Вы находитесь на странице: 1из 19

MAKALAH FISIOTERAPI

FLAT FOOT

Disusun Oleh :

Clara Sherly Ketaren

Day Zebua

Dinda Hanifah

Edgar Situmeang

Elisabet Tampubolon

JURUSAN FISIOTERAPI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SITI HAJAR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Makalah
Fisioterapi Flat Foot” ini. Dan terimakasih untuk Dosen mata kuliah Fisioterapi Manual
Terapi I yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai penyakit degeneratif pada pinggang. Kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Penyusun

Maret 2019

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kaki merupakan bagian tubuh yang berfungsi untuk menopang berat badan,
namun banyak diantara kita yang memiliki masalah dengan kaki, salah satunya ialah flat
foot atau kaki datar, yaitu tidak adanya arkus (lengkungan) pada telapak kaki. Bentuk
kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia tertentu memang wajar terjadi,
karena struktur tulang dan jaringan sekitarnya belum terbentuk sepenuhnya. Namun jika
melewati masa batas terbentuknya anatomi kaki yang normal maka kemungkinan sampai
dewasa nanti orang tersebut akan memiliki bentuk kaki datar atau flat foot.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya flat foot yaitu faktor internal dan
eksternal, dimana faktor internal ini merupakan faktor karena bawaan lahir (congenital),
sedangkan faktor eksternal yaitu karena didapat seperti cedera (trauma), kehamilan dan
penyakit. Pada penelitian ini, penulis hanya memfokuskan pada flat foot yang disebabkan
karena bawaan lahir atau congenital flat foot, dimana kondisi flat foot yang dialami
memang sejak kecil sampai usia mereka dewasa.
Kondisi flat foot bersifat progresif artinya jika tidak ditangani dengan baik maka
kondisi kaki tersebut akan bertambah buruk dengan terjadinya deformitas valgus dan
akan mengarah pada kondisi kaki planus. Tidak hanya itu tanda dan gejala lain yang
akan timbul akibat flat foot ialah nyeri, deformitas pada lutut dan pangkal paha, tulang
punggung bengkok (scoliosis), dan pola jalan yang abnormal. Selain itu orang dengan
flat foot tidak mampu berdiri pada satu kaki, hal ini menunjukkan bahwa terjadinya
gangguan keseimbangan akibat perubahan biomekanik pada kaki sehingga berpengaruh
terhadap sistem propriosepsi tubuh.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala yang timbul dan
mencegah bertambah buruknya kondisi kaki yaitu dengan pemberian obat non steroid
(NSAIDs) namun dalam pengawasan dokter karena dapat memberikan efek
ketergantungan jika salah pemakaian, penambahan bantalan yang sesuai pada alas kaki,

1
melakukan latihan sesuai kebutuhan secara rutin, sampai tindakan operasi untuk
memperbaiki biomekanik kaki tersebut. Abnormalitas anatomi pada kaki seperti ini dapat
menimbulkan masalah-masalah jika tidak ditangani secara baik. Masalah yang mungkin
akan dirasakan seperti nyeri, cepat merasa lelah, pegal pada otot, gangguan pola jalan,
deformitas dan gangguan keseimbangan tubuh dapat terjadi. Hal tersebut karena
perubahan biomekanik pada kaki yang datar. Perubahan biomekanik pada flat foot
menyebabkan gangguan pada sistem propriosepsi tubuh, dimana sistem tersebut
merupakan salah satu komponen pengontrol keseimbangan, maka dari itu orang dengan
kondisi flat foot mengalami gangguan pada keseimbangannya baik statis maupun
dinamis.

B. Patofisiologi
Flat foot merupakan kelainan herediter yang ditandai dengan hilangnya arkus
plantaris sehingga kaki berbentuk pipih. Flat foot disebut juga pes planus atau fallen
arches adalah kondisi dimana lengkung kaki hilang dan disertai dengan nyeri. Flat foot
mengacu pada suatu kondisi medis dimana lengkungan kaki rata atau datar sehingga
seluruh bagian telapak kaki menempel atau hampir menempel pada tanah. Flat foot biasa
muncul pada bayi dan itu normal, sebagian karena "lemak bayi" yang menutupi
lengkungan yang sedang berkembang dan sebagian karena lengkungan tersebut memang
belum sepenuhnya berkembang. Arkus longitudinal yang membentuk lengkung pada
kaki secara natural akan berkembang sejak awal dekade kehidupan, yaitu ketika anak
mulai berdiri. Arkus pedis pada anak biasanya menjadi lengkungan yang proporsional
atau lengkungan yang tinggi pada saat anak memasuki masa remaja. Etiologi flat foot
ada beberapa macam, diantaranya sebagai berikut:
1. Kongenital, yaitu kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi karena mungkin diturunkan
dari keluarga (genetik).
2. Adanya ruptur pada tendon tibialis posterior. Umumnya dialami oleh wanita pada
rentan usia 45-65 tahun. Hal ini disebabkan karena overuse atau aktivitas berlebih.

2
3. Post-trauma, seperti fraktur pada ankle dengan malunion (gagal menyambung).
4. Kelemahan atau kelebihan aktivitas pada otot kaki.
5. Penyakit neuromuskular.
6. Penyakit neuropathik.
7. Penyakit inflamasi, seperti arthritis.
8. Obesitas
Flat foot dapatan memiliki banyak etiologi, dimana disfungsi tendon tibialis posterior
merupakan penyebab yang paling umum. Pada flat foot dapatan ada tiga kerusakan
dimensional, yaitu keadaan valgus pada kaki bagian belakang, kolapsnya arkus
longitudinal, dan kaki bagian depan mengalami abduksi. Flat foot dapatan, dapat
disebabkan karena ketegangan pada tendon achilles (khususnya komponen
gastrocnemius) dan juga bisa menyebabkan terjadinya kontraktur pada tendon achilles.
Flat foot dapatan memperburuk kontraktur tendon achilles dengan mempertahankan
hindfoot (kaki belakang) dalam keadaan valgus. Gejala pada flat foot antara lain nyeri,
kram di kaki, dan lutut, memiringkan tumit ke sisi luar, kesulitan atau perubahan dalam
berjalan, kesulitan memakai sepatu, menarik diri dari kegiatan fisik. Kaki nyeri terutama
di bagian tumit dan area lengkungan merupakan gejala awal yang mungkin sering
timbul. Nyeri pada kaki dapat memburuk saat beraktivitas, dan dapat timbul
pembengkakan di sepanjang bagian dalam pergelangan kaki. Ciri lainnya, seseorang
dengan flat foot jika berjalan sering jatuh, cepat lelah, mengeluh sakit kaki. Bahkan, pada
beberapa kasus mereka merasakan sakit punggung. Gejala lain umumnya timbul akibat
kerusakan lanjut akibat mekanisme kompensasi ketika kaki bergulir terlalu dalam
(pronasi berlebihan), yaitu kerusakan sendi pergelangan kaki dan lutut (valgus deformity)
dan jaringan-jaringan lunak sekitarnya.

3
Flat foot diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kongenital
a. Fleksibel flat foot
Fleksibel flat foot adalah kondisi dimana arkus atau lengkung kaki akan terlihat
pada posisi non-weightbearing namun menjadi datar ketika berdiri atau
weightbearing. Fleksibel flat foot umumnya bersifat fisiologis, tidak
menimbulkan gejala, tidak membutuhkan penanganan dan muncul pada awal
dekade kehidupan. Sebagian besar anak-anak mengalami kondisi ini karena
lengkung kakinya belum terbentuk sempurna. Fleksible flat foot umumnya terjadi
pada semua bayi dan akan normal ketika berusia 2-5 tahun. Flat foot jenis ini
lebih bersifat fisiologis karena akan hilang seiring dengan maturitas dan
asimtomatis. Fleksible flat foot cenderung diakibatkan oleh kekenduran ligamen.
Namun, kondisi ini juga dapat berkembang sampai dewasa. Ketika fleksibel flat
foot menimbulkan keluhan nyeri atau rasa sakit pada kaki, maka harus segera
diwaspadai. Biasanya kondisi seperti ini perlu mendapatkan penanganan karena
rasa sakit tentunya aka menimbulkan keluhan yang berdampak pada terbatasnya
aktivitas. Umumnya fleksible flat foot bersifat fisiologis dan akan hilang seiring
maturitas paling lama usia 10 tahun. Fleksible flat foot jarang menunjukkan
gejala (asimtomatis) dan hampir tidak pernah menimbulkan kecacatan.
b. Rigid flat foot
Rigid flat foot lebih mengarah pada proses patologi dan simtomatis yang ditandai
dengan adanya nyeri serta kekakuan, dan membutuhkan penanganan. Tidak
seperti fleksible flat foot, rigid flat foot akan menetap sampai pasien dewasa.
Perbedaan diantara keduanya yakni fleksible flat foot hanya akan memipih ketika
pasien disuruh berdiri sedangkan pada posisi tidur kaki akan berbentuk normal.
Lain halnya dengan rigid flat foot yang tetap dalam kondisi memipih dalam
kondisi apapun. Pada kondisi ini, seseorang tidak memiliki lengkung kaki sama
sekali, baik ketika dalam posisi weightbearing ataupun non-weightbearing. Pada
keadaan tertentu, flat foot dapat menimbulkan gejala seperti rasa sakit yang

4
bahkan dapat berkembang hingga dewasa, dan menyebabkan rasa sakit atau tidak
nyaman bagi penderitanya, serta dapat mengakibatkan kelainan gaya berjalan.
Oleh karena itu, penting kiranya untuk dapat mengevaluasi secara dini flat foot
dengan atau tanpa gejala, serta bersifat fisiologik atau patologik, sehingga dapat
dilakukan tindakan intervensi sesegera mungkin.
2. Dapatan
Sedangkan flat foot dapatan merupakan kelainan kompleks yang terjadi pada orang
dewasa dengan gejala yang berbeda dan tingkat deformitas yang bervariasi. Flat foot
yang didapat pada dewasa, termasuk fraktur atau dislokasi, laserasi tendon, koalisi
tarsal, artritis, neuroarthropathy, kelemahan neurologis, dan penyebab iatrogenik.
Penyebab paling umum dari flat foot dewasa adalah kegemukan atau obesitas yang
memicu timbulnya timbunan lemak di area lengkungan kaki, cedera kaki atau
pergelangan kaki, adanya radang sendi lutut dan pergelangan kaki, proses penuaan,
diabetes, disfungsi tendon tibialis posterior yang diantaranya disebabkan proses
degeneratif, inflamasi, dan trauma.

Flat foot menyebabkan ketidakstabilan kaki sebagai penumpu tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan berbagai keluhan seperti cepat ausnya sol sepatu bagian tumit,
mempengaruhi gerakan normal berjalan yang mengakibatkan kelelahan, serta nyeri. Flat
foot menyebabkan kurang berfungsinya sistem pengungkit yang kaku saat kaki
meninggalkan pijakan, sehingga menyebabkan keluhan mudah lelah dan membatasi
aktivitas jalan. Ratanya arkus longitudinal medial menyebabkan gangguan pada proses
weightbearing dan menjadi penyebab perubahan fungsional pada kaki. Banyak orang
dengan kondisi flat foot menunjukkan tidak adanya fase toe-off saat berjalan. Gejala yang
timbul berupa pronasi kaki, pemendekan otot-otot everter (seperti otot peroneal), nyeri
pada plantar fascia, kelemahan struktur pendukung dari sisi medial kaki (ligamen medial
atau grup deltoid), dan tendon tibialis posterior. Dalam waktu yang lama, deformitas ini
akan berkembang menjadi kronik dan tekanan yang tidak normal akan ditransfer ke area
proksimal, sehingga mempengaruhi sendi lutut, pinggul, dan punggung bawah.
Seseorang yang mengalami kondisi flat foot membutuhkan lebih banyak kerja otot

5
dibandingkan dengan orang yang tidak flat foot untuk mendukung dan menggerakkan
beban tubuhnya. Pada flat foot, kaki bagian belakang akan mengalami valgus. Eversi
pada sendi subtalar menyebabkan sedikit bahkan tidak adanya dukungan dari ligamen.
Oleh karena itu, kaki harus mengandalkan kerja dari otot-otot aksesoris/pembantu
sebagai stabilisasi. Hal ini tidak hanya menyebabkan kelelahan pada otot-otot ekstrinsik
pada kaki, tetapi juga otot-otot intrinsik yang berfungsi secara maksimal sebagai
kompensasi dari hilangnya dukungan ligamen.
Pada beberapa orang, flat foot tidak memberikan dampak yang berarti, namun pada
sebagian orang, kondisi lengkungan kaki yang tidak normal ini dapat berkontribusi
terhadap timbulnya masalah di pergelangan kaki, lutut dan dapat menyebabkan cedera.
Biasanya penderita dan dokter pemeriksa tidak menyadari, bahwa rasa sakit dan
nyeri yang terjadi di lutut dan pergelangan kaki dipicu oleh lengkungan kaki yang tidak
normal. Flat foot menyebabkan pronasi berlebihan. Flat foot menyebabkan tulang, otot
dan sendi di tungkai mengalami perubahan posisi.
Kondisi flat foot bersifat progresif artinya jika tidak ditangani dengan baik maka
kondisi kaki tersebut akan bertambah buruk dengan terjadinya deformitas valgus dan
akan mengarah pada kondisi kaki planus. Semakin tinggi grade flat foot maka
kemampuan keseimbangan dinamis semakin rendah. Keseimbangan merupakan
kemampuan yang penting dimana digunakan dalam aktifitas kita sehari–hari, seperti
berjalan, berdiri dan berlari. Rendahnya kemampuan keseimbangan dapat mengakibatkan
rentan jatuh dan mengalami hambatan saat berjalan. Adanya hambatan berjalan akan
mempengaruhi aktivitas, dimulai dari gangguan bergerak aktif, dan aktivitas sehari-hari
(ADL) sampai berdampak menurunnya produktivitas. Jika adanya penurunan fungsi
keseimbangan juga akan menyebabkan menurunnya kontrol postur, menurunnya
alignment tubuh, monitoring kepala, kontrol reflek gerak mata serta dalam mengarahkan
gerakan. Maka dari itu peran fisioterapi pada kasus flat foot diperlukan guna memberikan
program latihan yang terintegrasi dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan
tubuh pada kondisi tersebut.

6
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi kondisi flat foot.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi flat foot
terhadap penurunan nyeri.
b. Untuk mengetahui manfaat penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi flat foot
terhadap peningkatan kemampuan aktivitas fungsional.

D. Manfaat
1. Manfaat Ilmiah
a. Menambah pengetahuan dan menambah wawasan dalam melaksanakan proses
fisioterapi pada kondisi Flat foot.
b. Untuk mendapatkan metode yang tepat dan bermanfaat dalam melakukan
penanganan pada kondisi Flat foot.
2. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan bagi fisioterapis di Rumah Sakit atau lahan praktek dalam
penanganan kasus Flat foot.

7
BAB II

ISI

A. Pengertian Flat Foot

Pada sebagian besar anak-anak memiliki lengkung longitudinal yang normal


berkembang pada usia 2-5 tahun dan hanya 4% di antaranya yang tetap bertahan
setelah berusia 10 tahun. Kaki datar yang sering kita jumpai kebanyakan akibat dari
kelemahan ligamen kaki pada kelainan struktur

tulang, ketidak seimbangan otot, dan kelemahan ligamen. Salah satu gangguan yang
paling sering ditemui oleh pediatris y aitu flat foot, yang

ditemui sekitar 28%–35%, akan mengalami penebalan pada bagian jaringan lunak dan akan
menurun seiring dengan pertumbuhannya (Pudjiastuti, et all 2012).

Gangguan bentuk pada telapak kaki (kaki ceper atau flat foot) merupakan salah
satu bentuk pada kaki yang abnormal dimana dalam tahap pertumbuhannya tidak terbentuk
atau menghilang lengkungan kaki sebelah dalam (arcus medialis) saat anak berdiri
(Harjanto, 2009).

Flat foot dilihat secara medis dimana tidak terdapatnya lengkungan atau
biasanya disebut kaki yang rata atau berbentuk datar menyentuh tanah sehingga seluruh
permukaan telapak kaki hampir menempel bahkan sampai menempel pada bagian tanah atau
permukaan yang rata. Klasifikasi flat foot yaitu oleh faktor kongenital serta faktor dapatan.
Faktor Kongenital sendiri dibedakan oleh fleksibel flat foot dan rigid flat foot. Akibat y
ang akan ditimbulkan dalam jangka panjang pada bentuk kaki tersebut akan terjadi
nyeri dibagian telapak kaki, kelelahan, pergelangan kaki dan lutut sehingga membatasi
aktivitas jalan, serta trauma yang akut terjadi secara terulangulang menimbulkan
deformitas pada kaki, dapat diidentifikasi dengan, melihat cara berjalan anak karena

8
obesitas, tibia varum, genu valgum, kelemahan otot dan ligament dapat dijadikan faktor
utama sehingga menambah parah kaki datar (Harris et all, 2004).

B. Anatomi Flat Foot

Kaki merupakan tumpuan sehari-hari bagi makhluk hidup untuk beraktifitas


dalam keseharian, yang menopang seluruh tubuh atau berat badan kita untuk
mempertahankan keseimbangan tubuh baik secara statis maupun dinamis, kaki sendiri
terbentuk dari susunan tulang, sendi, ligamen serta otot, yang saling melekat satu sama
lain. Pentingnya pencegahan deformitas, diagnosis dini, manajemen, yang berkaitan dengan
pengetahuan tentang pertumbuhan pada lengkungan kaki sangat berguna, terutama pada
masa awal perkembangan aktivitas anak-anak lebih banyak menggunakan kaki yang
menopang seluruh anggota tubuh, kalau tubuh sebagai penopang itu tidak kuat tentu
saja berakibat tubuh sering jatuh lama kelamaan membuat terjadinya kerusakan
bangunan tubuh secara keseluruhan (Ariani, Let all 2009).

Fungsi dan struktur lengkung longitudinal medial dipengaruhi oleh banyak


struktur anatomis, pada kaki terdapat tiga lengkung yang yaitu lengkung medial atau
lengkung internal terbentuk sepanjang depan ke belakang, tulang-tulang ini saling
berkaitan dan berdempetan disatukan oleh ligamen dan didukung oleh otot yang dikaitkan
didepan dan belakang tibia. Bagian-bagian lengkung pada kaki: (Ridjal, 2016)

1. Bagian lengkung medial

Membentuk tepi medial kaki dari calcaneus merupakan tulang terbesar disebelah
belakang dan mengalihkan berat badan ke belakang, talus merupakan titik
tertinggi dari telapak kaki bagian sentral dari arkus, navicular & cuneiforme
kearah anterior pada 3 metatarsal pertama. Plantar aponeurosis, abduktor hallucis,
fleksor digitorum brevis, tibialis anterior, peroneus longus, tibialis posterior,

9
dan fleksor hallucis, ligamen spring yang berfungsi membuat elastisitas bagian-
bagian tersebut yang mensuport arkus medial.

2. Lengkungan lateral

Lengkungan lateral dari calcaneus berjalan melalui cuboideum kearah anterior


melewati metatarsal IV dan V. Secara normal arkus ini menyentuh bagian tanah/
lantai didukung oleh ligamen plantar, plantar aponeurosis, fleksor digitorum brevis,
fleksor digitiminimi, abduktor digitiminimi, peroneus tertius, peroneus brevis, dan
peroneus longus.

3. Lengkugan transversal

Transversal dibentuk arkus ini tidak memanjang seperti arkus longitudinal oleh
basis oss metatarsal berjalan dari melalui 3 cuneiforme ke oss cuboideum,
cuneiforme II merupakan keystone arkus ini.

Gambar 2.1 Lengkung Kaki (Atik & Oz yurek, 2014)

kelainan atau gangguan yang dapat menyebabkan hambatan berjalan adalah flat,
keadaan ini disebabkan oleh adanya kelemahan struktur yang menyokong arkus
longitudinal pedis. Pada kondisi flat foot dimana terjadi kelainan atau keterlambatan,
bentuk telapak kaki manusia terbagi menjadi tiga jenis yaitu normal foot, flat foot dan cavus
foot sesuai struktur lengkungan pada telapak kaki.

10
C. Etiologi Flat Foot

Kaki datar adalah kondisi umum. Kondisi ini normal pada bayi dan balita. Kaki datar
terjadi karena jaringan memegang sendi di kaki bersama-sama (disebut tendon) yang longgar.
Jaringan mengencangkan dan membentuk lengkungan ketika anak tumbuh dewasa. Ini akan
berlangsung pada saat anak berusia 2 atau 3 tahun. Kebanyakan orang memiliki lengkungan
yang normal pada saat mereka dewasa. Namun, lengkungan mungkin tidak pernah terbentuk
pada beberapa orang. Penuaan, cedera, atau penyakit dapat membahayakan tendon dan
menyebabkan kaki datar untuk mengembangkan pada orang yang telah membentuk
lengkungan. Jenis kaki datar dapat terjadi hanya pada satu sisi. Jarang, nyeri kaki datar pada
anak dapat disebabkan oleh kondisi di mana dua atau lebih tulang tumbuh di kaki atau
sekering bersama. Kondisi ini disebut koalisi tarsal.

D. Manifestasi Klinik Flat Foot

Penderita disuruh menginjak keset basah, lalu berjalan kaki di lantai kering. Kalau gambar
kaki (tapaknya) ada lengkungan di tengah (kosong), artinya normal. Namun, kalau gambar
kakinya basah semua, artinya flat feet.·

Ciri lainnya, seseorang dengan flat feet jika berjalan sering jatuh, cepat capai,
mengeluh sakit kaki. Bahkan, pada beberapa kasus mereka merasakan sakit punggung.

E. Derajat Flat Foot

Menurut (Syafi’i, M et all 2013) Derajat flat foot terbagi menjadi 3 derajat yaitu :

1. Derajat 1: kaki masih punya arkus meski sangat sedikit, dimana sisi medial aksis kaki
berbentuk konkaf mempunyai nilai rerata + SB sebesar -1,13+ (0,64) cm.

11
2. Derajat 2: kaki sudah tak punya arkus sama sekali, tidak melewati aksis dan berbentuk
rektilinear, nilai rerata derajat 2 sebesar -2,58 + (0,10)cm.

3. Derajat 3: pada derajat ini, kaki tak hanya tidak punya arkus, namun juga terbentuk
sudut di pertengahan kaki yang arahnya ke luar dan 10 batas medial sidik tapak kaki
berbentuk konveks dan tidak melewati aksis, nilai rerata derajat 3 sebesar -3,33 +
(0,45)cm

Gambar 2.2 Derajat lengkung pada kaki (Lutfie, 2010)

F. Prognosis Flat Foot

Sebagian besar kasus kaki datar tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak menimbulkan
masalah. Mereka tidak akan memerlukan pengobatan. Beberapa penyebab kaki datar
menyakitkan dapat diobati tanpa operasi. Jika pengobatan lain tidak bekerja, pembedahan
mungkin diperlukan untuk menghilangkan rasa sakit dalam beberapa kasus.
Pembedahan sering meningkatkan rasa sakit dan fungsi kaki untuk orang-orang yang
membutuhkannya.

12
G. Terapi Flat Foot

Fisioterapi memberikan pelayanan untuk menanangi kondisi flat foot dengan dua cara:

1. Terapi

– Penggunaan modalitas US (ultra sound) Untuk merilekskan kerja otot pada arkus

– Massage

– Exercise:

a. Latihan jinjit –> untuk menstretching otot pada arkus

b. Latihan mencengkram handuk

c. Latihan memainkan bola tenis yang diletakkan tepat di bawah arkus

2. Penggunaan Alat bantu Pembuatan sepatu dengan arkus buatan dari bantalan /cushion.
Bantalan ini biasanya terbuat dari bahan yang mampu menahan berat badan (Tidak
kalah oleh tumpuan badan).Pembuatan sepatu ini dirujuk kepada orthotik prostetik.

13
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Flat feet adalah suatu keadaan dimana elastisitas atau kemampuan kaki atau tapak
kaki yang menyerupai shock breaker sudah tidak ada atau molor sehingga jadi datar alias flat.
Pada kaki yang normal, terdapat urat yang berfungsi menarik sehingga telapak kaki cekung.
Telapak kaki bekerja seperti shock breaker, meredam gerakan ketika berjalan. Kaki flat
umumnya terjadi karena timbunan lemak pada telapak kaki bayi. Pada kaki tidak perlu
dicemaskan, kecuali jika problem ini tak hilang setelah anak berusia 5 tahun.

14
DAFTAR PUSTAKA

Echarri JJ, Forriol F. The development in footprint morphologyin 1851 Congolese children
from urban and rural areas, andthe relationship between this and wearing shoes. J
PediatrOrthop B. 2003;12:141–146

Fallen Evant.(2008). Health A to Z. Aetna InteliHealth(R).2007-12-18.


http://www.intelihealth.com/IH/ihtIH/WS/9339/25652.html. Retrieved 2008-05-27.
“Unlike a flexible flatfoot, a rigid flatfoot is often the result of a significant problem
affecting the structure or alignment of the bones that make up the foot’s arch.”

Harahap, Tagor Alvin.2006. Proporsi dan gambaran flat foot pada penderita Artritis
reumatoid dan faktor-faktor yang berhubungan. Tesis. Jakarta:UI

Harris, J Edwinet,.al.2004. Diagnosa and treatment of pediatric Flat Foot.Journal of foot &
Ankle Surgery.Volume 43. Nomer 6. November/Desember 2004

Kamarul I. 2007.Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kelainan Tumbuh Kembang Anak.


Dalam Materi Seminar Sehari Tumbuh Kembang Anak Akedemi Siti Hajar-Medan;
RSAB Harapan Kita. Jakarta.

Lin CJ, Lai KA, Kuan TS, Chou YL. Correlating factors andclinical significance of flexible
flatfoot in preschool children.J Pediatr Orthop. 2001;21:378–382

Li-Wei Chou et al,.2009.The prevalence of four common pathomecanical foot Deformities in


primary School Students in Taichung Country.Mid Taiwan Journal Med.2009;14:1-9

Michael,S.2005. Diagnosa and Treatment of adult flatfoot.Journal of foot & Ankle


surgery.Volume 44.Nomer 2. March/April 2005

Pfeiffer M, Rainer Kotz, Thomas Ledl, Gertrude Hauser and Maria Sluga.(2006). Prevelence
of flat foot in Preschool-Aged Children.J Pediatrics. 2006;228;634

15
Rose GK, Welton EA, Marshall T. The diagnosis of flat foot inthe child.J Bone Joint Surg
Br. 1985;67:71–78

Rao UB, Joseph B.(1992). “The influence of footwear on the prevalence of flat foot.A survey
of 2300 children“.J Bone Joint Surg Br74 (4): 525–7.

16
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG MASALAH.......................................................................1

B. PATOFISIOLOGI..................................................................................................2

C. TUJUAN.................................................................................................................7

D. MANFAAT............................................................................................................7

BAB II ISI...........................................................................................................................8

A. PENGERTIAN FLAT FOOT................................................................................8

B. ANATOMI FLAT FOOT......................................................................................9

C. EITOLOGI FLAT FOOT......................................................................................11

D. MANIFESTASI KLINIK FLAT FOOT...............................................................11

E. DERAJAT FLAT FOOT.......................................................................................11

F. PROGNOSIS FLAT FOOT..................................................................................12

G. TERAPI FLAT FOOT..........................................................................................13

BAB III KESIMPULAN....................................................................................................14

DAFTAR PUSAKA...............................................................................................................15

ii

Вам также может понравиться