Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB I

PENDAHULUAN

Pioderma merupakan istilah untuk menyebut semua penyakit infeksi pada


kulit yang disebabkan oleh kuman Staphylococcus, Streptococcus maupun
keduanya. Furunkel dan Karbunkel merupakan salah satu jenis pioderma yang
dijumpai di masyarakat. Karbunkel merupakan suatu infeksi Staphylococcus
aureus yang dalam pada kumpulan folikel rambut yang bersebelahan, disertai
dengan perubahan peradangan yang intens pada jaringan ikat di sekeliling dan di
bawahnya, termasuk lemak subkutan. Karbunkel cenderung lebih besar dari
abses/bisul karena merupakan sekelompok abses yang bergabung dan terhubung
di bawah permukaan kulit.1,2
Karbunkel merupakan lesi inflamasi yang lebih besar dan lebih serius
dengan dasar yang lebih dalam, ditandai dengan lesi yang sangat nyeri pada
tengkuk leher, punggung, atau paha.3 Karbunkel ialah kumpulan furunkel.
Karbunkel biasanya terjadi pada individu yang sehat tetapi lebih sering terjadi
pada diabetes, malnutrisi, gagal jantung, kecanduan obat dan dermatosis
generalisata yang berat, obesitas dan selama terapi steroid berkepanjangan.

1
BAB II

STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : An. RA
Umur : 9 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Buluran Telanaipura
Suku Bangsa : Indonesia
Tanggal MRS : 20 Mei 2019

2.2 Alloanamnesis (Tanggal 20 Mei 2019)


Keluhan Utama : Benjolan besar kemerahan di belakang kepala yang
semakin membesar sejak ± 3 hari yang lalu
Keluhan Tambahan : Tidak ada
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher dibawa
oleh orang tuanya dengan keluhan benjolan besar kemerahan yang semakin
membesar di belakang kepala sejak ± 3 hari yang lalu. Awalnya ± 2 minggu yang
lalu timbul bentol kecil seperti bekas gigitan nyamuk, lalu semakin hari semakin
besar dan terasa panas. Selain itu terdapat juga benjolan serupa di kepala pasien
yang muncul bersamaan namun tidak sebesar benjolan keluhan utama.
Dalam 1 bulan terakhir, pasien mengalami hal yang sama sebanyak 2 kali
tetapi bentolnya tidak sebesar sekarang kemudian menjadi bisul dan keluar nanah
kemudian mengering. Pasien mengalami demam sejak 3 hari yang lalu, batuk (-),
pilek (-), pasien juga terlihat lebih rewel dibandingkan sebelumnya. Pasien sudah
berobat sebelumnya dan diberikan cream gentamicin. Keluhan membaik dengan
pemberian obat tersebut tetapi bentol tetap muncul lagi di tempat yang berbeda
beberapa hari kemudian. Bentol-bentol ini muncul terutama jika pasien
berkeringat terlalu banyak. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun
obat.

2
Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien pernah mengalami hal yang sama sebanyak 2 kali dalam 1 bulan
terakhir.
 Riwayat alergi tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.
 Riwayat alergi dan penyakin lain dalam keluarga disangkal.

Riwayat Pengobatan
 Sudah diberi cream gentamisin.

Riwayat Psikososial
 Pasien dimandikan 1 kali sehari dan dikeramaskan tiap hari sekali dengan
menggunakan sabun, shampoo dan air PDAM.
 Pasien menggunakan handuk yang berbeda dengan anggota keluarga yang
lain.

Pemeriksaan Fisik (Tanggal 20 Mei 2019)


Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 37 oC
BB : 6,2 kg
Kepala :
Mata : anemis (-), sklera ikterik (-), kelainan kulit (-)
Hidung : sekret (-), deviasi (-)

3
Telinga : nyeri tekan tragus (-), kelainan kulit (-)
Mulut : sianosis (-), pucat (-), kelainan kulit (-)
Leher : pembesaran KGB (-), kelainan kulit (-)
Thoraks :
Paru : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU dbn
Ekstremitas superior : akral hangat, edema (-)
Ekstremitas inferior : akral hangat, edema (-)

2.3 Status Dermatologis

Regio Capitis
Efloresensi:
a. Abses eritema bentuk kerucut, soliter,
ukuran 3,5 cm x 4 cm, , batas tegas,
a distribusi regional, permukaan
menonjol, konsistensi kenyal, daerah
sekitar tidak terdapat kelainan.
Pada perabaan terasa hangat.

b. Nodul eritema, soliter, ukuran 1 cm x


b 1,2 cm, batas tegas, distribusi regional,
permukaan menonjol, konsistensi
kenyal, daerah sekitar tidak terdapat
kelainan.

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

4
2.5 Anjuran Pemeriksaan

 Pewarnaan Gram
 Kultur Bakteri

2.6 Diagnosa Banding


1. Karbunkel
2. Furunkel
3. Folikulitis
4. Kista Epidermal

2.6 Diagnosa Kerja


Karbunkel

2.7 Penatalaksanaan
 Non Farmakologis
Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dengan
memberikan penjelasan seperti:
1. Menjaga kebersihan diri terutama di sekitar benjolan, pakaian dan
lingkungan pasien dan ibu
2. Hindari menggaruk di daerah lesi
3. Minum obat teratur dan kontrol kembali setelah 7 hari untuk
mengetahui respon pengobatan

 Farmakologis
1. Topikal : Asam Fusidat Zalf, dioleskan 2x sehari di benjolan
selama 2 minggu
 Sistemik : Cefixime syr 100mg/5ml 2 x ½ sendok takar
Paracetamol syr 120mg/5 ml 3x ½ sendok takar (Jika
demam)

5
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Karbunkel


Karbunkel adalah infeksi yang dalam oleh S.aureus pada sekelompok
folikel rambut yang berdekatan. Karbunkel merupakan gabungan beberapa
furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang berasal dari jaringan
subkutan yang padat. Perkembangan dari furunkel menjadi karbunkel
bergantung pada beberapa faktor predisposisi.8 Karbukel merupakan nodul
inflamasi pada daerah folikel rambut yang lebih luas dan dasarnya lebih
dalam daripada furunkel.1,2
Furunkel dan Karbunkel muncul di tempat tumbuhnya rambut, biasanya
pada daerah yang sering mengalami pergesekan, penyumbatan, dan daerah
lembab seperti pada kepala, leher, wajah, aksila dan bokong.4

Pada awal karbunkel muncul yaitu berupa nodul berupa nodul berbatas
tegas, keras, eritema, edema kemudian meluas dan menjadi nyeri dan
berfluktuasi setelah beberapa hari. Apabila nodul tersebut pecah maka akan
menghasilkan pus dan terkadang disertai jaringan nekrotik. Selanjutnya, nyeri
disekitar lesi berkurang dan eritema serta edema juga akan berkurang setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu.4

7
3.2. Etiologi dan Patogenesis
Furunkel atau karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa
folikel rambut terinfeksi oleh bakteri stafilokokus (Staphylococcus aureus).
Staphylococcus aureus merupakan transient flora pada permukaan kulit dan
saluran pernafasan.1,2,5

Gambar 2. Bentuk mikroskopis Staphylocccus aureus

Staphylococcus aureus tidak dapat menembus lapisan keratin kulit yang


intak dan mudah dihiliangkan dengan desinfeksi atau menggosok (mandi).
Bakteri tersebut akan mudah masuk jika terdapat luka goresan, robekan,
iritasi pada kulit, dan tidak dihilangkan (tidak membersihkan diri). Infeksi
diawali ketika virulensi stafilokokus melekat pada sel-sel dari folikel rambut
dan berkolonisasi. Infeksi tersebut menimbulkan terjadinya respon inflamasi
yaitu edema dan eritema, kemudian diikuti bertambahnya jumlah PMN.
Apabila infeksi berlanjut maka akan terjadi sumbatan folikel dan terbentuk
jaringan nekrosis yang akan menjadi abses kecil. Proses infeksi menyebar
lebih dalam lagi hingga ke lapisan subkutis dimana pada lokasi ini abses yang
lebih besar akan terbentuk. Abses pada subkutis inilah yang menyebabkan
timbulnya nyeri pada furunkel atau karbunkel.8
Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkat membesar
membentuk nodula eritematosa berbentuk kerucut. Kemudian pada tempat
rambut keluar tampak bintik-bintik putih sebagai mata bisul. Nodus tersebut
akan melunak menjadi abses yang akan memecah melalui lokus minoris

8
resistensie yaitu muara folikel. Jaringan nekrotik akan keluar sebagai pus dan
terbentuk fistel.1,2

Gambar 3. Patogenesis Furunkel

Faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya furunkel-karbunkel yaitu


sebagai berikut:
 Karier S.aureus kronik (pada hidung, aksila, perineum, vagina)
 Faktor kebersihan, yaitu higiene yang buruk
 Pakaian yang terlalu ketat. Iritasi yang terus menerus dari pakaian
yang ketat dapat menyebabkan luka pada kulit, membuat bakteri
mudah untuk masuk ke dalam tubuh.
 Udara panas salah satu penyebab terjadinya furunkel atau karbunkel.
Bayi sangat mudah berkeringat terutama pada daerah yang panas,
sangat dianjurkan untuk selalu mengelap keringat jika keringat bayi
berlebihan.

9
 Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit,
masalah kulit seperti jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis
membuat kulit rentan menjadi furunkel atau karbunkel.
 Menurunnya daya tahan tubuh
Menurunnya daya tahan tubuh juga mempengaruhi masuknya kuman
ke dalam tubuh. Bayi dengan ASI ekslusif lebih terjaga dari serangan
kuman dari pada bayi dengan susu formula.
 Lain-lain
Seperti penyakit diabetes, obesitas atau malnutrisi, hiperhidrosis,
anemia, penggunaan kortikosteroid, defek fungsi neutrofil pada pasien
kemoterapi dan stres emosional akan mempengaruhi angka
kejadian.2,9

3.3. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian, furunkel-karbunkel lebih sering didapatkan pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan. Namun, hampir sertiap orang
terpapar oleh bakteri Staphylococcus aureus dimana bakteri tersebut banyak
ditemukan pada cuping hidung dengan jumlah sekitar 108 bakteri. Sekitar
20% orang dewasa yang sehat memiliki hasil positif dari pemeriksaan kultur
dalam jangka waktu setahun atau lebih, dan sementara itu lebih dari 60%
bakteri tersebut telah mengalami kolonisasi. Bakteri menyebar ke organ tubuh
lain dan juga ke lingkungan lewat perantara tangan. Meskipun cuping hidung
merupakan habitat utama dari Staphylococcus aureus, namun kulit yang
lembab juga dapat menjadi tempat untuk kolonisasi bakteri. Stafilokokus
dapat bertahan dengan baik pada lingkungan dan dapat menular ke orang lain.
Sejak S.aureus dapat menetap di tempat-tempat umum dan ada banyak
perbedaan strain pada populasi, maka epidemi penyakit stafilokokus dapat
dicari asalnya hanya boleh dengan cara identifikasi yang tepat. Cara untuk
membagi strain tersebut termasuk menentukan pola kepekaan terhadap
multiple antibiotik, tipe bakterofag, dan plasmid.8

10
3.4. Manifestasi Klinis
Mula-mula berupa makula eritematosa lentikular-numular setempat,
kemudian menjadi nodula lentikular-numular berbentuk kerucut dan berwarna
merah.2,3 Ukuran nodula tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat
mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah kira-
kira 5-7 hari. Pus tersebut dibentuk oleh limfosit dan leukosit PMN, mula-
mula pada folikel rambut. Pada bagian bawah folikel rambut (dalam jaringan
subkutis), dapat pula mengandung stafilokokus. Pada kasus yang sudah lama
terdapat sel plasma dan sel datia benda asing (giant cell).2,3
Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang
kuning keabuan ireguler pada bagia tengah dan sembuh perlahan dengan
granulasi. Walaupun beberapa karbunkel menghilang setelah beberapa hari,
kebanyakan memerlukan waktu 2 minggu untuk sembuh. Jaringan parut
permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.

Gambar 6. Karbunkel

11
3.5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, namun dapat
dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram
S.aures akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif)
bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak.1

Gambar 7. Staphlococcus aureus dengan pewarnaan gram

Kultur pada medium agar MSA (Manitol Salt Agar) selektif untuk
S.aureus. bakteri ini dapat menfermentasikan manitol sehingga terjadi
perubahan medium dari warna merah menjadi kuning. Kultur S.aureus pada
agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar (6-8 mm), permukaan
halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji sensitivitas
antibiotik dapat dilakukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.3,4

12
Gambar 8. Kultur S.aureus pada medium MSA

Gambar 9. Kultur S.aureus pada medium agar darah

3.6. Diagnosa Banding


 Hidradenitis Suppurativa
Hidradenitis suppurativa merupakan infeksi oleh Staphylococcus
aureus pada kelenjar apokrin. Banyak terjadi pada usia sesudah akil
balik sampai dewasa muda. Sering didahului oleh trauma atau
mikrotrauma, misalnya banyak berkeringat, pemakaian deodoran, atau
rambut ketiak digunting. Penyakit ini dapat disertai gejala konstitusi
yaitu demam, malaise. Efloresensinya berupa nodus dengan kelima
tanda radang akut. Kemudian dapat melunak menjadi abses dan
memecah membentuk fistel. Pada yang menahun dapat terbentuk abses,
fistel, dan sinus yang multiple. Terbayak berlokasi di ketiak, juga
perineum (tempat-tempat yang banyak terdapat kelenjar apokrin).1

13
Gambar 10. Hidradenitis Suppurativa

 Ruptur Kista Epidermal


Kista epidermal yang mengalami inflamasi dapat dengan tiba-tiba
menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu atau
beberapa hari. Diagnosa banding ini dapat disingkirkan berdasarkan
terdapatnya riwayat kista sebelumnya pada tempat yang sama, terdapat
orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan lesi tersebut akan
mengeluarkan massa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan
furunkel-karbunkel mengeluarkan material purulen.2,3,4

Gambar 11. Epidermal Cyst

3.7. Komplikasi
Masalah utama pada furunkel dan karbunkel adalah penyebaran
bakteremia dari infeksi dan masalah rekurensi. Komplikasi dapat terjadi
apabila bakteri masuk ke pembuluh darah dan akan menginvasi organ tubuh

14
lain seperti jantung, tulang, maupun otak.8 Infeksi dapat menyebar ke bagian
tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga
terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia
dapat menyebabkan terjadinya endokaritis, osteomielitis akut hematogen,
meningitis atau infeksi paru. Manipulasi pada lesi dapat memfasilitasi
penyebaran infeksi ini melalui aliran darah. Untungnya komplikasi seperti ini
jarang terjadi.7
Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan bakteremia melalui vena-vena
emisaria wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. Komplikasi
yang jarang berupa trombosis sinus kavernosus dapat terjadi.3,4

3.8. Penatalaksanaan
Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel
atau furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus
diobati dengan antibiotik sistemik (lihat tabel 1). Untuk infeksi berat atau infeksi
pada area yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam
bentuk perenteral. Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus
aureus (MRSA) atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1
sampai 2 gram IV setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus
berlanjut paling tidak selama 1 minggu.9
Tabel 1. Pengobatan furunkel atau karbunkel*
Topikal Sistemik
Lini pertama Mupirocin 2x1 Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari
Asam fusidat 2x1 Amoksisilin + asam klavulanat (cephalexin) 25
mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1
Lini kedua Azitromisin 500 mg x1, kemudian 250 mg sehari
(bila alergi selama 4 hari
penisilin) Klindamisin 15 mg/kgBB/hari 3x1
Eritromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari
* mencuci tangan dan menjaga kebersihan penting dalam semua regimen

15
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila
infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur
dapat dilakukan. Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti
inflamasi berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang
didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus
sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau karbunkel berulang
memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan (manajemen
penatalaksanaannya lihat tabel 2).9

Tabel 2. Manajemen furunkulosis atau karbunkel rekuren9


 Evaluasi penyebab yang mendasari dengan teliti
- Proses sistemik
- Faktor-faktor predisposisi yang terlokalisasi spesifik: paparan zat industri
(zat kimia, minyak); higiene yang buruk; obesitas; hiperhidrosis; rambut
yang tumbuh kedalam; tekanan dari pakaian atau ikat pinggang yang ketat.
- Sumber kontak Staphylococcus: infeksi piogenik dalam keluarga, olahraga
kontak seperti gulat, autoinokulasi.
- Stahphylococcus aureus dari hidung : disini tempat dimana penyebaran
organisme ke tempat tubuh yang lain.terjadi. Frekuensi dari bawaan nasal
bervariasi : 10%-15% pada balita 1 tahun, 38% pada mahasiswa, 50%
pada dokter RS dan siswa militer.
 Perawatan kulit secara umum: tujuannya adalah mengurangi jumlah S.aureus
pada kulit. Perawatan kulit pada kedua tangan dan tubuh dengan air dan sabun
adalah penting (solusi sabun antimikrobial seperti solusi klorheksidin 4%
dapat digunakan untuk mengurangi kolonisasi stafilokokus pada kulit). Pasien
harus menghindari trauma pada kulit, seperti halnya iritan kulit potensial
misalnya sabun dan deodoran. Lap badan (dan handuk) yang terpisah harus
digunakan dan secara hati-hari dicuci dengan air panas sebelum digunakan.
 Pengurusan pakaian : pakaian yang menyerap keringat, ringan dan longgar
harus digunakan sesering mungkin. Sejumlah besar stafilokokus sering berada

16
pada seprai dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan
dapat menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota
keluarganya. Dalam kasus ini, adalah bukan tidak beralasan untuk
menyarakan bahwa item ini (seprai dan pakaian dalam) harus secara hati-hati
dan secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.
 Perawatan berpakaian : Ganti pakaian harus sering bila terkumpul drainase
purulen. Pakaian tersebut harus dibuang dengan hati-hati dalam katong yang
tertutup dan dibuang secepatnya.
 Pertimbangan umum : selain pertimbangan diatas, beberapa pasien tetap
memiliki siklus lesi rekuren. Kadang-kadang, masalah dapat diperbaiki atau
dihilangkan dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin
regular. Hal ini terutama dikhususkan pada individu-individu dengan stres
emosional dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu, idealnya
pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan cara menyediakan
istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program perawatan kulit.
 Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin
maupun yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :
- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus
pada hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada
kulit, sebuah proses yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian
secara intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin
yang putih dan lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada
hidung sekitar 70% pada individu yang sehat selama 3 bulan. Pada karier
yang immunokompeten terhadap stafilokokus dengan infeksi kulit
berulang, pemberian salep nasal mupirocin selama 5 hari setiap bulan
untuk 1 tahun menghasilkan kultur kuman hidung positif hanya pada 22%
pasien bila dibandingkan dengan kelompok plasebo yang memberikan
nilai 83%. Pasien dengan kultur hidung.negatif juga menunjukkan sedikit
infeksi kulit selama periode pengobatan. Resistensi stafilokokus terhadap

17
mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis dengan
salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali sehari setiap
minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan
karier strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian
antibiotik anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah
terbukti dengan beberapa keberhasilan.
- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari)
efektif dalam mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier
selama periode lebih dari 12 minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka
waktu tertentu untuk mengeradikasi S.aureus pada hidung dan
menghentikan siklus berkelanjutan dari furunkulosis rekuren adalah
beralasan pada pasien yang dengan pengobatan lain gagal. Namun, strain
yang resisten rifampin dapat muncul dengan cepat pada terapi seperti itu.
Penambahan obat kedua (dikloxacillin bagi S.aureus yang peka
methicillin; trimethoprim-sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin
bagi S.aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi
resistensi rifampin dan untuk mengobati furunkulosis rekuren.

Manajemen furunkel atau karbunkel dapat dengan ringkas terlihat pada bagan
dibawah ini.6

Bagan 1. Manajemen furunkel atau karbunkel

18
3.9. Prognosis
Prognosis baik apabila faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis
menjadi kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya, pasien mengalami
resolusi setelah mendapatkan terapi yang tpat dan adekuat, beberapa pasien
mengalami bakteremia. Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada
penderita dengan penurunan kekebalan tubuh (immunocompropised).2

19
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis Karbunkel. Penegakkan diagnosis ini


didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari hasil anamnesis, ditemukan bahwa pasien mengeluh benjolan besar
kemerahan yang semakin membesar di belakang kepala sejak ± 3 hari yang lalu.
Awalnya timbul bentol kecil seperti bekas gigitan nyamuk, lalu semakin hari
semakin besar dan terasa panas. Dalam 1 bulan terakhir, pasien mengalami hal
yang sama sebanyak 2 kali tetapi bentolnya tidak sebesar sekarang kemudian
menjadi bisul dan keluar nanah kemudian mengering. Keluhan sempat membaik
dengan diberi salep gentamisin tetapi bentol tetap muncul lagi di tempat yang
berbeda beberapa hari kemudian. Bentol-bentol ini muncul terutama jika pasien
berkeringat terlalu banyak. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun
obat. Pasien dimandikan 1 kali sehari dan dikeramaskan tiap hari sekali dengan
menggunakan sabun, shampoo dan air PDAM..
Pada pemeriksaan fisik di regio capitis didapatkan efloresensi nodul dan
abses eritema bentuk kerucut, multiple, batas tegas, distribusi regional, permukaan
menonjol, konsistensi kenyal, daerah sekitar tidak terdapat kelainan. Gambaran
efloresensi pada pasien sesuai dengan efloresensi pada lesi karbunkel.
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan
darah untuk melihat jumlah leukosit. Pemeriksaan kultur juga tidak perlu
dilakukan karena akan merugikan secara waktu, biaya dan mempertimbangkan
bahwa pasien membutuhkan terapi segera. Diagnosis banding furunkulosis dapat
dipikirkan karena lesi keduanya kadang terlihat mirip. Diagnosis banding kista
epidermal juga dipikirkan karena kista epidermal mengalami inflamasi dapat
dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri tekan dan ukurannya bertambah dalam satu
atau beberapa hari. Diagnosis banding hidradenitis supuratif dipikirkan karena
biasanya kedua penyakit ini dapat menunjukkan adanya pengeluaran pus yang
aktif dari nodul dengan dasar eritematosa. Tetapi diagnosis banding hidradenitis

20
supuratif dapat disingkirkan karena terjadi pada kelenjar apokrin sehingga
predileksinya ialah di axila, inguinal, maupun perineum.

Penatalaksanaan pasien ini adalah dengan pemberian obat antibiotik


sistemik, antibiotik topikal, dan simptomatik berupa obat antipiretik. Pada pasien
diberikan cefixim (sefalosporin generasi III), sedangkan pada literatur dianjurkan
diberikan TMP-SMX (kotrimoksazol), Clindamycin, Tetracycline, Doxycycline,
atau Minocycline. Ada pula sebagian literatur yang menganjurkan diberikan
sefalosporin. Antibiotik topikal diberikan Salep Asam Fusidat yang spektrum
kerjanya sempit dan terbatas pada kuman Gram-positif, terutama stafilokok.
Khasiatnya bersifat bakteriostatis berdasarkan penghambatan sintesa protein
kuman. Orang tua pasien juga diedukasi untuk menjaga kebersihan diri pasien.

21
BAB V

KESIMPULAN

Karbunkel adalah salah satu penyakit pioderma yang disebabkan oleh


infeksi Staphylococcus aures pada folikel rambut yang berdekatan. Karbunkel
merupakan gabungan beberapa furunkel yang dibatasi oleh trabekula fibrosa yang
berasal dari jaringan subkutan yang padat.
Penegakkan diagnosis dilakukan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan sputum mikroskopis. Terapi meliputi non-medikamentosa dan
medikamentosa. Pada pasien ini, ditemukan bahwa pasien menderita Karbunkel.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A; Pioderma; Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, edisi ke-6; Jakarta; Balai Penerbit FKUI,
2010.
2. Siregar RS. Pioderma. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Ed 2. Jakarta:
EGC, 2005.
3. Freedberg IM, Eisen Az, Wolff K, Austin KF, Goldsmitg LA, Katz SI,
Fitzpatrick TB; Fitzpatrick’s; Bacterial Disease With Cutaneous
Involvement; Dermatology in General Medicine, edisi 7; New York;
McGraw – Hill, 2008.
4. Arnold HL, Odom RB, James WD, Andrew’s Disease of the Skin Clinical
Dermatology, edisi 11; Philadeplphia; WB Sander, 1990.
5. Habif, Thomas P.; Bacterial Infection; Hodgson, Sue; Clinical Dermatology
A Color Guide To Diagnosis and Therapy; edisi 5; Mosby; Hanover; 2010.
6. Hunter J, Savin J, Dahl M. Clinical Dermatology. Edisi 3. New York:
Blackwell Science; 2002.
7. Lowdy FD. Staphylociccal Infections. In: Kasper DL, Braunwald E, et al
(eds). Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th ed. New York:
McGraw Hill, 2005.
8. Berger TG. Furunculosis (Boils) and Carbuncles. In: McPhee SJ, Papadakis
MA, Tierney LM (eds). Current Medical Diagnosis and Treatment 46th ed.
New York: McGraw Hil, 2007.
9. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA.
Superficial Cutaneus Infections and Pyodermas. In: Wolff K, Goldsmith
LA, et al (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th ed. New
York: McGraw Hill Medical, 2008; 1694-1709.

23

Вам также может понравиться