Вы находитесь на странице: 1из 4

Pengujian dilakukan pada batubara muda yang berasal dari PT Bukit Asam Sumatera

Selatan dengan kandungan moisture yang tinggi serta nilai kalori yang rendah. Untuk
meningkatkan nilai kalori batubara peringkat rendah, maka dilakukan proses Upgrading Brown
Coal (UBC) atau dengan teknologi slurry dewatering. Teknologi ini dilakukan dengan melakukan
penambahan minyak jelantah (minyak goreng bekas) sebagai coating agent, yang dimaksudkan
untuk membantu proses pengurangan kadar air dalam batubara. Penambahan minyak jelantah
dalam batubara muda dapat mengurangi kadar air karena munvul sifat water repellent
characteristic pada batubara karena zat aditif minyak jelantah masuk ke dalam pori-pori batubara
dan menutup permukaan pori-pori sehingga air yang telah keluar tidak diiikat kembali.
Proses slurry dewatering pada penelitian ini dilakukan pada temperatur 100oC, 125oC,
150oC, 170oC, dan 200 oC selama 1 jam dengan menggunakan rasio berat antara batubara dan
pelarut yaitu 1:1, 1:2, 1:3, dan 2:1. Setiap tahapan proses memberikan respon berbeda di setiap
rasio batubara dan minyak jelantah. Pada tahap pengadukan, rasio 2:1 cukup sulit diaduk
dibandingkan rasio 1:1, 1:2, dan 1:3 dikarenakan komposisi batubara lebih banyak dibandingkan
minyak, sehingga pada awal pencampuran dilakukan pengadukan manual. Hal ini menyebabkan
proses pengadukan tidak homogen karena kecepatan pengadukan tidak konstan.
Pada tahap proses penyaringan, komposisi 2:1 pada suhu 100oC mengeluarkan minyak
sebanyak 12 ml (3-4 sendok) minyak yang disaring, ketika pencetakan briket cenderung rapuh
karena masih mengandung banyak minyak. Pada komposisi 2:1 suhu 150 dan 175 oC, minyak yang
dihasilkan hanya sedikit, dan ketika pencetakan briket yang dihasilkan cenderung kokoh. Berbeda
dengan komposisi 1:2 dan 1:3, dikarenakan rasio minyak lebih banyak, sehingga minyak hasil
penyaringan pun cenderung lebih banyak. Hal ini menyebabkan lebih banyak minyak yang
terserap di pori-pori batubara karena jumlah minyak yang lebih banyak. Keberadaan minyak dapat
membantu proses penguapan air sehingga lebih banyak air yang dapat teruapkan dari dalam
batubara.
0.99 0.981
0.976
0.98
0.97
0.956

% Moisture
0.96
0.95 0.94
0.94 0.931
0.93
0.92
0.91
0.9
100 125 150 175 200
Suhu (oC)

Gambar 1. Hubungan antara suhu (oC) dengan penurunan kadar air pada perbandingan
batubara dan minyak jelantah sebesar 1:1.
Pada rasio komposisi 1:1, terjadi penurunan suhu seiring dengan peningkatan suhu
pemanasan. Pada suhu 175 oC, terjadi penurunan kadar air hingga 0,931%. Penurunan kadar air ini
tidak sebesar saat komposisi 1:3 karena jumlah batubara dan minyak jelantah sama. Komposisi
yang seimbang ini menyebabkan penurunan kadar air tidak sebesar saat komposisi 1:3.

0.99 0.98
0.98 0.972
0.97
0.96
% Moisture

0.944
0.95
0.94 0.93
0.926
0.93
0.92
0.91
0.9
0.89
100 125 150 175 200
Suhu (oC)

Gambar 2. Hubungan antara suhu (oC) dengan penurunan kadar air pada perbandingan
batubara dan minyak jelantah sebesar 1:2.
Sama seperti gambar 1 terjadi penurunan kadar air seiring dengan peningkatan suhu
pemanasan. Suhu optimum pemanasan terjadi saat suhu 175oC dengan penurunan kadar air sebesar
0,926%. Penurunan kadar air pada komposisi 1:2 lebih besar dibandingkan saat rasio 1:1, namun
lebih kecil dibandingkan 1:3 karena rasio minyak pada komposisi itu jauh lebih banyak.
1
0.98
0.98 0.963
0.96

% Moisture
0.934
0.94
0.92 0.91
0.904
0.9
0.88
0.86
100 125 150 175 200
Suhu (oC)

Gambar 3. Hubungan antara suhu (oC) dengan penurunan kadar air pada perbandingan
batubara dan minyak jelantah sebesar 1:3.
Berdasarkan gambar 3, terjadi penurunan kadar air seiring dengan peningkatan suhu
pemanasan. Suhu optimum pemanasan terjadi saat suhu 175 oC dengan penurunan kadar air
sebesar 0,904%. Pada rasio ini dihasilkan penurunan kadar air yang optimum dikarenakan
komposisi minyak yang lebih banyak dibandingkan batubaranya. Batubara dapat menyerap
minyak dengan baik sehingga air yang telah menguap tidak kembali lagi masuk ke pori-pori. Selain
itu pada suhu 175 oC air menguap dan terdorong keluar akibat perlakuan panas selama proses.
Ketika pemanasan mencapai suhu 200 oC terjadi kenaikan kadar air.

0.99 0.981
0.98 0.971
0.97
% Moisture

0.96
0.943 0.945
0.95
0.935
0.94
0.93
0.92
0.91
1 2 3 4 5
Suhu (oC)

Gambar 4. Hubungan antara suhu (oC) dengan penurunan kadar air pada perbandingan
batubara dan minyak jelantah sebesar 2:1.
Pada gambar 4 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar air pada suhu 125 oC sebesar
0,943%. Penurunan kadar air pada rasio 2:1 di suhu 125 oC jauh lebih besar dibandingkan
perbandingan komposisi yang lainnya. Hal ini disebabkan karena pada percobaan 2:1 saat proses
pengadukan, suhu di magnetic stirrer tidak konstan dan menyebabkan terjadinya gelembung-
gelembung udara di minyak yang menandakan minyak telah mencapai titik didihnya. Maka dari
itu, pada komposisi 2:1 untuk selanjutnya pada suhu 150 oC terjadi anomali dimana kadar air briket
meningkat menjadi 0,971%. Telah dilakukan 2 kali percobaan, namun hasil yang terbaik
menampilkan data seperti ini. Sehingga dapat disimpulkan pada komposisi 2:1, karena suhu yang
tidak konstan pada alat menyebabkan susunan molekul tidak mampu untuk mengabsorpsi minyak
secara maksimal. Proses upgrading batubara menjadi terganggu sehingga penurunan kadar air
pada briket tidak maksimal.
Pada suhu 200oC, kadar air briket lebih tinggi dibanding 175oC. Hal ini disebabkan pada
suhu 200oC terjadi dekomposisi minyak sehingga menyebabkan absorpsi minyak jelantah ke
dalam pori-pori batubara kurang optimal. Hal ini menyebabkan ketika suhu 200oC pada seluruh
komposisi mengalami kenaikan kadar air. Penurunan kadar air tidak terlalu signifikan dikarenakan
metode pemisahan pelarut kurang tepat dengan menggunakan ovel. Hal ini
Telah dilakukan proses upgrading untuk komposisi batubara dan minyak sebesar 1:4.
Proses upgrading ini tidak dapat terjadi secara maksimal dikarenakan terlalu banyaknya minyak
sehingga pori-pori batubara tidak dapat mengabsorpsi minyak lagi.

Вам также может понравиться