Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Generasi milenial dituntut untuk dapat melihat, mengerti dan perduli atas
berbagai macam permasalahan yang ada di sekililingnya. Belajar mendiskusikan
sebuah masalah dan mencari solusi dari permasalahan tersebut sudah semestinya
dilakukan oleh para generasi milenial yang merupakan penerus bangsa
dikemudian hari. Masalah adalah sebuah kata yang tidak asing. Masalah atau
problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang
dihadapkan pada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. Sebuah
persoalan atau masalah dapat bersumber dari dalam diri seseorang atau dari
lingkungannya.
Regulasi diri atau lebih di kenal dengan istilah self regulation yang
merupakan proses seseorang dalam berpikir, mengatur, dan bertindak sesuai
dengan tujuan yang telah di rencanakan. Sehingga, seseorang dapat
memberikan nilai pada keberhasilan atas pencapaian dan memberikan suatu
penghargaan pada diri sendiri yang telah mencapai target tersebut. Regulasi
diri yang baik akan membantu seseorang untuk menjalankan peran dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik, dan sebaliknya ketika seseorang belum
dapat meregulasikan diri dengan baik maka peran yang sedang di lakukan akan
mengganggu peran yang lainnya.
Istilah regulasi diri sering kali mengacu pada penggunaan suatu kontrol
diri oleh diri sendiri yang mengakibatkan perubahan pada seseorang dengan
melibatkan perasaan, berpikir atau perilaku dalam diri yang diperintahkan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Regulasi diri sering berkaitan dengan
proses belajar. regulasi diri dalam belajar merupakan pembangkitan diri dan
pemantauan diri dari pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tujuan.
Regulasi diri bagi seorang merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan
berbagai kegiatan. Pengendalian diri sejak dini sangat dibutuhkan oleh seseorang
agar memiliki kemampuan dalam mengatur dirinya sendiri serta mampu membuat
keputusan sendiri. Biasanya seseorang dengan pengendalian diri yang rendah
cenderung mudah marah atau frustasi ketika diganggu atau dicegah untuk
melakukan sesuatu yang mereka ingin lakukan. Sedangkan seseorang dengan
pengendalian diri yang tinggi dapat menahan dorongan untuk menunjukan emosi
negatif pada saat yang tidak tepat.
Hal yang berkaitan dengan regulasi diri adalah sikap. Setiap individu
memiliki sikap yang berbeda. Saat ini, sejalan dengan tingginya arus globalisasi
membuat sikap individu menjadi berubah. Perubahan ini terjadi karena banyak
faktor diantaranya mudahnya akses komunikasi dan teknologi. Sikap yang
dihasilkan akibat arus globalisasi ini kadang bersifat negatif dan kadang positif.
Sikap-sikap yang bersifat negatif sering ditemui di media massa maupun kejadian
yang dilihat langsung sehari-hari seperti sikap konsumtif, gaya hidup dan lainnya.
Sikap ini memiliki pengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melihat
kondisi, membuat keputusan dan menyelesaikan masalah. Seperti yang kita tau,
masalah tak terpisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita merasa punya
masalah ketika harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Dari sebuah masalah
kualitas seorang bisa terlihat. Kualitas ini dapat dilihat dari perbedaannya, tentang
kemampuan untuk mengatasi masalah dengan baik atau justru semakin terbenam
bersama masalah tersebut. Besar kecilnya masalah tak lepas dari kondisi pikiran.
Terkadang tanpa disadari sebuah masalah kecil bisa menjadi besar karena
pikiran mengkondisikan seperti itu. Sebenarnya masalah timbul karena dari dalam
dirinya sendiri. Mudah atau rumitnya sebuah masalah adalah hnaya sebuah
prasangka dari individu semata. Prasangka itu muncul akibat kurang seimbangnya
kenginan dan kenyataan yang harus dihadapi. Prasangka yang berlebihan ini akan
mengakibatkan terganggunya psikologis seseorang yakni berupa tekanan atau
depresi. Tipe kepribadian manusia sangat beragam, berbeda individu, maka
berbeda pula caranya untuk menyelesaikan sebuah masalah. Tidak semua orang
akan mempunyai strategi khusus yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
sebuah masalah. Tipe kepribadian ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku
seseorang. Biasanya, berbeda sikap maka berbeda juga proses dan metodenya
dalam melakukan aktifitas. Oleh sebab itu, disini peneliti ingin mengetahui ada
atau tidaknya pengaruh sikap terhadap kemampuan seseorang dalam memecahkan
masalah.
Psikolog J.P. Guilford membagi proses berpikir manusia menjadi dua tipe:
divergen dan konvergen. Guilford menyatakan bahwa perbedaan mendasar
keduanya adalah idea generation (divergen) dan idea analysis (konvergen). Orang-
orang dengan tipe berpikir divergen mampu menghasilkan atau memproduksi ide-
ide baru, dan kreatif. Sedangkan orang-orang dengan tipe berpikir konvergen
mampu menganalisis ide dan dikaitkan dengan kemampuannya menyelesaikan
masalah (problem-solving). Selain itu, dalam aspek pendidikan, kemampuan
berpikir divergen perlu dijadikan pegangan dalam pembelajaran, yaitu bukan
belajar menemukan satu jawaban benar (a correct solution) yang menjadi tujuan
setiap pemecahan masalah, tetapi bagaimana mengkonstruksi segalakemungkinan
jawaban yang reasonable, beserta segala kemungkinan prosedur dan
argumentasinya kenapa jawaban tersebut masuk akal (how toconstruct and to
defend various reasonable solutions and its respective procedures) hal ini yang
melatar belakangi penulis untuk membahas tentang pengaruh gaya berfikir
divergen terhadap pemecahan masalah, apakah gaya berfikir divergen dapat
diaplikasikan dalam pemecahan masalah dunia nyata yang biasanya jauh lebih
kompleks dan tak terduga atau tidak. Berfikir divergen adalah pola berpikir yang
dikarakterisasikan dengan kemampuannya memberikan pilihan ide atau solusi.
Biasanya ide-ide atau solusi-solusi ini mengalir begitu saja secara spontan.
Brainstorming dan menulis bebas adalah contoh aktivitas yang menggunakan pola
berpikir ini.
Sejalan dengan hal ini, salah satu permasalahan yang datang kepada
generasi milenial adalah penggunaan media online dan media sosial berfungsi
sebagai sumber berita utama dalam mencari informasi tentang segala sesuatu. Jadi
tidaklah mengherankan apabila generasi millennial adalah generasi yang jarang
sekali mengakses TV, radio, atau media cetak untuk memperoleh berita. Oleh
sebab itu, generasi milenial mesti menerapkan pemikiran kritis terhadap berita dan
informasi yang mereka konsumsi setiap hari. Menurut Mark Sanborn, pakar
kepemimpinan dari Amerika Serikat menyatakan bahwa dalam usaha untuk
mendidik generasi millennial dan generasi Z menjadi pemimpin, maka mereka
perlu mengembangkan ketrampilan berpikir kritis lebih baik lagi. Dikutip dalam
www.kompas.com Mark Sanborn berpendapat bahwa “Semakin cepat sesuatu
dianggap benar, semakin cepat kita menerima hal itu. Kurangnya pemikiran kritis
yang dipunyai generasi milenial akan menghambat mereka dalam membangun
kepercayaan diri untuk meraih kesuksesan dan mencapai potensi tertinggi
mereka”.
Sejarah, kejadian, fenomena budaya dan berbagai hal yang muncul pada
era para generasi ini hidup ternyata mempengaruhi memori individu-individu
pada generasi terkait, sehingga menimbulkan perkembangan sikap, nilai,
perspektif dan kepribadian tertentu (Costanza, et a;., 2012). Oleh karena itu,
karena setiap generasi menjalani berbagai pengalaman yang berbeda, perspektif,
seperti nilai, ekspektasi dan sikap dalam bekerja yang ditimbulkan pun jadi
berbeda (Roebuck, Smith, & Haddaoui, 2013). Berdasarkan definisi diatas maka
dapat dikatakan bahwa generasi merupakan sekelompok individu yang memiliki
kesamaan rentang umur dan periode tahun kelahiran serta mengalami peristiwa
yang sama teknologi sehingga membentuk pandangan, nilai, pilihan dan
kepercayaan yang sama dan berpengaruh signifikan dalam fase pertumbuhannya.
Tabel 2.1
Periode Generasi
Sumber Label
Generation Digital
Tapscott Baby boom
- X (1965- Generation -
(1998) (1946-1964)
1975) (1976-2000)
Howe & Silent Boom 13th Millenial
Strauss Generation Generation generation Generation -
(2000) (1925-1943) (1943-1960) (1961-1981) (1982-2000)
Zemke et Veterans Baby Gen-Xers Nexters -
al (2000) (1922-1943) Boomers (1960-1980) (1980-1999)
(1943-1960)
Lancaster
Traditionali Baby Generation Generation
&
st Boomers X-ers Y (1981- -
Stillman
(1900-1945) (1946-1964) (1965-1980) 1999)
(2002)
Martin & Silent Baby Generation
Millenials
Tulgan Generation Boomers X (1965- -
(1978-2000)
(2002) (1925-1942) (1946-1964) 1977)
Oblinger Post
Baby Generation Gen-Y/Net
& Matures millenials
Boomers Xers Gen (1981-
Oblinger (<1946) (1995-
(1947-1964) (1965-1980 1995)
(2005) present)
Generasi
Generasi Baby Generasi
Troksa WWII Generasi X Generasi Z
Silent Boomers Milenial
(2016) (1901- (1965-1980) (2003-skrg)
(1925-1945) (1946-1964) (1981-2003)
1924)
Sumber: Diolah oleh peneliti
Lebih lanjut (Lyons, S., 2004) mengungkapkan tentang ciri dan dari
generasi Y, meliputi: karakteristik masing-masing individu berbeda, tergantung
dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola
komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai
media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan
perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi,
sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi di sekelilingnya, serta memiliki perhatian yang lebih terhadap kekayaan.
Hidup di zaman yang berteknologi maju dan diasuh dengan cara tersebut
membuat generasi ini memiliki ekspektasi tinggi, menuntut mendapat jawaban
secara instan, lebih menyukai distribusi sumber pengetahuan dan informasi,
berpikiran terbuka, memiliki keterampilan yang beragam, mampu mengerjakan
pekerjaan yang banyak secara simultan, dan cenderung tidak sabar. (Idrus, Ng &
Jee, 2014). Oleh sebab itu, generasi ini adalah generasi yang unik dan meningat
keberadaan generasi ini saat ini merupakan generasi yang produktif maka
dibutuhkan perhatian penuh untuk kelangsungan generasi milenial ini. Hal senada
juga harus diperhartikan oleh generasi ini dalam pemecahan sebuah masalah.
Dengan karakteristik dan kehidupan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
terdapat hal-hal yang harus diperhatikan oleh generasi milenial dalam pemecahan
masalah. Adapun hal-hal tersebut adalah cara meregulasi diri, sikap, kreativitas,
kemampuan berfikir kritis, dan kemampuan untuk memecahkan masalah itu
sendiri agar generasi ini dapat bertahan di tingginya arus globalisasi dengan
kemnajuan teknologi yang saat ini dihadapinya.
Dalam hal ini tujuan yang dimaksud bersifat umum, misalnya tujuan dalam
belajar. (Ajzen, 2005) menjelaskan bahwa Regulasi diri merupakan kemampuan
manusia mengatur dirinya sendiri, mempengaruhi tingkah lakunya dengan cara
mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, serta mengadakan
konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.
Pendapat lain tentang regulasi diri diungkapkan oleh (Taylor, 2012) dimana ia
mengatakan bahwa regulasi diri merupakan usaha sadar dan aktif mengintervensi
untuk mengontrol pemikiran, reaksi dan perilaku seseorang. (Zimmerman, 2002)
juga mendefinisikan regulasi diri (pengaturan diri) sebagai proses yang digunakan
untuk mengaktifkan dan mengatur pikiran, perilaku dan emosi dalam mencapai
suatu tujuan. Frederick J. Morrisona dkk dalam (Friskilia, 2018) mejelaskan
tentang regulasi diri sebagai “Multiple underlying cognitive skills are involved in
overt behavioral regulation. This complex of cognitive processes involves
processing and manipulating stimuli (working memory); inhibiting automatic
reactions to stimuli while initiating unnatural yet adaptive reactions (inhibitory
control); and managing one’s attention to appropriate stimuli, including resisting
distraction and shifting tasks when necessary (attentional or cognitive
flexibility)”. Pernyataan tersebut memiliki makna terkait keterampilan kognitif
yang mendasari didalam perilaku regulasi diri. Proses kognitif melibatkan
rangsangan pengolahan dan memanipulasi (memori kerja); menghambat reaksi
otomatis terhadap rangsangan sambil memulai reaksi adaptif yang tidak wajar
(kontrol penghambatan); dan mengelola perhatian seseorang terhadap rangsangan
yang tepat, termasuk menolak gangguan dan pengalihan tugas bila diperlukan
(perhatian atau fleksibelitas kognitif) selanjutnya dapat mengevaluasi kesuksesan,
memberi penghargaan atas pencapaian, dan menentukan target prestasi yang lebih
tinggi.
Proses regulasi diri pada seseorang hanya dapat terjadi apabila seseorang
melakukan proses metakognisi (Zimmerman, 1990) yaitu setiap proses ketika
seseorang melakukan planning, setting-goals, organizing, self-monitoring, dan
self-evaluating. Pelaksanaan planning merupakan tahap perencanaan mengenai
apa yang akan dilakukan. Tahap perencanaan ini merupakan tahapan awal dalam
melakukan regulasi diri agar dapat menentukan tujuan dari apa yang akan dicapai.
Seseorang yang melakukan planning akan mengetahui apa yang harus dilakukan
dan bagaimana cara melakukannya. Tahapan berikutnya adalah setting-goals,
yaitu kondisi dimana seseorang harus menentukan apa yang menjadi targetnya
dalam melakukan suatu hal. Setelah tahap setting-goals, seseorang diminta untuk
melakukan organizing atau pengaturan terhadap pelaksanaan dari perencanaan
yang sudah dibuatnya di awal. Setelah itu tahapan berikutnya self-monitoring
yaitu tahapan dimana seseorang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap
dirinya sendiri mengenai rencana yang sudah dibuat pada tahapan planning.
Seseorang yang melakukan monitoring akan terus berusaha untuk mengarahkan
dirinya kepada rencana yang sudah dibuatnya di awal. Tahapan yang terakhir
adalah self-evaluating, yaitu melakukan refleksi mengenai apa yang sudah
dilakukannya, sehingga dapat mengetahui apa apa yang masih harus diperbaiki.
Saat melakukan self-evaluating, seseorang dapat mengenal dirinya dan akan terus
memperbaiki diri.
a. Receiving atau menerima infromasi yang relevan, hal ini merupakan langkah
awal seseorang untuk menerima informasi yang nantinya informasi tersebut
digunakan untuk memahami karakter yang lebih terperinci dari suatu masalah.
b. Evaluating atau mengevaluasi, dalam proses ini, individu menganalisis informasi
yang didapatkan sebelumnya dengan cara membandingkan masalah dari luar
atau lingkungan (eksternal) dengan pendapat pribadi (internal).
c. Triggering atau membuat suatu perubahan, berdasarkan hasil evaluasi
sebelumnya individu akan merasakan perbedaan antara evaluasi yang telah
dilakukannya dengan informasi yang dimilikinya, dan pada tahap ini individu
akan memili kecenderungan untuk melakukan perubahan.
d. Searching atau mencari solusi, tahap sebelumnya adalah tahap pertentangan
diri individu antara pendapat pribadi dengan informasi yang didapat.
Pertentangan ini akan mengarahkan individu untuk menyelesaikan
pertentangan dengan mencari jalan keluar yang dihadapinya
e. Formulating atau merencanakan suatu rencana, tahap ini berisikan rencana
untuk mencapai tujuan yang mampu mendukung efesiensi dan efektivitas
f. Implementing atau menerapkan rencana, setelah perencanaan telah selesai
disusun, maka tahap berikutnya adalah merealisasikan rencana tersebut
dengan melakukan tindakan yang mengarah ke pencapaian tujuan
g. Assesing atau mengukur efektivitas dari rencana, pengukuran ini dibuat untuk
membantu individu dalam menentukan atau menyadari tentang realisasi dari
rencana tersebut terkait hasil yang sesuai dengan harapan atau tidak.
Tabel 2.1.2 Definisi Regulasi Diri dan indikator yang digunakan Menurut
Beberapa Peneliti
a. Valance
Mengaju pada sikap positif , sikap negatif, atau netral
b. Extermity
Keekstriman merupakan intensitas kesukaan dan ketidak sukaan.
c. Resistance
Tingkat dimana sikap kebal terhadap perubahan.
d. Persistence
Merefleksikan bahwa sikap dapat berubah secara perlahan-lahan / gradual.
e. Konfidence
Tidak semua sikap berada pada tingkat keyakinan
a. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya.
b. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat
berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari, atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat
dirumuskan dengan jelas.
d. Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut.
e. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang
membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan
yang dimiliki orang.
a. Komponen kognitif
Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,
komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu
mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila
menyangkut masalah isu atau yang kontroversial.
b. Komponen afektif
Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional
inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang
mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan
dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c. Komponen konatif
Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki
oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak
atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
Pribadi yang kreatif cenderung mempunyai hasrat keingin tahuan yang besar,
bersikap terbuka terhadap pengalaman baru, panjang akal, keinginan untuk
menemukan dan meneliti, cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit,
cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan, memiliki dedikasi
bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas, berfikir fleksibel, menanggapi
pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban yang lebih banyak,
kemampuan membuat analisis dan sintesis yang lebih tinggi, memiliki semangat
bertanya serta meneliti, memiliki daya abstraksi yang cukup baik, dan memiliki
latar belakang membaca yang luas. Pribadi yang kreatif biasanya lebih terorganisir
dalam bertindak Trefffinger (dalam (Munandar, 2012) menyatakan bahwa pribadi
yang kreatif memiliki rencana inovatif serta produk orisinal yang telah mereka
pikirkan dengan matang terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah
yang mungkin timbul dan implikasinya. (Munandar, 2012) mengemukakan
tentang model penilaian aspek-aspek kreativitas. Aspek-aspek tersebut adalah :
Berpikir kritis adalah salah satu kemampuan yang dapat dikembangkan dalam
pemecahan masalah. Kemampuan ini merupakan salah satu aspek berpikir
matematis tingkat tinggi (higher order level thinking). (Santrock, 2011)
menjelaskan bahwa pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif,
serta melibatkan evaluasi bukti. (Costillas, 2016) berpendapat bahwa membuat
seseorang dapat berfikir kritis merupakan tantanag untuk berfikir kritis, padahal
berfikir kritis merupakan salah satu tantangan komptensi pada abad 21. Salah
satu pendekatan untuk meningkatkan berpikir kritis dan pemecahan masalah
adalah metakognitif. (Brunning, 1990) menjelaskan bahwa metakognisi
merupakan pengetahuan seseorang tentang proses berfikirnya sendiri. (Smith,
2013) menambahkan bahwa metakognisi merupakan kemampuan seseorang
dalam memahami apa yang dia pikirkan dan merefleksikannya sehingga dapat
mengontrol kegiatannya. Berikut beberapa pendapat tentang karakter atau ciri
orang yang berpikir kritis. Menurut (Facione, 2011) ada lima kecakapan berpikir
kritis utama yang terlibat di dalam proses berpikir kritis. Kecakapan-kecakapan
tersebut adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inference, dan penjelasan. Coleman
dan Hammen dalam (Cahyono, 2017) menyatakan bahwa berpikir kreatif
merupakan cara berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru dalam konsep,
pengertian, penemuan dan karya seni. Sejalan dengan pendapat Coleman dan
Hammen, Sukmadinata mengemukakan berpikir kreatif adalah suatu kegiatan
mental untuk meningkatkan kemurnian dan ketajaman pemahaman dalam
mengembangkan sesuatu. Menurut Glasser dalam (Fisher, 2009) indikator-
indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut: a) Mengenal masalah; b)
menemukan cara-cara yang dipakai untuk menangani masalah-masalah;c)
mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan; d) mengenal asumsi-
asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan; e) memahami dan menggunakan
bahasa yang tepat, jelas, dan khas; f) menganalisis data; g) menilai fakta dan
mengevaluasi pernyataan-pernyataan; h) mengenal adanya hubungan yang logis
antara masalah-masalah; i) menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-
kesamaan yang diperlukan; j) menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-
kesimpulan yang seseorang ambil; k) menyusun kembali pola-pola keyakinan
seseorang berdasarkan pengalaman yang lebih luas; l) membuat penilaian yang
tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.
Tabel 2.1.5 Definisi Kemampuan Berpikir Kritis dan indikator yang digunakan
Menurut Beberapa Peneliti
1. Memahami masalah
Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak
mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.
2. Merencanakan penyelesaian
Kemampuan melakukan fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa
menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman
mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana
penyelesaian suatu masalah.
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak,
selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang
dianggap paling tepat.
4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan
Melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan mulai dari fase pertama sampai
fase ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan dapat terkoreksi
kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan
masalah yang diberikan.
Menurut Gagne, dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang
harus dilakukan (Suherman, 2001) yaitu :
Tabel 2.2
Penelitian terdahulu
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regulasi diri, sikap
dan kemampuan pemecahan masalah (Elfiandi, 2015) dengan menambahkan
variabel lain yaitu kreativitas dan kemampuan berfikir kritis sebagai variabel yang
terbaru yang mana variabel ini belum pernah diteliti sebelumnya di Indonesia.
H1
H2
H3
H4
Tabel 3.1
Operasional Variabel
Regulasi diri
adalah kemampuan
untuk mengatur - Penetapan tujuan
dan mengelola - Perencanaan
Regulasi
pikiran, perasaan - Memantau Ordinal
Diri
dan perilaku dalam - Mengevaluasi
mencapai tujuan
yang diinginkan
- Memiliki rasa
ingin tahu yang
besar
Kreativitas adalah - Mempunyai
kemampuan banyak gagasan
seseorang dalam dan usul terhadap
menggabungkan suatu masalah
sesuatu gagasan - Dapat bekerja
yang belum sendiri
pernah tergabung - Senang mencoba
sebelumnya serta hal baru
Ordinal
Kreativitas mampu untuk - Mempunyai
menemukan ide imajinasi yang
baru yang berbeda kuat
dengan lainnya - Mempunyai
dan dapat kepercayaandiri
membantu - Mampu
seseorang dalam mengajukan
memecahkan suatu pemikiran dan
permasalahan. gagasan yang
berbeda dari
oranglain (orisinal)
- Mampu
mengembangkan
atau merinci suatu
gagasan
(kemampuan
elaborasi
Berpikir kritis
adalah berpikir
beralasan dan
mengarah pada
tujuan untuk
mengkaji atau
mengembangkan
sebuah situasi,
fenomena, - Identification
dengan
menggunakan
informasi yang
relevan serta
memiliki hubungan
dengan cara
mennyelesaikan
masalah
Tabel 3.2
Perhitungan Sample
1. Regulasi Diri
a. Definisi Konseptual
Regulasi diri adalah kemampuan untuk mengatur dan mengelola pikiran,
perasaan dan perilaku dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Definisi Operasional
Regulasi diri merupakan variabel bebas yang dapat dihitung menggunakan
indikator penetapan tujuan, perencanaan, memantau, mengevaluasi.
c. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen variabel regulasi diri yang disajikan pada bagian ini
adalah kisi kisi-kisi instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur
variabel regulasi diri yang diuji cobakan, selain itu juga sebagai kisi-kisi
instrumen final yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur variabel regulasi
diri. Kisi-kisi instrumen variabel regulasi diri ini disajikan dengan tujuan untuk
memberikan informasi mengenai butir-butir pernyataan yang dimaksudkan setelah
dilakukannya uji coba dan uji reliabilitas. Kisi-kisi instrument variabel regulasi
diri dapat dilihat pada tabel 3.3
Tabel 3.3.1
Regulasi Diri
Tabel 3.4
2 Setuju (S) 4
3 Ragu-ragu (R) 3
d. Validasi Instrumen
Proses pengembangan instrumen regulasi diri dimulai dengan penyusunan
instrument model skala Likert yang mengacu pada model indikator-indikator
model variabel regulasi diri terlihat pada tabel 3.3.1 Selanjutnya konsep instrumen
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing berkaitan dengan validitas konstruk,
yaitu seberapa jauh butir-butir instrument tersebut mengukur variabel Regulasi
diri (X1). Setelah konsep disetujui, langkah selanjutnya adalah instrumen ini
diujicobakan kepada ............. . Setelah instrumen dilakukan uji coba, langkah
selanjutnya instrumen tersebut dihitung validitas untuk mengetahui butir
pernyataan yang drop. Setelah butir pernyataan yang drop diketahui jumlahnya,
maka langkah selanjutnya adalah butir pernyataan yang valid diujikan kembali
kepada .................. Proses validasi dilakukan dengan menganalisis data uji coba
instrumen yaitu validitas butir dengan menggunakan koefisien korelasi antar skor
butir dengan skor total instrumen. Kriteria batas minimum pernyataan yang
diterima adalah r tabel = 0,361. Jika r hitung > r tabel, maka butir pernyataan
tersebut dianggap valid. Sedangkan jika r hitung < r tabel maka butir pernyataan
dianggap tidak valid atau drop. Setelah dilakukan uji validitas dari ........
pernyataan variabel regulasi diri, diperoleh ..... pernyataan yang valid dan ......
pernyataan yang tidak valid yaitu: nomor ........ Oleh karena itu, hanya ....
pernyataan yang digunakan untuk penelitian. Selanjutnya dihitung reliabilitas
terhadap skor butir-butir pertanyaan yang telah dinyatakan valid dengan
menggunakan rumus uji reliabilitas yakni Alpha Cronbach. Rumus Alpha
Cronbach digunakan apabila skor butirnya bukan 1 dan 0 tetapi bertingkat yaitu
dari 0 atau 1 sampai dengan 3 atau 5 (Arikunto, 2009), dengan rumus sebagai
berikut:
k si 2
r11
1 st 2
k 1
Dimana:
rit = Koefisien reliabilitas instrumen
k = jumlah butir instrumen
Si2 = varians butir
2
St = varians total
= -
Keterangan:
a. Definisi Konseptual
Sikap adalah suatu kecenderungan seseorang untuk merespon secara
positif atau negatif terhadap objek tertentu dengan menempatkan diri melalui
pikiran, perasaan dan perilaku
b. Definisi Operasional
Regulasi diri merupakan variabel bebas yang dapat dihitung menggunakan
indikator Kognitif, Efektif dan Konatif.
c. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen variabel sikap yang disajikan pada bagian ini adalah
kisi kisi-kisi instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur variabel
sikap yang diuji cobakan, selain itu juga sebagai kisi-kisi instrumen final yang
digunakan oleh peneliti untuk mengukur variabel sikap. Kisi-kisi instrumen
variabel sikap ini disajikan dengan tujuan untuk memberikan informasi mengenai
butir-butir pernyataan yang dimaksudkan setelah dilakukannya uji coba dan uji
reliabilitas. Kisi-kisi instrument variabel sikap dapat dilihat pada tabel 3.3.2
Tabel 3.3.2
Sikap
2 Setuju (S) 4
3 Ragu-ragu (R) 3
d. Validasi Instrumen
Proses pengembangan instrumen sikap dimulai dengan penyusunan
instrument model skala Likert yang mengacu pada model indikator-indikator
model variabel sikap terlihat pada tabel 3.3. Selanjutnya konsep instrumen
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing berkaitan dengan validitas konstruk,
yaitu seberapa jauh butir-butir instrument tersebut mengukur variabel Sikap (X2).
Setelah konsep disetujui, langkah selanjutnya adalah instrumen ini diujicobakan
kepada ............. . Setelah instrumen dilakukan uji coba, langkah selanjutnya
instrumen tersebut dihitung validitas untuk mengetahui butir pernyataan yang
drop. Setelah butir pernyataan yang drop diketahui jumlahnya, maka langkah
selanjutnya adalah butir pernyataan yang valid diujikan kembali kepada
.................. Proses validasi dilakukan dengan menganalisis data uji coba
instrumen yaitu validitas butir dengan menggunakan koefisien korelasi antar skor
butir dengan skor total instrumen. Kriteria batas minimum pernyataan yang
diterima adalah r tabel = 0,361. Jika r hitung > r tabel, maka butir pernyataan
tersebut dianggap valid. Sedangkan jika r hitung < r tabel maka butir pernyataan
dianggap tidak valid atau drop. Setelah dilakukan uji validitas dari ........
pernyataan variabel regulasi diri, diperoleh ..... pernyataan yang valid dan ......
pernyataan yang tidak valid yaitu: nomor ........ Oleh karena itu, hanya ....
pernyataan yang digunakan untuk penelitian. Selanjutnya dihitung reliabilitas
terhadap skor butir-butir pertanyaan yang telah dinyatakan valid dengan
menggunakan rumus uji reliabilitas yakni Alpha Cronbach. Rumus Alpha
Cronbach digunakan apabila skor butirnya bukan 1 dan 0 tetapi bertingkat yaitu
dari 0 atau 1 sampai dengan 3 atau 5 (Arikunto, 2009), dengan rumus sebagai
berikut:
k si 2
r11
1 st 2
k 1
Dimana:
rit = Koefisien reliabilitas instrumen
k = jumlah butir instrumen
Si2 = varians butir
St2 = varians total
= -
Keterangan:
a. Definisi Konseptual
Kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menggabungkan sesuatu
gagasan yang belum pernah tergabung sebelumnya serta mampu untuk
menemukan ide baru yang berbeda dengan lainnya dan dapat membantu
seseorang dalam memecahkan suatu permasalahan.
b. Definisi Operasional
Regulasi diri merupakan variabel bebas yang dapat dihitung menggunakan
Indikator memiliki rasa ingin tahu yang besar, mempunyai banyak gagasan
dan usul terhadap suatu masalah, dapat bekerja sendiri, senang mencoba hal
baru, mempunyai imajinasi yang kuat, mempunyai kepercayaandiri, mampu
mengajukan pemikiran dan gagasan yang berbeda dari oranglain (orisinal),
mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan (kemampuan elaborasi).
c. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen variabel kreativitas yang disajikan pada bagian ini
adalah kisi kisi-kisi instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur
variabel kreativitas yang diuji cobakan, selain itu juga sebagai kisi-kisi instrumen
final yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur variabel kreativitas. Kisi-kisi
instrumen variabel kreativitas ini disajikan dengan tujuan untuk memberikan
informasi mengenai butir-butir pernyataan yang dimaksudkan setelah
dilakukannya uji coba dan uji reliabilitas. Kisi-kisi instrument variabel kreativitas
dapat dilihat pada tabel 3.3.3
Tabel 3.3.3
Kreativitas
Tabel 3.4
2 Setuju (S) 4
3 Ragu-ragu (R) 3
d. Validasi Instrumen
Proses pengembangan instrumen kreativitas dimulai dengan penyusunan
instrument model skala Likert yang mengacu pada model indikator-indikator
model variabel kreativitas terlihat pada tabel 3.3. Selanjutnya konsep instrumen
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing berkaitan dengan validitas konstruk,
yaitu seberapa jauh butir-butir instrument tersebut mengukur variabel kreativitas
(X3). Setelah konsep disetujui, langkah selanjutnya adalah instrumen ini
diujicobakan kepada ............. . Setelah instrumen dilakukan uji coba, langkah
selanjutnya instrumen tersebut dihitung validitas untuk mengetahui butir
pernyataan yang drop. Setelah butir pernyataan yang drop diketahui jumlahnya,
maka langkah selanjutnya adalah butir pernyataan yang valid diujikan kembali
kepada .................. Proses validasi dilakukan dengan menganalisis data uji coba
instrumen yaitu validitas butir dengan menggunakan koefisien korelasi antar skor
butir dengan skor total instrumen. Kriteria batas minimum pernyataan yang
diterima adalah r tabel = 0,361. Jika r hitung > r tabel, maka butir pernyataan
tersebut dianggap valid. Sedangkan jika r hitung < r tabel maka butir pernyataan
dianggap tidak valid atau drop. Setelah dilakukan uji validitas dari ........
pernyataan variabel regulasi diri, diperoleh ..... pernyataan yang valid dan ......
pernyataan yang tidak valid yaitu: nomor ........ Oleh karena itu, hanya ....
pernyataan yang digunakan untuk penelitian. Selanjutnya dihitung reliabilitas
terhadap skor butir-butir pertanyaan yang telah dinyatakan valid dengan
menggunakan rumus uji reliabilitas yakni Alpha Cronbach. Rumus Alpha
Cronbach digunakan apabila skor butirnya bukan 1 dan 0 tetapi bertingkat yaitu
dari 0 atau 1 sampai dengan 3 atau 5 (Arikunto, 2009), dengan rumus sebagai
berikut:
k si 2
r11
1 st 2
k 1
Dimana:
rit = Koefisien reliabilitas instrumen
k = jumlah butir instrumen
Si2 = varians butir
St2 = varians total
= -
Keterangan:
a. Definisi Konseptual
Berpikir kritis adalah berpikir beralasan dan mengarah pada tujuan untuk
mengkaji atau mengembangkan sebuah situasi, fenomena, pertanyaan, atau
masalah untuk mendapatkan sebuah hipotesis dan kesimpulan dengan
menggunakan informasi yang relevan serta memiliki hubungan dengan cara
mennyelesaikan masalah
b. Definisi Operasional
Kemampuan berpikir kritis merupakan variabel bebas yang dapat dihitung
menggunakan Indikator Identification, Interpretation, Reason, Predict, Evaluate
dan Reflect.
c. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen variabel kemampuan berpikir kritis yang disajikan
pada bagian ini adalah kisi kisi-kisi instrumen yang digunakan oleh peneliti
dalam mengukur variabel kemampuan berpikir kritis yang diuji cobakan, selain
itu juga sebagai kisi-kisi instrumen final yang digunakan oleh peneliti untuk
mengukur variabel kemampuan berpikir kritis. Kisi-kisi instrumen variabel
kemampuan berpikir kritis ini disajikan dengan tujuan untuk memberikan
informasi mengenai butir-butir pernyataan yang dimaksudkan setelah
dilakukannya uji coba dan uji reliabilitas. Kisi-kisi instrument variabel
kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel 3.3.3
Tabel 3.3.3
Kisi-kisi Insrumen Variabel X4
Kreativitas
Tabel 3.4
2 Setuju (S) 4
3 Ragu-ragu (R) 3
d. Validasi Instrumen
Proses pengembangan instrumen kemampuan berpikir kritis dimulai
dengan penyusunan instrument model skala Likert yang mengacu pada model
indikator-indikator model variabel kemampuan berpikir kritis terlihat pada tabel
3.3. Selanjutnya konsep instrumen dikonsultasikan kepada dosen pembimbing
berkaitan dengan validitas konstruk, yaitu seberapa jauh butir-butir instrument
tersebut mengukur variabel kemampuan berpikir kritis (X4). Setelah konsep
disetujui, langkah selanjutnya adalah instrumen ini diujicobakan kepada ............. .
Setelah instrumen dilakukan uji coba, langkah selanjutnya instrumen tersebut
dihitung validitas untuk mengetahui butir pernyataan yang drop. Setelah butir
pernyataan yang drop diketahui jumlahnya, maka langkah selanjutnya adalah butir
pernyataan yang valid diujikan kembali kepada .................. Proses validasi
dilakukan dengan menganalisis data uji coba instrumen yaitu validitas butir
dengan menggunakan koefisien korelasi antar skor butir dengan skor total
instrumen. Kriteria batas minimum pernyataan yang diterima adalah r tabel =
0,361. Jika r hitung > r tabel, maka butir pernyataan tersebut dianggap valid.
Sedangkan jika r hitung < r tabel maka butir pernyataan dianggap tidak valid atau
drop. Setelah dilakukan uji validitas dari ........ pernyataan variabel regulasi diri,
diperoleh ..... pernyataan yang valid dan ...... pernyataan yang tidak valid yaitu:
nomor ........ Oleh karena itu, hanya .... pernyataan yang digunakan untuk
penelitian. Selanjutnya dihitung reliabilitas terhadap skor butir-butir pertanyaan
yang telah dinyatakan valid dengan menggunakan rumus uji reliabilitas yakni
Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach digunakan apabila skor butirnya bukan
1 dan 0 tetapi bertingkat yaitu dari 0 atau 1 sampai dengan 3 atau 5 (Arikunto,
2009), dengan rumus sebagai berikut:
k si 2
r11
1 st 2
k 1
Dimana:
rit = Koefisien reliabilitas instrumen
k = jumlah butir instrumen
Si2 = varians butir
St2 = varians total
= -
n
Keterangan:
a. Definisi Konseptual
Pemecahan masalah merupakan suatu usaha seseorang dengan
menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahamannya untuk menemukan
solusi dari suatu masalah.
b. Definisi Operasional
Kemampuan pemecahan masalah merupakan variabel terikat yang dapat
dihitung menggunakan indikator permasalahan, mengumpulkan informasi yang
relevan, merencanakan penyelesaian, melakukan penyelesaian, memeriksa
kembali hasil.
c. Kisi-kisi Instrumen
Kisi-kisi instrumen variabel Kemampuan pemecahan masalah yang
disajikan pada bagian ini adalah kisi kisi-kisi instrumen yang digunakan oleh
peneliti dalam mengukur variabel Kemampuan pemecahan masalah yang diuji
cobakan, selain itu juga sebagai kisi-kisi instrumen final yang digunakan oleh
peneliti untuk mengukur variabel Kemampuan pemecahan masalah. Kisi-kisi
instrumen variabel Kemampuan pemecahan masalah ini disajikan dengan tujuan
untuk memberikan informasi mengenai butir-butir pernyataan yang dimaksudkan
setelah dilakukannya uji coba dan uji reliabilitas. Kisi-kisi instrument variabel
Kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel 3.3.3
Tabel 3.3.3
Kreativitas
Tabel 3.4
2 Setuju (S) 4
3 Ragu-ragu (R) 3
d. Validasi Instrumen
Proses pengembangan instrumen Kemampuan pemecahan masalah
dimulai dengan penyusunan instrument model skala Likert yang mengacu pada
model indikator-indikator model variabel Kemampuan pemecahan masalah
terlihat pada tabel 3.3. Selanjutnya konsep instrumen dikonsultasikan kepada
dosen pembimbing berkaitan dengan validitas konstruk, yaitu seberapa jauh butir-
butir instrument tersebut mengukur variabel Kemampuan pemecahan masalah
(X5). Setelah konsep disetujui, langkah selanjutnya adalah instrumen ini
diujicobakan kepada ............. . Setelah instrumen dilakukan uji coba, langkah
selanjutnya instrumen tersebut dihitung validitas untuk mengetahui butir
pernyataan yang drop. Setelah butir pernyataan yang drop diketahui jumlahnya,
maka langkah selanjutnya adalah butir pernyataan yang valid diujikan kembali
kepada .................. Proses validasi dilakukan dengan menganalisis data uji coba
instrumen yaitu validitas butir dengan menggunakan koefisien korelasi antar skor
butir dengan skor total instrumen. Kriteria batas minimum pernyataan yang
diterima adalah r tabel = 0,361. Jika r hitung > r tabel, maka butir pernyataan
tersebut dianggap valid. Sedangkan jika r hitung < r tabel maka butir pernyataan
dianggap tidak valid atau drop. Setelah dilakukan uji validitas dari ........
pernyataan variabel regulasi diri, diperoleh ..... pernyataan yang valid dan ......
pernyataan yang tidak valid yaitu: nomor ........ Oleh karena itu, hanya ....
pernyataan yang digunakan untuk penelitian. Selanjutnya dihitung reliabilitas
terhadap skor butir-butir pertanyaan yang telah dinyatakan valid dengan
menggunakan rumus uji reliabilitas yakni Alpha Cronbach. Rumus Alpha
Cronbach digunakan apabila skor butirnya bukan 1 dan 0 tetapi bertingkat yaitu
dari 0 atau 1 sampai dengan 3 atau 5 (Arikunto, 2009), dengan rumus sebagai
berikut:
k si 2
r11
1 st 2
k 1
Dimana:
rit = Koefisien reliabilitas instrumen
k = jumlah butir instrumen
Si2 = varians butir
St2 = varians total
Varian butir itu sendiri dapat diperoleh dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
= -
Keterangan:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Untuk mendeteksi apakah model yang peneliti gunakan
memiliki distribusi normal atau tidak yaitu dengan menggunakan uji Kolmogorov
Smirnov dan Normal Probability Plot. Hipotesis penelitiannya adalah:
1) H0 : artinya data berdistribusi normal
2) H1 : artinya data tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian dengan uji statistik Kolmogorov Smirnov yaitu:
1) Jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima artinya data berdistribusi
normal.
2) Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak artinya data tidak berdistribusi
normal.
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah diagonal,
maka H0 diterima artinya data berdistribusi normal.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal, H0 ditolak artinya data tidak
berdistribusi normal.
b. Uji Linieritas
Pengujian linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah variabel
mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara siginifikan. Pengujian dengan
SPSS menggunakan Test of Linearity pada taraf signifikansi 0,05. Variabel
dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi kurang dari 0,05.
Hipotesis penelitiannya adalah:
1) H0 : artinya data tidak linier
2) Ha : artinya data linier
Sedangkan kriteria pengujian dengan uji statistik yaitu:
1) Jika signifikansi > 0,05, maka H0 diterima artinya data tidak linier.
2) Jika signifikansi < 0,05, maka H0 ditolak artiya data linier.
a. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah keadaan dimana antara dua variabel independent
atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linier yang sempurna atau
mendekati sempurna. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya
masalah multikolinieritas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas
dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Semakin
kecil nilai Tolerance dan semakin besar nilai VIF maka akan semakin mendekati
terjadinya masalah multikolinieritas. Nilai yang dipakai jika nilai Tolerance lebih
dari 0,1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolineritas.
Kriteria pengujian statistik dengan melihat nilai VIF yaitu:
1) Jika VIF > 10, maka artinya terjadi multikolinieritas.
2) Jika VIF < 10, maka artinya tidak terjadi multikolinieritas.
Sedangkan kriteria pengujian statistic dengan melihat nilai Tolerance yaitu:
1) Jika nilai Tolerance< 0,1, maka artinya terjadi multikolinieritas.
2) Jika nilai Tolerance > 0,1, maka artinya tidak terjadi multikolinieritas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varian
dari residual pada model regresi. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam model
regresi adalah tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada
tidaknya heterokedastisitas dapat menggunakan uji Spearman’s rho yaitu dengan
meregresi nilai absolute residual terhadap variabel independen. Hipotesis
penelitiannya adalah:
1) H0 : Varians residual konstan (Homokedastisitas)
2) Ha : Varians residual tidak konstan (Heteroskedastisitas).
Sedangkan kriteria pengujian dengan uji statistik yaitu:
1) Jika signifikansi >0,05, maka H0 diterima artinya tidak terjadi
heteroskedastisitas.
2) Jika signifikansi <0,05, maka H0 ditolak artinya terjadi heteroskedastisitas.
a
,
Keterangan:
Ŷ = Variabel terikat (Kemampuan Pemecahan Masalah)
X1 = Variabel bebas pertama (Regulasi Diri)
X2 = Variabel bebas kedua (Sikap)
X3 = Variabel bebas ketiga (Kreatiivitas)
X4 = Variabel bebeas ke-empat (Berpikir Kritis)
a = konstanta (Nilai Ŷ apabila X1, X2…. Xn = 0)
b1 = koefisien regresi variabel bebas pertama, X1 (Regulasi Diri)
b2 = koefisien regresi variabel bebas kedua, X2 (Sikap)
b3 = koefisien regresi variabel bebas kedua, X3 (Kreativitas)
b4 = koefisien regresi variabel bebas kedua, X4 (Berpikir Kritis)
4. Uji Hipotesis
a. Uji
Uji F atau uji koefisien regresi secara serentak, yaitu untuk mengetahui
pengaruh signifikan variabel independen secara serentak terhadap variabel
dependen.
Hipotesis penelitiannya:
1) H0 : b1 = b2 = 0
Artinya variabel regulasi diri, sikap, kreativitas, dan berpikir kritis secara
serentak tidak berpengaruh terhadap Kemampuan pemecahan masalah
2) Ha : b1 ≠ b2 ≠ 0
Artinya variabel regulasi diri, sikap, kreativitas, dan berpikir kritis secara
serentak berpengaruh terhadap Kemampuan pemecahan masalah.
b. Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
parsial terhadap dependen, apakah pengaruhnya signifikan atau tidak.
Hipotesis penelitiannya:
= 58,9%
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. (2005). Attitude Personality And Behavior. New York: University Press.
.
Carlson. (2000). Psychology Third Edition. New York: Allyn and Bacon.
Eagly AH, C. S. (1993). The Psychology of Attitudes Fort Worth: Harcourt Brace
Jovanovitch.
Elfiandi. (2015). Pengaruh Regulasi Diri dan Sikap Pada Matematika Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika.
Howe, N. &. (2000). Millennials rising: The next great generation. New York:
Vintage.
Martin, C. A. (2002). Managing the Generational Mix. Amhers. MA: HRD Press.
Sekaran, U. &. (2010). Research Methods for Business. a Skill Building Approch.
Sweeney, R. (2005). Reinventing Library Buildings and Services for the Millenial
Generation. Library Administration & Management.