Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oleh :
Gina Maharani Cahyaning Dwi Budianti
1102012099
Moderator :
Dr. Widyanto SpKK
Tanggal Presentasi :
24 November 2017
1
BAB I
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. L
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bekasi
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : S1
Status Pernikahan : Kawin
Agama : Islam
II. Anamnesis
Auto-anamnesis : Selasa, 21 November 2017
A. Keluhan Utama
Kuku ibu jari kaki kiri berubah warna menjadi putih dan rapuh
B. Keluhan Tambahan
Kulit bersisik dan berwarna putih di sela jari ke II, III, IV kaki kiri dan kanan disertai rasa gatal
C. Riwayat Perjalan Penyakit
Sejak 11 bulan yang lalu pasien mengeluh sela-sela jari kaki kanan dan kiri pasien gatal
dan kemerahan. Gatal dirasakan hilang timbul, gatal terasa semakin parah jika udara dingin
dan jika pasien menggaruk sela-sela jari tersebut. Lama kelamaan kemudian bercak kemerahan
tersebut menjadi bersisik dan berwarna keputihan. Pasien berobat ke dokter umum, diberikan
obat Salep Mikonazol 2 kali sehari. Beberapa bulan kemudian keluhan dirasakan tidak
membaik.
5 bulan yang lalu pasien berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot
Soebroto, pasien diberi obat antijamur Itrakonazol 1 kali sehari dan Salep Mikonazole. Pasien
2
rutin kontrol ke Poliklinik Kulit dan Kelamin dan beberapa kali mendapatkan obat tambahan
untuk mengompres sela-sela jari kakinya.
3 bulan yang lalu pasien kembali ke Poliklinik dengan keluhan kulit di bagian atas kuku
ibu jari kaki kiri menjadi berwarna kemerahan disertai dengan kulit yang bergelembung kecil
berisi cairan yang telah pecah dan bernanah. Kemudian pada sela jari pasien dilakukan
pemeriksaan KOH. Pasien diberikan obat minum antibiotic Amoksiklav 500 mg 3 kali sehari,
Itrakonazole 200 mg 2 kali sehari, salep untuk sela jari Cream Ketokonazole, serta kompres
NaCl 0,9 %.
2 bulan yang lalu ibu jari kiri pasien sudah tidak mengeluarkan nanah, kuku berubah
warna menjadi keputihan dan rapuh. Perubahan warna kuku dimulai dari ujung kuku hingga
ke pangkal kuku. Kemudian kuku menebal dan menjadi rapuh sehingga kuku pasien mudah
patah dan terlepas dari kulit. Sela-sela jari kaki pasien masih berwarna keputihan dan terasa
gatal sehingga pasien sering menggaruknya. Pasien mengaku terkadang minum obat tidak
teratur dan keluhan dirasakan tidak membaik.
Lingkungan tempat tinggal pasien cukup bersih dan padat penduduk. Pasien
mempunyai kebiasaan mandi 2 kali sehari. Pasien tidak memiliki kebiasaan mencuci baju
sendiri yang membuat kakinya terendam air cukup lama. Pasien memiliki kebiasaan
menggunakan sepatu tertutup dan berhak cukup tinggi, sehingga bagian ujung kaki pasien
sering terasa tertekan dan tertutup.
4
Gambar 1. Ibu jari kaki kiri
5
Gambar 3. Sela-sela jari kaki kanan
6
V. Resume
Pasien Ny. L usia 62 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Soebroto pada
tanggal 21 November 2012 datang dengan keluhan kuku ibu jari kaki kiri berubah warna menjadi
keputihan dan rapuh. Kuku menebal dan menjadi rapuh sehingga kuku pasien mudah patah dan
terlepas dari kulit. Keluhan pasien disertai dengan kulit bersisik dan berwarna putih di sela jari
ke II,III, IV kaki kiri dan kanan sejak 11 bulan yang lalu. Keluhan yang pertama kali dirasakan
pasien adalah rasa gatal dan kemerahan pada sela-sela jari. Gatal dirasakan hilang timbul, gatal
terasa semakin parah jika pasien menggaruk sela-sela jari tersebut. Lama kelamaan bercak
kemerahan tersebut menjadi bersisik dan berwarna keputihan. Pasien sudah pernah berobat
dengan keluhan serupa diberi obat antijamur oral dan cream. Pada pemeriksaan fisik status
dermatologikus lokasi digiti I pedis sinistra terdapat kuku yang menebal, permukaan tidak rata
dan kasar, berwarna putih keruh dan terdapat bercak hiperpigmentasi pada kulit di tepi bawah dan
sisi kuku, berukuran 3x0,5 cm sampai 0,5x1,5 cm, batas tidak tegas dilapisi dengan skuama halus.
Pada interdigiti II, III, IV pedis dextra sinistra terdapat maserasi ukuran 0,5x0,3 cm, batas tegas
disertai dengan erosi. Pada pemeriksaan laboratorium dengan larutan KOH 20% tidak ditemukan
adanya hifa.
IX. Penatalaksaaan
A. Non – medikamentosa
o Menjaga kebersihan diri dengan cara mandi mnimal 2 kali sehari saat pagi dan sore
hari
7
o Menjaga kebersihan kaki dan kuku dengan memotong kuku jari kaki secara teratur
o Hindari kaki terkena air
o Hindari penggunaan sepatu yang sempit
o Hindari penggunaan kaus kaki yang sempit dan kotor
o Gunakan penyangga/pengganjal sela-sela jari kaki
B. Medikamentosa
o Itrakonazole dosis denyut 2x200mg selama 1 minggu pada bulan pertama, kemudian
diulang 1 minggu di bulan kedua dan 1 minggu di bulan ketiga
o Cream Ketokonazole dioleskan pada sela-sela jari kaki 2 kali sehari, pagi dan sore
hari setelah mandi
X. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA UNGUIUM
2.1 Definisi
Tinea unguium atau disebut juga onychomycosis adalah invasi lempengan kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita.1
2.2 Epidemiologi
Secara epidemiologi lebih banyak ditemukan pada anak-anak atau orang tua. 1% dari
individu yang terkena berumur dibawah 18 tahun dan 50% berumur lebih dari 70 tahun. Dari
segi jenis kelamin, laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. 2
2.3 Etiologi
2.4 Patogenesis
Patogenesis primer tinea unguium yaitu invasi terjadi di kuku sehat. Kemungkinan
invasi oleh jamur meningkat dengan adanya kelainan pembuluh darah (yaitu, dengan
bertambahnya usia, insufisiensi vena kronis, penyakit arteri perifer). Di negara-negara pasca
trauma (patah tulang tungkai bawah), atau gangguan persarafan (misalnya, cedera pleksus
brachialis, trauma tulang belakang). 1
Tinea unguium sekunder terjadi bila adanya infeksi pada kuku yang sudah diubah,
seperti psoriasis atau trauma kuku. Tinea unguim biasanya terjadi setelah tinea pedis,
keterlibatan kuku biasanya sekunder untuk tinea manum, tinea corporis, atau tinea capitis.1
9
2.5 Gejala Klinis
2.6 Diagnosa
Untuk mendiagnosis tinea unguium selain dari gejala klinis juga dapat menggunakan
pemeriksaan mikroskopik, kultur, dan histopatologi. Oleh karena onikomikosis bertanggung
jawab besar pada distropi kuku, maka pemeriksaan dengan laboratorium sangat membantu
sebelum memberikan pengobatan anti jamur. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan KOH, hisopatologi, dan kultur jamur.1
10
2.7 Diagnosa Banding
1. Kandidosis
2. Psoriasis
2.8 Penatalaksanaan
1. Debridemen.
Mengangkat jaringan kuku yang distropik, pasien seharusnya didebridemen setiap satu
minggu. Pada onikomikosis subungual distal, hiperkeratotik harus diangkat. Pada
onikomikosis superfisial putih, kuku diangkat dengan cara dikuret.2
2. Terapi topikal.
Pada terapi topikal tersedia dalam bentuk losion dan lacquer (cat kuku). Amorolfine
lacquer dilaporkan efektif dengan penggunaan selama 12 bulan. Sedangkan ciclopirox
(penlac) nail lacquer adalah agen topikal (ciclopirox 80%) yang efektif digunakan selama
48 minggu.2
3. Terapi oral :
a. Terbinafine dengan dosis 250mg/hari selama 6-8 minggu.
b. Itraconazol diberikan selama 12-16 minggu, dengan interval pemberian setiap 1 bulan
dengan dosis setiap tahap 2 x 200 mg/hari selama 1 minggu.
c. Fluconazole dengan dosis 150-300 mg perkali pemberian atau per minggu selama 6-12
bulan.
11
TINEA PEDIS
2.9 Definisi
Tinea pedis atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada
sela-sela jari dan telapak kaki.1
Ada 4 jenis tinea pedis interdigitalis, moccasin, tipe akut ulserasi dan tipe vesiculbulosa semua
dengan karakteristik kulit masing-masing.
1. Interdigitalis3
12
- Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
- Dapat meluas ke bawah jari(subdigital) dan ke sela jari yang lain.
- Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh. Dapat
disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis,
limfadenitis, dan dapat pula terjadi erisipelas.
2. Moccasin foot3
- Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit
menebal dan bersisik halus dan seperti bedak
- Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi
- Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel
3. Vesiculo bulosa3
2.12 Diagnosis
Diagnosis dari tinea pedis biasanya dilakukan secara klinikal dan berdasarkan examinasi dari
daerah yang terinfeksi. Diagnosis yang digunakan biasanya dengan cara kulit dikerok untuk
preparat KOH, biopsi skin, atau kulture dari daerah yang terinfeksi. 3
13
1. KOH
Hasil preparat KOH biasanya positive di beberapa kasus dengan maserasi pada
kulit. Pada pemeriksaan mikroskop KOH dapat ditemukan hifa septate atau
bercabang, arthrospore, atau dalam beberapa kasus, sel budding menyediakan bukti
infeksi jamur. 5
2. Kultur
kultur dari tinea pedis yang dicurigai dilakukan SDA(sabouraud’s dextrose agar),
pH asam dari 5,6 untuk media ini menghambat banyak spesies bakteri dan dapat
dibuat lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Ini dapat selesai
2-4 minggu. Dermatophyte test medium(DTM) digunakan untuk isolasi selektif dan
mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik, yang bergantung
pada indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk menandakan kehadiran
dermatofit. 5
3. Tes PAS
PAS menunjukkan dinding polisakarida-sarat dari organisme jamur yang terkait
dengan kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak digunakan
untuk mendeteksi karbohidrat protein terikat (glikoprotein). Tes ini dilakukan
dengan mengekspos jaringan dari berbagai substrat untuk serangkaian reaksi
oksidasi-reduksi, sebagai hasil akhir, elemen positif seperti karbohidrat, bahan
membran basement menjadi permen apel merah(candy apple red). PAS kontras
positif komponen ini tajam terhadap latar belakang biru merah muda. Tidak seperti
kulture pada SDA atau DTM, hasil PAS dapat selesai sekitar 15 menit. PAS juga
telah menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk tinea pedis, dengan
keberhasilan 98,8% dengan biaya paling efektif.5
Diagnosis banding klinis dari erupsi cutaneus kaki seperti kontak dermatitis, psoriasis,
dihydrosis, eczema, dermatitis atopic, keratoderma, liken planus dan beberapa infeki bacterial
seperti C.minutissimum, streptococcal cellulitis dan lain-lain yang umumnya susah dibedakan
dengan tinea pedis.
14
Diagnosis banding dari tinea pedis dapat di bedakan menjadi
1. Interdigitalis
Diagnosis banding berupa psoriasis, “soft corns”, koinfeksi bakteri, kandidiasis,
erythrasma
2. Tipe Moccasin
Diagnosis banding berupa psoriasis, keturunan atau yang diperoleh keratoderma
pada telapak tangan dan kaki, dyshidrosis
3. Vesicul-bulosa
Diagnosis banding berupa Pustular psoriasis, palmoplantar pustolosis, pyoderma
bakteri3
2.14 Penatalaksanaan
1. Topikal
Menggunakan topikal agen seperti bedak, krim atau spray. Krim dan spray lebih berguna
daripada bedak. Topikal antifungal seperti Clotrinazole, miconazole, sulconazole, oxiconazole,
ciclopirox, econazole, ketoconazole, naftifine, terbinafine, flutnmazol, bifonazole, dan
butenafine tetapi clotrhnazole, miconazole membutuhkan waktu 4 minggu dibandingkan jika
menggunakan terbinafine yang membutuhkan waktu 1-2 minggu. Kalau terjadi maserasi
diantara jari, pisahkan jari dengan busa atau gunakan kapas pada malam hari. Aluminium
kloride10% atau aluminium acetat juga dapat berguna. Topikal yang berguna untuk organisme
gram-negatif adalah salep antibiotik seperti gentamicin untuk lesi interdigitalis. Keratolitik
agen mengandung salisil acid, resorcinol, lactic acid dan urea berguna di beberapa kasus
walaupun dapat mengakibatkan maserasi.5
2. Sistemik
15
2.15 Pencegahan
Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan pada kaki, menjaga
kaki tetap kering , membersikan kuku kaki, menggunakan sepatu yang pas dan kaos kaki kering
dan bersih, serta menggunakan sandal atau flip-flop pada tempat mandi umum atau kolam
renang dapat mencegah terjadinya tinea pedis. Diagnosis yang tepat serta pengobatan terhadap
pasien yang menderita diabetes mellitus, HIV, trasplantasi organ penting untuk pencegahan
infeksi tinea pedis .3
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja, Unandar. Dermatofitosis. Dalam : editor. Menaldi Sri. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: 2015.p.103-120.
4. Wolff K, Johnson RA, Suurmond Dick. Tinea Unguium. In: Fitzpatrick’s Color Atlas
& Synopsis of Clinical Dermatology. 9th ed. New York: McGraw-Hill Companies.
2009.
17