Вы находитесь на странице: 1из 56

PANDUAN

MANAJEMEN N YERI

Ali Sibroh Malisi


Jl. WarungSilah No. lRT.008/05Kel.Cipedak
KecJagakarsa-Jakarta Seiatan
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKSI
RSAU SIBROH MALISI NOMOR
017/PAND_YANMED/RSASM/II/2019
TENTANG PANDliAN MANAJEMEN NYERI

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Gambaran menjadi pasien di rumah sakit yang identik dengan berbagai jenis
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit, acap kali
memberikan ketakutan tersendiri bagi pasien akan rasa nyeri yang dapat
menyertai proses pemberian pelayanan kesehatan tersebut. Sebagai contoh,
bagaimana proses transfusi darah dapat memberikan rasa nyeri bagi si pasien,
ataupun tindakan medis lainnya yang dapat memberikan rasa nyeri pada pasien.
Sumber-sumber nyeri dapat meliputi; prosedur tindakan medis, tindakan
keperawatan,dan prosedur diagnostik.

Nyeri sendiri dapat didefinisikan sebagai "pengalaman sensoris dan emosional


yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan, baik
aktual maupun potensial atau dilukiskan dalam istilah seperti kerusakan" (The
International. Association for the Study of Pain, 1979).
Namun dewasa ini, banyak rumah sakit yang telah melakukan upaya intensif
untuk mengelola rasa nyeri tersebut, sehingga rasa nyeri yang menyertai
tindakan medis, tindakan keperawatan, ataupun prosedur diagnostik pada pasien
dapat diminimalkan atau dilakukan tindak lanjut yang teratur, sesuai dengan
kriteria yang dikembangkan oleh rumah sakit dan kebutuhan pasien. Nyeri yang
dirasakan pasien dikelola dengan melakukan pemantauan secara kontinyu dan
terencana. Bahkan dalam akreditasi Joint Commission International (JC I) isu

2
manajemen nveri ini menjadi salah satu elemen penilaian yang dipersyaratkan
untuk dipenuhi oleh pihak rumah sakit. Berbagai bentuk pelayanan kesehatan
yang diberikan kepada pasien harus mengacu pada pedoman pengelolaan rasa

nyeri.

B. D EFIN IS I
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik
dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
(International Association fo r the Study o f Pain)
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas,
memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.
Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.1

ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
i. Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.
ii. Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam,
rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
iii. Pola penjalaran / penyebaran nyeri
iv. Durasi dan lokasi nyeri
v. Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal,
kesemutan, mual/muntah, atau gangguan keseimbangan /
kontrol motorik.
vi. Faktor yang memperberat dan memperingan
vii. Kronisitas
3
viii. Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk

respons terapi
ix. Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
x. Penggunaan alat bantu
xi. Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas
hidup dasar {a ctivity o f daily living)
xii. Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan,
seperti adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis
progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda
ekuina.
b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu

c. Riwayat psiko-sosial
i. Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
ii. Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
iii. Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi
menimbulkan eksaserbasi nyeri
iv. Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial
yang berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga
aktivitas penggantinya.
v. Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri)
dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan
kooperasi pasien dengan program penanganan / manajemen
nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri,
diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka.
vi. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan
stres bagi pasien / keluarga.

d. Riwayat pekerjaan

4
i. Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti
mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar;
merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri
punggung.

e. Obat-obatan dan alergi


i. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi
nyeri (suatu studi menunjukkan bahwa 14% populasi di AS
mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36% mengkonsumsi
vitamin)
ii. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi,
efektifitas, dan efek samping.
iii. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan
obat-obatan dengan efek samping kognitif dan fisik.

f. Riwayat keluarga
i. Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.

g. Asesmen sistem organ yang komprehensif


i. Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner,
gastrointestinal, neurologi, reumatologi, genitourinaria, endokrin,
dan muskuloskeletal)
ii. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari,
keringat malam, dan sebagainya.2

2. Asesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan N u m eric R a tin g S ca le

5
i. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9
tahun yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan
intensitas nyeri yang dirasakannya.
ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 - 10.

• 0 = tidak nyeri
• 1 - 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-
hari)
• 4 - 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas
sehari-hari)
• 7 - 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-
hari)3

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
A A A A A A A
_ J ____ I___________ I I____________ I » J
None Mild Moderate Severe
N u m eric R a tin g Sca le?

b. Wong Baker FACES P ain S ca le


i. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen
ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana
yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi
dan durasi nyeri
6
• 0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nveri sama

sekali
• 2 - 3 = sedikit nyeri
• 4 - 5 = cukup nyeri
• 6 - 7 = lumayan nyeri
• 8 - 9 = sangat nyeri
• 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)

Wong Baker FACES Pain Scald1

c CO M FO RT scale
i. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif /
kamar operasi / ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai
menggunakan Numeric Rating Scale Wong-Baker FACES Pain Scale.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor
1-5, dengan skor total antara 9 - 45.
• Kewaspadaan
• Ketenangan
• Distress pernapasan
• Menangis
• Pergerakan
• Tonus otot
• Tegangan wajah
• Tekanan darah basal
• Denyut jantung basal

7
COM FORT S a le *

Kategori Skor Tanggal / waktu

Kewaspadaan 1 - tidur pulas / nyenyak


2 —tidur kurang nyenyak
3 - gelisah
i ~ oauai DCjJtii iui it lya uai i vvaopaua
5 - hiper alert
Ketenangan 1 - tenang
2 - agak cemas
3 - cemas
4 - sangat cemas
5 - panic
Distress 1 - tidak ada respirasi spontan dan tidak ada
pernapasan batuk
2 - respirasi spontan dengan sedikit / tidak
ada respons terhadap ventilasi
3 - kadang-kadang batuk atau terdapat
tahanan terhadap ventilasi
4 — sering batuk, terdapat tahanan /
perlawanan terhadap ventilator
5 - melawan secara aktif terhadap ventilator,
batuk terus-menerus / tersedak
Menangis 1 - bernapas dengan tenang, tidak
menangis
2 - terisak-isak
3 - meraung
4 - menangis

8
5 - berteriak
Pergerakan 1 - tidak ada pergerakan
2 - kedang-kadang bergerak perlahan
3 - sering bergerak perlahan
4 —pergerakan aktif / gellsah
5 - pergrakan aktif termasuk badan dan
ivcpdia
Tonus otot 1 - otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus
otot
2 - penurunan tonus otot
3 - tonus otot normal
4 - peningkatan tonus otot dan fleksi jari
tangan dan kaki
5 - kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari
tangan dan kaki
Tegangan 1 - otot wajah relaks sepenuhnya
wajah 2 - tonus otot wajah normal, tidak teriihat
tegangan otot wajah yang nyata
3 - tegangan beberapa otot wajah teriihat
nyata
4 - tegangan hampir di seluruh otot wajah
5 - seluruh otot wajah tegang, menngis
Tekanan 1 - tekanan darah di bawah batas normal
darah basai 2 - tekanan darah beraaa di batas normai
secara konsisten
3 - peningkatan tekanan darah sesekali
>15% di atas batas normal (1-3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
4 - seringnya peningkatan tekanan darah

9
>15% di atas batas norma! (>3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
5 - peningkatan tekanan darah terus-
menerus >15%
Denyut 1
— _ Hpnviil
■/ J* ianhinn
v~"’Z> Hi hawah batas nnrm>!
“‘ ■
jantung basal 2 - denyut jantung berada di batas normal
secara konsisten
3 - peningkatan denyut jantung sesekali
>15% di atas batas normai (1-3 kaii
dalam observasi selama 2 menit)
4 - seringnya peningkatan denyut jantung
>15% di atas batas normal (>3 kali
dalam observasi selama 2 menit)
5 - peningkatan denyut jantung terus-
menerus >15%
Skor total
____________________________________________

d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi
sedang, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan
pemeriksaan fisik pada pasien
ii. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah
tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang sadar/
bangun), pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum
transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.

10
iii. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan
asesmen ulang setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-
obat intravena
iv. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit - 1
jam setelah pemberian obat nyeri.6

f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan,
nyeri neuropatik).

3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
ii. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
iii. Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut
akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum
suntik
iv. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang ( malalignment,),
atrofi otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.

b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien
ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan
segera.
iii. Nilai kemampuan kognitif
iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.
ii
c. Pemeriksaan sendi
i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
ii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau
asimetris.
iii. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat
abnormal / dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan
aktif)- Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah meringis,
atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya
cedera ligamen.

d. Pemeriksaan motorik
i. Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan
kriteria di bawah ini.

u c i a ja t U V H lliS I

5 T'iriaL'
> IU U I\ forHanaf
VV_C UUp>Ub L'nfornafacan
IW bV I i/UVU«AII 1 norair
U l\ ^ mamnu
IIIU III^U moiaiAian
IIIW>IUf1Uta

tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
Mrsmmi Korrmr-al/ moiaumn nrawifrari
num uu uci ui\ 11 iv. i u v * u i * m i u v i o i j i

2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi


tidak mampu melawan gravitasi
f To rrian af i/Anfral/ri /inrnol/ri / nalr»ari\ firialA
i u uupuk rvvi i u uiwi u iv l w i uwv-rwi / puipujij f uuuiv

menahasiikan
-
---
---
---
----
---
---
npraeraican
- r ------ -

0 Tidak terdapat kontraksi otot

12
e. Pemeriksaan sensorik
i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-
pin pricK ), getaran, dan suhu.

f. Pemeriksaan neurologis lainnya


i. Evaluasi nervus kranial I - X II, terutama jika pasien mengeluh
nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala
ii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.

in irvdfi !.»<
8\ C I l<Cf\ 9
*■»
Segm en sp in al
Ricanc «r
cs.

Brakioradialis C6
7 n can c
■■
r~j
V-. i

Tendon patella L4
fiJI
i i a i i i a u m y
awfttfwiirftS
iii< e u ia i L5
Achilles SI

iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif


menunjukkan lesi upper m otor neuron)
iv. Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum
dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung,
pergerakan tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes
keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi)
g. Pemeriksaan khusus
i. Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri
tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa
pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami hipokondriasis,
histeria, dan depresi.

13
ii. Kelima tanda ini adalah:
• Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
• Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
• Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
• Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes /
pemeriksaan nyeri.
• Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah-
pindah) saat gerakan yang sama dilakukan pada posisi
yang berbeda (distraksi)

4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)


a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien
b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang
terkena
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang berhubungan
dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan, atau terapi obat.
d. Membantu menegakkan diagnosis
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan
respons terhadap terapi
f. Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati, radikulopati.
5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif
a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum , tekanan
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi:
i. pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang
belakang

14
ii. pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang
belakang, penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
iii. Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih,
atau ereksi.
iv. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
v. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan
karakteristik nyeri.
i. Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis,
neoplasma)
ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang
(herniasi diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang
diskus, keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi)
iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus,
stenosis spinal.
iv. Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi
perubahan metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitis dini,
fraktur kompresi yang kecil/minimal, keganasan primer,
metastasis tulang)

7. Asesmen psikoloqi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial
FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK
1. Lidokain tempel ( Lidocainepatch) 5 %
a. Berisi lidokain 5% (700 mg).
b. Mekanisme keiga: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium
neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada
efek samping sistemik
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca-
herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri
punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis
e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area
yang paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka),
dipakai selama <12 jam dalam periode 24 jam .

2. Eutectic M ixture o f Local Anesthetics (EM LA)


a. Mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%
b. Indikasi: anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak dan
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor superfisial
dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi.
c. Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik.
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anesthesia lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi
kassa oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas.
e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada
kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif.

3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.

16
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)


a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-
sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung,
angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
d. Ketorolak:
i. merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral.
Efektif untuk nyeri sedang-berat
ii. bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau
dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik
dan meminimalisasi efek samping opioid (depresi pernapasan,
sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-
ana Igesik.

5. Efek analgesik pada Antidepresan


a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan
serotonin sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan
meningkatkan aktivasi neuron inhibisi nosiseptif.
b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik,
cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine, despiramin:
efek antinosiseptif perifer. Dosis: 50 - 300 mg, sekali sehari.

6. Anti-konvulsan
17
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping:
somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 - 1800 mg/hari (2-3
kali perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan
perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis:
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).

7. Antagonis kanal natrium


a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi
b. Lidokain: dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1-
3mg/kgBB/jam titrasi.
c. Prokain: 4-6,5 mg/kgBB/hari.

8. Antagonis kanal kalsium


a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif
sebagai analgesik. Dosis: l-3ug/hari. Efek samping: pusing, mual,
nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek samping ini
bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat
dihentikan.
b. Nimodipin, Verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala kronik.
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan
eskalasi dosis morfin.

9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan
efek samping yang lebih sedikit / ringan. Berefek sinergistik dengan
medikasi OAINS.

18
b. Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri
kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawahm neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
c. Efeksam ping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal, dan oral.
e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal:
400mg dalam 24 jam .
f. Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
Jadwal titrasi tramadol
Protokol Dosis Jadwal titrasi Direkomen
Titrasi inisial dasikan
untuk
Titrasi 10- 4 x 50mg • 2 x 50mg selama 3 hari. • Lanjut usia
ha ri selama 3 • Naikkan menjadi 3 x 50mg selama 3 • Risiko jatuh
hari hari. • Sensitivitas
• Lanjutkan dengan 4 x 50mg. medikasi
rlinnil/l/nn
a uupui. vjii
w rorymrii foKrrjnrsi
luirvrvui i oumpui lutupui nfnl/
%Jtti\
analgesik yang diinginkan.
Titrasi 16- 4 x 25mg • 2 x 25mg seiama 3 hari. • Lanjut usia
hari selama 3 • Naikkan menjadi 3 x 25mg selama 3 • Risiko jatuh
hari hari. • Sensitivitas
• Naikkan menjadi 4 x 25mg selama 3 medikasi
hari.
• Naikkan menjadi 2 x 50mg dan 2 x
25mg selama 3 hari.
• Naikkan menjadi 4 x 50mg.
• Dapat dinaikkan sampai tercapai efek

19
analgesik yang diinginkan.

10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut.
e. Efek samping:
i. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
• Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat
pemberian secara infus, opioid long acting
• Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin,
antihistamin, antiemetik tertentu)
• Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit,
hipovolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan
tekanan intrakranial.
• O bstructive steep apnoes atau obstruksi jalan nafas
intermiten

ii. Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan
menggunakan skor sedasi, yaitu:
• 0 = sadar penuh
• 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah
dibangunkan
• 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk,
mudah dibangunkan

20
• 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan

• S = tidur normal

iii. Sistem Saraf Pusat:


• Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
• Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan
koma
iv. Toksisitas metabolit
• Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching,
mioklonus multifokal, kejang
• Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk
penatalaksanaan nyeri pasca-bedah
• Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi
ginjal, terutama pada pasien usia > 70 tahun
v. Efek kardiovaskular:
• Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status
volume intravascular; serta level aktivitas simpatetik
• Morfin menimbulkan vasodilatasi
• Petidin menimbulkan takikardi
vi. Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah:
hidrasi dan pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari
pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien,
obat antiemetic.

21
Perbandingan Obat-Obatan Anti-Emetik

Kategori Metoklopramid Droperidol, Ondansetron Proklorperazin,


butirofenon fenotiazin

Durasi (jam ) 4 4-6 (dosis 8-24 6


rendah)
24 (dosis
i-innnH
-Z JZ T J

Efek samping:
* Ekstrapiramid ++ 11
T T
_ i
~T~

al - + - +
• Anti-koiinergik + + - +
• sedasi
Dosis (mg) 10 0,25-0,5 4 12,5
Frekuensi Tiap 4-6 jam Tiap 4-6 jam Tiap 12 jam Tiap 6-8 jam
Jalur pemberian Oral, IV, IM IV , IM Oral, IV Oral, IM

f. Pemberian Oral:
i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang
sesuai.
ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi
oral.
g. Injeksi intramuscular:
i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
ii. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas
penyerapannya tidak dapat diandalkan.
iii. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena:
i. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.

22
ii. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus
(melalui infus).
iii. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak
sesuai dosis.

j. Injeksi supraspinal:
i. Lokasi mikroinjeksi terbaik: m esencephalic periaqueductal gray
(PAG).
ii. Mekanisme keija: memblok respons nosiseptif di otak.
iii. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri
pada pasien kanker.
k. Injeksi spinal (epidural, intratekal):
i. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron
kornu dorsalis spinal.
ii. Sangat efektif sebagai analgesik.
iii. Harus dipantau dengan ketat
l. Injeksi Perifer
i. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan
efek anestesi lokal (pada konsentrasi tinggi).
ii. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi2

MANAJEMEN NYERI AKUT


1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan
penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri somatik:
i. Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan
pelepasan zat kima dari sel yang cedera dan memediasi
inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit.
23
ii. Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri
bersifat tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.

b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga
jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa
dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament,
spasme otot polos, distensi organ berongga / lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah,
hipotensi, bradikardia, berkeringat.

c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia
(nyeri saat disentuh), hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat
cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya)
iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, m ultiple
sclerosis, herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani
kemoterapi / radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.7


a. Farmakologi: gunakan S tep-Ladder W HO
i. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk
nyeri sedang-berat.

24
ii. Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1
dan 2) dnegan pemberian intermiten {p ro re nata-pm) opioid
kuat yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
iii. Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang-
berat, dapat ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan
opioid kuat dan prn analgesik dalam kurun waktu 24 jam setelah
langkah 1).
iv. Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering
digunakan adalah morfin, kodein.
v. Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat
diberikan opioid ringan.
vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan
dosis secara bertahap
• Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
• Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin,
anxiolytic, kortikosteroid, anestesi lokal, OAINS, opioid,
tramadol.
• Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid,
fenotiazin
• Topical: lidokain patch, EMLA
• Subkutan: opioid, anestesi lokal7

25
Diagram basedor the 3 Step W HO Analgesic Ladder
Severe Pain

ra m sto re j
Moderate Pain
s i k OHG u rtu iu s tor moderate to severe pam

MW
Pain Score 2 Morphine sjphate Morphine sufohate
S/R Tablets or Immediate release
SiKtapsdre (Sevretioi tablets or
(12 hourly) oramorph Squid)
Mild Pain OR OR
WEAKOPIOID*tor mild to moderate pom Kurpmresegsrsae Oxyrorinnp immenotp
S/R Capsules release caps/tquid
PPM (24 hourly) (Oxynormi
Regular
OS
Pain Score 1 Paracetamol Morphine sulphate
Oxycodone $/S
+/- immediate release
Toilets (Oxycontin)
Codeine (Sevredd tablets
(12 hourly}
OR Ot OtartiOtph liquid;
NON-OriOiDS OR
DihydrocoCeine
♦FentanySS/R
OR
Rm u b t PRW
Tramadol
tranwroni ratrh
Paracetamol NSAIDS (if not prescribed (72 hourly}
(Do HOT use two
regularly) eg. low
weaV opioids together)
dose thnpmfen
initially

paracetamol + / - NSAio - See Analgesia laoie

Pain persisting or increasing

S te p l __________ Step 2_________ Step 3

3 -S te p W HO Analgesic Laddei8
*Keterangan:
• patch fentanyl tidak boleh digunakan untuk nyeri akut karena
tidak sesuai indikasi dan onset keijanya iama.
• Untuk nyeri kronik: pertimbangkan pemberian terapi analgesik
adjuvant (misalnya amitriptilin, gabapentin).
*Istilah:
• NSAID: non-steroidal anti-inflam m atory drug
• S/R: slow release
• PRN: when required

vii. Berikut adalah algoritma pemberian opioid intermiten (prn)


intravena untuk nyeri akut, dengan syarat:

26
• Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat instruksi
• Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin di
ruang rawat inap biasa
• Efek puncak dari dosis intravena dapat terjadi selama 15
menit sehingga semua pasien harus diobservasi dengan
ketat selama fase ini.

27
Algoritma Pemberian Opioid Intermiten Intravena untuk Nyeri Akut8

28
Keterangan:
Skor nyeri: Skor sedasi: *Catatan:
0 = tidak 0 = sadar penuh • Jika tekanan darah
nv/pri
• •/ — • 1 = -<
“ -
-
u=
-
--
--
-
»ria<
-
--
--
---
--
-
;i------rin
--
--
--
-
n an -k----a----ria
3”" 7 - -
---
--
-
n
-
--
-
n m p n o -a----n----fiik
Zf -
---
--
--
--1
Qktniik <" Iflfim
--------- m H n. 1
—.........-j
1-3 = nyeri mudah dibangunkan haruslah dalam
ringan 2 = sedasi sedang, sering secara rentang 30%
A C — /r»»*i l/ / \i% r f ,>r% ii/ w i
t ~ \j — i iyci i r\ui i o i o i i u i c n y a i i L u ^ i n u u a n Larval lai i u a i ai i
sedang dibangunkan sistolik normal
7-10 = nyeri 3 = sedasi berat, somnolen, sukar pasien (jika
berat dibangunkan diketa'nui), atau
S = tidur normal carilah
saran/bantuan.
/
-•■i _ _-.1-- i .. \
(junaKan taoei ooai-ODaiari anuemeuc yiKa aipenuican;
Teruskan penggunaan OAINS IV jika diresepkan bersama dengan opioid.

viii. Manajemen efek samping:


• opioid
- Mual dan muntah: antiemetic
- Konstipasi: berikan stimulant buang air besar,
hindari laksatif yang mengandung serat karena
dapat menyebabkan produksi gas-kembung-kram
perut.
- Gatal: pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis
lain, dapat juga menggunakan antihistamin.
- Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti opioid,
atau berikan benzodiazepine untuk mengatasi
mioklonus.
- Depresi pernapasan akibat opioid: berikan
nalokson (campur 0,4mg nalokson dengan NaCI
0,9% sehingga total volume mencapai 10ml).
Berikan 0,02 mg (0,5m l) bolus setiap menit hingga
kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang
jika pasien mendapat terapi opioid jangka panjang.
29
• OAINS:
- Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton
pum p inhibitor)
- Perdarahan akibat disfungsi platelet:
pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak
memiliki efek terhadap agregasi platelet.

b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi lokal di


tempat nyeri.

c. Non-farmakologi:
i. Olah raga
ii. Imobilisasi
iii. Pijat
iv. Relaksasi
v. Stimulasi saraf transkutan elektrik6
8
*

5. Follow-up / asesmen ulang


a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur.
b. Panduan umum:
i. Pemberian parenteral: 30 menit
ii. Pemberian oral: 60 menit
iii. Intervensi non-farmakologi: 30-60 menit.

6. Pencegahan
a. Edukasi pasien:
i. Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien, serta
tatalaksananya.

30
ii. Diskusikan tujuan dari manajemen nveri dan manfaatnya untuk
pasien
Hi. Beritahukan bahwa pasien dapat mengubungi tim medis jika
memiliki pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
iv. Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen
nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan
jadwal control).
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
7. Medikasi saat pasien pulang
a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat
beraktivitas seperti biasa / normal.
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada kondisi pasien.

31
8. Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri akut:
Algoritma Asesmen Nyeri Akut7

32
A lgoritm a M anajem en N yeri A ku t7

N y e r i s o m a tic N y e ri v is e ra l N y e ri n e u ro p a tik

• P arasetam ol • K o r t ik o s t e r o id • A n t i k o n v u ls a n

• C old packs • A n e s t e s i lo k a l i n t r a s p in a l • K o r t ik o s t e r o id

• K u T t ik u s te r o id • G A IN S • D1UK Iie U i UIl

• A n e s t e s i lo k a l (t o p i c a l / in f ilt r a s i) • O p io id • O A IN S

• O A IN S • O p io id

• O p io id • A n t i d e p r e s a n t r is ik lik

• S t im u la s i ta k til (a m i t r i p t i l i n )
-------------------------------- 1-------------------------

P ilih a l t e r n a t i f t e r a p i
y a n g la in n y a

Pencegahan

i,uur\rt.M p a a i c i i

ya T e r a p i fa rm a k o lo g i
L ih a t m a n a je m e n
K o n s u lt a s i (j i k a p e r i u )
n y e r i k r o n ik .
D o r t i w k n ti n l/ n n A n o l/ n li m m r i P rosed u r pem bedahan
1 VI LllllVUllglVUll i ip u n u n it jr v n

u n tu k m e r u ju k ke > 6 m in g g u ? N o n -fa rm a k o lo g i

s p e s ia iis y a n g
sesuai
ya

tid a k
K e m b a li k e k o t a k M e k a n is m e A n a lg e s ik ad ek u at?
‘t e n t u k a n n y e r i s e s u a i?
T
t id a k
m e k a n is m e
ya
nyci 1
f ya
E fe k s a m p i n g M a n a je m e n
p e n go bata n ? e fe k s a m p in g

t id a k
r

F o llo w -u p /
n ila i u l a n g

33
MANAJEMEN NYERI KRONIK
1. Lakukan asesm en nyeri:
a. anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya)
b. pemeriksaan penunjang: radiologi
c. asesmen fungsional:
i. nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan /
disabilitas
ii. buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
iii. nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan

2. tentukan mekanisme nyeri:


a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
i. Nyeri neuropatik:
• disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem
somatosensorik.
• Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia
pasca-herpetik.
• Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat
penjalaran nyeri sesuai dengan persarafannya, baal,
kesemutan, alodinia.
• Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada
musculoskeletal (bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung
selama > 3bulan

ii. Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial


• mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah,
panggul, dan ekstremitas bawah.
• Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot,
berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.
• Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang
repetitive.
• Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan
fisioterapi, identifikasi dan manajemen faktor yang
memperberat (postur, gerakan repetitive, faktor
pekerjaan)

iii. Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):


• Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri
pasca-operasi
• Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada
tempat nyeri. Terdapat riwayat cedera / luka.
• Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan
antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid.

iv. Nyeri mekanis / kompresi:


• Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan
istirahat.
• Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan
strain/sprain ligament/otot), degenerasi diskus,
osteoporosis dengan fraktur kompresi, fraktur.
• Merupakan nyeri nosiseptif
• Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau
stabilisasi.

35
3. Nyeri kronik: nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu

4. Asesmen lainnya:
a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri
(depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat
penganiayaan secara seksual/fisik.verbal, gangguan tidur)
b. Masalah pekerjaan dan disabilitas
c. Faktor yang mempengaruhi:
i. Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk
ii. Penyakit lain yang memperburuk / memicu nyeri kronik pasien
d. Hambatan terhadap tatalaksana:
i. Hambatan komunikasi / bahasa
ii. Faktor finansial
iii. Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas
kesehatan
iv. Kepatuhan pasien yang buruk
v. Kurangnya dukungan dari keluarga dan teman

5. Manajemen nyeri kronik


a. Prinsip level 1:
i. Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat
tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen
stress, kurangi nyeri).

Berikut adalah formulir rencana perawatan pasien dengan nyeri


kronik:

36
Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik

1. Tetapkan tujuan
□ Perbaiki skor kemampuan fungsional (A D L ) menjadi:_____ pada tanggal:
□ Kem bali ke aktivitas spesifik, hobi, olahi'aga_______________ pada tanggal:
a. __________________________________________________
b. __________________________________________________
c. __________________________________________________
□ Kem bali ke Dkerjaterbatas/atau □ kerja normal pada tanggal:

i u uaman nuui . _ja m / u ia ia iu , 300.11111. j oTTl/TTiai a ffi)

□ Ikuti rencana tidur dasar


a. Hindari kafein dan tidur siang, relaksasi sebeum tidur, pergi tidur pada jam yang
ditent ukan
□ Gunakan medikasi saat mau tidur
a.
b.
c.

3. T in g k a t k a r , a k t iv ita s fis ik

□ Ikuti fisioterapi ( hari/minggu________________________ )


□ Selesaikan peregangan harian (______ kali/hari, selama_______ menit)
□ Selesaikan latihan aerobic / stamina
a. Berjalan (______ kali/hari, selam a_______menit)
b. Treadmill, bersepeda, mendayung ( ______ kali/minggu, selama _ _ menit)
c. Goal denyut jantung yang ditargetkan dengan latihan kali/menit
□ Penguatan
a. Elastic, angkat beban (______ menit/hari, _ _ _ _ _ hari/minggu)

*t. i T ia i ia jc iu c H a n e w — u a n a i 1 v v^uou 311^33 u ia in a

□ Intervensi formal (konseling, kelompok terapi)


a.
n otihcm
t 'U h dritm rlpm ttm tpL'nil-
U11U11 J1U11U11 UVllJ^Ull LV1V
rp laL 'ca ci m p H ita oi t/n ao
1111V » V1U1WUU1) 111VU1VUH1) J
Hon c p lv ia a im / g
UUll UVUU^Ulliy u

a.
b.

□ Medikasi
a.
b.

5. Kurangi nyeri (level nyeri terbaik minggu la lu :_____/10, level nyeri terburuk minggu la lu :____ /10)
□ Tatalaksana non-medikamentosa
a. Din^in/^anas
b. _______________________________________________________________ __
O Medikasi
a. _____________________________________________________________________
b. _____________________________________________________________________
c. ____________________________________________________________________ _
d. _____________________________________________________________________
□ Terapi lainnya:__________________________________________________________

Nama D okter:______________________________________________________ Tanggal:


ii. Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk
meningkatkan fungsi
iii. Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku
kognitif dengan restorasi fungsi untuk membantu mengurangi
nveri dan meningkatkan fungsi.
• Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah
masalah yang rumit dan kompleks. Tatalaksana sering
mencakup manajemen stress, latihan fisik, terapi
relaksasi, dan sebagainya
• Beritahukan pasien bahwa focus dokter adalah
manajemen nyerinya
• Ajaklah pasien untuk berpartisipasi aktif dalam
manajemen nyeri
• Berikan medikasi nyeri yang teratur dan terkontrol
• Jadwalkan control pasien secara rutin, jangan biarkan
penjadwalan untuk control dipengaruhi oleh peningkatan
level nyeri pasien.
• Bekerjasama dengan keluarga untuk memberikan
dukungan kepada pasien
• Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara
bertahap
• Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut
nyeri.
iv. Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan
pasien)

b. Manajemen level 1: menggunakan pendekatan standar dalam


penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, non-
farmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan.

38
i. Nveri Neuropatik
• Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:
- Control gula darah pada pasien DM
- Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien
tumor dengan kompresi saraf
- Control infeksi (antibiotic)
• Terapi simptomatik:
- antidepresan trisiklik (amitriptilin)
- antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
- obat topical (lidocaine patch 5% , krim anestesi)
- OAINS, kortikosteroid, opioid
- anestesi regional: blok simpatik, blok epidural /
intratekal, infus epidural / intratekal
- terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi
spinal, pijat
- rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu,
latihan mobilisasi, metode ergonomis
- prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf dengan
radiofrekuensi
- terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi
(mengurangi tegangan otot dan toleransi terhadap
nyeri), terapi perilaku kognitif (mengurangi
perasaan terancam atau tidak nyaman karena nyeri
kronis)

ii. nyeri otot


• lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius,
faktor psikososial yang dapat menghambat pemulihan

39
• berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari
latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap.
• Rehabilitasi fisik:
- Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular,
fleksibilitas, keseimbangan
- mekanik
- pijat, terapi akuatik
• manajemen perilaku:
- stress / depresi
- teknik relaksasi
- perilaku kognitif
- ketergantungan obat
- manajemen amarah
• terapi obat:
- analgesik dan sedasi
- antidepressant
- opioid jarang dibutuhkan

iii. nyeri inflamasi


• control inflamasi dan atasi penyebabnya
• obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid

iv. nyeri mekanis / kompresi


• penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan
kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri,
dislokasi, fraktur.
• Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan
atau stabilisasi, bidai, alat bantu.

40
Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan
untuk mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.

c. Manajemen level 1 lainnya


i. OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri
non-neuropatik
ii. Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi
opioid jangka panjang untuk nyeri kronik. non-k.anker,9
iii. Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus
intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural
Iv. Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal

41
Skor D IRE (Diagnosis, Intractability, Risk, Efficacy)9

Skor Faktor Penjelasan

Diagnosis 1 = kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau


tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya:
fibromyalgia, migraine, nyeri punggung tidak spesifik.
2 = kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi
nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium.
Misalnya: nyeri punggung dengan perubahan degeneratif
medium, nyeri neuropatik.
3 = kondisi ianjut dengan nyeri berat dan temuan objektif
nyata. Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati
Ianjut, stenosis spinal berat.
Intractability 1 = pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara
(keterlibatan) minimal dalam manajemen nyeri
2 = beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak
sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat
hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis)
3 = pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi
respons terapi tidak adekuat.
Risiko (R) R = jumlah skor P + K + R + D
Pciimlnni
. -— -1 = Hicfunnci kpnrihariian uann
--- ----J— -"-I----------7--- ataiiZ>
3 -- -------- nannnuan
— J
iiwa7---
---- uann3
mempengaruhi terapi. Misalnya: gangguan kepribadian,
n ■
i"»k\
yauyyucm aicrv u ciai.
2 = gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya:
aepresi, gangguan cemas.
3 = komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau
gangguan jiw a yang signifikan
Kesehatan 1 = penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan,

42
penyaiahgunaan obat.
2 = medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi
psikofarmaka
3 = tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.

Reiiabiiitas 1 = hanvak macalah- npnvaiahniinaan nhatr hnjnc kprja /

jadwal control, komplians buruk


2 —terkadang mengalarni kesulitan da!am komplians, tetapi
secara keseluruhan dapat diandalkan
3 = sangat dapat aiandaikan (medikasi, jaawai controi, dan
terapi)
Dukungan 1 = hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman
sosial dekat, kehilangan peran dalam kehidupan normal
2 = kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan
dalam sosisl
3 = keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam
kerja/sekolah, tidak ada isolasi sosial
Efikasi 1 = fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan
penggunaan dosis obat sedang-tinggi
2 = fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan
nniniri rincic cpriann-finnnn

3 = perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup


tercapai dengan dosis yang stabil.
Skor total =D+I+R+E

Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka
panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang

43
d. Manajemen level 2
i. meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal
atau infus intratekal).
ii. Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konsen/atif /
manajemen level 1.
Hi. Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada
perbaikan dengan manajemen level l . 9

Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri kronik:


Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9

A p a k a h e t i o lo g i n y a d a p a t y A t a s i e t io lo g i n y e r i s e s u a i
a i k o r e k s i / a ia t a s i? in d ik a s i
Algorltma Manajemen Nyeri Kronik9

45
MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK
1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit kepala kronik,
trauma, sakit perut dan faktor psikologi
2. Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respons yang berbeda
terhadap kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3. Neonates lebih sensitif terhadap stimulus nyeri
4. Berikut adalah algoritma manajemen nyeri mendasar pada pediatrik:

Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik10

1. Asesmen nyeri pada anak

• N ila i k a ra k te r is tik n y e r i
• Lak u k a n p e m e rik s a a n m e d is d a n p e n u n ja n g y a n g sesu a i
• E va lu a si k e m u n g k in a n a d a n y a k e te r lib a ta n m e k a n is m e
n o s is e p t if d a n n e u ro p a tik
s K a jila h fa k to r y a n g m e m p e n g a r u h i n y e r i p a d a an a k

2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder

• K o m p o n e n n o s is e p t if d a n n e u r o p a tik y a n g a d a sa a t in i
• K u m p u lk a n g e ja la -g e ja la fis ik y a n g a da
• P ik irk a n fa k to r e m o s io n a l, k o g n itif, dan p e r ila k u

3. Pilih terapi yang sesuai

Obat Non-obat

• A n a lg e s ik • K o g n it if
• A n a lg e s ik a d ju v a n t • F is ik
§ a n e s te s i *
— noriloVu
^/V l ilUiVVt
4. Implementasi rencana manajemen nyeri

• Berikan umpan balik m engenai penyebab dan faktor yang m em pengaruhi n yeri kepada oran g tua (dan anak]
• Berikan rencana m anajem en yan g rasional dan terintegrasi
• Asesm en ulang n yeri pada anak secai a ru lin
• Evaluasi efektifitas rencana m anajem en nyeri
• Revisi rencana jika diperlukan

level nyeri anak (ringan, sedang, berat).


i. Awalnya, berikan analgesik ringan-sedang (level 1).
ii. Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naiklah
ke level 2 (pemberian analgesik yang lebih poten).
iii. Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian
parasetamol tetap diaplikasikan sebagai analgesik adjuvant.
iv. Analgesik adjuvant
• Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan
untuk nyeri tetapi dapat berefek analgesik dalam kondisi
tertentu.
• Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan
analgesik adjuvant sebagai level 1.
• Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk
mengatasi nyeri neuropatik.
• Kategori:
- Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis
adrenergic alfa-2, kortikosteroid, anestesi topical.
- Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant,
antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal
- Analgesik untuk nyeri musculoskeletal: relaksan
otot, benzodiazepine, inhibitor osteoklas,
radiofarmaka.

47
b. 'By the dock': mengacu pada waktu pemberian analgesik.
i. Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam
(disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan
nyeri pasien), tidak boleh prn (jika perlu) kecuali episode nyeri
pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi.
c. 'by the child': mengacu pada peemberian analgesik yang sesuai
dengan kondisi masing-masing individu.
i. Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
ii. Sesuaikan dosis analgesik jika perlu
d. 'By the mouth': mengacu pada jalur pemberian oral.
i. Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak
invasive, dan efektif; biasanya per oral.
ii. Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat
menyangkal bahwa mereka mengalami nyeri atau tidak
memerlukan pengobatan.
iii. Untuk mendapatkan efek analgesik yang cepat dan langsung,
pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling
efisien.
iv. Opioid kurang poten jika diberikan per oral.
v. Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular
karena nyeri dan absorbsi obat tidak dapat diandalkan.
vi. Infus kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM,
IV , dan subkutan intermiten, yaitu: tidak nyeri, mencegah
terjadinya penundaan/keterlambatan pemberian obat,
memberikan control nyeri yang kontinu pada anak.
• Indikasi: pasien nyeri di mana pemberian per oral dan
opioid parenteral intermiten tidak memberikan hasil yang
memuaskan, adanya muntah hebat (tidak dapat
memberikan obat per oral)
48
e. Analgesik dan anestesi regional: epidural atau spinal
i. Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut
yang sulit diatasi dengan terapi konservatif.
ii. Harus dipantau dengan baik
iii. Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera
obat-obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan akurat
mengenai tanda vital / skor nyeri.
f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab multipel, dapat
melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik
i. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh
ii. Pemeriksaan penunjang yang sesuai
iii. Evaluasi faktor yang mempengaruhi
iv. Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif,
fisik, dan perilaku).
v. Lakukan pendekatan multidisiplin
g. Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan
untuk anak:

Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan
Parasetamo! 10-15mg/kgBB oral, Efek antiinflamasi kecil, efek
setiap 4-6 jam gastrointestinal dan hematologi minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien
setiap 6-8 jam dengan gangguan hepar/renal, riwayat
perdarahan gastrointestinal atau
hipertensi.
■i n ~— 1
Naproksen i iy/ ivy d d / i ia i i u i a i, Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien
terbagi dalam 2 dosis dengan disfungsi renal. Dosis maksimal

49
lg/hari.

Diklofenak lmg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi. Efek samping sama


8-12 jam dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis
maksimal 50mg/kali.

h. Panduan penggunaan opioid pada anak:


i. Pilih rule yang paling sesuai. Untuk pembenan jangka panjang,
pilihlah jalur oral.
ii. Pada penggunaan infus kontinu IV , seaiakan obat opioid keija
singkat dengan dosis 50%-200% dari dosis infus perjam kontinu
pm.
iii. Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat pm dalam 24 jam ,
naikkan dosis infus IV per-jam kontinu sejumlah: total dosis
opioid pm yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24. Alternatif
lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50% .
iv. Pilih opioid yang sesuai dan dosisnya.
v. Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas ,
tingkatkan dosis sebesar 50% .
vi. Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua pasien
yang menerima opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering-off
(untuk menghindari gejala withdrawal). Kurangi dosis 50%
selama 2 hari, lalu kurangi sebesar 25% setiap 2 hari. Jika dosis
ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB/hari), opioid
dapat dihentikan.
vii. Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena
dapat terakumulasi dan menimbulkan mioklonus, hiperrefleks,
dan kejang.

i. Terapi alternatif / tambahan:

50
i. Konseling
ii. Manipulasi chiropractic
iii. Herbal
6. Terapi non-obat
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memiliki
efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti
music, cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film,
dan sebagainya.
c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat
meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat
menurunkan nyeri.
d. Terapi relaksasi: dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari
tangan, menggerakkan kaki sesuai irama, menarik napas dalam.10

Terapi non-obat10
Kognitif Perilaku Fisik
• Informasi • iatihan • pijat
• Pilihan dan control • terapi relaksasi • fisioterapi
• Distraksi dan • umpan balik nositif • stimulasi terma!
atensi • modifikasi gaya hidup / • stimulasi sensorik
»^ i-l\
i if/nnrvrir
yji iwou noriiol/i
pui nurvui « ^i/nni intiir
« uixupumui
• psikoterapi • TENS ( transcutaneous
eiectricai nerve
stim ulation)

MANAJEMEN N YERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT (G E R IA T R I)10

51
1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan sebagai orang - orang yang berusia > 65
tahun.
2. Pada lansia, prevalent nyeri dapat meningkat hingga dua kali lipatnya
dibandingkan dewasa muda.
3. Penyakit yang sering menvebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker,
neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, reumatika polimialgia, dan
penyakit degenerative.
4. Lokasi yang sering mengalami nyeri: sendi utama / penyangga tubuh,
punggung, tungkai bawah, dan kaki.
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada
geriatric.
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Asesmen nyeri pada geriatric yang valid, reliabel, dan dapat diaplikasikan
menggunakan F u n ctio n a l P a in S c a le seperti di bawah ini:
F u n ctio n a l P a in S c a le
Ska la Keterangan
n yeri
0 Tidak nyeri
1 Dapat ditoieransi (aktivitas tidak terganggu)
2 Dapat ditoieransi (beberapa aktivitas edikit terganggu)
3 TiH ak H an at Hilriliaranci fl-pJ-ani m ^cih H an at menggunakan

telepon, menonton TV, atau membaca)


tA Tidak dapat ditoieransi (tidak dapat menggunakan telepon,
menonton TV, atau membaca)
5 Tidak dapat ditoieransi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri)

*Skor normal / yang diinginkan : 0-2

52
7. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area
nosiseptif untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan, dan akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
e. Fisioterapi dan terapi okupasi.

8. Intervensi farmakologi (tekankan pada keamanan pasien)


a. Non-opioid: OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant
trisiklik, amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid:
i. risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (iangka
pendek).
ii. Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk
mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol).
iii. Berikan opioid jangka pendek
iv. Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih
baik daripada pemberian intermiten.
v. Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.
vi. Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan
opioid sebesar 50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant

53
i. OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan
resol usi nyeri
ii. Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin,
tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik
iii. Antikonvulsan: untuk neuralgia trigeminal.
• Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari
dan dapat ditingkatkan menjadi 300 mg/hari

9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan


gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun.
lO.Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi.
11. Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik. Absorbs
sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau sindrom
malabsorbsi.
12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia.
13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat.
14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan.
15. Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami: konstipasi.
16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya pasien
mengkonsumsi analgesik, antidepressant, dan sedasi secara rutin harian.)
17. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan
perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.

18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan:


a. Penurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke
depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan
menurunnya kemampuan fungsional.
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat
menurunkan imunitas tubuh
54
c. Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya
agitasi dan gelisah.
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium.

19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia:
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan
efek samping gastrointestinal lebih besar)
b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia);
metadon, levorphanol (waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene: neurotoksik
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)
20.Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan
kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents).
21.Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan
manajemen pada nyeri akut).
a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid
b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dnegan OAINS dan
analgesik adjuvant
c. Nyeri berat: opioid poten
22.Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis
dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi

55
REFERENSI

1. Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current


understanding of assessment, management, and treatments. National
Pharmaceutical Council, Inc; 2001.
2. Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts.
McGraw-Hill; 2005.
3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain
intensity instruments: numeric rating scale; 2003.
4. Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St.
Louis: C.V. Mosby Company; 1986. h. 373.
5. Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric
intensive care environments: the COMFORT Scale. J Paed Psych. 1992; 17:95-
109.
6. Pain management, [diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:
www.hospitalsoup.com
7. Institute for Clinical Systems Improvement (IC S I). Health care guideline:
assessment and management of acute pain. Edisi ke-6. IC S I; 2008.
8. Pain Management Task Group of the Hull & East Riding Clinical Policy Forum.
Adult pain management guidelines. NHS; 2006.
9. Institute for Clinical Systems Improvement (IC S I). Health care guideline:
assessment and management of chronic pain. Edisi ke-5. IC S I; 2011.
10. Argoff CE, McCleane G. Pain management secrets: questions you will be
asked. Edisi ke-3. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2009.

56

Вам также может понравиться