Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Artinya :
Dan Al-Qur'an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui Malaikat Jibril, tidak
secara langsung melainkan turun sesuai dengan kebutuhan. Sering pula wahyu turun untuk
menjawab pertanyaan para sahabat yang dilontarkan kepada Nabi atau membenarkan tindakan
Nabi SAW. Banyak pula ayat atau surat yang diturunkan tanpa melalui latar belakang pertanyaan
atau kejadian tertentu.
D. Hikmah Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsur-Angsur
Turunnya Al-Qur’an secara bertahap, tidak hanya disebabkan karena Al-Qur’an itu lebih
besar dari kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya, melainkan ada beberapa hikmah
lainnya.29[2]
Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur itu mengandung hikmah yang nyata serta
rahasia mendalam yang hanya diketahui oleh orang-orang yang alim atau pandai.30[3] Dari
penjelasan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-
angsur, diantaranya:
Artinya:
Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan
hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu,
29[2] Drs. H. Ahmad Syadali, M. A. dan Drs. H. Ahmad Rofi’i, Ulumul Quran I, hal. 59
30[3] Prof. Dr. Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Al-Qur’an, hal 68
31[4] Syaikh Manna’ Al-Qatthan diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Pengantar Studi Ilmu Al-
Qur’an, hal 134
akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah. Dan sesungguhnya telah
didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan
penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada
mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan
sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.(Al-An’am: 33-34)
Allah menjelaskan kepada Rasulullah tentang sunnah-Nya yang terjadi kepada para nabi
terdahulu yang didustakan dan dianiaya oleh kaum mereka, tetapi mereka tetap bersabar
sehingga datang pertolongan Allah. Kaum Rasulullah itu pada dasarnya, mendustakannya hanya
karena kesombongan mereka. Disini beliau menemukan suatu “Sunnah Ilahi” dalam perjalanan
para nabi sepanjang sejarah, yang dapat menjadi hiburan dan penerang baginya dalam
menghadapi gangguan, cobaan, dan sikap mereka yang selalu mendustakan dan menolaknya.
Al-Qur’an juga memerintahkan Nabi Muhammad agar bersabar seperti para rasul
sebelumnya,
Artinya:
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul
telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka
melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia)
melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan
melainkan kaum yang fasik. (Al-Ahqaf : 35)
Hati beliau menjadi tenang, sebab Allah telah menjamin akan melindunginya dari
gangguan orang-orang yang mendustakannya, dan setiap kali penderitaan Rasulullah bertambah
karena didustakan oleh kaumnya dan merasa sedih karena penganiayaan mereka, maka Al-
Qur’an turun untuk melepaskan derita dan menghiburnya serta mengancam orang-orang yang
mendustakan bahwa Allah mengetahui dan akan membalas apa yang mereka lakukan itu.
Contoh lain ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebagai penenang dan penghibur Rasulullah
misalnya:
Artinya:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.(Q.S. Al-Maidah:67)
Artinya:
Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak).(Q.S. Al-Fath: 3)
Artinya:
Allah telah menetapkan: "Aku dan rasul-rasul-Ku pasti menang". Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa.(Q.S.Al-Mujadilah: 21)
Demikianlah, ayat-ayat Al-Qur’an itu turun kepada Rasulullah secara berkesinambungan
sebagai penghibur dan pendukung sehingga beliau tidak dirundung kesedihan dan dihinggapi
rasa putus asa. Didalam kisah para Nabi itu terdapat teladan baginya. Dalam nasib yang
menimpa orang-orang yang mendustakan terdapat hiburan baginya. Dan dalam janji akan
memperoleh pertolongan Allah terdapat berita gembira baginya. Setiap kali ia merasa sedih
sesuai dengan sifat-sifat kemanusiaannya, ayat-ayat penghibur pun datang berulang kali,
sehingga hatinya mantap untuk melanjutkan dakwah, dan merasa tentram dengan pertolongan
Allah.
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an
Dalam dakwahnya nabi seringkali menerima pertanyaan-pertanyaan sulit dari orang-
orang kafir dengan tujuan melemahkan dan menguji kenabian Rasullullah. Maka turunlah Al-
Qur’an yang menjelaskan kebenaran dan jawaban yang amat tegas.
Artinya:
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya ( Al-Furqan:
33)
Turunnya wahyu secara berangsur-angsur tidak hanya menjawab pertanyaan bahkan
menentang mereka untuk membuat satu surat saja yang sebanding dengannya. Dan ternyata
mereka tidak sanggup membuat satu surat saja yang seperti Qur’an, apalagi membuat langsung
satu kitab.
3. Meringankan Nabi dalam menerima wahyu
Hal ini karena kedalaman dan kehebatan Al-Qur’an sebagaimana firman Allah:
Artinya:
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat. (Q.S. Al-Muzzamil: 5)
Al-Qur’an sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah merupakan sabda Allah yang
mempunyai keagungan dan keluhuran. Ia adalah sebuah kitab yang andaikata diturunkan kepada
gunung niscaya gunung tersebut akan hancur dan merata karena begitu hebat dan agungnya kitab
tersebut.32[5] Bagaimana dengan hati Nabi yang begitu lembut, mampukah beliau menerima Al-
Qur’an secara langsung tanpa merasakan kebingungan dan keberatan.
4. Mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan memberi pemahaman bagi kaum muslimin
Al-Qur’an pertama kali turun ditengah-tengah masyarakat yang ummi yakni yang tidak
memiliki pengetahuan tentang bacaan dan tulisan. Turunnya wahyu secara berangsur-angsur
memudahkan mereka untuk memahami dan menghapalkannya.33[6]
Artinya:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab
dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan
yang nyata (Q.S.Al-Jumu’ah: 2)
Umat yang ummi akan kesulitan menghafal jika Al-Qur’an diturukan sekaligus
dan tidak mudah bagi mereka untuk memahami maknanya. Jadi dengan diturunkannya Al-
Qur’an secara berangsur-angsur itu merupakan bantuan yang terbaik bagi mereka untuk
menghafal dan memahaminya. Setiap turun satu atau beberapa ayat, para sahabat segera
menghafalkannya, merenungkan maknanya dan mempelajari hukum-hukumnya.
5. Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam menetapkan hukum samawi
Artinya:
Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang
baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah)
bagi orang yang memikirkan. (An- Nahl 67)
Dalam ayat ini, menyebutkan tentang nikmat atau karunia Allah. Allah menjelaskan
bahwa Dia telah memberi kaunia dua jenis pohon kepada manusia, yaitu anggur dan kurma. Dan
dari keduanya dapat diperoleh minuman keras dan rezeki yang baik bagi manusia yaitu berupa
makanan dan minuman. Para Ulama sepakat bahwa pemberian predikat baik adalah pada rezeki
bukan pada mabuknya. Dengan demikian, pujian Allah hanya ditujukan pada rezeki bukan pada
mabuknya. Dari perbandingan diatas, orang-orang yang befikir akan mengetahui perbedaannya
dengan jelas.
b. Tahap kedua
Turun firman Allah.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang
baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha
Pengampun. (Q.S. An-Nisa: 43)
d. Tahap terakhir
Dalam tahap ini sudah ada larangan tegas dan pasti akan pengharaman khamr dalam
segala waktu.
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu
bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran
(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan
sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (Al-Maidah: 90-91)
Dengan demikian sempurnalah pengharaman Khamr secara berangsur-angsur. Itulah
langkah-langkah dalam penanggulangan penyelewengan masyarakat yang ditempuh oleh Islam.
6. Sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas kejadian-kejadian itu
Al-Qur’an turun berangsur-angsur sesuai dengan keadaan saat itu sekaligus
memperingatkan kesalahan yang dilakukan tepat pada waktunya. Dengan demikian turunnya Al-
Qur’an lebih mudah tertanam dalam hatidan mendorong orang-orang Islam untuk mengambil
pelajaran secara praktis. Bila ada peersoalan baru, maka turunlah ayat yang sesuai. Bila terjadi
kesalahan dan penyelewengan maka turunlah ayat yang memberi batasan serta pemberitahuan
kepada mereka tentang masalah mana yang harus ditinggalkan dan patut dikerjakan. Contohnya
ketika Perang Hunain, orang Islam bersikan sombong dan optimis karena jumlah pasukan
mereka berlipat ganda melebihi pasukan kafir. Mereka merasa yakin dapat mengalahkan orang
kafir. Namun kenyataan yang terjadi mereka justru berantakan dan mundur kocar-kacir. Pada
peristiwa terbebut Allah menegaskan:
Artinya:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mu'minin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena
banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa'at kepadamu
sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang
dengan bercerai-berai.
Contoh lain dalam permasalahan pengambilan harta tebusan tawanan dalam perang
badar, turunlah ayat pengarahan dari Allah yang begitu tajam.
Artinya:
Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya
di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki
(pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Q.S. Al-Anfal: 67)
Dari dua kisah diatas, kita dapat menyimpulkan, jika Al-Qur’an diturunkan sekaligus,
maka umat Islam tidak akan mengetahui kesalahan dan menemukan jawaban yang tepat akan
permasalahannya.
7. Petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an diturunkan dari zat yang
maha bijaksana lagi terpuji
Al-Qur’an yang turun secara berangsur-angsur kepada Rasulullah dalam waktu yang
lebih dari dua puluh tahun ini, ayat-ayatnya turun dalam waktu-waktu tertentu, orang-orang
membacanya dan mengkajinya surat demi surat. Ketika itu mereka mendapati rangkaiannya yang
tersusun cermat sekali dengan makna yang saling bertaut, dengan gaya redaksi yang begitu teliti,
ayat demi ayat, surat demi surat, yang saling terjalin bagaikan untaian mutiara yang indah yang
belum pernah ada bandingannya dalam perkataan manusia.
Artinya:
Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan
secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu, (Q.S.
Huud: 1)
Hadist-hadist Rasulullah SAW sendiri yang merupakan puncak kefasihan sesudah Al-
Qur’an, tidak mampu membandingi keindahan bahasa Al-Qur’an, apalagi ucapan dan perkataan
manusia biasa.36[9]
“Katakanlah; sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa
dengan Al-Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya,
sekalipun sebagian dari mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (Al-Israa’: 88)
Seperti yang telah dikemukakan oleh oleh Syekh Muhammad Abdul Azhim Az-Zarqani
dalam kitabnya Manahilul Irfan, beliau mengemukakan secara tegas ”memberi petunjuk
terhadap sumber Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an adalah kalm Allah semata, dan bukan merupakan
kata-kata nabi Muhammad atau makhluk lainnya” beliau menjelaskan bahwa: “Kami telah
membaca Al-Qur’an hingga tamat ternyata rangkaian kata-katanya begitu teratur jalinannya,
lembut susunan bahasanya, begitu kuat kaitannya. Satu sama lainnya saling berhubungan, baik
antara satu surat dengan yang lainnya, ayat-ayat yang satu dengan yang lainnya mampu dilihat
36[9] Syaikh Manna’ Al-Qatthan diterjemahkan oleh H. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc. MA, Pengantar Studi Ilmu Al-
Qur’an, hal. 147
dari secara keseluruhan dari mulai alif sampai dengan ya’ mengalir darah kemukjizatannya,
seolah-olah Al-Qur’an merupakan suatu gumpalan yang tidak dapat terpisahkan. Di antara
bagian-bagiannya tidak terpisah-pisah, Al-Qur’an tidak ubahnya bagaikan untaian mutiara atau
sepasang kalung yang menarik perhatian. Huruf-huruf dan kata-kata kalimatnya, dan ayat-
ayatnya tersusun secara sistematis.
Semua makhluk termasuk Nabi Muhammad pun tidak akan dapat membuat sebuah kitab
yang baik dan rapi antara satu dengan yang lainnya, kokoh rangkaian kalimatnya, saling
berkaitan dari awal hingga akhir serta sesuai susunannya dengan berbagai faktor di luar
Kemampuan manusia, yaitu beberapa peristiwa dan kejadian, yang masing-masing dari uraian
kitab ini bisa mengiringi dan menceritakan kejadian tersebut, sebab demi sebab, faktor demi
faktor sejalan dengan berbagai faktor yang berbeda latar belakangnya padahal masa penyusunan
ini berjauhan dan masa turunya cukup lama.
Usaha untuk menyamai kerapian dan keserasian susunan Al-Qur’an tidak mungkin dapat
berhasil dan bahkan sedikitpun tidak dapat mendekati pola ini, baik sabda Rasulullah sendiri
ataupun perkataan para sastrawan maupun lainnya. Hal itu tidak mungkin terjadi dan tidak akan
terjadi. Siapa saja yang berusaha ke arah itu, ia akan sia-sia belaka. Oleh karena itu Al-Qur’an
diturunkan secara berangsur-angsur karena merupakan Kalam Allah yang Maha Esa. Itulah
hikmah yang sungguh agung yang secara tegas menunjukkan kepada makhluk-Nya tentang
sumber Al-Qur’an.
E. Faedah Turunnya Al-Qur’an Secara Bertahap dalam Pendidikan dan Pengajaran
Proses belajar mengajar itu berlandaskan dua asas: perhatian terhadap tingkat pemikiran
sisiwa dan pengembangan potensi akal, jiwa, dan jasmaninya dengan apa yang dapat
membawanya kearah kebaikan dan kebenaran.37[10]
Dalam hikmah turunnya Al-Qur’an secara bertahap itu kita melihat adanya suatu metode
yang berfaedah bagi kita dalam mengaplikasikan perhatian terhadap tingkat pemikiran siswa dan
pengembangan potensi akal, sebab turunnya Al-Qur’an itu telah meningkatkan pendidikan umat
islam secara bertahap dan bersifat alami untuk memperbaiki jiwa manusia, meluruskan
perilakunya, membentuk kepribadian dan menyempurnakan eksistensinya, sehingga jiwa itu
tumbuh dengan tegak di atas pilar-pilar yang kokoh dan mendatangkan buah yang baik bagi
kebaikan umat manusia seluruhnya dengan izin Tuhan.
PENUTUP
Kesimpulan
Itulah Al-Qur’an karya yang sangat orisinil. Di dalamnya tidak ada keraguan sama sekali,
tidak mengada-ada, tiada kebohongan. Di dalamnya tidak terdapat khayalan seorang penyair,
penggubah, musisi dan lain-lain. Gaya bahasanya sangat khas dan memukau, tiada bandingannya
dan sangat berbeda dengan syair-syair, tulisan-tulisan atau apapun yang merupakan hasil buatan
dan karya cipta dari manusia, jin, malaikat, hewan maupun tumbuhan.
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada baginda Rasulullah SAW
sebagai petunjuk, pedoman, pengingat, perintah, kabar baik, peringatan, dan bahkan mukzijat
dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk membuktikan kenabian dan kerasulan-
Nya. isi Al-Qur’an itu bersifat universal, bahkan semua ilmu pengetahuan secara garis besar
terkandung di dalam isi Al-Qur’an tersebut.
Dan Al-Qur’an, sama sekali bukanlah hasil ciptaan atau rekaan Nabi Muhammad SAW,
yang semata-mata merupakan hasil karya cipta Nabi Muhammad SAW yang kemudian beliau
akui sebagai firman dari Allah SWT yang di mana tujuannya hanya untuk menguntungkan
kepentingan pribadi Nabi Muhammad SAW, maupun menguntungkan kepentingan Umat-Nya,
seperti tuduhan kaum kafir selama ini. Padahal Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang al-
um (buta huruf), sehingga mana mungkin orang yang buta huruf yang tidak bisa membaca dan
menulis mampu menciptakan sebuah karya agung seperti Al-Qur’an ini, melainkan Al-Qur’an itu
murni merupakan wahyu-wayu dari Allah SWT yang berisi firman-firman yang berasal dari-
Nya. Jadi tuduhan kaum kafir bahwa Al-Qur’an adalah hasil karya cipta nabi Muhammad SAW
selama ini tidak masuk akal sama sekali. Bahkan Allah SWT menantang manusia dan jin untuk
membuat yang seperti Al-Qur’an. Terkandung dalam firman Allah SWT pada surat ke-17 yaitu
surat Al-Isra’ ayat 88:
﴾٨٨﴿يرا ُ آن ال َيأْتُونَ ِب ِمثْ ِل ِه َولَ ْو َكانَ َب ْع
َ ض ُه ْم ِل َب ْعض
ً ظ ِه ِ س َو ْال ِج ُّن َعلَى أ َ ْن َيأْتُوا ِب ِمثْ ِل َهذَا ْالقُ ْر ِ قُ ْل لَئِ ِن اجْ ت َ َم َع
ُ ت اإل ْن
“Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-
Qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya (Al-Qur’an),
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”. (QS. Al-Isra’: 88).
Al-Qur’an itu murni 100% firman yang berasal dari Allah azza wajala’. Al-Qur’an juga
bukan duplikat dari wahyu-wahyu Ilahi (Taurat, Zabur, dan Injil) yang turun sebelumnya,
bahkan Al-Qur’an justru melengkapi wahyu-wahyu ilahi yang turun sebelumnya. Bahkan ada
juga syari’at-syari’at sebelumnya yang telah diperintahkan oleh Allah SWT kepada hamba-
hamba-Nya (Umat sebelum umat Nabi Muhammad SAW) yang termaktub melalui wahyu-
wahyu ilahi (selain Al-Qur’an) yang terkandung di dalamnya yang diganti. Pergantian ini
disebabkan karena syari’at-syari’at tersebut sudah tidak relevan diterapkan pada zaman Nabi
Muhammad SAW hidup. Sehingga Al-Qur’an menghapuskan syari’at-syari’at tersebut dan
menggantikannya dengan syari’at-syari’at yang baru yang sesuai dengan zaman Nabi
Muhammad SAW hidup.
Al-Qur’anul-Karim juga merupakan kitab suci umat Islam yang di dalamnya berisi
firman-firman yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur sebagai
pedoman hidup bagi manusia untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat.
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Qur’an kepada umat Manusia khususnya
kepada umat Baginda Rasulullah SAW yaitu umat Islam yang sekaligus merupakan umat
terakhir dan penutup dari umat-umat sebelumnya.
1. Al-Qur’an diturunkan dalam 2 tahap, yaitu :
a. Dari Lauhil Mahfuz ke sama’ (langit) dunia secara sekaligus pada malam Lailatul Qadar.
b. Dari sama’ dunia ke bumi secara bertahap
2. Ada banyak hikmah Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur, diantaranya: Meneguhkan
hati Nabi Muhammad SAW, menentang dan melemahkan para penentang Al-Qur’an,
meringankan Nabi dalam menerima wahyu, mempermudah dalam menghafal Al-Qur’an dan
memberi pemahaman bagi kaum muslimin, Tadarruj (selangkah demi selangkah) dalam
menetapkan hukum samawi, sejalan dengan kisah-kisah yang terjadi dan mengingatkan atas
kejadian-kejadian itu, dan petunjuk terhadap asal (sumber) Al-Qur’an bahwasanyan Al-Qur’an
diturunkan dari zat yang maha bijaksana lagi terpuji.
3. Dengan mempelajari cara turunnya Al-Qur’an kita dapat mengetahui hikmah dan kita dapat
menerapkan cara tersebut dalam proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Diposting 21st July 2012 oleh Irzan Fachrozi
Label: Makalah Pengantar Studi Islam Tugas Kuliah
http://www.alquran-indonesia.com
Diposting oleh Nurani Rahmania di 19.38
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest