Вы находитесь на странице: 1из 47

TUGAS KELOMPOK

CIDERA KEPALA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing : Ns. Ainnur R. M.Kep

Disusun Oleh :

1. Husni Aditya 20101440117038


2. Lestariningsih 20101440117047
3. M. Ivan Savero 20101440117057
4. Nita Ramadhani 20101440117062

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Semesta Alam karena atas izin
dan kehendakNya makalah sederhana ini kami rampungkan tepat pada waktunya. Penulisan
dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat
Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan
terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah
ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada dosen yakni Ibu Ns.
Ainnur R M.Kep telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang CIDERA
KEPALA.Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa AKPER KESDAM
IV/DIPONEGORO SEMARANG.Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kapada dosen kami meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah kami.

Semarang, 15 April 2019

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... 2
DAFTAR ISI................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 4
B. Tujuan ............................................................................................................................ 5
C. Manfaat ........................................................................................................................... 6
BAB II KONSEP TEORI ............................................................................................... 7
A. Definisi ............................................................................................................................ 7
B. Etiologi ........................................................................................................................... 7
C. Patofisiologi ................................................................................................................... 7
D. Pathway .......................................................................................................................... 8
E. Manifestasi Klinis ........................................................................................................... 9
F. Klasifikasi Cidera Kepala ............................................................................................... 9
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................................... 12
H. Penatalaksanaan Medis ................................................................................................. 13
I. Komplikasi .................................................................................................................... 14
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATA .......................................................... 15
A. Pengkajian ..................................................................................................................... 15
B. Diagnosa Keperawatan ................................................................................................. 21
C. Intervensi Keperawatan ............................................................................................... 21
D. Evaluasi ......................................................................................................................... 23
BAB IV JURNAL KEPERAWATAN ......................................................................... 24
BAB V PENUTUP ....................................................................................................... 44
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 44
B. Saran ............................................................................................................................. 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 45

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan permasalahan kesehatan global sebagai penyebab
kematian, disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab kematian
utama disabilitas pada usia muda, penderita cedera kepala sering kali mengalami
edema serebri yaitu akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang
otak atau perdarahan intracarnial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intra
kranial (Kumar, 2013).Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir
150.000 kasus cedera kepala. Dari jumlah tersebut100.000 diantaranya mengalami
kecacatan dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar
5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera kepala. Data insiden cedera kepala di
Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000 populasi. Insiden cedera kepala
diInggris pada tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien per tahun (Irawan, 2010).
Prevalensi cedera kepala nasional adalah 11,9 persen, pravalensi tertinggi
ditemukan di Gorontalo (17,9%) dan terendah di kalimantan selatan (8,6%) dari
survey yang dilakukan pada 34 provinsi. Proporsi tempat terjadinya cidera rumah dan
lingkungan 44,7%, Jalan raya 31,4 %, tempat bekerja 9,1 %, sekolah dan lingkungan
6,5% dan 8,3 % lainnya. Untuk cedera disebabkan kecelakaan lalu lintas di Indonesia
2,2 % tertinggi di Sulawesi utara 3,5 %, terendah di jambi 1,1 %. Di Indonesia cidera
tertinggi disebabkkan mengendarai sepeda motor 72,7 % terutama di Kalimantan
timur 81,6 % dan terendah di papua 64,2 %.Cedera mayoritas dialami oleh kelompok
umur dewasa yaitu sebesar 82,5% (Depkes RI, 2018)
Di negara berkembang seperti Indonesia, perkembangan industri dan
perekonomian memberikan dampak terhadap cedera kepala yang semakin meningkat
dan merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di ruang Instalasi Gawat
Darurat di Rumah Sakit (Miranda, 2014). Respon Time merupakan Penanganan gawat
darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’sLive Saving, artinya seluruh
tindakanyang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif
dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan
nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Respon time merupakan kecepatan dalam
penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukanpenanganan
(Suhartati dkk, 2011).
Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan dari waktu tanggap saat
pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau respon dari
4
petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang diperlukan
pasien sampai selesai. Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan hitungan
menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga
maupunkomponen-komponenlain yangmendukung seperti pelayanan laboratorium,
radiologi, farmasi dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak
terlambat apabila waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang
ada (Sekar, 2015).
Ketepatan menurut Hughes (2008), Ketepatan adalah kemampuan untuk
memberikan suatu tindakan sesuai dengan prioritas masalah. Menurut Kotler dalam
Laksana (2008), ketepatan adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan sesuai
dengan sistem, prosedur, maupun strategi operasional.IGD atau Instalasi Gawat
Darurat, adalah layanan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang
dalam kondisi gawat darurat dan harus segera dibawa ke rumah sakit untuk
mendapatkanpenanganan yang cepat (Sekar, 2015). Gawat suatu kondisi dimana
korban harus segera ditolong, apabila tidak segera ditolong maka akan mengalami
kecacatan atau kematian (Iskandar, 2006). Darurat suatu kondisi dimana korban harus
segera ditolong tetapi penundaan pertolongan tidak akan menyebabkan kecacatan atau
kematian (Iskandar, 2006). Dari keadaan tersebut, keputusan Kementerian Kesehatan
tahun 2009 tentang Standar IGD bahwa indikator waktu tanggap di IGD ≤ 5 menit.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian cidera kepala itu?
2. Apa saja etiologi terjadinya cidera kepala?
3. Bagaimana patofisiologi dari cidera kepala?
4. Bagaimana manifestasi klinis cidera kepala?
5. Apa saja klarifikasi dari cidera kepala?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang cidera kepala?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis cidera kepala?
8. Apa saja komplikasi dari cidera kepala?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dari cidera kepala?

C. Tujuaan
1. Untuk mengetahui tentang cidera kepala
2. Untuk mengetahui etiologi cidera kepala
3. Untuk mengetahui patofisiologi cidera kepala
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis cidera kepala
5
5. Untuk mengetahui klarifikasi dari cidera kepala
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang cidera kepala
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis cidera kepala
8. Untuk mengetahui komplikasi dari cidera kepala
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari cidera kepala

D. Manfaat
1. Untuk Masyarakat
Dengan adanya pengetahuan tentang cidera kepala ini maka masyarakat akan
lebih mengetahui tentang penyakit cidera kepala ini dari segi penyebabnya,
perfaensinya, gejala klinik, prognosis, ekomendasi, dan cara mencegahnya
sehingga akan meningkatkan mutu kesehatan masyarakat.
2. Untuk Tenaga Medis
Untuk menambah wawasan mengenai penyakit cidera kepala secara mendalam
dan mendetail sehingga akan membantu dalam memberikan pencehagan untuk
masyarakat dan pengobatan yang tepat untuk pasien yang menderita cidera kepala,
dengan mempertimbangkan pengobatan yang rasional untuk pasien.

6
BAB II

KONSEP TEORI

A. Definisi
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada
percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala
dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.(Musliha,
2010:91)
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan kerusakan jaringan otak
itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis (Sjahrir, 2012).

B. Etiologi
Cedera kepala dapat ditimbulkan dari berbagai macam hal, yaitu:
1. Akibat kecelakaan, baik kecelakaan dalam kehidupan sehari-hari di rumah, di
tempat kerja, bahkan kecelakaan saat OR.
2. Karena bencana alam maupun kecelakaan lalu lintas.
3. Akibat perselisihan baik perorangan, golongan, maupun bangsa yang berakhir
dengan penggunaan senjata.
Perlukaan di kepala umumnya member pendarahan yang banyak, pertolongan
segera terhadap kehilangan cairan badan yang prnting inimerupakan tindakan
pertama penyelamat penderita. (Soemarmo,2009:94)

C. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan
permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu
cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan
suatu proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat
memberi dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat
dari cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

7
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural
hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak. (Tarwoto, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Cedera Primer
Kerusakan akibat langsung trauma, antara lain fraktur tulang
tengkorak, robek pembuluh darah (hematom), kerusakan jaringan otak
(termasuk robeknya duramater, laserasi, kontusio).

2. Cedera Sekunder
Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut
melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.
Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup
dan volumenya tetap. Volume dipengaruhi oleh tiga kompartemen yaitu
darah, liquor, dan parenkim otak. Kemampuan kompensasi yang terlampaui
akan mengakibatkan kenaikan TIK yang progresif dan terjadi penurunan
Tekanan Perfusi Serebral (CPP) yang dapat fatal pada tingkat seluler.
Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :
CPP = MAP - ICP
CPP : Cerebral Perfusion Pressure
MAP : Mean Arterial Pressure
ICP : Intra Cranial Pressure
Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia otak. Iskemia
otak mengakibatkan edema sitotoksik – kerusakan seluler yang makin parah
(irreversibel). Diperberat oleh kelainan ekstrakranial hipotensi/syok,
hiperkarbi, hipoksia, hipertermi, kejang, dll.
3. Edema Sitotoksik
Kerusakan jaringan (otak) menyebabkan pelepasan berlebih sejenis
Neurotransmitter yang menyebabkan Eksitasi (Exitatory Amino Acid a.l.
glutamat, aspartat). EAA melalui reseptor AMPA (N-Methyl D-Aspartat)
dan NMDA (Amino Methyl Propionat Acid) menyebabkan Ca influks

8
berlebihan yang menimbulkan edema dan mengaktivasi enzym degradatif
serta menyebabkan fast depolarisasi (klinis kejang-kejang).
4. Kerusakan Membran Sel
Dipicu Ca influks yang mengakitvasi enzym degradatif akan
menyebabkan kerusakan DNA, protein, dan membran fosfolipid sel (BBB
breakdown) melalui rendahnya CDP cholin (yang berfungsi sebagai
prekusor yang banyak diperlukan pada sintesa fosfolipid untuk menjaga
integritas dan repair membran tersebut). Melalui rusaknya fosfolipid akan
meyebabkan terbentuknya asam arakhidonat yang menghasilkan radikal
bebas yang berlebih.
5. Apoptosis
Sinyal kemaitan sel diteruskan ke Nukleus oleh membran bound
apoptotic bodies terjadi kondensasi kromatin dan plenotik nuclei,
fragmentasi DNA dan akhirnya sel akan mengkerut (shrinkage).

D. Pathway

Cidera kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder

Kontusio cerebri Kerusakan Sel otak 

Gangguan autoregulasi  rangsangan simpatis

Aliran darah keotak   tahanan vaskuler


Sistemik & TD 

O2  gangguan
metabolisme  tek. Pemb.darah
Pulmonal

Asam laktat 
 tek. Hidrostatik

9
Oedem otak
kebocoran cairan
kapiler
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
cerebral oedema paru

Penumpukan
Ketidakefektif pola cairan/secret
napas
Difusi O2
terhambat

Ketidakefektif bersihan
jalan napas

E. Manifestasi klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
11. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan.

F. Klasifikasi Cidera Kepala


1. Cedera kepala dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS, (Glasgow Coma Scale)
yaitu :
a. CKR (Cidera Kepala Ringan)
 GCS > 13.
 Tidak terjadi kelain pada CT scan otak.
 Tidak memerlukan tindakan operasi.
 ‘lama di rawat di RS < 48 jam.
10
b. CKS (Cidera Kepal Sedang)
 GCS 9-13.
 Ditemukan kalainan pada CT scan otak.
 Diperlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial.
 Dirawat di RS setidaknya 48 jam.
c. CKB(Cidera Kepala Berat)bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS
<9

2. Cedera kepala dapat di klasifikasikan berdasarkan patologi seperti berikut:


a. Cedera Kulit Kepala
Luka pada kulit kepala merupakan tempat masuknya kuman yang
dapat menyebabkan infeksi intrakinal. Trauma dapat menyebabkan abrasi,
kontusio, atau avuisi. (Fransisca, 2008:96)
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang
disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak.
Adanyan fraktur tengkorak dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.
Fraktur tengkorak dapat terbuka atau tertutup. Pada fraktur tngkorak terbuka
terjadi kerusakan pada dura meter sedangkan pada fraktur tertutup keadaan
durameter tidak rusak.
c. Cedera Otak
Pertimbangan paling penting pada cedera kepala manapun adalah
apakah otak tengah atau tidak mengalami cedera. Cedera minor dapat
menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen
dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel otak
mambutuhkan suplaidarah terus-menerus untuk memperoleh nutrisi.
Kerusakan otak bersifat irreversible. Sel-sel otak yang mati diakibatkan karena
aliran darah berhenti mengalir haya beberapa menit saja dan kerusakan neuron
tidak dapat mengalami regenerasi. Cedera otak serius dapat terjadi, dengan /
tanpa fraktur tengkorak. Setelah pukulan atau cedera pada kepala yang
menimbulkan konstusio, laserasi dan pendarahan (hemoragik) otak.
d. Komosio Serebri (Cedera kepala ringan)
Setelah cidera kepala ringan, akan terjadi kehilangan fungsi neurologis
sementara dan tanpa kerusakan struktur. Komosio umumnya meliputi suatu
periode tidak sadar yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa
menit. Keadaan komosio ditunjukkan dengan gejala pusing atau berkunang-
11
kunang dan terjadi kehilangan kesadaran penuh sesaat. Jika jaringan otak di
lobus prontal terkena, klien akan berperilaku sedikit aneh, sementara jika
lobus temporal yang terkena maka akan menimbulkan amnesia atau
disorientasi.
e. Kontusio serebri (cedera kepala berat)
Kontusio serebri (cerebri contusion) merupakan cedera kepala berat, di
mana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah yang
mengalami perdarahan (hemoragik-hemorrhage). Klien berada pada periode
tidak sadarkan diri. Gejala akan timbul dan lebih khas. Klien terbaring
kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan
pucat. Sering terjadi defikasi dan berkemih tanpa disadari. Klien dapat
diusahakan bangun tetapi segera bangun kembali ke dalam keadaan tidak
sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan gambaran sama dengan syok.
Umumnya individu yang mengalami cedera luas mengalami fungsi
motorik abnormal, gerakan mata abnormal, dan peningkatanTIK yang
merupakan prognosis buruk. Sebaliknya, klien dapat meengalami pemulihan
kesadaran penuh dan mungkin melewati tahap peka rangsang serebral.
f. Hemoragik Intrakanial
Penggumpalan darah (hematoma) yang terjadi di dalam kubah cranial
adalah akibat yang paling serius dari hemoragik cedera kepala. Penimbunan
darah pada rongga epidural (epidural hematoma), subdural, atau intraserebral,
bergantung pada lokasinya. Deteksi dan penanganan hematoma seringkali
lambat dilakukan sehingga akhirnya hematoma tersebut cukup besaruntuk
menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
g. Hematoma epidural
Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) di antara tengkorak dan dura meter. Keadaan ini sering
diakibatkan karena terjadifraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meninggael tengah putus atau rusak (laserasi) di mana arteri ini berada
diantara durameter dan tengkorak daerah infrerior menuju bagian tipis tulang
temporal- dan terjadi hemoragik sehingga menyebabkan penekanan pada otak.
h. Hematoma Subdural
Hematoma subdural adalah penggumpalan darah pada ruang diantara
dura meter dan dasr otak, yang pada keadaan normal diisi oleh cairan.
Hematoma subdural paling sering disebabkan karena trauma, tetapi dapat juga
terjadi karena kecenderungan pendarahan yang serius dan aneurisma.
12
Hematoma subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat dari
putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.
i. Hemoragik intraserebral
Hemoragik intraserebral adalah pendarahan ked ala subtansia otak.
Hemoragik ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak
ke kepala sampai ke daerah kecil (cedera peluru atau luka tembak; cedera
tumpul). Hemoragik ini di dalam otak mungkin juga diakibatkan oleh
hiperensi sitemik yang menyebabkan degenerasi dan rupture pembuluh darah;
rupture kantong aneurisma; anomaly vaskuler; tumor intrakanial; penyebab
sistemik termasuk gangguan pendarahan seperti leukemia, hemofolia, anemia
aplastik, dan trombositopenia; dan komplikasi terapi antikoagulan.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang di berikan pada klien cedera kepala :
1. Computed Tomography ( CT scan, dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan
jaringan otak. Kelebihan CT Scan otak dibandingkan dengan modalitas imajing
lain adalah bahwa visualisasi anatomi jaringan otak dan hubungannya dengan lesi
patologik dapat ditunjukkan dengan jelas.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI merupakan modalitas diagnostik yang paling mutakhir, di mana hasil
pencitraan ini diperoleh melalui pengolahan komputerisasi potongan-potongan
tubuh yang dimasukkan ke dalam suatu medan magnet yang kuat, yang
selanjutnya akan terjadi interaksi gelombang radio dengan atom hidrogen dalam
tubuh, serta kemudian dimodifikasi berdasarkan perbedaan masing-masing
biokimia antar jaringan.
3. Cerebral Angio Graphy
Menunjukan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan, dan trauma.
4. Serial EKG (Elektrokardiografi)
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis.
5. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan steruktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER ( Brain Auditory Evoked Respons)
13
Menentukan fungsi korteks dan batang otak
7. PET (Positron Emisson Tomography)
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak.
8. CSS (Cairan Serebro Spinal)
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika di duga terjadi perubahan subarokhnoid.
Lumbal pungsi dilakukan untuk mengambil cairan serebrospinal.
Jarum dimasukkan dengan cara teknik aseptis yang ketat setinggi L4-L5 atau L5-
S1, jarum dapat dicabut agar cairan keluar.
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan
intrakranial.Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit
yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-
masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan
yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh.
Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+), Kaalium (K+),
Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl-),
HCO3-, HPO4-, SO4-. Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama
besar sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ektrasel
(cairan diluar sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-
.
. Sedangkan di intrasel (di dalam sel) kation utamanya adalah kalium (K+).
Jika terjadi dehidrasi, maka reseptor khusus di jantung, paru-paru, otak dan aorta,
mengirimkan sinyal kepada kelenjar hipofisa untuk menghasilkan lebih banyak
hormon antidiuretik. Kadar elektrolit (misalnya natrium, klorida dan kalium)
dalam darah harus dipertahankan dalam angka tertentu agar sel-sel berfungsi
secara normal. Kadar elektrolit yang tinggi (yang dirasakan oleh otak) akan
merangsang pelepasan hormon antidiuretik.
10. Screen Toxikology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
11. Rontgen thoraks 2 arah (PA (posterior anterior)/AP(anterior posterior) dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura.
12. Analisa Gas Darah
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostik untuk menentukan status
respirasi, status respirasi yang dapat di gambarkan melalui pemeriksaan AGD ini
adalah status oksigenasi dan status asam basa.(Arif Muttaqin,2008)

H. Penatalaksanaan Medis
14
1. Konservatif:
1) Bedrest total
2) Pemberian obat-obatan
3) Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
2. Obat-obatan :
1) Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya traumTerapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk
mengurnagi vasodilatasi.
2) Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
3) Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidasol.
4) Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat
diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
5) Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-
hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama,
ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 – 3000
TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogen

I. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi pada luka atau sepsis
6. Edema cerebri
7. Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK
8. Kebocoran cairan serobospinal
9. Nyeri kepala setelah penderita sadar

15
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian Primer
a. Circulation
Terjadi syok, hipovelimia, hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, penurunan produksi urin dan
pendarahan

b. Airway
Adanya snoring atau gurgling, Stridor atau suara napas tidak normal, Agitasi
(hipoksia), Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest
movements, Sianosis

c. Breathing:
-Inspeksi:cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest wounds, dan
penggunaan otot bantu pernafasan.
-Palpasi: pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous emphysema,
perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
-Auskultasi : suara abnormal pada dada.

d. Disability:
Alert (A): pasien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya atau tidak
sadar terhadap kejadian yang menimpa
Verbal (V): klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat
Respon nyeri (P): klien tidak berespon terhadap respon nyeri
Tidak berespon (U): tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
GCS: Eye: 2, Motorik: 1, Verbal: 1
e. Exposure:
Tidak ada tanda-tanda trauma atau oedema

2. Pengkajian sekunder
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan terakhir,
agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat

b. Identitas Penanggung jawab


Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
16
pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada saluran
napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat penyakit
keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

d. PengkajianHead to toe
1). Keadaan umum
2). Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3). TTV
4). Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi ronchi.

5). Sistem Kardiovaskuler


Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi
kemudian takikardi.

6). Sistem Perkemihan


Inkotenensia, distensi kandung kemih

7). Sistem Gastrointestinal


Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan selera

8). SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi

9). Sistem Persarafan


Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .

Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan


pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.

a. Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman

N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan


17
N.III, N.IV, N.VI : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.

N.V : gangguan mengunyah

N.VII, N.XII :lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah

N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh

N.IX , N.X , N.XI jarang ditemukan

b. Skala Koma glasgow (GCS)


Orang Dewasa
NO KOMPONEN NILAI HASIL

1 Tidak berespon

2 Suara tidak dapat dimengerti,


1 VERBAL
rintihan

3 Bicara kacau/kata-kata tidak


tepat/tidak nyambung dengan
pertanyaan

4 Bicara membingungkan,
jawaban tidak tepat

5 Orientasi baik

1 Tidak berespon

2 Ekstensi abnormal

2 MOTORIK 3 Fleksi abnormal

4 Menarik area nyeri

5 Melokalisasi nyeri

6 Dengan perintah

1 Tidak berespon
3 Reaksi membuka
2 Rangsang nyeri
mata (EYE)
3 Dengan perintah (rangsang

18
suara/sentuh)

4 Spontan

c. Fungsi motorik
Setiap ekstremitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang
digunakan secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

GCS Pada anak / Bayi


NO KOMPONEN NILAI HASIL

1 Tidak ada respon

2 Mengerang dengan nyeri


1 VERBAL
3 Menangis dengan nyeri

4 Iritabel, menangis

5 Orientasi baik, mengoceh

1 Tidak berespon

2 Ekstensi abnormal

2 MOTORIK 3 Fleksi abnormal

4 Menarik area nyeri

5 Melokalisasi nyeri

6 Dengan perintah

1 Tidak berespon
3 Reaksi
2 Rangsang nyeri
membuka

19
mata (EYE) 3 Dengan perintah (rangsang
suara/sentuh)

4 Spontan

Pola Gordon
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesalahan, letargi, hemisparase, quadriplegia, ataksia cara
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi,
kehilangan tonus otot, otot spastik.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (Hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardia, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia, distritmia).
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, Delirium, Agitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Mual/muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar,
dispagia), berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/lemak
subkutan.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, Amnesia seputar kejadian, Vertigo,
Sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstrimitas,
perubahan pola dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan
pupil (respon terhadap cahaya simetris/deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti). Kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan
pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, reflex tendon

20
dalam tidak ada atau lemah, apraksia, quadriplegia, kejang, sangat sensitif terhadap
sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah tidak dapat beristirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas
berbunyi stridor, tersedak, ronkhi, mengi positif. (kemungkinan adanya aspirasi)
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda: Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan.
Kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda battle disekitar
telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran (drainage) dari
telinga/hudung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami pralisis, demam dan gangguan dalam
regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, berbicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan alkohol atau obat lain.
Rencana pemulangan : membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi,
transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-tugas rumah
tangga, perubahan tata ruang, dan pemanfaatan fasilitas lainnya di rumah sakit.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi tertahan (00031)
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernapasan (00032)
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan cedera otak
(00201)

F. INTERVENSI KEPERAWATAN

21
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
bersihan jalan keperawatan selam ….x24 jam nafas:
napas diharapkan tidak ada masalah di jalan
1. posisiskan
berhubungan nafas dengan Kriteria Hasil :Status
klien untuk
dengan sekresi pernapasan kepatenan jalan napas
memaksimalk
tertahan
an ventilasi
Definisi: No Skala Awal Akhir 2. lakukan
Ketidakmampuan 1 Kemudahan penyedotan
membersihkan bernapas melalui
sekresi atau 2 Frekuensi dan endotrakea
obstruksi dari irama dan
saluran napas pernapasan nasotrakea
untuk 3. kelola
3 Pergerakan
mempertahankan nebulizer
sputum keluar
bersihan jalan ultrasonik
dari jalan
nafas 4. posisikan
napas
4 Pergerakan untuk
sumbatan meringankan
keluar dari sesak napas
jalan napas 5. monitor
Indikator: status
pernapasan
1. gangguan eksterm dan
2. berat oksigenasi
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan

22
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan
pola napas keperawatan selama ….x 24 jam nafas:
berhubungan diharapkan Status Penapasan:
6. posisiskan
dengan keletihan Ventilasi dengan kriteria hasil:
klien untuk
otot pernapasan
No Skala Awal Akhir memaksimalk
Definisi: inspirasi 1 Kemudahan an ventilasi
dan atau ekspirasi bernapas 7. lakukan
yang tidak 2 Frekuensi dan penyedotan
memberi ventilasi irama melalui
adekuat pernapasan endotrakea
3 Pergerakan dan
sputum keluar nasotrakea
dari jalan 8. kelola
napas nebulizer
4 Pergerakan ultrasonik
sumbatan 9. posisikan
keluar dari untuk
jalan napas meringankan
Indikator: sesak napas
10. monitor
6. gangguan eksterm status
7. berat pernapasan
8. sedang dan
9. ringan oksigenasi
10. tidak ada gangguan

3 Resiko Setelah dilakukan tindakan Monitor tekanan


ketidakefektifan keperawatan selama …. X 24 jam intra kranial
perfusi jaringan diharapkan perfusi jaringan perifer
1. berikan
otak berhubungan dengan Kriteria Hasil :
informasi
dengan cedera Status sirkulasi:
kepada
otak
No Skala Awal Akhir keluarga/
Definisi: Rentann 1 TD sistolik orang penting
mengalami dan diastolik lainnya
penurunan 2. monitor
23
sirkulasi jaringan 2 Bruit status
otak yang dapat pembuluh neurologis
menggangu darah besar 3. periksa
kesehatan 3 Hipotensi pasien terkait
ortostatik ada tidaknya
4 Berkomunikasi kaku kuduk
dengan jelas 4. bberikan
dan sesuai antibiotik
dengan usia 5. sesuaikan
serta kepala tempat
kemampuan tidur untuk
5 Menunjukkan mengoptimal
perhatian, kan perfusi
konsentrasi serebral.
dan orientasi 6. Beritahu
kognitif dokter untuk
6 Menunjukkan peningkatan
memori TIK yang
jangkan tidak bereaksi
panjang dan sesuai
saat ini peraturan
7 Mengolah perawatan.
informasi
8 Membuat
keputusan
yang tepat
Indikator:

1. gangguan eksterm
2. berat
3. sedang
4. ringan
5. tidak ada gangguan

24
G. EVALUASI

TANGGAL DX EVALUASI PARAF


/ JAM
S:-

O:

A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

25
BAB IV
JURNAL KEPERAWATAN

HUBUNGAN KETEPATAN PENILAIAN TRIASE DENGAN TINGKAT


KEBERHASILAN PENANGANAN PASIEN CEDERA KEPALA
DI IGD RSU HKBP BALIGE KABUPATEN TOBA SAMOSIR
Mila Gustia1, Melva Manurung2
1,2
Nursing Academic Yayasan Tenaga Pembangunan Arjuna Laguboti
Email: akperarjuna@yahoo.com; melva_manroe84@yahoo.com2

ABSTRACT
One indicator success of emergency medical response is the speed of providing
sufficient help to emergency patients either on a regular daily basis or during a disaster and
the successful handling of head injuries to save lives or prevent disability since the incident,
on the way to hospital help. Triage is a special process of sorting out patients based on the
severity of injury or illness to determine the type of emergency care. Triage is based on
ABCDE, the severity of the injury, the number of patients coming, the available health
facilities and the likelihood of life of the patient. Triage nurses use ABC nursing such as
airway, breathing and circulation, as well as skin color, humidity, temperature, pulse,
respiration, level of awareness and visual inspection for deep wounds, gross deformities and
bruises to prioritize care provided to patients in the emergency room. Principles of initial
handling include primary and secondary surveys. In primary management prioritized on
ABCDE (Airway, with cervical spine control, Breathing and circulation with bleeding
control, disability and exposure) followed by resuscitation. Triage is a way of selecting
patients based on therapeutic needs and available resources. Triage assessment is the
process of assessing a patient based on the severity of a head injury or determining the type
of emergency treatment. Method: Design of the research used correlation research method
with samples 17 people. Sampling of this research using probability sampling with
Proportionate stratified random sampling, research conducted in January 2017. Result:The
result of the research found triage of nurse to head injured patient seen that majority of
nurses succeeded in doing triage assessment as much as 14 people (82.36%). The correlation
of the accuracy of the evaluation of the nurses Triage with the success rate of the patient's
handling of Head Injury at IGD HKBP Balige Hospital with the result of Pearson Product
Moment test with r = 0.327 which means there is a significant correlation between the
accuracy of the nurse Triage assessment with the success rate of the patient's head injury at
IGD of HKBP Balige. Therefore it is expected to the Hospital in order to maintain the results
of fast response time and precisely, and further improve its services, especially in the
emergency department.
Key words: Triage assessment, handling, patient, head injuries

PENDAHULUAN perhatian penting kepada setiap orang.


Pelayanan kesehatanPemerintah dan segenap masyarakat
kegawatdaruratan merupakan hak asasibertanggungjawab dalam pemeliharaan
dan kewajiban yang harus diberikandan peningkatan kualitas pelayanan

98 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

26
kesehatan kegawatdaruratan sebagai penanggulangan medik penderita gawat
bagian utama dari pembangunan kesehatan darurat adalah kecepatan memberikan
sehingga pelaksanaannya tidak sporadik pertolongan yang memadai kepada
dan memiliki sistem pelayanan yang penderita gawat darurat baik pada keadaan
terstruktur (Departemen Kesehatan rutin sehari-hari atau sewaktu bencana.
Republik Indonesia, 2004). Keberhasilan waktu tanggap atau response
time sangat tergantung pada kecepatan
Rumah sakit merupakan institusi yang tersedia serta kualitas pemberian
pelayanan kesehatan yang melaksanakan pertolongan untuk menyelamatkan nyawa
pelayanan kesehatan perorangan secara atau mencegah cacat sejak di tempat
paripurna yang menyediakan pelayanan kejadian, dalam perjalanan hingga
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. pertolongan rumah sakit (Haryatun dan
Bedasarkan fasilitas dan kemampuan Sudaryanto, 2008).
pelayanan, rumah sakit umum
diklasifikasikan menjadi: Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat dikatakan
Umum Kelas A, Rumah Sakit Umum terlambat apabila pelayanan terhadap
Kelas B, Rumah Sakit Umum Kelas C, pasien gawat dan atau darurat dilayani
Rumah Sakit Umum Kelas D. Klasifikasi oleh petugas IGD Rumah Sakit > 15 menit
Rumah Sakit Umum ditetapkan (Angka KPPGD Rumah Sakit, 2012). Pada
berdasarkan: Pelayanan, Sumber Daya kasus kegawatdaruratan seperti jika kita
Manusia, Peralatan, Sarana dan Prasarana ; bertugas di ruangan gawat darurat kita
dan Administrasi dan Manajemen (Menteri harus dapat mengatur alur pasien yang
Kesehatan RI, 2010). Salah satu bagian di baik terutama pada
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan
adalah jumlah ruang yang terbatas,
memprioritaskan pasien terutama untuk
Instalasi Gawat Darurat, yang merupakan menekan jumlah morbiditas dan
gerbang utama jalan masuknya penderita
gawat darurat. IGD adalah suatu instalasi mortalitas, serta pelabelan dan
bagian rumah sakit yang melakukan pengkategorian (Musliha, 2010).
tindakan berdasarkan triase terhadap
pasien (Musliha, 2010). Moewardi (2003) mengatakan salah
Menurut Moewardi (2003), salah satu indikator keberhasilan
penanggulangan medik penderita gawat
satu indikator keberhasilan darurat adalah kecepatan memberikan
pertolongan yang memadai kepada

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 99

27
penderita gawat darurat baik pada keadaan kebutuhan terapi dan sumber daya yang
rutin sehari-hari atau sewaktu bencana dan tersedia. Penilaian triase adalah proses
keberhasilan penanganan cedera kepala menilai pasien berdasar beratnya cedera
untuk menyelamatkan nyawa atau kepala atau menentukan jenis perawatan
mencegah cacat sejak di tempat kejadian, kegawatdaruratan (Musliha, 2010).
dalam perjalanan hingga pertolongan rumah Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah
sakit (Haryatun & Sudaryanto, 2008). suatu tempat/unit di rumah sakit yang
memiliki tim kerja dengan kemampuan
Pelayanan gawat darurat dikatakan khusus dan peralatan yang memberikan
terlambat apabila pelayanan terhadap pasien pelayanan pasien gawat darurat dan
gawat dan atau darurat dilayani oleh petugas merupakan bagian dari rangkaian upaya
IGD Rumah Sakit > 15 menit (Angka penanggulangan pasien gawat darurat
KPPGD Rumah Sakit, 2012). Pada kasus
kegawatdaruratan seperti jika kita bertugas yang terorganisir (Kementrian Kesehatan
di ruangan gawat darurat kita harus dapat RI, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan
mengatur alur pasien yang baik terutama oleh Yanty, Darwin dan Misrawati, 2011
pada didapatkan petugas kesehatan IGD
mayoritas memiliki pengetahuan yang
jumlah ruang yang terbatas, tinggi terhadap tindakan triase berdasarkan
memprioritaskan pasien terutama untuk prioritas sebanyak 17 orang responden
menekan jumlah morbiditas dan (53,1%). Mayoritas petugas kesehatan
IGD memiliki sikap yang positif terhadap
mortalitas, serta pelabelan dan tindakan triase berdasarkan prioritas
pengkategorian (Musliha, 2010). sebanyak 19 orang responden (59,4%) dan
sebagian besar petugas kesehatan IGD
Prinsip penanganan awal meliputi melaksanakan tindakan triase berdasarkan
survey primer dan sekunder. Dalam prioritas sesuai prosedur sebanyak 18
orang responden (56,3%).
penatalaksaan primer yang diprioritaskan
pada ABCDE (Airway, dengan cervical Triase adalah cara pemilahan
spine control, Breathing dan circulation penderita berdasarkan kebutuhan terapi
dengan control perdarahan, disability dan dan sumber daya yang tersedia. Terapi
exposure) yang kemudian dilanjutkan didasarkan pada keadaan ABC (Airway,
dengan resusitasi. Triase merupakan cara

pemilihan penderita berdasarkan

100 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

28
dengan cervical spine control, Breathing Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per
dan Circulation dengan control 100.000 pasien per tahun (Irawan, 2010).
pendarahan). Triase berlaku untuk Prevalensi cedera kepala nasional adalah
pemilahan penderita baik di lapangan 8.2 persen, pravalensi tertinggi ditemukan
maupun di rumah sakit (Musliha, 2010). di Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah
Pandangan pasien ini sangat penting di Jambi (4,5%) dari survey yang
karena pasien yang merasa puas akan dilakukan pada 15 provinsi. Riskesdas
mematuhi pengobatan dan mau datang 2013 pada provinsi Jawa Tengah
berobat kembali (Pohan, 2003). menunjukkan kasus cedera sebesar 7,7%
yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda
Cedera kepala merupakan motor 40,1%. Cedera mayoritas dialami
permasalahan kesehatan global sebagai oleh kelompok umur dewasa yaitu sebesar
penyebab kematian, disabilitas, dan defisit 11,3% (Depkes RI, 2013). Di negara
mental. Cedera kepala menjadi penyebab berkembang seperti Indonesia,
kematian utama disabilitas pada usia perkembangan industri dan perekonomian
muda, penderita cedera kepala sering kali memberikan dampak terhadap cedera
mengalami edema serebri yaitu akumulasi kepala yang semakin meningkat dan
kelebihan cairan di intraseluler atau merupakan salah satu kasus yang sering
ekstraseluler ruang otak atau perdarahan dijumpai di ruang Instalasi Gawat Darurat
intracarnial yang mengakibatkan di Rumah Sakit (Miranda, 2014). Respon
meningkatnya tekanan intra kranial Time merupakan Penanganan gawat
(Kumar, 2013). darurat ada filosofinya yaitu Time Saving
it’s Live Saving, artinya seluruh tindakan
Menurut WHO setiap tahun di yang dilakukan pada saat kondisi gawat
Amerika Serikat hampir 150.000 kasus darurat haruslah benar-benar efektif dan
cedera kepala. Dari jumlah tersebut efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi
tersebut pasien dapat kehilangan nyawa
100.000 diantaranya mengalami kecacatan hanya dalam hitungan menit saja. Respon
dan 50.000 orang meninggal dunia. Saat time merupakan kecepatan dalam
ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 penanganan pasien, dihitung sejak pasien
orang dengan kecacatan akibat cedera datang sampai dilakukan
kepala. Data insiden cedera kepala di
Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per
100.000 populasi. Insiden cedera kepala di

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 101

29
penanganan (Suhartati dkk, 2011). Waktu penanganan yang cepat (Sekar, 2015).
tanggap pelayanan merupakan gabungan Gawat suatu kondisi dimana korban harus
dari waktu tanggap saat pasien tiba di segera ditolong, apabila tidak segera
depan pintu rumah sakit sampai mendapat ditolong maka akan mengalami kecacatan
tanggapan atau respon dari petugas instalasi atau kematian (Iskandar, 2006). Darurat
gawat darurat dengan waktu pelayanan suatu kondisi dimana korban harus segera
yaitu waktu yang diperlukan pasien sampai ditolong tetapi penundaan pertolongan
selesai. Waktu tanggap pelayanan dapat tidak akan menyebabkan kecacatan atau
dihitung dengan hitungan menit dan sangat kematian (Iskandar, 2006). Dari keadaan
dipengaruhi oleh berbagai hal baik tersebut, keputusan Kementerian
mengenai jumlah tenaga maupun Kesehatan tahun 2009 tentang Standar
IGD bahwa indikator waktu tanggap di
komponen-komponen lain yang IGD ≤ 5 menit. Hal tersebut ditetapkan
karena
mendukung seperti pelayanan
laboratorium, radiologi, farmasi dan waktu tanggap perawat sangat
administrasi. Waktu tanggap dikatakan berpengaruh terhadap penyelamataan
tepat waktu atau tidak terlambat apabila pasien. Hasil penelitian Maatilu (2014) di
waktu yang diperlukan tidak melebihi Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof. Dr. R.
waktu rata-rata standar yang ada (Sekar, D. Kandou Manado didapatkan hasil,
2015). Ketepatan menurut Hughes (2008), waktu tanggap perawat di IGD RSUP
Ketepatan adalah kemampuan untuk Prof. Dr. R. D Kandou Makasar terhadap
memberikan suatu tindakan sesuai dengan penanganan kasus gawat darurat dalam
prioritas masalah. Menurut Kotler dalam katergori lambat yaitu lebih dari 5 menit.
Laksana (2008), ketepatan adalah suatu Wilde (2009) telah membuktikan dalam
bentuk pelayanan yang diberikan sesuai penelitiannya bahwa pentingnya waktu
dengan sistem, prosedur, maupun strategi tanggap bahkan pada pasien selain
operasional.IGD atau Instalasi Gawat penderita jantung. Mekanisme tanggap,
Darurat, adalah layanan yang disediakan disamping menetukan keluasan rusaknya
untuk memenuhi kebutuhan pasien yang organ-organ dalam, juga dapat mengurangi
dalam kondisi gawat darurat dan harus beban pembiayaan. Kecepatan dan
segera dibawa ke rumah sakit untuk ketepatan pertolongan yang diberikan
mendapatkan

102 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

30
pada pasien yang datang ke IGD darurat haruslah benar-benar efektif dan
memerlukan standar sesuai dengan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi
tersebut pasien dapat kehilangan nyawa
kompetensi dan kemampuannya sehingga hanya dalam hitungan menit saja. Berhenti
dapat menjamin suatu penanganan gawat nafas selama 2-3 menit pada manusia
darurat dengan waktu tanggap yang cepat dapat menyebabkan kematian yang fatal
dan penanganan yang tepat. Hal ini dapat (Sutawijaya, 2009).
dicapai dengan meningkatkan sarana,
prasarana, sumber daya manusia dan Perawat merupakan seorang yang
manajemen IGD rumah sakit sesuai telah dipersiapkan merawat dan
standart (Kepmenkes, 2009). Menurut menyembuhkan orang yang sakit meliputi
Haryatun (2013) yaitu salah satu indikator usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit,
keberhasilan penanggulangan medik yang dilaksanakan sendiri dibawah
penderita gawat darurat adalah kecepatan pengawasan dokter atau kepala
memberikan pertolongan yang memadai
kepada penderita gawat darurat baik pada ruangan (Departemen Kesehatan Republik
keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu Indonesia, 2007). Di ruangan IDG perawat
bencana. adalah sumber daya manusia di rumah
sakit yang harus mampu memberikan
Haryatun (2008) dalam hasil pelayanan atau tindakan keperawatan
penelitiannya tentang faktor-faktor yang secara profesional sehingga tingkat
berhubungan dengan ketepatan waktu kepercayaan pasien dan keluarga terus
perawat pada penanganan pasien gawat meningkat terhadap perawat (Musliha,
darurat di IGD BLU RSUD Dr. Moerwadi 2010).
didapatkan bahwa sebagian besar perawat
yang ada di IGD memiliki ketepatan waktu Studi pendahuluan di RSU HKBP
lebih dari 5 menit yaitu sebanyak 17 Balige Toba Samosir yang merupakan
(56,7%) responden. rumah sakit umum Tipe B dimana rumah
Sutawijaya (2009) mengatakan sakit ini merupakan rumah sakit umum
rujukan di Kabupaten Toba Samosir. Data
penanganan gawat darurat ada filosofinya kunjungan pasien ke IGD selama bulan
yaitu Time Saving it’s Live Saving. Artinya Oktober 2017-Januari 2018 berjumlah 451
seluruh tindakan yang dilakukan pada saat pasien dan pasien dengan cedera kepala
kondisi gawat adalah 60 orang. Dengan tenaga perawat
yang dinas di IGD RSU

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 103

31
HKBP Balige berjumlah 22 orang. Dari kunjungan UGD yang melampaui
observasi yang dilakukan pada 3 orang kemampuan sumber daya yang ada untuk
perawat di IGD RSU HKBP Balige rata- melakukan penanganan segera (Oman,
rata response time perawat selama 10-15 2008). Triase dilakukan berdasarkan pada
menit dan ketepatan penilaian triase 34%. ABCDE, beratnya cedera, jumlah pasien
Observasi dan wawancara yang dilakukan yang datang, sarana kesehatan yang
pada 2 pasien cedera kepala yang masuk ke tersedia serta
IGD RSU HKBP Balige dengan kategori
triase (urgent), setelah mendapatkan respon kemungkinan hidup pasien (Pusponegoro,
dan tindakan pertama dari perawat, 3 2010). Perawat triase menggunakan ABC
keluarga pasien mengatakan masih keperawatan seperti jalan nafas,
khawatir dengan tindakan perawat karena pernapasan dan sirkulasi, serta warna kulit,
lamanya tindakan yang harus mereka kelembaban, suhu, nadi, respirasi, tingkat
jalani, mereka juga mengatakan perawat kesadaran dan inspeksi visual untuk luka
memberikan tindakan atau respon dari dalam, deformitas kotor dan memar untuk
perawat yang ada di IGD kurang cepat.
Berdasarkan data tersebut, maka saya memprioritaskan perawatan yang
tertarik untuk meneliti hubungan ketepatan diberikan kepada pasien di ruang gawat
penilaian Triase dengan tingkat darurat. Perawat memberikan prioritas
keberhasilan penanganan pasien Cedera pertama untuk pasien gangguan jalan
Kepala di IGD RSU HKBP Balige Tahun nafas, bernafas atau sirkulasi terganggu.
2018. Pasien yang memiliki masalah yang sangat
mengancam kehidupan diberikan
Triage berasal dari bahasa Prancis pengobatan langsung bahkan jika mereka
trier bahasa Inggris triage dan diturunkan diharapkan untuk mati atau membutuhkan
dalam bahasa Indonesia triase yang berarti banyak sumber daya medis (Bagus, 2007).
sortir, yaitu proses khusus memilah pasien
berdasar beratnya cedera atau penyakit Menurut Brooker (2008), dalam
untuk menentukan jenis perawatan gawat prinsip triase diberlakukan sistem
darurat. Sistem triase mulai dikembangkan
mulai pada akhir tahun 1950-an seiring prioritas, prioritas adalah
jumlah penentuan/penyeleksian mana yang

harus didahulukan mengenai penanganan


yang mengacu pada tingkat

104 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

32
ancaman jiwa yang timbul dengan seleksi besar, combutio (luka bakar) tingkat II dan
pasien berdasarkan : 1) Ancaman jiwa III < 25 %, trauma thorak/abdomen,
yang dapat mematikan dalam hitungan laserasi luas, trauma bola mata.
menit. 2) Dapat mati dalam hitungan jam.
3) Trauma ringan. 4) Sudah meninggal. Prioritas III (rendah) warna hijau.
Triase adalah proses khusus memilah Perlu penanganan seperti pelayanan biasa,
pasien berdasar beratnya cedera atau tidak perlu segera. Penanganan dan
penyakit untuk menentukan prioritas pemindahan bersifat terakhir. Contoh luka
perawatan gawat darurat medik. Artinya superficial, luka-luka ringan. Prioritas 0
memilih berdasar prioritas atau penyebab warna Hitam. Kemungkinan untuk hidup
ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan sangat kecil, luka sangat parah. Hanya
prioritas ABCDE. perlu terapi suportif. Contoh henti jantung
kritis, trauma kepala berat (Carpenito,
Prioritas I (prioritas tertinggi) warna 2008).
merah Mengancam untuk berat dan biru
untuk sangat berat jiwa atau fungsi vital, Menurut Oman (2008) penilaian
perlu resusitasi dan tindakan bedah segera, triase terdiri dari a. Primary survey
mempunyai kesempatan hidup yang besar. priorotas (ABC) untuk menghasilkan
Penanganan dan pemindahan bersifat prioritas I dan seterusnya. b. Secondary
segera yaitu gangguan pada jalan nafas, survey pemeriksaan menyeluruh (Head to
pernafasan dan sirkulasi. Contohnya Toe) untuk menghasilkan prioritas I, II,
sumbatan jalan nafas, tension III,0 dan selanjutnya. c. Monitoring korban
pneumothorak, syok hemoragik, luka akan kemungkinan terjadinya perubahan
terpotong pada tangan dan kaki, combutio perubahan pada (A,B,C) derajat kesadaran
(luka bakar) tingkat II dan III > 25%. dan tanda vital lainnya. Perubahan
prioritas karena perubahan kondisi korban.
Penanganan pasien UGD perawat dalam
Prioritas II (medium) warna kuning. pelaksanaan triage harus sesuai dengan
Potensial mengancam nyawa atau fungsi protap pelayanan triase agar dalam
vital bila tidak segera ditangani dalam penanganan pasien tidak terlalu lama.
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemindahan bersifat jangan terlambat. Protap dalam triase a. Pasien datang
Contoh: patah tulang diterima petugas/paramedis UGD. b.
Diruang triase dilakukan anamnese

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 105

33
dan pemeriksaan singkat dan cepat Merah/Immediate/Prioritas 1
(selintas) untuk menentukan derajat Evakuasi: Korban dengan luka yang
kegawatannya Oleh perawat. c. Bila mengancam nyawa dimana dapat tertolong
jumlah penderita/korban yang ada lebih jika segera dievakuasi untuk mendapatkan
dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan perawatan lanjut. Korban membutuhkan
di luar ruang triage (di depan gedung perwatan lanjut atau tindakan operasi
IGD). d. Penderita dibedakan menurut sesegera mungkin dibawah 1 jam dari
kegawatnnya dengan memberi kode waktu kejadian. Korban berada dalam
warna. Salah satu metode yang paling kondisi kritis dan akan meninggal jika
sederhana dan umum digunakan adalah tidak segera ditolong.
metode Simple Triage and Rapid Kuning/Delayed/Prioritas 2 evakuasi:
Treatment (START). Pelaksanaan triage korban yang dapat ditunda evakuasi medis
dilakukan dengan memberikan tanda setelah korban prioritas 1 selesai
sesuai dengan warna prioritas. Tanda dievakuasi. Korban dalam kondisi stabil,
triage dapat bervariasi mulai dari suatu tapi tetap memerlukan
kartu khusus sampai hanya suatu ikatan
dengan bahan yang warnanya sesuai perawatan lebih lanjut.
dengan prioritasnya. Jangan mengganti
tanda triage yang sudah ditentukan. Bila Hijau/Minor/Prioritas 3 evakuasi: korban
keadaan penderita berubah sebelum ini akan dievakuasi setelah prioritas 1 dan
memperoleh perawatan maka label lama 2 selesai dievakuasi. Pasien dengan luka
jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu yang merlukan pertolongan dokter tapi
dan pasang yang baru (Hogan dan bisa ditunda beberapa jam atau hari. Akan
Burstein, 2007). Di dalam START model dimonitor terus sambil menunggu giliran
korban dibagi dalam 4 kelompok evakuasi. Korban biasanya masih dapat
berjalan (Walking wounded). Pasien
warna: Hitam/Deceased: Korban dievakuasi setelah prioritas 2 selesai di
meninggal atau tidak bernafas meskipun evakuasi.
jalan nafas sudah dibebaskan, korban
meninggal dibiarkan di tempat kejadian Proses triase mengikuti langkah-
dan diangkat belakangan setelah semuanya langkah proses keperawatan yaitu: a.
tertolong.
Pengkajian, ketika komunikasi dilakukan
perawat melihat keadaan

pasien secara umum. Perawat


mendengarkan apa yang dikatakan

106 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

34
pasien, dan mewaspadai isyarat oral. Intervensi, dalam analisis akhir bisa
Riwayat penyakit yang diberikan oleh memungkinkan bahwa perawat tidak dapat
pasien sebagai informasi subjektif. Tujuan melakukan apa-apa untuk pasien. Oleh
informasi dapat dikumpulkan dengan karena itu harus ada pendukung lain yang
mendengarkan nafas pasien, kejelasan tersedia, misalnya dokter untuk
berbicara, dan kesesuaian wacana. menentukan tindakan yang diinginkan. e.
Informasi tambahan lain dapat diperoleh Evaluasi, dalam konteks organisasi
dengan pengamatan langsung oleh pasien. keperawatan, evaluasi adalah ukuran dari
Lakukan pengukuran objektif seperti suhu, apakah tindakan yang diambil tersebut
tekanan darah, berat badan, gula darah, efektif atau tidak. Jika pasien tidak
dan sirkulasi darah. b. Diagnosa, membaik, perawat memiliki tanggung
dinyatakan apakah masalah termasuk ke jawab untuk menilai kembali pasien,
dalam kondisi Emergency (mengancam mengkonfirmasikan diagnosa urgen,
kehidupan, anggota badan, atau merevisi rencana perawatan jika
kecacatan). Urgen (mengancam
kehidupan, anggota badan, atau kecacatan) diperlukan, merencanakan, dan
atau nonurgen. Diagnosa juga meliputi
penentuan kebutuhan pasien untuk kemudian mengevaluasi kembali
perawatan seperti (Rutenberg, 2009).

dukungan, bimbingan, jaminan, METODE


pendidikan, pelatihan, dan perawatan
lainnya yang memfasilitasi kemampuan Jenis penelitian ini adalah
pasien untuk mencari perawatan. c. correlation study, dengan jumlah sampel
Perencanaan, rencana harus bersifat sebanyak 17 orang dan menggunakan
kolaboratif. Perawat harus dengan seksama teknik probability sampling dengan
menyelidiki keadaan yang berlaku dengan
pasien, mengidentifikasi faktor-faktor Proportionate stratified random sampling.
kunci yang penting, dan mengembangkan Pengambilan data dilakukan pada bulan
rencana perawatan yang diterima pasien. Februari 2018 di RSU HKBP Balige.
Hal ini sering Kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
membutuhkan proses negosiasi, didukung Analisa data dilakukan dengan
dengan pendidikan pasien. d. menggunakan uji korelasi Pearson pada
tingkat kepercayaan 95%. Hak-hak
responden dilindungi dari berbagai aspek
dalam penelitian ini.

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 107

35
dan cedera kepala ringan sebanyak 7 orang
HASIL PENELITIAN (41.17%).

Tabel berikut menjelaskan karakteristik


responden penelitian.

Tabel 1 Karakteristik Responden

Usia Frekuensi Persentase


(Orang) (%)
12-16 tahun 1 5.9
17-25 tahun 9 52.9
26-35 tahun 6 35.3
36-45 tahun 1 5.9
Laki-laki 16 94.1
Wanita 1 5.9
Tidak sekolah 3 17.6
SMP 1 5.9
SMA 10 58.8
Sarjana 3 17.6

<1 tahun 8 47.1


1-2 tahun 8 47.1
>3 tahun 1 5.9

Tabel 2 Klasifikasi cedera kepala pasien di RSU


HKBP Balige

Klasifikasi Frekuensi Persentase


(Orang) (%)

Ringan 7 41.17
Sedang 9 52.94
Berat 1 5.89

Jumlah 17 100

Mayoritas pasien mengalami cedera


kepala sedang sebanyak 9 orang (52.94%)

36
Distribusi Penanganan perawat
Penilaian Triase Pasien Cedera Kepala pasien cedera kepala menunjukkan
sebanyak sebanyak 14 orang (82.4%)
Keberhasilan penilaian triase perawat melakukan penanganan yang baik terhadap
terhadap pasien cedera kepala terlihat pasien cedera kepala.
bahawa mayoritas perawat berhasil
melakukan pernilaian triase sebanyak 14 Hubungan ketepatan penilaian Triase
orang (82.36%). perawat dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien Cedera Kepala
Tabel 3 Keberhasilan Penilaian Triase
Hubungan ketepatan penilaian
Keberhasilan Frekuensi Persentase
penilaian Triase (%) Triase perawat dengan tingkat
Berhasil 14 82.4 keberhasilan penanganan pasien Cedera
Kepala di IGD RSU HKBP Balige dengan
Cukup 3 17.6 hasil uji Pearson Product Moment dengan
berhasil nilai r = 0.327 yang berarti ada hubungan
yang signifikan antara ketepatan penilaian
Total 17 100 Triase perawat dengan tingkat
keberhasilan penanganan pasien Cedera
Kepala, dengan nilai signifikansi 0.000
(<0.05),

108 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

37
maka Ho ditolak yaitu ada hubungan minimal D3 Keperawatan dan sudah
ketepatan penilaian Triase perawat dengan mendapat pelatihan BTCLS dan beberapa
tingkat keberhasilan penanganan pasien perawat sudah memiliki pengalaman diatas
Cedera Kepala di IGD RSU 5 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian
Haryatun (2008) dalam hasil penelitiannya
HKBP Balige. Penelitian ini menggunakan tentang faktor-faktor yang berhubungan
tingkat kepercayaan 5% dan kekuatan uji dengan
95%.
ketepatan waktu perawat pada penanganan
PEMBAHASAN pasien gawat darurat di IGD BLU RSUD
Dr. Moerwadi didapatkan bahwa sebagian
Penilaian Triase Pasien Cedera Kepala besar perawat yang ada di IGD memiliki
ketepatan waktu lebih dari 5 menit yaitu
Berdasarkan hasil analisa data sebanyak 17 (56,7%)
menunjukka penilaian triase perawat
terhadap pasien cedera kepala terlihat responden. Sutawijaya (2009) mengatakan
bahawa mayoritas perawat berhasil penanganan gawat darurat ada filosofinya
melakukan pernilaian triase sebanyak 14 yaitu Time Saving it’s Live Saving. Artinya
orang (82.36%). Berdasarkan hasil tersebut seluruh tindakan yang dilakukan pada saat
berarti bahwa perawat IGD bisa kondisi gawat darurat haruslah benar-
melakukan penilaian triase dengan baik. benar efektif dan efisien. Hal ini
Triage adalah cara pemilahan penderita mengingatkan pada kondisi tersebut pasien
korban gawat darurat berdasarkan skala dapat kehilangan nyawa hanya dalam
prioritas yang didasarkan kepada hitungan menit saja. Berhenti nafas selama
kebutuhan terapi korban dan sumber daya 2-3 menit pada manusia dapat
yang tersedia. Kebutuhan terapi setiap menyebabkan kematian yang fatal
korban didasarkan pada penilaian kondisi (Sutawijaya, 2009).
ABC (Airways, Breathing, Circulation)
pasien tersebut dimana penilaian tersebut Penanganan Pasien cedera kepala di
akan menggambarkan derajat keparahan Ruang IGD RSU HKBP Balige
kondisi korban.
Berdasarkan analisa data
Penilaian triase ini didukung oleh menunjukkan bahwa Penanganan pasien
kemampuan perawat dalam melakukan cedera kepala menunjukkan sebanyak
penilain karena didukung oleh beberapa sebanyak 14 orang (82.36%) melakukan
faktor yaitu pendidikan perawata penanganan yang baik terhadap pasien

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 109

38
cedera kepala. Hal ini menunjukkan itu juga (Hardi, (2008) cit
Wahjoepramono, (2005)). Hal ini sesuai
bawaha tingkat keberhasilan penanganan dengan hasil penelitian multisenter yang
pasien cedera kepala di ruang IGD RSU dilakukan oleh Levin dkk (1987) terhadap
HKBP Balige tinggi. Hal ini sesuai dengan 155 pasien dengan cedera kepala ringan,
teori Smeltzer (2001) perawat segera ditemukan keluhan pertama yang paling
melakukan penatalaksanaan pada klien sering adalah nyeri kepala 82%. Penelitian
dengan cedera kepala antara lain. a. yang dilakukan Rimel dkk. (1981)
terhadap 500 pasien trauma kepala ringan
Dexamethason/kalmetason sebagai menemukan 79% terdapat paling sedikit
pengobatan anti edema serebral, dosis satu keluhan dalam suatu wawancara 3
sesuai dengan berat ringannya trauma. b. bulan setelah cedera, 78 % mengeluh nyeri
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) kepala (Japardi, 2004). Hasil penelitian
untuk mengurangi vasodilatasi. c. menunjukkan klasifikasi cedera kepala
Pemberian analgetik. d. Pengobatan pasien cedera kepala yang dirawat di RSU
antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; HKBP Balige menunjukkan bahwa
manitol 20%, glukosa 40% atau gliserol. e. mayoritas pasien mengalami cedera kepala
Antibiotik yang mengandung barier darah sedang sebanyak 9 orang (52.94%) dan
otak (pinicilin) atau untuk infeksi anaerob cedera kepala ringan sebanyak 7 orang
diberikan metronidazole. f. Makanan atau (41.17%). Dengan mengetahui klasifikasi
caioran infus dextrose 5%, aminousin, cedera kepala pasien berarti menunjukkan
aminofel (18 jam pertama dari terjadinya bahwa perawat mampu melakukan
kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan penanganan cedera kepala dengan baik.
makanan lunak.
Berkaitan dengan cedera kepala,
Penanganan yang dilakukan saat maka sangat penting sekali dalam
terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan melakukan penanganan yang cepat dan
nafas penderita, mengontrol pendarahan tepat. Pertimbangan paling penting dari
dan mencegah syok, cedera kepala adalah apakah otak telah
mengalami cedera atau tidak dimana otak
imobilisasi penderita, mencegah terjadinya merupakan organ vital pengendali
komplikasi dan cedera sekunder. Setiap
keadaan yang tidak normal dan
membahayakan harus segera diberikan
tindakan resusitasi pada saat

110 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

39
sistem tubuh. Hasil ini sejalan dengan menunjukkan ada hubungan Waktu
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tanggap penilaian triase dengan
Sabriyanti, dkk pada tahun 2012 yang
meneliti tentang faktor-faktor yang Penanganan Pasien Cedera Kepala di
berhubungan dengan ketepatan penilaian Instalasi Gawat Darurat RSUD Provinsi
triase terhadap penanganan kasus pada Gorontalo sebagian besar waktu tanggap
respon time I di IGD bedah dan non bedah perawat pada penanganan cedera kepala
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. adalah tepat (90%), terdapat hubungan
Didapatkan hasil waktu tanggap antara tingkat pengetahuan dengan
penanganan kasus bedah sebagian besar
tepat (< 5 menit) yaitu sebesar 67,9%. waktu tanggap dengan nilai p=0,009
dengan waktu tanggap perawat. Asumsi
Hubungan ketepatan penilaian Triase peneliti hal ini disebabkan oleh
perawat dengan tingkat keberhasilan keterampilan kerja lebih dipengaruhi
penanganan pasien Cedera Kepala di
IGD RSU HKBP Balige oleh lingkungan kerja dan keahlian

Hubungan ketepatan penilaian semakin terasah dengan banyaknya

Triase perawat dengan tingkat kasus yang sudah ditangani di IGD, serta
keberhasilan penanganan pasien Cedera
Kepala di IGD dengan hasil uji Pearson semua perawat sudah mengikuti pelatihan
Product Moment dengan nilai r = 0.327 BTCLS. Oleh karena itu perawat dengan
yang berarti ada hubungan yang signifikan lulusan D3/D4 maupun S1 Ners sama-
antara ketepatan penilaian sama memiliki waktu tanggap yang tepat,
sehingga tingkat pendidikan tidak
Triase perawat dengan tingkat berpengaruh signifikan pada waktu
keberhasilan penanganan pasien Cedera tanggap perawat. Hal ini dapat juga
Kepala di IGD dengan kekuatan hubungan disebabkan oleh tingkat motivasi perawat
rendah dan dengan arah korelasi positif. dalam mempraktikkan keterampilan kerja.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nursalam (2013)
Merlin Domili (2015) tentang Faktor-
faktor yang Berhubungan dengan Waktu menyatakan bahwa berkembangnya
Tanggap penilaian triase dengan pendidikan keperawatan di Indonesia baik
Penanganan Pasien Cedera Kepala di secara kuantitas maupun kualitas,
Instalasi Gawat Darurat RSUD Provinsi
Gorontalo dimana penelitian sampai saat ini masih belum memberikan
kontribusi yang bermakna terhadap
peningkatan peran perawat

secara profesional. Nursalam

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 111

40
mensinyalir bahwa pendidikan hanya cedera kepala sedang sebanyak 9 orang
difokuskan pada penyediaan tenaga (52.94%) dan cedera kepala ringan
perawat yang siap untuk pelayanan dan sebanyak 7 orang (41.17%).
orientasi pendidikan yang sempit. Hasil ini
juga sesuai dengan penelitian sebelumnya 3. Keberhasilan penilaian triase perawat
yang dilakukan oleh Maatilu, dkk (2014) terhadap pasien cedera kepala terlihat
dengan hasil perawat vokasi sebanyak bahawa mayoritas perawat berhasil
60% dan perawat profesi sebanyak 40%. melakukan pernilaian triase sebanyak 14
Dengan hasil uji statistik yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat orang (82.36%).Hubungan
hubungan yang bermakna antara
pendidikan perawat pada penanganan ketepatanpenilaianTriase
pasien gawat darurat dengan nilai p 0,084.
perawat dengan tingkat keberhasilan
KESIMPULAN penanganan pasien Cedera Kepala di IGD
RSU HKBP Balige dengan hasil uji
1. Responden berdasarkan umur
Pearson Product Moment dengan nilai r =
dalam penelitian ini menunjukkan menurut 0.327 yang berarti ada hubungan yang
tingkat responden yakni umur responden signifikan antara ketepatan penilaian
12-16 tahun sebanyak 1 orang (5.88%), Triase perawat dengan tingkat
17-25 tahun sebanyak 9 orang (52.9%), keberhasilan penanganan pasien Cedera
26-35 tahun sebanyak 5 (35,43%), 36-45 Kepala di IGD RSU HKBP Balige
sebanyak 1 orang (5.88%), sebanyak 3
orang, SMP 1 orang, SMA 10 orang, SARAN
sarjana orang, dan jenis kelamin mayotitas
16 orang. 1. Bagi RS HKBP Balige Diharapkan kepada
pihak Rumah
2. Klasifikasi cedera kepala pasien cedera
kepala yang dirawat di RSUD Sakit agar dapat mempertahankan hasil
menunjukkan bahwa mayoritas pasien waktu tanggap yang cepat dan tepat, serta
mengalami lebih meningkatkan lagi pelayanannya
khususnya di bidang gawat darurat.

112 | Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 November


2018

41
2. Bagi Perawat teman dosen di Akper YTP. Arjuna

Diharapkan kepada perawat agar hasil Laguboti yang telah membantu proses
penelitian ini menjadi bahan
evaluasiuntuklebih penelitian ini.

meningkatkan potensi diri sehingga DAFTAR PUSTAKA


tercapai pelayanan optimal kepada pasien.
Apriyani, 2008. PMK No 129 Tahun
3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan
kepada institusi 2008 Tengan SPM RS Lengkap.

pendidikan agar dapat menjadikan hasil Achmad, A. K., S. A. Winarti, & N. R.


penelitian ini sebagai bahan pertimbangan
dan Ramdani 2012. Faktor-Faktor yang

masukan untuk penelitian selanjutnya. Berhubungan dengan Lama Waktu

4. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan Tanggap Perawat pada Penanganan


kepada peneliti
Asma di Instalasi Gawat Darurat
selanjutnya agar lebih memperhatikan
waktu penelitian agar dan lebih menambah RSUD Panembahan Senopati
faktor-
Bantul. Jurnal. Universitas Respati
faktorlainnyayang
Yogyakarta.
mempengaruhikeberhasilan
Boswick J. A, Ir, MD. (1997).
penanganan pasien cedera kepala.
Perawatan Gawat Darurat
Terima Kasih
(Emergency Care). Jakarta: Buku
Terima kasih sedalam-dalamnya Kedokteran EGC.
saya ucapkan kepada Prof. Dr. Ing. K.T.
Sirait selaku Ketua Yayasan TP. Arjuna Brunner & Suddarth. (2002).
atas segala kontribusi serta ketulusannya
dalam penyelesaian penelitian ini Keperawatan Medikal Bedah, vol 1.

sehingga penelitian ini dapat EGC: Jakarta


dilakasanakan pada tahun 2018. Penulis
juga berterima kasih kepada teman- Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. (2004). Pedoman Sistem

Penanggulangan Gawat Darurat

Terpadu (SPGDT). Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik


42
Indonesia. (2006). Pedoman Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Manajemen Sumber Daya Manusia Djemari, 2011 Pelayanan Gawat Darurat

(SDM) Kesehatan Dalam (Emergency Care) UGD.

Penanggulangan Bencana. Jakarta: Hasan. L. (2012). Hubungan Response

Kementrian Kesehatan. Time Perawat Dengan Kepuasan

Departemen Kesehatan RI. 2010, Pasien Di Instalasi Gawat Darurat

Jurnal JUMANTIK Vol.3 No.2 November 2018 | 113

43
Badan Rumah Sakit Daerah Kabupaten Nomor 129, 2008. (2008). Standar
Banggai.
Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Haryatun, 2008. Perbedaan Waktu Tanggap
Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Jakarta.
Kepala Kategori 1 – V di Instalasi Gawat
Darurat RSUD dr. Moewardi. Berita Ilmu Nanda International. (2013). Diagnosis
Keperawatan, ISSN 1979-2697, Vol. 1.
No.70 2, Juni 2008 69-74. Keperawatan Definisi dan

Jusuf, M. I. 2014. Manajemen Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:

Neurologis Trauma Kapitis. Seminar EGC


Nasional Keperawatan Penatalaksanaan
Terkini Pasien Cedera Kepala.

Kementerian Kesehatan RI. (2011).

Thechnical Guidelines fer Health

Crisis Responses on Disaster.

Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia. (2009). Standar Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.

Jakarta: Menteri Kesehatan

Republik Indonesia.

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta

Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta:

Media Aesculapius.

Menteri Kesehatan RI. (2010).

Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor


340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat

Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia


44
Notoatmodjo. (2005). Metodologi

Penelitian Kesehatan, Jakarta:

Rineka Cipta.

Oman. K. S., Koziol-Mclain. J., &

Scheetz. L. J. (2012). Keperawatan

Emergensi. EGC: Jakarta.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar

Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses Praktek. Edisi 4 Vol 1.

Jakarta : EGC

Pusponegoro, D Aryono. et al, (2010) Buku


Panduan Basic Trauma and Cardiac Life
Support, Jakarta : Diklat Ambulance AGD
118

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013).


Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian RI


tahun 2013.

RSUD Deli Serdang. (2018).

Setiadi. (2010). Konsep dan Penelitian Riset


Keperawatan Edisi 2, Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Stuart, W. S. (2002) Buku Saku Keperawatan


Jiwa Edisi 5. Jakarta: ECG.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Bisnis


(Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta.

Sutawijaya, R. B. (2009). Gawat

Darurat, Aulia. Yogyakarta:

Publishing

45
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cidera kepala adalah trauma yang mengenai otak yang terjadi secara langsung atau
tidak langsung atau efek sekunder yang menyebabkan atau berpengaruh berubahnya fungsi
neurologis, kesadaran, kognitif, perilaku, dan emosi.
asuhan keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan oleh tenaga
medis kesehatan yaitu perawat dalam asuhan keperawatan terdapat pendokumentasian
keperwatan di dalamnya terdapat pengkajian, data penunjang, terapi, analisa data,
diagnose, perencanaan keperawatan, implementasi dan evalausi dalam keperawatan gawat
darurat dalam pengkajian terdapat survey primer dan survey sekunder

B. Saran
Penulis menyadari makalah yang penulis susun ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu semoga makalah ini dapat dijadikan acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya, dan
diharapkan adanya perbaikan-perbaikan untuk makalah selanjutnya dengan pokok bahasan
yang sama.

46
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T.H dan Kamitsuru, S. 2018. Nanda-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klarifikasi 2018-2020 edisi 11. EGC:Jakarta

Kartika.N.,Dewi.2014.Buku Ajar Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat.Jakarta:Salemba


Medika

Bulechek, G.M., Butcher H.K., Dochtherman J.M. 2016.Nursing Interventions Classification


(NIC) 6th Indonesian Editon. Elsevier. Singapore

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2016. Nursing
Outcomes Classification (NOC) 5thIndonesian Editon. Elsevier. Singapore

Musliha.2010. KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Plus Contoh Askep Dengan Pendekatan


NANDA NIC NOC.Yogyakarta:Nuha Medika

Gustia, Mila dan Manurung, Melva.2018.” Hubungan Ketepatan Penilaian Triase Dengan
Tingkat Keberhasilan Penanganan PasienCedera KepalaDi Igd Rsu Hkbp Balige Kabupaten
Toba Samosir”: Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2 (hlm. 98-114)

Dewantor, G., Suwono, W.J., Riyanto, B., Turana, Yuda. 2009. Panduan praktis diagnosis &
tata laksana penyakit saraf. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Sjahrir H.2012. Nyeri Kepala dan Vertigo.Yogyakarta.Pustaka Cendekia Press.


Kemenkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI:2018
(www.depkes.go.id)
Hidayah, Safaroyul .2016.Cidera Kepala di https:www.academia.edu (di akses 13april 2019)
Fanturi, Rega. Askep Cidera Kepala di https:www.academia.edu (di akses 14april 2019)

47

Вам также может понравиться

  • Kuesioner PSQI
    Kuesioner PSQI
    Документ5 страниц
    Kuesioner PSQI
    Mohammad Choirul Shodikin
    81% (16)
  • Dokumen
    Dokumen
    Документ11 страниц
    Dokumen
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Teori
    Tinjauan Teori
    Документ8 страниц
    Tinjauan Teori
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Seks Kel 3
    Seks Kel 3
    Документ26 страниц
    Seks Kel 3
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Anemia
    Anemia
    Документ27 страниц
    Anemia
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Askep Seks
    Askep Seks
    Документ18 страниц
    Askep Seks
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Dokumen
    Dokumen
    Документ8 страниц
    Dokumen
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Poa Ibu Hamil
    Poa Ibu Hamil
    Документ5 страниц
    Poa Ibu Hamil
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Teori
    Tinjauan Teori
    Документ8 страниц
    Tinjauan Teori
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • IMPLENTASI
    IMPLENTASI
    Документ5 страниц
    IMPLENTASI
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Dokumen
    Dokumen
    Документ11 страниц
    Dokumen
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • ANALISA DATA Dan Diagnosa
    ANALISA DATA Dan Diagnosa
    Документ2 страницы
    ANALISA DATA Dan Diagnosa
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • LEAFLET
    LEAFLET
    Документ2 страницы
    LEAFLET
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Demensia PDF
    Demensia PDF
    Документ18 страниц
    Demensia PDF
    Raisya Nazila
    Оценок пока нет
  • Pendahuluan Demensia
    Pendahuluan Demensia
    Документ3 страницы
    Pendahuluan Demensia
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Dimensia
    Dimensia
    Документ180 страниц
    Dimensia
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Contoh Askep Gerontik
    Contoh Askep Gerontik
    Документ18 страниц
    Contoh Askep Gerontik
    Lutfiana Dwi Arsih
    Оценок пока нет
  • Identifikasi Geriatric Depression Scale
    Identifikasi Geriatric Depression Scale
    Документ3 страницы
    Identifikasi Geriatric Depression Scale
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Dimensia
    Dimensia
    Документ180 страниц
    Dimensia
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Rencana Keperawatan
    Rencana Keperawatan
    Документ3 страницы
    Rencana Keperawatan
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • LEAFLET
    LEAFLET
    Документ2 страницы
    LEAFLET
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny E DE
    ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny E DE
    Документ13 страниц
    ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Ny E DE
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Документ19 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan
    Satuan Acara Penyuluhan
    Документ19 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Pengkajian KMB
    Pengkajian KMB
    Документ12 страниц
    Pengkajian KMB
    Lusithania Permadhani
    Оценок пока нет
  • Patofisiologi: Intervensi Yang Dibuat Harus Sesuai Dengan Dignosa Yg Ditegakkan
    Patofisiologi: Intervensi Yang Dibuat Harus Sesuai Dengan Dignosa Yg Ditegakkan
    Документ4 страницы
    Patofisiologi: Intervensi Yang Dibuat Harus Sesuai Dengan Dignosa Yg Ditegakkan
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Panitia Hut Dan Tasyakuran Ri Ke - 70: Assalamu'alaikum Wr. WB
    Panitia Hut Dan Tasyakuran Ri Ke - 70: Assalamu'alaikum Wr. WB
    Документ1 страница
    Panitia Hut Dan Tasyakuran Ri Ke - 70: Assalamu'alaikum Wr. WB
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Panitia Hut Dan Tasyakuran Ri Ke - 70: Assalamu'alaikum Wr. WB
    Panitia Hut Dan Tasyakuran Ri Ke - 70: Assalamu'alaikum Wr. WB
    Документ1 страница
    Panitia Hut Dan Tasyakuran Ri Ke - 70: Assalamu'alaikum Wr. WB
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Bab I Pendahuluan
    Bab I Pendahuluan
    Документ13 страниц
    Bab I Pendahuluan
    Lestari N
    Оценок пока нет
  • Wa0035
    Wa0035
    Документ25 страниц
    Wa0035
    Lestari N
    Оценок пока нет