Вы находитесь на странице: 1из 31

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SERAI (Cymbopogon citratus L.

)
TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID SERUM TIKUS PUTIH MODEL
HIPERLIPIDEMIA

Oleh:
Duhita Jihan Rahma Perdhani
G1A014045

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2016
LEMBAR PENGESAHAN
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SERAI (Cymbopogon citratus L.)
TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID SERUM TIKUS PUTIH MODEL
HIPERLIPIDEMIA

Oleh:
Duhita Jihan Rahma Perdhani
G1A014045

Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian


pada Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Disetujui dan Disahkan


Pada tanggal ………………………

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. dr. Nendyah Roestijawati, M.K.K ……………………………..


NIP. 19701110 200801 2 026 NIP. ……………………….

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Jurusan Kedokteran

dr. Fitranto Arjadi, M.Kes. Dr. dr. Eman Sutrisna, M.Kes.


NIP. 19711122 200012 1 001 NIP. 19750227 200212 1 003
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI …………………………………………………………………... iii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... iv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. v

I. PENDAHULUAN ………………………………………………………... 1

A. Latar Belakang ………………………………………………………… 1


B. Perumusan Masalah …………………………………………………… 2
C. Tujuan & Manfaat …………………………………………………….. 2
D. Keaslian Penelitian ……………………………………………………. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 5

A. Serai (Cymbopogon citratus, L.) ……………………………………… 5


B. Hiperlipidemia ………………………………………………………… 8
C. Mekanisme Pembentukan Stres Oksidatif pada Hiperlipidemia ……... 9
D. Malondialdehid Sebagai Biomarker Stres Oksidatif …………………. 10
E. Kerangka Teori Penelitian ……………………………………………. 11
F. Kerangka Konsep Penelitian …………………………………………. 12
G. Hipotesis ……………………………………………………………… 12
III. METODE PENELITIAN ………………………………………………... 13

IV. DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 24

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian Penelitian ……………………………………………….. 4

Tabel 2. Variabel yang Diukur …………………………………………….. 17

Tabel 3. Jadwal Penelitian …………………………………………………. 23

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Tanaman Serai …………………………………….. 7

Gambar 2. Hubungan antara Hiperlipidemia dan Stres Oksidatif ………... 10

Gambar 3. Reaksi Antara 2 Molekul TBA dan MDA ……………………. 11

v
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi seperti sekarang, terjadi kecenderungan pergeseran

pola makan serta kebiasaan masyarakat. Perubahan ini akan membawa dampak

meningkatnya resiko untuk mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi yang

dapat menyebabkan timbulnya gangguan metabolisme lemak dalam darah yang

berdampak terhadap meningkatnya keadaan hiperlipidemia, hiperkolesterolemia,

penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan lain-lain sehingga menyebabkan

meningkatnya angka mortalitas (Rosalina, 2009).

Terjadinya peningkatan kadar kolesterol berperan dalam produksi radikal

bebas yang dipercepat oleh reaksi stres oksidatif. Reaksi Stres Oksidatif (ROS)

dapat menyebabkan kerusakan makromolekul biologi yang meliputi low density

lipoprotein teroksidasi (oxidized-LDL), trigliserida, disfungsi endotelial dan

peningkatan respon inflamasi yang berawal dari teroksidasinya asam lemak tak

jenuh pada lapisan lipid membran sel. Reaksi ini mengawali terjadinya oksidasi

lipid berantai yang menyebabkan kerusakan membran sel. Stres oksidatif dapat

berkorelasi dengan banyak penyakit degeneratif (Maiolino et al., 2013). Salah

satu indikator yang dipakai untuk menentukan stres oksidatif pada manusia

adalah kadar malondialdehid (MDA) yang merupakan hasil peroksidasi lipid di

dalam tubuh akibat radikal bebas (Winarsi, 2007).

1
2

Perlindungan dari stres oksidatif dapat didapatkan dari antioksidan.

Banyak penelitian telah melaporkan bahwa tanaman yang mengandung senyawa

fenolik dan polifenol dapat bertindak sebagai antioksidan (Fidrianny et al.,

2015). Selain itu, menurut Lecumberri (2007), antioksidan dapat meningkatkan

fungsi endotel dan menurunkan kadar marker oksidasi lipid seperti

malondialdehid (MDA).

Salah satu bahan alam yang memiliki kandungan antioksidan yang cukup

tinggi adalah serai. Di Indonesia, serai sering digunakan sebagai bumbu masak,

namun penggunaannya sebagai bahan obat masih belum diketahui masyarakat

secara luas. Serai (Cymbopogon citratus, L.) mengandung zat aktif seperti

flavonoid quercetin yang merupakan antioksidan kuat. Selain itu, quercetin juga

telah terbukti memiliki efek hipoglikemi dan hipolipidemi (Shah et al., 2011).

Hal ini berarti serai diduga dapat memiliki efek penurunan kadar malondialdehid

serum yang merupakan biomarker penanda stres oksidatif karena peningkatan

kadar kolesterol. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah serai dapat

menurunkan kadar malondialdehid serum pada tikus putih model hiperlipidemia.

B. Perumusan Masalah

Apakah ekstrak daun serai (Cymbopogon citratus, L) dapat menurunkan

kadar malondialdehid serum tikus putih model hiperlipidemia?

C. Tujuan & Manfaat

1.3.1. Tujuan penelitian


3

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah disimpulkan di atas,

maka tujuan dari penelitian ini adalah:

A. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji

rambutan, ekstrak daun serai, dan ekstrak kombinasi keduanya

terhadap penurunan kadar gula darah tikus putih model

diabetes.

B. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui kadar gula darah tikus putih model

diabetes yang diberikan ekstrak daun serai (Cymbopogon

citratus, L).

2. Untuk mengetahui kadar gula darah tikus putih model

diabetes yang diberikan ekstrak biji rambutan (Nephelium

lappaceum, L).

3. Untuk mengetahui kadar gula darah tikus putih model

diabetes yang diberikan ekstrak kombinasi biji rambutan

dan daun serai.

1.3.2. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua

aspek, diantaranya:

A. Manfaat bagi akademisi yaitu dapat memberikan inovasi dan

alternatif pengobatan diabetes mellitus yang murah dan aman.


4

B. Manfaat bagi rumah sakit adalah dapat dijadikan pengobatan

bagi penderita diabetes mellitus.

C. Manfaat bagi masyarakat yaitu dapat dijadikan alternatif

pemanfaatan limbah daun serai.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai efek pemberian kombinasi ekstrak biji rambutan

dan daun serai terhadap kadar gula darah tikus putih model diabetes mellitus

belum pernah dijumpai. Beberapa penelitian terkait topik yang akan dibahas

adalah:

Tabel 1. Keaslian Penelitian

No Judul Penelitian Keterangan


1 Efek Bubuk Tempe Desminarti, S., Rimbawan, Anwar, F.,
Instan Terhadap dan Winarto, A.
Kadar Malondialdehid Jurnal: Jurnal Kedokteran Hewan 2012,
(MDA) Serum Tikus 6(2): 72-74
Model Hiperglikemik Subyek: 25 ekor tikus putih jantan
Sprague Dawley
2 Pengaruh Pemberian Nuhanna, E. F.
Ekstrak Daun Salam Jurnal: - (thesis)
(Syzygium Subyek: 25 ekor tikus putih
polyanthum) Sebagai
Antioksidan Terhadap
Kadar Malondialdehid
(MDA) Tikus Putih
(Rattus Norvegicus)
Yang Dipapar Asap
Rokok
5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Serai (Cymbopogon citratus, L.)

1. Taksonomi

Serai merupakan tumbuhan yang termasuk dalam keluarga rumput-

rumputan (Graminaceae) dan biasa dikenal dengan nama latin Cymbopogon

citratus. Tumbuhan ini banyak ditemukan di negara dengan iklim tropis dan

subtropis. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa kandungan

yang ada pada serai dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit,

seperti diabetes (Bharti et al., 2013). Salah satu komponen yang ada pada

serai adalah flavonoid yang berjenis quercetin, kaempferol dan apiginin

(Shah et al., 2011).

Kedudukan taksonomi tanaman serai menurut Santoso (2007) dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Trachebionta

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Graminae/Poaceae

Genus : Cymbopogon

Species : Cymbopogon citratus L. Rendle.

6
7

2. Morfologi Tanaman Serai

Tanaman serai tumbuh berumpun, yang merupakan gabungan dari

beberapa bonggol (puluhan bonggol), dalam bonggol terdisi dari beberap

tunas (2-6 tunas). Setiap rumpun menghasilkan batang yang tegak. Daun

berbentuk memanjang, tirus, dengan ukuran panjang 1 meter, lebar 1-2 cm,

berwarna hijau muda, hingga hijau kebiru biruan, bila diremas, tercium

aroma tajam khas serai (Balittra, 2014).

Serai sangat jarang memiliki bunga, namun bila ada bunga berukuran

kecil, tidak memiliki mahkota, dan mengandung bulir. Batang tanaman

sereh bergerombol dan berumbi, serta lunak dan berongga. Batang ini

berwarna hijau dan merah keunguan. Isi batangnya merupakan pelepah umbi

untuk pucuk dan berwarna putih kekuningan. Selain itu, batang tanaman

sereh juga bersifat kaku dan mudah patah. Batang tanaman ini tumbuh tegak

lurus di atas tanah. Tanaman sereh memiliki akar yang besar. Akarnya

merupakan jenis akar serabut yang berimpang pendek (Ong, 2008).

Morfologi tanaman serai dapat dilihat pada Gambar 1.


8

Gambar 1. Morfologi Tanaman Serai (Lwin, 2015)

3. Kandungan Daun Serai

Penelitian membuktian bahwa kandungan flavonoid dalam serai

memberikan efek hipoglikemik pada berbagai model eksperimen dan

treatmen melalui kemampuan mereka untuk mengurangi absorpsi glukosa

atau meningkatkan toleransi glukosa (Brahmachari, 2011). Studi lain

menyatakan bahwa quercetin, salah satu jenis flavonoid yang ada pada serai,

memiliki kemampuan untuk menaikkan jumlah pulau-pulau kecil pada

pancreas sehingga meningkatkan jumlah insulin yang diproduksi dan

menginduksi enzim hepatic glucokinase. Selain itu, efek penurunan glukosa

darah dan kolesterol plasma ini dapat dikontribusikan kepada kemampuan

quercetin untuk meregenerasi sel β pankreas dan meningkatkan pengeluaran

insulin (Vessal et al., 2003).

Studi epidemiologi telah membuktikan bahwa mengonsumsi

makanan kaya flavonoid dapat menurunkan kejadian penyakit yang


9

diasosiasikan dengan penuaan seperti kanker, penyakit kardiovaskular,

diabetes dan osteoporosis. Studi secara in vitro dan pada hewan juga

mendukung efek menguntungkan flavonoid pada homeostasis glukosa.

Flavonoid digambarkan dapat meregulasi pencernaan karbohidrat, sekresi

insulin, dan pengambilan glukosa pada jaringan yang sensitif dengan insulin

melalui berbagai jalur sinyal intraselular (Babu et al., 2013).

B. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kadar

lipid (kolesterol, trigliserid, dan lemak) di dalam darah. Hiperlipidemia

didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi kolesterol puasa total dengan atau

tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah (Nelson, 2013; Moneta, 2014).

Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid diangkut dalam aliran darah dalam

bentuk lipoprotein. Kadar kolesterol LDL yang tinggi berpengaruh pada

kurangnya kadar kolesterol HDL dan berhubungan dengan perkembangan

penyakit jantung koroner (PJK). Atherosklerosis diduga timbul dari retensi LDL

plasma pada lapisan sel endotel ke dalam matriks ekstraselular. Setelah mencapai

dinding arteri, LDL dimodifikasi secara kimia melalui oksidasi dan glikasi

nonenzimatik. Sedikit LDL akan teroksidasi kemudian menarik monosit ke

dinding arteri. Monosit ini kemudian akan berubah menjadi makrofag yang

mempercepat oksidasi LDL (Scordo, 2014).

C. Mekanisme Pembentukan Stres Oksidatif pada Hiperlipidemia

Dislipidemia akan menyebabkan peningkatan dan aktivasi terhadap ensim

NADH/NAD(P)H oxidase, sehingga terjadi peningkatan produksi anion


10

superoxide, yang merupakan salah satu radikal bebas penyebab stres oksidatif.

Stres oksidatif dapat menimbulkan gangguan fungsi endotel, sehingga terjadi

peningkatan molekul adesi seperti VCAM-1 yang akan mengawali proses

aterosklerosis (Sumardika & Jawi, 2012).

Reaksi peroksidasi lipid diawali dengan pemisahan sebuah atom hidrogen

oleh radikal bebas dari suatu grup metilena (-CH2-) PUFA. Radikal tersebut

menghasilkan pembentukan suatu radikal karbon (-•CH-) pada PUFA. Radikal

karbon ini dapat distabilkan melalui suatu pengaturan ulang ikatan rangkap yang

menghasilkan pembentukan diena terkonjugasi. Bila diena terkonjugasi bereaksi

dengan O2 akan terbentuk radikal peroksida lipid (ROO•). Selanjutnya radikal

peroksi lipid dapat juga menghilangkan sebuah atom hidrogen dari molekul lipid

lainnya yang berdekatan untuk membentuk hidroperoksida lipid dan juga

membentuk radikal karbon lainnya. Jika radikal karbon lain tersebut bereaksi lagi

dengan oksigen maka reaksi peroksidasi lipid akan terus berlanjut. Pembentukan

endoperoksida lipid pada PUFA yang mengandung sedikitnya tiga ikatan

rangkap akan mendorong pembentukan malondialdehida (MDA) sebagai produk

dari reaksi peroksidasi tersebut (Rodwell et al., 2015, Nelson & Cox, 2012).

Hubungan antara hiperlipidemia dan pembentukan stres oksidatif dapat dilihat

pada Gambar 2.
11

Gambar 2. Hubungan antara Hiperlipidemia dan Stres Oksidatif


(Widowati, 2008)

D. Malondialdehid Sebagai Biomarker Stres Oksidatif

Radikal bebas diketahui dapat menghasilkan oksidasi lipid yang kadarnya

dapat diketahui sejak awal dan mudah dilakukan. Malondialdehid sebagai salah

satu penanda peroksidasi lipid telah diakui sebagai salah satu biomarker stres

oksidatif yang reliabel (Dalle-Donne et al., 2006). Sehingga, peningkatan kadar

MDA diartikan sebagai peningkatan aktivitas peroksidase lipid.

Malondialdehid dapat diukur dengan berbagai metode, salah satunya

adalah dengan menggunakan metode Thiobarbituric Acid Reactive Sustance

(TBARS). Metode ini digunakan untuk menilai stres oksidatif berdasarkan reaksi

kondensasi antara 1 molekul MDA dan 2 molekul TBA pada kondisi asam dan

diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm

(Grotto et al., 2009). Reaksi antara 2 molekul TBA dan MDA dapat dilihat pada

Gambar 3.
12

Gambar 3. Reaksi Antara 2 Molekul TBA dan MDA (Ligor et al.,


2011)

E. Kerangka Teori Penelitian

Hiperlipidemia Serai

Peningkatan Kadar Kolesterol Flavonoid Quertein

Antioksidan Tinggi

Peningkatan aktivasi ROS

Peroksidasi lipid

Kadar MDA

Keterangan:

: menimbulkan/berpengaruh pada

: menghambat
13

F. Kerangka Konsep Penelitian

Kelompok 1: kontrol negatif

Kelompok 2: kontrol positif

Kelompok 3: kadar 200mg/kgBB


Kadar MDA serum
Kelompok 4: kadar 250mg/kgBB

Kelompok 5: kadar 300mg/kgBB

Kelompok 6: kadar 350mg/kgBB

G. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya penurunan kadar

malondialdehid serum pada tikus putih model hiperlipidemia setelah diberikan

ekstrak daun serai (Cymbopogon citratus, L).


III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode post

test only with control group design terhadap hewan coba tikus putih yang dibagi

dalam 6 kelompok yang terdiri atas 1 kelompok sebagai kontol negatif yang tidak

diberi perlakuan apapun, 1 kelompok sebagai.kontrol positif yang diberi pakan

tinggi lemak, dan 4 kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun serai dengan

dosis masing-masing 200, 250, 300, dan 350 mg/kgBB.

B. Rancangan Percobaan dan Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian completely randomized

design. Hewan coba menjalani aklimatisasi selama 7 hari sebelum menjalani

penelitian. Masing-masing 6 kelompok perlakuan diinduksi pakan tinggi lemak

secara peroral yang terbuat dari lemak sapi, lemak kambing, dan kuning telur

hingga timbul hiperlipidemia. Pemeriksaan hiperlipidemia dilakukan dengan

metode CHOD-PAP dan dinyatakan berhasil bila kadar serum kolesterol total >

200 mg/dL.

Setelah setiap kelompok perlakuan mengalami hiperlipidemia, hewan

coba dibagi menjadi 6 kelompok kemudian masing-masing kelompok diberi

tanda pada kandangnya. Selanjutnya, setiap kelompok perlakuan diberi intervensi

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Kelompok A: Hewan coba tidak diberi pakan tinggi lemak dan hanya

diberikan aquadest selama 28 hari sebagai kontrol negatif.

14
15

b. Kelompok B: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak tanpa diberi ekstrak

daun serai selama 28 hari sebagai kontrol positif.

c. Kelompok C: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian diberikan

ekstrak daun serai dengan dosis 200 mg/kgBB perhari dengan

sonde lambung selama 28 hari.

d. Kelompok D: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian diberikan

ekstrak daun serai dengan dosis 250 mg/kgBB perhari dengan

sonde lambung selama 28 hari.

e. Kelompok E: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian diberikan

ekstrak daun serai dengan dosis 300 mg/kgBB perhari dengan

sonde lambung selama 28 hari.

f. Kelompok F: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian diberikan

ekstrak daun serai dengan dosis 350 mg/kgBB perhari dengan

sonde lambung selama 28 hari.

C. Materi dan Bahan

1. Hewan coba

Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih (Rattus

norvegicus) galur Wistar berjumlah 30 ekor. Usia tikus 2-3 bulan dengan

berat badan 190-210 gram dalam keadaan normal dan sehat. Hewan coba

diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Padjajaran Bandung.

Dilakukan aklimatisasi pada hewan coba selama 7 hari dengan

ditempatkan pada kandang dengan bahan, bentuk, dan ukuran yang sama.
16

Hewan coba mendapat makanan dan minuman dengan jenis, jumlah, dan

komposisi yang sama secara ad libitum.

Jumlah hewan coba yang dibutuhkan pada setiap kelompok

disesuaikan dengan banyaknya perlakuan yang diberikan, dan dihitung

berdasarkan rumus Fereder seperti dibawah ini:

(t-1) (n-1) ≥ 15

Keterangan:

t : jumlah perlakuan

r : jumlah pengulangan

Jadi jumlah hewan coba yang digunakan pada tiap kelompok adalah:

(t-1) (r-1) ≥ 15

(6-1) (r-1) ≥ 15

5r – 5 ≥ 15

5r ≥ 20

r ≥4

Perhitungan menggunakan nilai t = 6 (terdapat 6 kelompok perlakuan)

adalah r ≥ 4 sehingga setiap kelompok perlakuan memerlukan minimal 4

hewan coba. Kemudian untuk mengantisipasi adanya drop out sampel, maka

ditambahkan 20% pada tiap kelompok perlakuan, sehingga didapatkan 5 ekor

hewan coba untuk setiap kelompok perlakuan. Total hewan coba yang

dipakai pada penelitian ini adalah 30 ekor tikus.

2. Alat dan Bahan

a. Alat
17

1) Neraca analitik

2) Kandang tikus ukuran 48 x 30 x 13 cm

3) Gelas ukur

4) Alat sonde lambung

5) Sarung tangan

6) Mortar

7) Oven

8) Batang pengaduk

9) Vacuum evaporator

10) Beaker glass 500 mL

11) Spatula

12) Corong

13) Kertas saring

14) Spektrofotometer

15) Spuit 3cc

16) Kapas

17) Mikropipet

18) Penangas air

19) Es batu

20) Ice box

21) Vorteks

22) Tabung eppendorf tanpa EDTA


18

b. Bahan

1) Daun serai

Tanaman daun serai (Cymbopogon citratus) diperoleh dari Dusun

Munggangsari, Desa Karangsalam, Kecamatan Baturaden, Kabupaten

Banyumas.

2) Hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar.

3) Pakan tinggi lemak yang terdiri atas lemak sapi, lemak kambing, dan

kuning telur bebek.

4) Aquadest

5) Etanol 95%

6) Pelet HI-GRO Mediated 551® yang digunakan sebagai pakan tikus.

7) Air minum tikus

8) Reagen thiobarbituric acid

9) Reagen trichloroacetic acid

D. Variabel yang diukur

Tabel 2. Variabel yang Diukur

Variabel Nilai Skala yang Diukur


Bebas Kadar Ekstrak -
Dosis 200 Kategorik ordinal
mg/kgBB
- Dosis 250
mg/kgBB
- Dosis 300
mg/kgBB
- Dosis 350
mg/kgBB
Dependen Kadar MDA g/dL Numerik rasio
serum
19

E. Cara Mengukur Variabel

Pengukuran variabel dilakukan dengan metode TBARS (Thiobarbituric

Acid Reactive Substance) dengan prinsip reaksi kondensasi antara 1 molekul

MDA (Malondialdehyde) dan 2 molekul TBA (Thiobarbituric Acid) pada

kondisi asam dan diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 532 nm (Grotto et al., 2009).

F. Tata Urutan Kerja

1. Persiapan hewan coba

a. Tahap pengadaan

Hewan coba yang dipakai dalam penelitian ini diambil sesuai kriteria,

yaitu tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar berusia 2-3 bulan, berat

badan 190-210 gram, dalam keadaan normal dan sehat.

b. Tahap aklimatisasi

Aklimatisasi dilakukan selama 7 hari dengan penempatan hewan coba

didalam kandang berukuran 48 x 30 x 13 cm dan diberikan pakan berupa

pelet HI-GRO Mediated 551® serta air minum yang diberikan secara ad

libitum. Aklimatisasi dilakukan dengan tujuan agar hewan coba dapat

beradaptasi dengan lingkungan laboratorium.

c. Tahap pengelompokkan

Hewan coba dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan secara acak, dengan

masing-masing kelompok terdiri atas 5 ekor hewan coba. Masing-masing

tikus diberi inisial kemudian dimasukkan ke dalam kandang yang sudah

diberi tanda.
20

2. Pembuatan ekstrak

a. Tahap pengeringan

Dilakukan proses pemilihan daun serai, kemudian dijemur dibawah sinar

matahari selama 1 hari, dirajang, dan dilakukan pengeringan dengan oven

pada suhu 550C lalu dihaluskan dengan mortar.

b. Tahap ekstraksi dengan metode maserasi

Ekstraksi daun serai menggunakan pelarut etanol 95% secara maserasi.

Serbuk daun serai sebanyak 100 mg masing-masing ditambahkan ke

pelarut hingga tercapai kadar 250 mL. Maserasi dilakukan selama 24 jam

dengan pengadukan setiap 5 jam sekali.

c. Tahap menghilangkan pelarut

Setelah 24 jam, simplisia kemudian disaring menggunakan kertas saring,

dan dikeringkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50-

60oC dengan tujuan untuk menghilangkan pelarut.

3. Pemberian perlakuan

Pemberian perlakuan terhadap hewan coba dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Kelompok A: Hewan coba tidak diberi pakan tinggi lemak dan hanya

diberikan aquadest selama 28 hari sebagai kontrol

negatif.

b. Kelompok B: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak tanpa diberi

ekstrak daun serai selama 28 hari sebagai kontrol

positif.
21

c. Kelompok C: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian

diberikan ekstrak daun serai dengan dosis 200

mg/kgBB perhari dengan sonde lambung selama 28

hari.

d. Kelompok D: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian

diberikan ekstrak daun serai dengan dosis 250

mg/kgBB perhari dengan sonde lambung selama 28

hari.

e. Kelompok E: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian

diberikan ekstrak daun serai dengan dosis 300

mg/kgBB perhari dengan sonde lambung selama 28

hari.

f. Kelompok F: Hewan coba diberi pakan tinggi lemak, kemudian

diberikan ekstrak daun serai dengan dosis 350

mg/kgBB perhari dengan sonde lambung selama 28

hari.

4. Pengambilan darah

Pengambilan darah dilakukan dengan cara menjulurkan ekor tikus dan

diambil dengan spuit berukuran 3cc pada vena lateralis ekor. Selanjutnya

darah ditampung pada tabung eppendorf tanpa EDTA kemudian dimasukkan

ke dalam vortex dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10

menit. Supernatan yang terbentuk kemudian diambil dan selanjutnya

digunakan untuk pemeriksaan kadar MDA. Pemeriksaan dilakukan pada hari


22

yang sama dengan pengambilan sampel darah. Apabila pemeriksaan tidak

dapat segera dilakukan, maka sampel serum akan disimpan dalam freezer

dengan suhu -80 °C di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman. Pada suhu tersebut tidak akan terjadi

perubahan kadar MDA selama 6 bulan penyimpanan. Pemeriksaan kadar

MDA serum menggunakan metode TBARS dengan pemeriksaan

spektrofotometri berdasarkan perubahan warna merah muda akibat reaksi

pembentukan kompleks asam thiobarbiturat-MDA. Pemeriksaan

spektrofotometri dilakukan pada panjang gelombang 532 nm dengan

adsorbansi maksimal. Pemeriksaan kadar MDA serum dilakukan di

Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman.

5. Pengukuran variabel

Sebanyak 100 μL serum darah (supernatan) ditambahkan 2,45 mL

TCA (Trichloroacetic acid) dan 2,45 mL TBA. Selanjutnya sampel divorteks

dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 96oC selama 10 menit,

kemudian diangkat dan dinginkan pada wadah berisi es batu. Supernatan

yang berwarna merah muda kemudian dibaca absorbansinya pada panjang

gelombang 532 nm.

6. Pengolahan dan analisis data

G. Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat

lunak komputer. Data kadar MDA serum tikus putih dilakukan uji normalitas
23

Shapiro Wilk dan uji homogenitas menggunakan Levene’s test. Data terdistribusi

normal dan variansi homogen dapat dilakukan dengan uji One Way ANOVA dan

dilanjutkan dengan uji Post Hoc LSD untuk membandingkan kadar MDA serum.

Semua uji yang dilakukan memiliki tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05).

H. Waktu dan Tempat

1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan mulai dari bulan Oktober

2016-Februari 2017.

2. Tempat penelitian

a. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas

Jenderal Soedirman sebagai tempat determinasi tumbuhan.

b. Laboratorium Farmasi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas

Jenderal Soedirman sebagai tempat pembuatan ekstrak daun serai.

c. Laboratorium Hewan Coba Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas

Jenderal Soedirman sebagai tempat perlakuan hewan coba.

d. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman sebagai tempat pengukuran kadar MDA serum metode

TBARS.
24

I. Jadwal Penelitian

Tabel 3. Jadwal Penelitan

No Kegiatan Oktober November Desember Januari Februari


. 2016 2016 2016 2017 2017
1 Persiapan
Alat dan
Bahan
2 Pembuatan
Ekstrak

3 Penyondean
pada Tikus

4 Pengukuran
Kadar MDA

5 Penulisan
Laporan
Hasil
IV. DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra). 2014. Serai Wangi (Cymbopogon
Nardus L) Tanaman yang Cukup Adaptif Di Lahan Rawa. Kementrian
Pertanian Republik Indonesia, Banjarbaru.

Bharti, S. K., Kumar, A., Prakash, O., Krishnan, S., Gupta, A. K. 2013. Essential Oil
of Cymbopogon Citratus Against Diabetes: Validation by In vivo Experiments
and Computational Studies. Journal of Bioanal. Biomed. 5: 194-203.

Brahmachari, G. 2011. Bio-Flavonoids with Promising Anti-Diabetic Potentials: A


Critical Survey. Opportunity, Challenge and Scope of Natural Products in
Medicinal Chemistry. 1: 187-22.

Dalle-Donne, I., Rossi, R., Colombo, R., Giustarini, D., Milzani, A. 2006. Biomarker
of Oxidative Damage in Human Disease. Clinic Chemistry 52(4): 601-623.

Fidrianny, I., Fikayuniar, L., Insanu, M. 2015. Antioxidant Activities of Various Seed
Extracts From Four Varieties of Rambutan (Nephelium Lappaceum) Using
DPPH And ABTS Assays. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research 8(5): 215-219.

Grotto, D., Maria, L. S., Valentini, J., Paniz, C., Schmitt, G., Garcia, S. C., Pomblum,
V. J., Rocha, J. B. T., Farina, M. 2009. Importance of The Lipid Peroxidation
Biomarkers and Methodological Aspect of Malondialdehyde Quantification.
Quimica Nova 32(1): 169-174.

Lecumberri, E., Goya, L., Mateos, R., Alía, M., Ramos, S., Izquierdo-Pulido, M., &
Bravo, L. 2007. A Diet Rich In Dietary Fiber From Cocoa Improves Lipid
Profile and Reduces Malondialdehyde in Hypercholesterolemic Rats.
Nutrition 23(4), 332-341.

Ligor, M., Olszowy, P., Buszewski, B. 2011. Application of Medical and Analytical
Methods in Lyme Borreliosis Monitoring. Anal Bioanal Chem 402(7): 2233–
2248.

Lwin, K. M. 2015. Medicinal Plant List of Myanmar (Second Edition). Yangon:


FAME Pharmaceuticals Industry.

Maiolino, G., Rossitto, G., Caielli, P., Bisogni, V., Rossi, G. P., Calò, L. A. 2013.
The Role of Oxidized Low-Density Lipoproteins in Atherosclerosis: The
Myths and the Facts. Mediators of Inflammation. Vol. 2013.

25
26

Moneta, G. L. 2014. Hyperlipidemia. Chicago: Society for Vascular Surgery.

Nelson, D. L., dan M. M. Cox. 2012. Lehninger Principles of Biochemistry / Edition


6. Freeman, W. H. & Company, San Francisco, California.

Nelson, R. H. 2013. Hyperlipidemia as a Risk Factor for Cardiovascular Disease.


Prim Care 40(1): 195–211.

Ong, H. C. 2008. Rempah-ratus: Khasiat Makanan & Ubatan. Utusan Publications &
Distributors Sdn. Bhd, Kuala Lumpur.

Rodwell, V., Bender, D., Botham, K. M., Kennelly, P. J., Weil, P. A. 2015. Harpers
Illustrated Biochemistry 30th Edition. McGraw-Hill Education, New York.

Rosalina, R. 2009. Efek Rumput Laut Eucheuma sp. Terhadap Kadar Glukosa Darah
dan Jumlah Monosit Pada Tikus Wistar yang Diinduksi Aloksan. Disertasi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang.

Santoso, B. M. 2007. Sereh Wangi Bertanam dan Penyulingan Cetakan ke 10.


Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Shah, G., Shri, R., Panchal, V., Sharma, N., Singh, B., Mann, A. S. 2011. Scientific
Basis for the Therapeutic Use of Cymbopogon citratus, stapf (Lemon grass).
Journal of Advanced Pharmaceutical Technology and Research 2 (1): 3-8.

Sumardika, W. I., dan I. M. Jawi. 2012. Ekstrak Air Daun Ubijalar Memperbaiki
Profil Lipid dan Memperbaiki Kadar SOD Darah Tikus yang Diberi Makanan
Tinggi Kolesterol. MEDICINA. 43:67-71.

Vessal, M., Hemmati, M., Vasei, M.. 2003. Antidiabetic effects of quercetin in
streptozin-induced diabetic rats. Comparative Biochemistry and Physiology
Part C. 135: 357-364.

Widowati, W. 2008. Potensi Antioksidan sebagai Antidiabetes. JKM. 8: 1-11.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.

Вам также может понравиться