Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Disusun oleh :
Ghina Shabrina Awanis G99181033
Intan Pratiwi G99162036
Sani Sobriya Alala’ G99172149
Pembimbing :
dr. Deyna P. Pahlevi, Sp.OG
Sampai saat ini ketuban pecah dini (KPD) masih merupakan masalah di
dunia termasuk Indonesia, yang terkait dengan prevalensi, prematuritas,
morbiditas dan mortalitas perinatal.Ketuban pecah dini (PROM, premature
rupture of membrane) adalah kondisi dimana ketuban pecah sebelum proses
persalinan dan usia gestasi ≥ 37 minggu. Jika ketuban pecah pada usia gestasi <37
minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan premature (PPROM,
preterm premature rupture of membrane) (POGI, 2016).
Ketuban pecah dini (KPD) diduga terjadi karena adanya pengurangan
kekuatan selaput ketuban, peningkatan tekanan intrauterine maupun keduanya.
Sebagian besar penelitian menyebutkan bahwa KPD terjadi karena berkurangnya
kekuatan selaput ketuban. Selaput ketuban dapat kehilangan elastisitasnya karena
bakteri maupun his. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa bakteri penyebab
infeksi adalah bakteri yang merupakan flora normal vagina maupun servix.
Mekanisme infeksi ini belum diketahui pasti. Namun diduga hal ini terjadi karena
aktivitas uteri yang tidak diketahui yang menyebabkan perubahan servix yang
dapat memfasilitasi terjadinya penyebaran infeksi. Faktor lainnya yang membantu
penyebaran infeksi adalah serviks inkompeten, vaginal toucher (VT) yang
berulang-ulang dan koitus (Wardhani, 2014). Moegni (1999) mengemukakan
bahwa banyak teori yang menyebabkan KPD, mulai dari defek kromosom,
kelainan kolagen sampai infeksi. Namun sebagian besar kasus disebabkan oleh
infeksi.
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan salah satu penyebab terjadinya
infeksi pada kehamilan (Caughey et al., 2008). KPD terjadi pada sekitar 10%
kehamilan (Jazayeri, 2015). Risiko infeksi pada KPD meningkat seiring dengan
lamanya kejadian KPD. Risiko terjadinya korioamnitis pada KPD <24 jam adalah
<10%, dan meningkat hingga 40% jika KPD terjadi >24 jam (Seaward et al.,
1997). Walaupun infeksi menjadi perhatian utama, komplikasi lainnya pada KPD
termasuk solusio plasenta, hipoplasia paru janin, fetal hipoksiaakibat kompresi tali
2
pusat atau prolaps tali pusat, fetal deformation syndrome, persalinan prematur,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal perlu
diwaspadai(Garite, 2004 dan Soewarto, 2007).
3
BAB II
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. I
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 63 kg
TB : 155 cm
Alamat : Tlimbeng, Candimulyo
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 10 April 2019
Tanggal Periksa : 11 April 2019
No RM : 307532
2. Keluhan Utama
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Kebumen 1 dengan
keterangan G3P2A0 hamil aterm, dan KPD 11 jam SMRS dalam persalinan
kala 1 aktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang G3P2A0, 35 tahun, usia kehamilan 38 minggu datang
dengan rujukan dari Puskesmas Kebumen 1 dengan keterangan G3P2A0
hamil aterm, kala 1 lama dan KPD 11 jam SMRS. Pasien merasa hamil 9
bulan. Gerak janin masih dirasakan. Kenceng-kenceng teratur dirasakan
sejak jam 09.00. Air kawah sudah dirasakan keluar jam 04.00, 11 jam
SMRS. Lendir darah (+).
4
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/ makanan : disangkal
5. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Lama menstruasi : 6-7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari
6. Riwayat Obstetri
Hamil I:
Tahun 2007, gemelli, laki-laki/laki-laki, 1400 gr/1400 gr, lahir spontan di
bidan praktek mandiri
Hamil II:
Tahun 2008, gemelli, perempuan/perempuan, 1500 gr/1600 gr, lahir
spontan di RSUD Dr. Soedirman Kebumen
Hamil III:
Hamil sekarang
HPMT : 15 Juni 2018
HPL : 22 Maret 2019
UK : 38 minggu
7. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x, telah menikah sejak berusia 23 tahun, usia pernikahan 13
tahun.
8. Riwayat KB
KB suntik setelah hamil kedua tahun 2008
KB pil tahun 2013-2015
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
5
a. Keadaan Umum : Baik, compos mentis, gizi kesan cukup
b. Tanda Vital :
Tensi : 147/85 mmHg
Nadi : 77x/menit
Respiratory Rate : 20x/menit
Suhu : 36.20C
c. Kepala : normocephal
d. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
e. THT : discharge (-/-)
f. Leher : kelenjar getah bening tidak membesar
g. Thorak :
1) Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II intensitas normal, reguler,
bising (-)
2) Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : sonor // sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara napas tambahan
(-/-), wheezing (-)
h. Abdomen :
Inspeksi : striae gravidarum (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), TFU 33 cm, teraba janin
tunggal intrauterine, memanjang punggung kanan,
presentasi kepala, His (+), DJJ 144x/menit/regular.
Perkusi : Timpani
6
i. Genital : Vaginal Touche: Vulva dan urethra tenang,
dinding vagina dalam batas normal, portio tipis,
lunak, pembukaan 5-6 cm, kulit ketuban dan
penunjuk belum dapat dinilai, STLD (+), nitrazin
test (+), kepala di Hodge I.
j. Ekstremitas :
oedema akral dingin
- - - -
- - - -
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM (10/03/19 15:28):
Hb : 13.7g/dL
Hct : 41 %
AL : 18 x103/uL (naik)
AT : 338 x103/uL
AE : 4,6x106/uL
Golongan Darah: AB
Kimia Klinik
GDS : 110 mg/dl
Hemostasis
BT : 2.0 menit
CT : 3.15 menit
HbsAg non reaktif
7
2. CTG tanggal 10 Maret 2019
a. Baseline : 150 x / menit
b. Variabilitas : >5
c. Akselerasi : (+)
d. Deselerasi : (-)
e. Fetal movement : (+)
f. Kontraksi : (+)
D. SIMPULAN
Seorang G3P2A0, 35 tahun, usia kehamilan 38 minggu teraba janin
tunggal intrauterine, memanjang punggung kanan, presentasi kepala, TFU 33
cm, teraba janin tunggal intrauterine, memanjang punggung kanan, presentasi
kepala, His (+), DJJ 144x/menit/regular, portio tipis, lunak, pembukaan 5-6
cm, kulit ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, STLD (+), nitrazin test
(+), kepala di Hodge I.
E. DIAGNOSIS AWAL
Ketuban pecah dini 11 jam pada multigravida hamil aterm dalam persalinan
kala 1 aktif
8
F. PROGNOSIS
Dubia
G. TERAPI
1. Terminasi kehamilan pervaginam
2. Injeksi vicilin 1gr/8 jam
3. Observasi 10
H. FOLLOW UP
1. 10 Maret 2019
Telah lahir bayi laki-laki pervaginam, BBL 2790 gr,
Post Partus
P5A0, 35 tahun
Instruksi post partus :
1. Awasi keadaan umum
2. Terapi :
a. Amoxillin 500mg/8 jam
b. Asam mefenamat 500mg/8 jam
c. Etabion 2x1 tab.
d. Awasi KUVS/ tanda perdarahan
2. 11 Maret 2019
06.00 DPH 1
P5A0, 35 tahun
Keluhan :-
Keadaan Umum : baik, compos mentis
Tanda Vital : Tekanan darah: 127/59 mmHg RR : 20 x/menit
Nadi : 82 x/menit Suhu : 36,30C
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Thorak : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen : supel, nyeri tekan (-), kontraksi baik.
9
Genital : darah (-), lochea (+), discharge (-)
Diagnosis : Post partus spontan dengan KPD 11 jam pada multipara
hamil aterm
Terapi:
a. Amoxillin 500mg/8 jam
b. Asam mefenamat 500mg/8 jam
c. Etabion 2x1
d. BLPL apabila BAK sudah lancar
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
11
pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD
aterm secara visual. Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari
serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk
mengkonfirmasi diagnosis (Wardhani, 2014; POGI, 2016).
Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari
forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3
sedangkan sekret vagina ~ 4.5 -6) dan cari arborization of fluid dari
forniks posterior vagina. Jika tidak terlihat adanya aliran cairan
amnion, pasien tersebut dapat dipulangkan dari rumah sakit, kecuali
jika terdapat kecurigaan yang kuat ketuban pecah dini. Semua
presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus
dilakukan pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan
kemungkinaan adanya prolaps tali pusat (Medina, 2006; Wardhani,
2014).
2. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis
untuk menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan
amnion atau indeks cairan amnion yang berkurang tanpa adanya
abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin
terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar,
walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran
berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital
janin (Wardhani, 2014; POGI, 2016).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk
menyingkirkan kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/
perineum. Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah
menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin dan tes fern, dapat
dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor
binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan
12
preterm,kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti
memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga dapat
dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain
seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina tidak
memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm (Medina, 2006;
Wardhani, 2014).
C. Faktor Resiko
1. Kehamilan Preterm
2. Riayat Infeksi Seksual
3. Keadaan Sosioekonomi rendah
4. Riwayat persalinan imatur
5. Riwayat KPD kehamilan selanjutnya
6. Kehamilan multipel
7. Polihidramnion
8. Perdarahan pervaginam
9. Prosedur pemeriksaan sirklase dan amniocentesis
(Medina, 2006)
13
D. Tatalaksana
14
E. Komplikasi
1. Komplikasi Ibu
Komplikasi pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi
intrauterin.Infeksi tersebut dapat berupa endomyometritis, maupun
korioamnionitis yang berujung pada sepsis (POGI, 2016).
2. Komplikasi Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan
lebih awal. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat
mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi,
perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan. Kortikosteroid
(betametason 12 mg IM 2x 24 jam) diberikan kepada perempuan dengan
persalinan prematur sebelumnya pada 24-<34 minggu efektif dalam
mencegah sindrom distres pernapasan, perdarahan intraventrikel,
enterokolitis nekrotikans dan mortalitas neonatal (POGI, 2016).
15
BAB IV
ANALISIS KASUS
16
vagina dalam batas normal, portio tipis, lunak, pembukaan 5-6 cm, kulit ketuban
dan penunjuk belum dapat dinilai, STLD (+), nitrazin test (+), kepala di Hodge I.
Tatalaksana pasien KPD dengan usia kehamilan aterm adalah terminasi
kehamilan, baik secara pervaginam maupun perabdominal. Pada pasien ini,
dilakukan persalinan pervaginam. Pada KPD harus diwaspadai adanya infeksi.
Infeksi ditandai bila suhu tubuh ibu > 38,5 derajat, air ketuban keruh dan berbau,
leukosit >15000/mm3 dan janin takikardia (Wardhani, 2014; WHO, 2013). Pada
pasien ini, tanda-tanda infeksi tidak didapatkan tetapi tetap diberikan antibiotik
sebagai profilaksis berupa injeksi viccilin 1 gram/8 jam secara intravena.
17
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Perdarahan Obstetri. Dalam : Profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Yusna D,
Kosasih AA, Prawira J, dkk, editor. Obstetri Williams Vol 1. Edisi 21.
Jakarta : EGC; 2006: 716-23.
Eden, RD, Parker RT, Gall SA. Rupture of the pregnant uterus: A 53-years
review. AMJ ObstetGynecol, 2007; 68:671.
18
Wardhani DF, Kayika IPG. 2014. Ketuban pecah dini. Dalam Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1 Edisi IV. Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta ES
(eds). Jakarta: Meda Aesculapis.
WHO. 2013. Ketuban Pecah Dini. Dalam Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas
Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Moegni EM, Ocviyanti D (eds). Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
19