Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Diabetes mellitus (DM) termasuk dalam kelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia kronik yang disebabkan oleh gangguan dari sekresi insulin, aksi insulin, atau
keduanya. Secara umum diabetes mellitus dibagi dalam dua bentuk utama, yaitu kerusakan sel β
pancreas yang menyebabkan defisiensi sebagian atau keseluruhan insulin, dan resistensi insulin
pada jaringan dengan sedikit atau tanpa gangguan sintesis atau pelepasan insulin. Penurunan aksi
pada jaringan target menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
DM tipe-1 merupakan diabetes mellitus yang disebabkan oleh kerusakan sel β prankeas
baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti.
Sekresi insulin yang rendah mengakibatkan gangguan pada metabolism karbohidrat, lemak, dan
protein.
DM tipe – 2 terjadi oleh resistensi insulin. DM tipe - 2 selalu dihubungkan dengan bentuk
sindrom resistensi insulin lainnya (hiperlipidemia, hipertensi akantosis nigrikans,
hiperandrogenisme ovarium, penyakit perlemakan hati non-alkoholik). Pada uji toleransi glukosa
oral, sekresi insulin tergantung pada derajat dan lama penyakit serta sangat bervariasi antara yang
paling lambat sampai cepat.
Kemungkinan diabetes tipe lain perlu dipikirkan pada anak dengan riwayat keluarga
autosomal dominan, berhubungan dengan tuli, atrofi optik, atau gambaran sindrom yang lain,
resistensi insulin, riwayat terpapar obat – obatan yang toksik terhadap sel β dan yang menyebabkan
terjadinya resistensi insulin. Gambaran karakteristik diabetes pada anak diabetes mellitus tipe 1
dan tipe 2 terdapat pada tabel berikut.
Tabel 2.2. Karakteristik Klinik Diabetes Mellitus Tipe – 1 dan Tipe – 2 pada Anak dan Dewasa
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sekitar 10% pasien DM tipe-1 memilki riwayat keluarga dengan diabetes, namun tidak
ditemukan pola penurunan tertentu. Dibandingkan dengan DM tipe-2, penderita yang baru
terdiagnosis dengan DM tipe-1 5 kali lebih jarang untuk mempunyai anggota keluarga yang juga
menderita DM tipe-1.
Berdasarkan rata-rata dari rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak
yaitu pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun. Penelitian di Amerika Serikat mengatakan hal yang sedikit
berbeda terkait dengan onset, yaitu puncak insidens terjadi pada anak-anak usia awal sampai
pertengahan pubertas. Selain itu, penelitian di Amerikat Serikat juga mengatakan bahwa onset DM
tipe I lebih banyak terjadi selama musim dingin karena pada musim dingin banyak terjadi infeksi
virus, yang dapat menyebabkan stress metabolik yang melebihi kemampuan sel β untuk
memproduksi insulin dan mempertahakan euglikemi.
Diabetes Tipe 1 ditandai dengan penghancuran autoimun sel insulin di pankreas oleh sel
CD 4+ dan CD8 + T dan makrofag yang menginfiltrasi Sel langerhans pankreas. Beberapa ciri –
ciri diabetes mellitus tipe – 1 sebagai penyakit autoimun.
Sekitar 85% pasien memiliki antibodi sel beta yang beredar di sirkulasi darah, dan
mayoritas juga memiliki antibodi anti-insulin yang terdeteksi sebelum menerima terapi insulin.
Sebagian besar antibodi sel islet menyerang dekarboksilase asam glutamat (GAD) di dalam sel B
pancreas.
Pre – diabetes
Manifestasi klinis diabetes
Periode “honeymoon”
Ketergantungan insulin yang menetap
Fase prediabetes diawali dengan kerentanan genetic dan diakhiri dengan kerusakan total
sel β pancreas ditandai oleh menurunnyansekresi C – peptide. Periode ini ditandai dengan
ditemukannya antibody (ICA, GAD, IA, dll) dan merupakan prediktor terhadap timbulnya diabetes
klinis.
Bila ditemukan lebih dari satu autoantibodi akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
diabetes, misalnya jika terdapat IA2 dan GAD maka risiko untuk menjadi DM tipe – 1 adalah
sebesar 70% dalam kurun waktu 5 tahun. Parameter yang bisa membantu menentukan stadium ini
adalah :
Pemantauan jangka panjang menunjukkan bahwa gejala klinis bervariasi, bila mendadak
dalam beberapa hari menjadi KAD atau dalam beberapa minggu menunjukkan gejala klasik DM.
Penelitian Diabetes Prevention Trial menunjukkan bahwa 73% pasien yang didiagnosis DM tipe
– 1 tidak menunjukkan gejala klinis.
2.3.3 Periode “honeymoon”
Periode “honeymoon” ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu atau bulan
setelah terapi insulin. Kriteria periode “honeymoon” bila kebutuhan insulin kurang dari
0,5U/kgBB/hari dengan HbA1c <7%. Hal ini perlu dijelaskan kepada keluarga yang biasanya
menganggap fenomena ini sebagai tanda – tanda kesembuhan, padahal keadaan ini hanya bersifat
sementara sebelum memasuki periode ketergantungan total terhadap insulin.
Perjalanan penyakit dari periode “honeymoon” ke periode tergantung insulin seumur hidup
biasanya lambat, tetapi bisa dipercepat dengan adanya penyakit lain. Terapi sulih insulin
merupakan satu – satunya pengobatan untuk DM tipe – 1.
2.4 GAMBARAN KLINIS
Sebagian besar penderita DM tipe-1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut.
Biasanya poliuria, polidipsia, nokturia, enuresis, penurunan berat badan yang cepat dalam 2-6
minggu sebelum diagnosis ditegakkan. Apabila gejala-gejala klinis ini disertai dengan
hiperglikemia maka diagnosis DM tidak diragukan lagi.
Insidens DM tipe – 1 di Indonesia masih belum diketahui dengan pasti, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosis yang mengakibatkan keterlambatan diagnosis. Akibatnya pasien sering
datang dengan ketoasidosis dibetik pada saat awitan diagnosis. Kesalahan diagnosis yang sering
terjadi adalah napas Kussmaul disangka sebagai bronkopneumonia atau dehidrasi dianggap
disebabkan oleh gastroenteritis.
Perjalanan alamiah penyakit DM tipe – 1 ditandai dengan adanya periode “remisi” (parsial)
yang dikenal sebagai periode honeymoon. Periode ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan
residual pankreas sehingga pancreas mensekresikan kembali sisa insulin. Periode ini akan berakhir
apabila pancreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya periode ini
harus dicurigai apabila seseorang penderita baru DM tipe – 1 sering mengalami serangan
hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghindari hipoglikemia.
Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai <0,5U/kgBB/hari maka dapat dikatakan
penderita berada pada periode “remisi”. Di negara berkembang yang masih diwarnai oleh
pengobatan tradisional, periode ini perlu dijelaskan kepada penderita sehingga anggapan bahwa
penderita telah “sembuh” dapat dihindari. Perlu diingat bahwa pada saat cadangan insulin sudah
habis, penderita akan membutuhkan kembali insulin dan apabila tidak segera mendapat insulin,
penderita akan jatuh kembali ke keadaan ketoasidosis dengan segala konsekuensinya.
2.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Tes yang paling simpel dimana tidak dibutuhkan puasa sebelum melakukan tes. Apabila
hasil test ≥200 mg/dl mengindikasikan kemungkinan diabetes tetapi harus dikonfirmasi ulang.
Test ini dilakukan dengan cara puasa 8 jam sebelum tes dilakukan, apabila hasil test ≥126
mg/dl baik pada tes kedua ataupun test selanjutnya pada hari yang berbeda, maka dapat didiagnosis
diabetes.
Test ini untuk mengevaluasi respon tubuh terhadap glukosa. Test ini membutuhkan puasa
setidaknya 8 jam tapi tidak lebih dari 16 jam.
Protein bereaksi secara spontan dalam darah dengan glukosa untuk membentuk derivat
glikasi. Tingkat glikasi protein dikendalikan oleh konsentrasi glukosa dalam darah dan dengan
jumlah kelompok amino reaktif yang ada dalam protein yang dapat diakses glukosa untuk reaksi.
Semua protein dengan situs reaktif dapat digitasi dan konsentrasi protein terglikasi yang dapat
diukur dalam darah merupakan penanda fluktuasi konsentrasi glukosa darah selama periode
tertentu. Dari titik klinis protein glycated dengan waktu hidup yang lebih lama dalam darah sangat
menarik, karena mereka mencerminkan pemaparan protein ini ke glukosa untuk waktu yang lebih
lama.
Glycated hemoglobin
Jangka waktu hidup hemoglobin in vivo adalah 90 – 120 hari. Selama periode ini bentuk
hemoglobin A glikoase, menjadi senyawa ketoamin yang dibentuk dengan kombinasi dari
hemoglobin A dan glukosa. Beberapa subfraksi dari hemoglobin glikase ini terisolasi. Dari jumlah
tersebut, hemoglobin glikase sebagian fraksi HbA1c paling banyak diminati sebagai indikator
retrospektif konsentrasi glukosa rata-rata. HbA1c direkomendasikan sebagai indikator penting
untuk pemantauan kontrol glukosa darah. Darah HbA1c≥ 6,5% dianggap sebagai diabetes.
Fructosamine test
Albumin adalah komponen utama dalam plasma protein, albumin juga mengandung asam
amino bebas, reaksi non-enzimatik dengan glukosa dalam plasma terjadi. Oleh karena itu albumin
terglikasi juga dapat berfungsi sebagai penanda untuk memantau glukosa darah. Albumin glikolasi
biasanya diambil untuk memberikan ukuran retrospektif konsentrasi glukosa darah rata-rata
selama periode 1 sampai 3 minggu. Interval referensi: 205- 285 mikro mol / L.
2.6 TATALAKSANA
Sekali di diagnosis DM tipe – 1, maka perawatan dini berfokus pada pengembalian kadar
glukosa normal dan mengajarkan pasien dan keluarga kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk
perawatan selama dirumah. Tatalaksana awal dipengaruhi oleh keadaan pasien (contoh : DKA).
Pendekatan perawatan awal juga harus disesuaikan dengan tahap perkembangan pasien. Idealnya,
setiap anak yang baru didiagnosis menderita T1DM harus dievaluasi oleh tim diabetes yang terdiri
dari endokrinologi anak, pendidik perawat, ahli gizi, pekerja sosial, spesialis kehidupan anak, dan
profesional kesehatan mental.
Paling tidak, selama kunjungan awal dengan tim diabetes, keluarga harus belajar
bagaimana memeriksa dan mencatat konsentrasi glukosa darah menggunakan meteran glukosa
darah rumah, cara membuat dan mengirim insulin menggunakan suntikan, dan bagaimana
mendeteksi dan mengobati hipoglikemia. Pada akhirnya, manajemen diabetes yang optimal
berusaha menyeimbangkan antara mengembalikan glukosa darah ke dalam kisaran euglycemic
untuk meminimalkan komplikasi miovaskular dan makrovaskular yang terkait dengan
hiperglikemia kronis sekaligus meminimalkan kerentanan anak terhadap hipoglikemia.
Terapi insulin diberikan untuk meniru aktifitas sel β dengan mencapai tiga tujuan dasar:
1. Facilitate metabolism and storage of consumed food.
2. Normalize hyperglycemia.