingan yang dapat mengarah ke melakukan tindakannya kepada rekan-
agresi. Rasa sakit dan kekecewaan yang rekan perempuannya dengan kreatif,
ditimbulkan oleh penghinaan akan dalam kelompok, serta tidak kalah
mengundang reaksi siswa untuk kerasnya dibandingkan para pelaku
membalas. Penghinaan muncul dengan siswa. Umumnya siswi-siswi yang
tiga keunggulan psikologis yang jelas, menjadi korban adalah mereka yang
yang memungkinkan anak melukai cantik, menarik, anak orang berada,
tanpa merasa empati, iba, ataupun malu, kurus dan tampak lemah, pandai tapi
yaitu: lemah fisiknya dan disayang guru.
1. Perasaan berhak Dari hasil penelitian, diperoleh
Menyangkut keistimewaan dan hak penemuan bahwa terdapat konsistensi
untuk mengendalikan, mengatur, perbedaan gender pada perilaku
menaklukkan, dan menyiksa orang agresivsitas, terutama school bullying.
lain. Pada siswa usia 9-11 tahun, anak laki-
laki menunjukkan peningkatan
2. Fanatisme pada perbedaan
agresivitas dan dominasi dibandingkan
Perbedaan dipandang sebagai
siswi-siswi pada usia yang sama
kelemahan, dan karenanya tidak
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

(Offord, Boyle & Racine, 1991 dalam Dampak negatif yang mungkin
Bee, 1994). disebabkan oleh bullying menyebabkan
Setiap perilaku agresif, apapun pentingnya untuk mengenali perilaku
bentuknya, pasti memiliki dampak ini. Mengekplorasi kejadian dan
buruk bagi korbannya. Para ahli dampaknya akan dapat memberikan
menyatakan bahwa school bullying informasi mengenai orang-orang yang
mungkin merupakan bentuk agresivitas terlibat, tempat terjadinya, dan urutan
antarsiswa yang memiliki dampak dari perilaku yang terjadi dalam
paling negatif bagi korbannya. Hal ini kejadian tersebut. Informasi tersebut
disebabkan adanya ketidakseimbangan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang
kekuasaan di mana pelaku yang berasal ingin melakukan intervensi terhadap hal
dari kalangan siswa/siswi yang merasa ini.
lebih senior melakukan tindakan Sementara itu, praktik bullying
tertentu kepada korban yaitu terjadi pula di tingkat sekolah dasar.
siswa/siswi yang lebih yunior dan Salah satu kasus kematian akibat
mereka merasa tidak berdaya karena bullying adalah kematian Fifi Kusrini,
tidak dapat melakukan perlawanan. anak usia 13 tahun dengan bunuh diri
Dampak lain yang dialami oleh korban pada 15 Juli 2005. Kematian siswi
bullying adalah mengalami berbagai sekolah dasar ini dipicu oleh rasa
macam gangguan yang meliputi minder dan frustrasi karena sering
kesejahteraan psikologis yang rendah diejek sebagai anak tukang bubur oleh
(low psychological well-being) di mana teman-teman sekolahnya.
korban akan merasa tidak nyaman, Kejadian di mana satu atau
takut, rendah diri serta tidak berharga sekelompok siswa menekan siswa yang
(Rigby dalam Djuwita dkk, 2005), lain, biasa disebut dengan bullying.
penyesuaian sosial yang buruk di mana Menurut Tattum dan Tattum (1992)
korban merasa takut ke sekolah bahkan bullying adalah “….the willful,
tidak mau sekolah, menarik diri dari conscious desire to hurt another and
pergaulan, prestasi akademik yang put him/her under stress”. Olweus
menurun karena mengalami kesulitan (1993) juga mengatakan hal yang
untuk berkonsentrasi dalam belajar serupa bahwa bullying adalah perilaku
bahkan buruknya korban memiliki negatif yang mengakibatkan seseorang
keinginan untuk bunuh diri daripada dalam keadaan tidak nyaman/terluka
harus menghadapi tekanan-tekanan dan biasanya terjadi berulang-ulang
berupa hinaan dan hukuman (Trigg). “repeated during successive
Eratnya hubungan antara encounters”.
kesejahteraan psikologis dan kesehatan Dari kedua pengertian tersebut
fisik menyebabkan korban bullying di atas, dapat disimpulkan bahwa
terkadang juga mengalami gangguan bullying adalah perilaku agresif yang
pada fisiknya. Dampak bullying pada dilakukan oleh siswa/siswi yang
kesehatan fisik korban termanifestasi memiliki kekuasaan atas siswa/siswi
dalam bentuk sakit kepala (Williams yang lebih lemah, secara berulang-ulang
dkk, dalam Djuwita, 2005), sakit dengan tujuan untuk menyakiti orang
tenggorokan, flu, dan batuk (Wolke tersebut.
dkk, dalam Riauskina dkk, 2005), bibir Pada banyak negara, school
pecah-pecah dan sakit dada (Rigby bullying sudah disikapi secara serius,
dalam Riauskina, 2005). bahkan di beberapa negara di Asia
fenomena ini telah banyak dibahas dan
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

dilakukan penelitian-penelitian. mengetahui tentang bullying beserta


Sedangkan di Indonesia sendiri, dampak yang ditimbulkan.
penelitian dan pembicaraan tentang hal Penelitian ini bertujuan untuk
ini masih sedikit sehingga kurang mengetahui bentuk-bentuk perilaku
banyak data yang dapat diperoleh bullying di sekolah dasar dan
mengenai dampak yang diakibatkannya. mengetahui seberapa banyak siswa
Di luar negeri, school bullying sering sekolah dasar yang mengalami bullying.
disebut sebagai peer victimization
(Elsenberg & Aalsma, 2005; Olweus, METODE PENELITIAN
1993 dalam Riauskina dkk, 2005), Subjek dari penelitian ini adalah
karena peristiwa ini bisa terjadi di siswa laki-laki dan perempuan Sekolah
antara siswa/siswi seangkatan. Di Dasar Negeri Banyumanik VI
Jepang, school bullying dikenal dengan Semarang yang duduk di kelas III - VI
istilah ‘ijime’. hal ini ditandai dengan dan berusia 9-12 tahun.
gangguan berupa ejekan, penindasan Sampel dikumpulkan secara
yang berakhir dengan tindakan bunuh proportional cluster sampling. Sebagai
diri dari sang korban. Kondisi ‘ijime’ penelitian pendahuluan, metode yang
dianggap serius dengan kisaran 2.5 – digunakan adalah berupa survey
3.5 % dalam 1000 anak didik di research, di mana peneliti menggali
Prefektur Aichi di mana merupakan data dari lapangan mengenai fenomena
lokasi dengan kasus ijime tertinggi, yang dimaksud. Masing-masing siswa
yaitu 3.500 kasus dan terendah di di tiap kelas diminta untuk mengisi
Gunma yaitu 500 kasus (Roychansyah, kuesioner sesuai dengan jumlah yang
2006). Kecenderungan ini tidak terlalu proporsional. Jumlah subyek yang
menonjol di Indonesia, kendatipun digunakan dalam penelitian ini adalah
mungkin juga ada. 78 orang, yang terdiri dari 47 siswa dan
Mencermati kondisi tersebut di 31 siswi.
atas, perilaku bullying memiliki dampak Penelitian ini menggunakan
yang serius. Secara fisik, kekerasan ini metode penelitian survei dengan alat
dapat mengakibatkan luka dan kuesioner yang dikonstruk berdasarkan
kerusakan tubuh antara lain memar, hasil telaah teori.
luka sayatan, luka bakar, luka organ Kuesioner dalam penelitian ini
bagian dalam seperti perdarahan otak, terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
pecahnya lambung, usus, hati, hingga bersifat tertutup dan terbuka. Pada
kondisi koma. Secara psikologis pertanyaan terbuka, subyek diminta
bullying mengakibatkan rendahnya untuk menuliskan pengalaman
harga diri hingga depresi dan pada mengenai bullying yang dialami di
jangka panjang bullying dapat sekolah. Pada setiap pernyataan subyek
menyebabkan trauma. diminta untuk menuliskan satu jawaban
Kendati demikian, tindakan dari 2 pilihan yang disediakan, yaitu ya
preventif guna mengurangi praktik dan tidak.
bullying masih sangat terbatas. Bullying Pada tahap pengambilan data,
seringkali diabaikan dan dianggap peneliti datang ke sekolah subyek pada
sebagai suatu bentuk interaksi hari yang telah ditentukan sebelumnya
antarindividu. Pihak sekolah msaih dengan pihak sekolah dan subyek
sangat terbatas dalam menyikap dan diminta untuk mengisi kuesioner yang
menangani bullying. Sedangkan di telah disediakan. Pada saat pengambilan
pihak siswa masih belum banyak yang data, peneliti didampingi oleh guru
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

masing-masing kelas. Kuesioner berusaha untuk memotret kondisi atau


tersebut diisi di tempat dan tidak situasi dan berupaya untuk mencari
diperkenankan untuk dibawa pulang ke jawaban atas pertanyaan ’apa’,
rumah. ’dimana’, dan ’berapa banyak’. Dari
Pada akhir pengambilan data, jawaban-jawaban yang diberikan oleh
kuesioner yang terisi berjumlah 37 dari subyek pada kuesioner, tampak bahwa
siswa laki-laki dengan perincian 9 dari fenomena bullying juga marak terjadi di
kelas III, 13 dari kelas IV, 8 dari kelas kalangan siswa-siswa Sekolah Dasar.
V, dan 7 dari siswa kelas VI. Sedangkan Berikut ini adalah hasil temuan di
dari siswi perempuan, kuesioner yang lapangan.
dikumpulkan berjumlah 30 dengan
perincian 2 dari kelas III, 11 dari kelas Bentuk-Bentuk Bullying
IV, 8 dari kelas V, dan 9 dari kelas VI. Hasil yang diperoleh dari
Sejumlah 11 data tidak valid karena pernyataan-pernyataan tertutup dan
terdapat pernyataan yang tidak diisi karangan dari kuesioner
lengkap oleh subyek. menggambarkan berbagai variasi
perilaku bullying yang terjadi pada
HASIL DAN PEMBAHASAN siswa Sekolah Dasar di mana mereka
Penelitian ini bersifat deskriptif, menempatkan diri sebagai korban.
yaitu penelitian yang menekankan pada Tabel 1 dan tabel 2 berikut ini adalah
pengungkapan fakta-fakta menurut ringkasan dari bentuk perilaku bullying.
kenyataan yang ada. Jenis penelitian ini

Tabel 1. Bentuk Perilaku Bullying Fisik


Bentuk Bullying Fisik Jenis Kelamin
Siswa laki- Siswa
laki perempuan
(%) (%)
Dipukul dan dicubit teman 28.35 22.3
Diejek teman 50 28.8
Didorong saat bertengkar 50 13.4
Dilempar kapur oleh guru 13.4 5.9
Dihukum oleh guru 0.25 0.13
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Tabel 1. Bentuk Perilaku Bullying Non Fisik


Bentuk Bullying Non Fisik Jenis Kelamin
Siswa laki- Siswa
laki perempuan
(%) (%)
Dipaksa memberi / membawa 68.7 34.3
sesuatu
• Uang
• Makanan
• Alat tulis
Dihina 35.8 11.9
• guru
Name calling 28.4 32.8
Diancam 11.9 28.4
Tidak diajak bicara 11.9 0.18
Tidak dilibatkan saat istirahat 8.9 5.9
Digosipkan 13.4 22.3
Merasa diabaikan 16.4 8.9
Ditertawakan 0.25 0.22
Dijauhi oleh teman-teman 0.03 0.12

Lokasi Kejadian dan Pelaku Bullying


Bullying yang terjadi di kalangan siswa-siswi Sekolah Dasar Negeri B
berlangsung di beberapa lokasi di sekolah, baik yang dilakukan oleh teman sekelas
maupun kakak kelas.
Tabel 2. Lokasi Kejadian dan Pelaku Bullying
Kejadian Bullying Jenis Kelamin
Siswa Laki-laki Siswa Perempuan

Tempat terjadinya Kelas, kantin sekolah Kelas, kantin sekolah


bullying
Waktu terjadinya Jam istirahat, ulangan Jam istirahat, pelajaran
bullying pelajaran, pelajaran dan ulangan pelajaran
biasa, dan jam
olahraga
Pelaku bullying Teman sekelas, kakak Teman sekelas, kakak
kelas, guru kelas, dari sekolah lain
(SMP), guru

Reaksi korban Bullying


Beberapa reaksi yang beragam ditunjukkan oleh subyek penelitian saat
menghadapi perilaku bullying. Respon yang diperlihatkan oleh korban adalah menolak,
menuruti permintaan pelaku, serta melapor kepada guru sekolah agar pelaku dihukum.
Beberapa respon ditunjukkan melalui tabel 3.
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Tabel 3. Reaksi Korban Bullying


Reaksi Jenis Kelamin
Siswa Laki- Siswa
laki Perempuan
(%) (%)
Menolak untuk menuruti permintaan 18.2 9.1
Menuruti permintaan 6.8 9.1
Melapor ke guru setelah kejadian 4.5 9.1
Diam 2.3 2.3
Takut 2.3 0
Minta tolong ke teman 2.3 0
Mula-mula menolak akhirnya 0 6.8
menuruti
Melapor ke orang tua 0 2.3

Reaksi pelaku bullying


Pelaku bullying menunjukkan perilaku mengancam, memaksa terus menerus
hingga tuntutannya tersebut dipenuhi, memaksa dengan disertai ancaman, dan memukul
sebagaimana yang ditunjukkan dalam tabel 4.
Tabel 4. Reaksi Pelaku Bullying
Reaksi Jenis Kelamin
Siswa laki-laki Siswa
(%) Perempuan
(%)
Terus memaksa sampai diberi 15.9 11.4
Paksaan disertai ancaman 13.6 6.8
Memukul 11.4 2.3
Mengancam langsung 9.1 2.7
Meminta kepada yang lain 0 2.3

Temuan Lain
Hal lain yang ditemukan pada penelitian ini adalah terbukanya peluang dari
subyek penelitian untuk berkembang menjadi pelaku bullying, kendati tidak semua
subyek menyatakan demikian. Demikian pula terdapat bentuk baru dari perilaku ini,
yaitu dengan menggunakan orangtua sebagai obyek ejekan. Sebagaimana yang
ditunjukkan keterangan berikut ini.
Tabel 5. Perilaku Bullying yang dilakukan oleh Korban Bullying
Bentuk Perilaku Jenis kelamin
Siswa Laki- Siswa
laki perempuan
(%) (%)
Orangtua diejek 2.9 1.5
Dipaksa memukul teman 2.9 0
Dipaksa mencuri uang 1.5 0
Dipaksa mengganggu teman 1.5 0
Dipaksa ikut bolos sekolah 0 0
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Hasil penelitian pada siswa siswi terus menerus disertai dengan ancaman
Sekolah Dasar Negeri menunjukkan maka akhirnya subyek memenuhi
bahwa ada perbedaan perilaku bullying permintaan tersebut. Di sisi lain, ada
yang terjadi pada siswa laki-laki dan pula subyek yang mengetahui adanya
siswa perempuan. Pada siswa laki-laki ancaman tersebut dan tetap
perilaku bullying yang dilakukan lebih menanggung resiko dipukul, diancam,
sering berupa fisik dan verbal, seperti dan diteror terus menerus karena
memukul, mendorong saat berkelahi, mereka tidak menuruti permintaan
dipaksa dengan ancaman serta diejek pelaku. Sebagaimana pengakuan subyek
dengan panggilan tertentu. Sedangkan berikut:
pada siswa perempuan, perilaku “saya waktu kelas 3 saya dipaksa oleh
bullying yang dilakukan berupa verbal teman saya untuk membelikan jajanan
dan yang bersifat relasi, seperti menjadi di warung sekolah kalau saya enggak
bahan pembicaraan / gosip, tidak mau saya pulang sekolah diancam sama
dilibatkan dalam relasi sosial, serta teman saya jadinya saya mau
diejek. Hasil penelitian ini memiliki membelikan jajan teman saya di kantin
kesesuaian dengan penelitian dari daripada saya diancam sama teman
Nansel et al., 2001 (dalam Milsom and saya…..” (P-12 tahun)
Gallo, 2006),yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan perilaku bullying “saya waktu masuk saya dimintai uang
yang ditunjukkan oleh siswa laki-laki karena saya tidak mengasih uang saya
dan siswa perempuan Sekolah Dasar. diincim oleh teman-teman saya di
Beberapa respon yang kelas…” (P-12 tahun)
ditunjukkan oleh subyek yang menjadi
korban bullying dipengaruhi oleh “….saya bermain bermain bersama
pengalaman dan proses belajar yang teman-teman, saya tidak boleh bermain
dilakukan oleh subyek sehingga dengan lalu saya dipaksa untuk memberikan
demikian subyek akan bereaksi pada uang 5 ratus lalu saya beri lalu saya
perilaku bullying yang dilakukan oleh boleh bermain lagi”(L-9 tahun)
teman-temannya. Beberapa subyek
menyatakan penolakannya saat diminta “…saya disuruh kakak kelas saya untuk
untuk melakukan suatu tindakan meminta-minta oleh teman saya tapi
tertentu kepada pelaku bullying dan ada saya tidak mau lalu saya dipukuli dan
pula yang merasa tidak berdaya disindir dan diejek….pagi harinya saya
sehingga memilih untuk menuruti dimintai uang oleh kakak kelas saya
permintaan pelaku. Adanya learned saya tidak mau lalu pada istirahat
helplessness pada subyek yang pertama saya dipukuli kakak kelas
memenuhi permintaan pelaku tersebut saya….saya dipaksa teman yang lebih
mengakibatkan siklus bullying terus kuat…saya tidak mau lalu pulang
menerus terjadi sehingga subyek terus sekolah saya dipukuli lagi” (L-12
berada dalam kondisi tertekan dan takut tahun)
apabila mereka akan mengalami suatu
hal yang buruk apabila menolak untuk “….ya saya terpaksa membelikan jajan
mengikuti permintaan pelaku. Hal ini untuk dia jadi aku malah tidak mau
terlihat dari pernyataan subyek di mana turun kelas sebelum dia naik kelas biar
pada awalnya mereka menolak untuk tidak diancem lagi “(L-11 tahun)
menuruti permintaan pelaku,tetapi Pelaku bullying antara lain
karena permintaan tersebut dilakukan adalah kakak kelas, di mana hal ini
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

sesuai dengan pengertian bullying yaitu Hasil penelitian yang dilakukan


bahwa pelaku memiliki kekuasaan yang oleh Seals dan Young (2003, dalam
lebih tinggi sehingga dengan demikian Milson and Gallo, 2006) menunjukkan
mereka dapat mengatur orang lain yang kesamaan bahwa kebanyakan kejadian
dianggap lebih rendah. Korban yang bullying terjadi saat jam-jam istirahat
sudah merasa menjadi bagian dari sehingga kantin-kantin sekolah
kelompok dan ketidakseimbangan memiliki peluang yang besar untuk
pengaruh atau kekuatan lain akan terjadinya perilaku ini, di samping
mempengaruhi intensitas perilaku ruang kelas.
bullying ini. Semakin subyek yang Peningkatan ‘status’ pada
menjadi korban tidak bisa menghindar subyek penelitian yang awalnya
atau melawan, semakin sering perilaku menjadi korban perilaku bullying oleh
bullying terjadi. Selain itu pelaku teman-teman mereka ke arah pelaku
bullying dapat juga dilakukan oleh bullying itu sendiri perlu menjadi
teman sekelas baik yang dilakukan perhatian serius. Sebagaimana yang
perseorangan maupun oleh kelompok. ditunjukkan oleh subyek penelitian ini,
Dari hasil penelitian ditemukan mereka justru diminta untuk melakukan
bukti bahwa guru juga dapat berperan bullying, terutama yang termasuk dalam
sebagai pelaku bullying. Perilaku yang bentuk fisik seperti dipaksa untuk
ditunjukkan adalah berupa verbal, di memukul teman lain. Argenbright dan
mana guru menggunakan kata-kata yang Edgell (dalam Milsom dan Gallo, 2006)
justru dapat menurunkan minat dan dalam salah satu penjelasannya tentang
prestasi belajar siswa sehingga suasana tipe-tipe perilaku bullying menyebutkan
belajar mengajar berada dalam kondisi tentang reactive bullies yaitu bahwa
terpaksa dan tidak nyaman. Guru seseorang yang sering menjadi korban
memiliki peranan yang sangat besar dan pelaku bullying. Pada awalnya
dalam dinamika kelas. Sebagai pihak mereka adalah korban, kemudian
yang dinilai memiliki otoritas atas mereka akan berespon dengan
jalannya suatu kegiatan belajar, guru melakukan tindakan bullying. Adanya
dituntut untuk dapat menciptakan iklim dorongan dari pelaku bullying untuk
kelas yang sejuk dan yang melakukan tindakan-tindakan yang
memungkinkan interaksi yang sehat merugikan mengakibatkan korban ikut
antar komponen kelas yang ditandai berperan menjadi pelaku selanjutnya
dengan penghargaan dan kesadaran sehingga yang terjadi selanjutnya adalah
akan perbedaan tiap-tiap individu siswa siklus kekerasan. Bagan ditunjukkan
yang di kelas. pada Gambar 1.

Pelaku Korban

Pemicu

Solusi

Gambar 1. Siklus Kekerasan


Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Demikian pula teman yang SIMPULAN DAN SARAN


menjadi penonton dari kejadian bullying Bullying merupakan suatu
dapat menjadi pihak yang dapat terlibat bentuk penindasan yang terjdi di
secara aktif atau mendukung sekolah serta merupakan bentuk
penindasan atau setidaknya tidak arogansi yang terekspresikan melalui
melakukan apapun untuk tindakan. Siswa-siswa yang menjadi
menghentikannya. Para penonton pelaku bullying memiliki superoritas
memiliki lebih banyak alasan-alasan dan berdalih bahwa dengan superioritas
untuk tidak ikut campur. Keadaan ini yang mereka miliki adalah sah-sah saja
justru dapat semakin memperparah untuk melukai orang lain yang dianggap
frekuensi dan bentuk bullying yang rendah, hina sehingga mereka merasa
terjadi dan para penonton akan berada lebih unggul.
di sisi sang pelaku dan mengasumsikan Pengetahuan dan pemahaman
peran pelaku pada diri mereka, pihak sekolah mengenai bullying masih
sebagaimana salah satu pernyataan dari relatif terbatas, terutama mengenai
subyek berikut: bentuk-bentuk bullying.
“……saya kemarin dipaksa oleh teman Program penanganan preventif
saya untuk berkelahi di sekolah, kalau secara terpadu merupakan langkah yang
tidak mau disuruh saya dipukul / dicubit efektif dilakukan untuk mengatasi
teman saya…” bullying. Guru memegang peran yang
Bullying adalah sebuah isu yang sangat penting untuk memberikan
tidak semestinya dipandang sebelah kesadaran tentang bullying dan
mata dan diremehkan, bahkan disangkal mengembangkan suatu kebijakan yang
keberadaannya. Siswa-siswa yang tegas dan konsisten terhadap perilaku
menjadi korban dari bullying akan ini serta meningkatkan ketrampilan dan
menghabiskan banyak waktu untuk dukungan baik terhadap pelaku maupun
memikirkan berbagai cara untuk korban bullying sehingga akan tercapai
menghindari gangguan dan di sekolah lingkungan yang aman bagi para siswa.
sehingga mereka hanya memiliki sedikit Berdasarkan kesimpulan di atas,
energi untuk belajar. Pelaku bullying dapat direkomendasikan beberapa saran
juga akan mengalami kesulitan dalam sebagai berikut:
melakukan relasi sosial dan apabila 1. Bagi Sekolah
perilaku ini terjadi hingga mereka a. Meningkatkan pemahaman
dewasa tentu saja akan menimbulkan mengenai bullying, sehingga
dampak yang lebih luas. Siswa-siswa dapat mencegah perilaku
yang menjadi penonton juga berpotensi tersebut terjadi pada siswa
untuk menjadi pelaku bullying. didik.
Pemutusan rantai kekerasan b. Mengumpulkan informasi
membutuhkan kerja sama dari berbagai mengenai bullying di sekolah
elemen pendidikan, yang meliputi guru, secara langsung dari para siswa.
siswa, keluarga, sehingga bullying tidak c. Keterlibatan guru Bimbingan
disikapi sebagai suatu tindakan wajar Konseling (BK) sangat penting
dan merupakan olok-olok biasa dan untuk memperoleh informasi
bukan penyiksaan dengan dalih sebagai yang akurat mengenai bullying
bagian dari proses tumbuh dewasa anak sehingga dapat ditindaklanjuti
dan bukannya agresi yang menimbulkan dengan tepat. Hal ini bertujuan
korban. untuk memutus rantai
kekerasan.
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

d. Menetapkan aturan-aturan yang h. Guru mengajarkan toleransi dan


jelas mengenai bullying di kesadaran akan keberagaman
ruang kelas dan di lingkungan serta mencontohkan perilaku
sekolah secara menyeluruh. yang positif, menghargai, dan
e. Siswa perlu mengetahui dan mendukung kepada para siswa.
menegakkan aturan-aturan i. Menyediakan pengawasan yang
tersebut. Bersamaan dengan dilakukan oleh orang dewasa
aturan tersebut, sekolah perlu secara memadai, khususnya
menciptakan norma-norma dalam wilayah-wilayah yang
sosial yang kuat untuk kurang terstruktur, seperti
menentang bullying melalui lapangan bermain, kantin atau
program-program untuk koperasi sekolah.
mencegah, mengidentifikasi, j. Secara berkala mengadakan
dan memerangi bullying. pertemuan dengan para
f. Melatih semua orang dewasa di orangtua murid mengenai isu-
sekolah untuk menanggapi isu kekerasan yang ada di
bullying secara peka dan sekolah dan bersama-sama
konsisten. dengan orangtua meningkatkan
g. Siswa-siswa yang menjadi perhatian terhadap hal itu.
korban ingin mengetahui bahwa 2. Bagi Orang tua
mereka didukung dan Orang tua dapat mencontohkan
dilindungi dan bahwa guru perilaku yang positif, seperti
sebagai orang dewasa akan menghargai, mendukung, mengajari
bertanggung jawab demi cara berteman kepada anak-anak
keamanan para siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Assegaf, Abd. Rahman. 2004. Kekerasan : Tipologi


Pendidikan Tanpa Kondisi, Kasus
dan Konsep. Yogya: Davidoff, Linda L. 1991. Psikologi
Penerbit Tiara Wacana. Suatu Pengantar. Edisi
Bee, Helen. 1994. Lifespan Kedua. Jakarta:
Development. USA: HarperCollins Penerbit
College Publishers. ErlanggaLachenmeyer,
Cartledge, Gwendolyn., Milburn, Juliana Rasic., Gibbs,
JoAnne Fellows. 1995. Margaret S. 1982.
Teaching Social Skills to Psychopathology in
Children and Youth: Childhood. New York:
Innovative Approach. 3rd Gardner Press, Inc.
Edition. Massachusetts: Quay, Herbert C., Werry, John S., 1972.
Allyn and Bacon. Psychopathological
Coloroso, Barbara. 2006. Penindas, Disorders of Childhood.
Tertindas, dan Penonton. Canada: John Wiley & Sons,
Resep Memutus Rantai Inc.
Kekerasan Anak dari
Prasekolah Hingga SMU.
Jakarta: Serambi.
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Pearce, John B., Thompson, Anne F. Philadelphia: Jessica Kingsley


1998. Practical Approaches Publishers.
To Reduce The Impact of Staub, Ervin. 1978. Positive Social
Bullying. Arch Dis Child. Behavior and Morality. Vol.1.
Number 79., Page 528-531. London: Academic Press, Inc.
December.
Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A.,
Greene, Beverly. 2005.
Psikologi Abnormal. Edisi
Kelima. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Milsom, Amy., Gallo, Laura L. 2006.
Bullying in Middle Schools:
Prevention and Intervention.
National Middle School
Association (NMSA). Vol. 37.
Number 3, Page 12-19,
January.
Schaefer, Charles E., Gitlin, Karen.,
Sandgrund, Alice. 1991. Play
Diagnosis and Assessment.
Canada: John Wiley & Sons,
Inc.
Sears, David O., Freedman, Jonathan L,
Peplau, L. Anne. Psikologi
Sosial. Jilid Dua. Edisi
Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Santrock, John W. 2005. Life-Span
Development: Perkembangan
Masa Hidup. Edisi Kelima.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Riauskina, Intan Indira., Djuwita, Ratna.,
Soesetio, Sri Rochani. 2005.
”Gencet-Gencetan” Di Mata
Siswa/Siswi Kelas I SMA :
Naskah Kognitif Tentang Arti
Skenario, dan Dampak
”Gencet-Gencetan”. Jurnal
Psikologi Sosial. Volume. 12.
Nomor.01, September.
Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Roychansyah, Muhammad Sani. 2006.
Sedikit Mengupas ’Ijime’.
Slade, Peter. Child Play: Its Importance
for Human Development.
2001. London and
Jurnal Psikologi Undip, Vol. 5, No. 2, Desember 2009.

Вам также может понравиться