Вы находитесь на странице: 1из 28

RESUME MATERI

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

DISUSUN OLEH :
Wahyu Sanjaya
( C1012171001 )

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI PPAPK
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018/2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 1
BAB 1 FERMENTASI .............................................................................................................. 2
BAB II BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI .......................................................................... 7
BAB III BIOTEKNOLOGI PERLINDUNGAN TANAMAN................................................ 17
BAB 1
FERMENTASI

A. Pengertian Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk


tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Produk-produk
tersebut biasanya dimanfatkan sebagai minuman atau makanan. Fermentasi suatu
cara telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak jaman kuno. Sebagai suatu proses
fermentasi memerlukan:

1. Mikroba sebagai inokulum


2. Tempat (wadah) untuk menjamin proses fermentasi berlangsung dengan optimal.
3. Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi mikroba.

Bioteknologi fermentasi menyngkut hal-hal yang berkaitan dengan proses


industri fermentasi yang meliputi:
1. Sifat Fermentasi
2. Prinsip Kultivasi Mikroba dalam Sistem Cair
3. Desain Bioreaktor (fermenter)
4. Desain Media
5. Instrumentasi dan Pengendalian Proses dalam Bioreaktor
6. Tenik Pengukuran
7. Pemindahan Massa dan Energi
8. Peningkatan Skala
9. Fermentasi substrat padat
B. Prinsip-prinsip Fermentasi

Agar fermentasi dapat berjalan dengan optimal, maka harus memperhatikan


faktor-faktor berikut ini:
1. Aseptis: bebas kontaminan.
2. Komposisi medium pertumbuhan.
3. Penyiapan inokulum
4. Kultur
5. Tahap produksi akhir.

C. Sifat Fermentasi

1. Aerob memerlukan adanya oksigen.


2. Anaerob tidak memerlukan adanya oksigen.

D. Desain Bioreaktor
Istilah fermenter (bioreaktor) digunakan untuk tempat fermentasi. Pada
prinsipnya fermenter harus menjamin pertumbuhan mikroba dan produk dari
mikroba di dalam fermenter. Semua bagian di dalam fermenter pada kondisi yang
sama dan semua nutrien termasuk oksigen harus tersedia merata pada setiap sel
dalam fermenter dan produk limbah seperti; panas, CO2, dan metabolit harus dapat
dikeluarkan (remove). Masalah utama fermenter untuk produksi skala besar adalah
pemerataan medium kultur dalam fermenter. Harus homogen artinya medium kultur
harus tercampur merata. Oleh karena itu, wadah perlu didesain sedemikian rupa
sehingga proses dalam wadah dapat dimonitor dan dikontrol. Wadah (fermenter)
memberikan kondisi lingkungan fisik yang cocok bagi katalis sehingga dapat
berinterkasi secara optimal dengan substrat. Desain fermenter mulai dari yang
sederhana (tangki dengan putaran) sampai yaang integrated system dengan
komputer.

Reaksi fermentasi multifase


1. Fase gas (mengandung N2, O2 dan CO2)
2. Fase cair (medium cair dan substrat cair), dan
3. Fase padat.
Prinsip kultivasi mikroba dalam sistem cair
Mikroba berada dalam cairan yang mengandung nutrien sebagai substrat
untuk tumbuh dan berkembang bercampur dengan produk-produk yang dihasilkan
termasuk limbah. Nutrien dan oksigen yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal
mikroba harus tercampur merata (homogen) pada semua bagian fermenter.
Untuk mendapatkan sistem fermentasi yang optimum, maka fermenter harus
memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Terbebas dari kontaminan


2. Volume kultur relatif konstan (tidak bocor atau menguap)
3. Kadar oksigen terlarut harus memenuhi standar
4. Kondisi lingkungan seperti: suhu, pH harus terkontrol. Stirred tank reactor
system model yang banyak dipakai.

Sistem fermenter tertutup dan terbuka


1. Tertutup, semua nutrien ditambahkan pada awal fermentasi dan pada akhir
fermenetasi dikeluarkan bersama produknya. Sebagai contoh: pembuatan bir
(brewing), antibiotik, dan enzym.

2. Terbuka, secara kontinyu (terus menerus) terjadi pemasukan medium kultur dan
pengeluaran medium bersama produk. Sebagai contoh: SCP (petrokimia).

Tipe Fermenter ada 2: septis dan aseptis.


Fermenter berdasarkan tipenya dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Septis untuk pembuatan pengembang roti, bir (brewing).
2. Aseptis untuk memproduksi fine porduct seperti: antibiotik, asam amino, polisakarida dan
single cell protein (SCP).
Skala fermenter

Fermenter berdasarkan skala produksinya dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:


1. Skala kecil (small scale); untuk industri rumah tangga (home industri).
2. Skala besar (large scale); untuk industri skala besar (petrokimia industri).

Masalah utama fermenter untuk produksi skala besar adalah pemerataan medium
kultur dalam fermenter. Harus homogen artinya medium kultur harus tercampur
merata.

Desain media

Medium untuk fermentasi biasa disebut substrat. Biasanya pada teknologi fermentasi
digunakan bahan dasar yang mengandung karbon. Oleh karena itu, kebanyakan
berasal dari tumbuhan dan sedikit dari produk hewani. Sebagai contoh; biji-bijian
(grain), susu (milk). Natural raw material berasal dari hasil pertanian dan hutan.
Karbohidrat; gula, pati (tepung), selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

1. Gula, bahan makanan yang mengandung gula mudah dan relatif mudah
didapatkan untuk proses biotek.
2. Pati, jagung, padi, ganum, kentang, dan pohong (kassava) didegradasi menjadi
gula sederhana (monosakarida) dengan hidrolisis sebelum fermentasi. Pati juga
dapat digunakan sebagai bahan bakar non minyak (etanol).
3. Selulosa
4. Substrat dari limbah industri: Molase (tetes tebu), mengandung 50 % gula
sebagai substrat untuk produksi antibiotik, asam organik. Whey (air dadih),
Damen dan ampas tahu, bahkan urine hewan ternak.

Berdasarkan bentuknya substrat dapat dibedakan menjadi:


1. Substrat cair (air anggur)
2. Substrat semi cair (yoghurt)
3. Substrat padat digunakan untuk produksi tempe, oncom, kecap, kompos dsb.
Solid substrate fermentation (SSF), melibatkan jamur berfilamen, yeast atau
streptomyces.
Inokulum
1. Bakteri: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Streptococcus sp. Eschericia sp.
2. Jamur: Aspergillus sp. Penicillium sp.
3. Jamur filamentous:
4. Kahmir (yeast): Saccharomyces sp.

Peningkatan Skala (Up Scalling)


Proses fermentasi berkembang dalam 3 tahap.
1. Tahap perintisan (laboratorium)
2. Pilot plan, dan
3. Skala lapangan (ekonomi).
Kondisi lingkungan meliputi: faktor kimia (konsentrasi substrat) dan faktor
fisik (perpindahan medium, pencampuran medium). Faktor fisik menimbulkan
problem pada skala besar. Sehingga perlu designer dari teknik kimia.
Produk
1. Biomass (single cell protein)
2. Metabolit primer
3. Metabolit sekunder
BAB II
BIOTEKNOLOGI PUPUK HAYATI

1. Pengertian Pupuk Hayati


Istilah pupuk hayati digunakan sebagai nama kolektif untuk semua kelompok
fungsional mikroba tanah yang dapat berfungsi sebagai penyedia hara dalam tanah, sehingga
dapat tersedia bagi tanaman. Pemakaian istilah ini relatif baru dibandingkan dengan saat
penggunaan salah satu jenis pupuk hayati komersial pertama di dunia yaitu inokulan
Rhizobium yang sudah lebih dari 100 tahun yang lalu.
Pupuk hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup
yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam
tanah bagi tanaman.Memfasilitasi tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan
akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh
mikroba pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing
tanah.Penyediaan hara ini berlangsung melalui hubungan simbiotis atau nonsimbiotis.
Secara simbiosis berlangsung dengan kelompok tanaman tertentu atau dengan
kebanyakan tanaman, sedangkan nonsimbiotis berlangsung melalui penyerapan hara hasil
pelarutan oleh kelompok mikroba pelarut fosfat, dan hasil perombakan bahan organik oleh
kelompok organisme perombak.Kelompok mikroba simbiosis ini terutama meliputi bakteri
bintil akar dan cendawan mikoriza.Penambatan N2secara simbiotis dengan tanaman
kehutanan yang bukan legum oleh aktinomisetes genus Frankiadi luar cakupan buku ini.
Kelompok cendawan mikoriza yang tergolong ektomikoriza juga di luar cakupan baku ini,
karena kelompok ini hanya bersimbiosis dengan berbagai tanaman kehutanan. Kelompok
endomikoriza yang akan dicakup dalam buku ini juga hanya cendawan mikoriza
vesikulerabuskuler, yang banyak mengkolonisasi tanaman-tanaman pertanian.
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada
juga makrofauna (cacing tanah).Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk
merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah
ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian.Kelompok organisme perombak ini
dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut
sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growth promoting hizobacteria). Kelompok ini
mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, juga; (2) menghasilkan hormon
tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit
tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4)
melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al. 1999). Sebenarnya tidak hanya kelompok ini
yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga kelompok mikroba lain seperti
cendawan mikoriza.
Cendawan mikoriza selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan toleransi
tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat tanah, dan sebagainya, tetapi
berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol
daripada peranan-peranan lain. Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi
suatu mikroba tertentu apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan,
sehingga tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut.
Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah, misalnya
pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap toleransi
kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya dimiliki spesies
tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau mungkin juga fungsi-fungsi ini
hanyadimiliki oleh strain atau strain-strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi
lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh.
Subha Rao (1982) menganggap sebenarnya pemakaian inokulan mikroba lebih tepat
dari istilah pupuk hayati. Ia sendiri mendefinisikan pupuk hayati sebagai preparasi yang
mengandung sel-sel dari strain-strain efektif mikroba penambat nitrogen, pelarut fosfatatau
selulolitik yang digunakan pada biji, tanah atau tempat pengomposan dengan tujuan
meningkatkan jumlah mikroba tersebut dan mempercepatproses mikrobial tertentu untuk
menambah banyak ketersediaan hara dalam bentuk tersedia yang dapat diasimilasi tanaman.
FNCA Biofertilizer Project Group (2006) mengusulkan definisi pupuk hayati sebagai
substans yang mengandung mikroorganisme hidup yang mengkolonisasi rizosfir atau bagian
dalam tanaman dan memacu pertumbuhan dengan jalan meningkatkan pasokan ketersediaan
hara primer dan/atau stimulus pertumbuhan tanaman target, bila dipakai pada benih,
permukaan tanaman, atau tanah.Pengertian pupuk hayati pada buku ini lebih luas daripada
istilah yang dikemukakan oleh Subha Rao (1982) dan FNCA Biofertilizer Project Group
(2006).Mereka hanya membatasi istilah pupuk hayati pada mikroba, sedangkan istilah yang
dipakai pada buku ini selain melibatkan mikroba juga makrofauna seperti cacing tanah.Bila
inokulan hanya mengandung pupuk hayati mikroba, inokulan tersebut dapat juga disebut
pupuk mikroba (microbial fertilizer).
Mikroorganisme dalam pupuk mikroba yang digunakan dalam bentuk inokulan dapat
mengandung hanya satu strain tertentu atau monostrain tetapi dapat pula mengandung lebih
dari satu strain atau multistrain. Strain-strain pada inokulanmultistrain dapat berasal dari satu
kelompok inokulasi silang (cross-inoculation) atau lebih.Pada mulanya hanya dikenal
inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikroba (pupuk hayati tunggal),
tetapiperkembangan teknologi inokulan telah memungkinkan memproduksi inokulan yang
mengandung lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.Inokulan-inokulan komersial saat
ini mengandung lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional
mikroba.Karena itu Simanungkalit dan Saraswati (1993) memperkenalkan istilah pupuk
hayati majemuk untuk pertama kali bagi pupuk hayati yang mengandung lebih dari satu
kelompok fungsional.

2. Sejarah Pupuk Hayati


Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada sejarah pertanian
itu sendiri. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah mulai pada permulaan dari manusia
mengenal bercocok tanam >5.000 tahun yang lalu. Bentuk primitif dari pemupukan untuk
memperbaiki kesuburan tanah terdapat pada kebudayaan tua manusia di negeri-negeri yang
terletak di daerah aliran sungai-sungai Nil, Euphrat, Indus, di Cina, Amerika Latin, dan
sebagainya (Honcamp, 1931). Lahan-lahan pertanian yang terletak di sekitar aliran-aliran
sungai tersebut sangat subur karena menerima endapan lumpur yang kaya hara melalui banjir
yang terjadi setiap tahun.
Di Indonesia sebenarnya pupuk organik itu sudah lama dikenal para petani. Mereka
bahkan hanya mengenal pupuk organik sebelum Revolusi Hijau turut melanda pertanian di
Indonesia. Setelah Revolusi Hijau kebanyakan petani lebih suka menggunakan pupuk buatan
karena praktis menggunakannya, jumlahnya jauh lebih sedikit dari pupuk organik,
harganyapun relatif murah karena di subsidi, dan mudah diperoleh. Kebanyakan petani sudah
sangat tergantung kepada pupuk buatan, sehingga dapat berdampak negatif terhadap
perkembangan produksi pertanian, ketika terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk naik
karena subsidi pupuk dicabut.
Tumbuhnya kesadaran akan dampak negatif penggunaan pupuk buatan dan sarana
pertanian modern lainnya terhadap lingkungan pada sebagian kecil petani telah membuat
mereka beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik. Pertanian jenis ini
mengandalkan kebutuhan hara melalui pupuk organik dan masukan-masukan alami lainnya.
Penggunaan pupuk hayati untuk membantu tanaman memperbaiki nutrisinya sudah
lama dikenal. Pupuk hayati pertama yang dikomersialkan adalah rhizobia, yang oleh dua
orang ilmuwan Jerman, F. Nobbe dan L. Hiltner, proses menginokulasi benih dengan biakan
nutrisinya dipatenkan. Inokulan ini dipasarkan dengan nama Nitragin, yang sudah sejak lama
diproduksi di Amerika Serikat.
Pada tahun 1930-an dan 1940-an berjuta-juta ha lahan di Uni Sovyet yang ditanami
dengan berbagai tanaman diinokulasi dengan Azotobacter. Bakteri ini diformulasikan dengan
berbagai cara dan disebut sebagai pupuk bakteri Azotobakterin. Pupuk bakteri lain yang juga
telah digunakan secara luas di Eropa Timur adalah fosfobakterin yang mengandung bakteri
Bacillus megaterium (Macdonald, 1989). Bakteri ini diduga menyediakan fosfat yang terlarut
dari pool tanah ke tanaman. Tetapi penggunaan kedua pupuk ini kemudian terhenti. Baru
setelah terjadinya kelangkaan energi di dunia karena krisis energi pada tahun 1970-an dunia
memberi perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati. Pada waktu pertama kali perhatian
lebih dipusatkan pada pemanfaatan rhizobia, karena memang tersedianya nitrogen yang
banyak di atmosfer dan juga pengetahuan tentang bakteri penambat nitrogen ini sudah banyak
dan pengalaman menggunakan pupuk hayati penambat nitrogen sudah lama.
Di Indonesia sendiri pembuatan inokulan rhizobia dalam bentuk biakan murni rhizobia
pada agar miring telah mulai sejak tahun 1938 (Toxopeus, 1938), tapi hanya untuk keperluan
penelitian. Sedangkan dalam skala komersial pembuatan inokulan rhizobia mulai di
Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sejak
tahun 1981 untuk memenuhi keperluan petani transmigran (Jutono, 1982). Pada waktu itu
inokulan diberikan kepada petani sebagai salah satu komponen dalam paket yang diberikan
dalam proyek intensifikasi kedelai. Penyediaan inokulan dalam proyek ini berdasarkan
pesanan pemerintah kepada produsen inokulan, yang tadinya hanya satu produsen saja
menjadi tiga produsen. Inokulan tidak tersedia di pasar bebas, tetapi hanya berdasarkan
pesanan. Karena persaingan yang tidak sehat dalam memenuhi pesanan pemerintah ini, dan
baru berproduksi kalau ada proyek, mengakibatkan ada produsen inokulan yang terpaksa
menghentikan produksi inokulannya, pada hal mutu inokulannya sangat baik. Perkembangan
penggunaan inokulan selanjutnya tidak menggembirakan. Baru setelah dicabutnya subsidi
pupuk dan tumbuhnya kesadaran terhadap dampak lingkungan yang dapat disebabkan pupuk
buatan, membangkitkan kembali perhatian terhadap penggunaan pupuk hayati.
3. Fungsi pupuk hayati
Pupuk hayati memiliki peran utama dalam budidaya tanaman, yakni sebagai
pembangkit kehidupan tanah (soil regenerator) dan menyuburkan tanah kemudian tanah
memberi makan tanaman (Feeding the soil that feed the plant). Mikroorganisme yang
terdapat dalam pupuk bekerja dengan cara (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Penambat zat hara yang berguna bagi tanaman. Beberapa mikroorganisme berfungsi sebagai
penambat N, tanpa bantuan mikroorganisme tanaman tidak bisa menyerap nitrogen dari
udara. Beberapa berperan sebagai pelarut fosfat dan penambat kalium
2. Aktivitas mikroorganisme membantu memperbaiki kondisi tanah baik secara fisik, kimia
maupun biologi.
3. Menguraikan sisa-sisa zat organik untuk dijadikan nutrisi tanaman.
4. Mengeluarkan zat pengatur tumbuh yang diperlukan tanaman sperti beberapa jenis hormon
tumbuh.
5. Menekan pertumbuhan organisme parasit tanaman. Pertumbuhan mikroorganisme baik akan
berkompetisi dengan organisme patogen, sehingga kemungkinan tumbuh dan berkembangnya
organisme patogen semakin kecil.

4. Kualitas pupuk hayati


Berdasarkan penelitian Simanungkalit, dkk dalam Pupuk hayati dan pembenah tanah
yang diterbitkan Balitbang Pertanian tahun 2006, kualitas pupuk hayati bisa dilihat dari
parameter berikut (Simanungkalit RDM et al. 2006):
1. Jumlah populasi mikroorganisme dimana jumlah mikroorganisme hidup yang terdapat
dalam pupuk harus terukur. Bila jumlahnya kurang maka aktivitas mikroorganisme
tersebut tidak akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan tanaman.
2. Efektifitas mikroorganisme dimana tidak semua mikroorganisme memberikan
pengaruh positif pada tanaman. Bahkan beberapa diantaranya bisa menjadi parasit.
Hanya mikroorganisme tertentu yang bisa dijadikan sebagai pupuk hayati. Sebagai
contoh, jenis Rhizobium yang bisa menambat nitrogen, atau Aspergillus niger sebagai
pelarut fosfat.
3. Bahan pembawa dimana fungsinya sebagai media tempat mikroorganisme tersebut
hidup. Bahan pembawa harus memungkinkan organisme tetap hidup dan tumbuh
selama proses produksi, penyimpanan, distribusi, hingga pupuk siap digunakan.
4. Masa kadaluarsa dimana sebagai mana mahluk hidup lainnya mikroorganisme
tersebut memiliki siklus hidup. Apabila mikroorganisme dalam pupuk hayati telah
mati, pupuk tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pupuk hayati. Untuk
memperpanjang siklus hidup tersebut, produsen pupuk biasanya mengemas
mikroorganisme tersebut dalam keadaan dorman. Sehingga perlu aktivasi kembali
sebelum pupuk diaplikasikan pada tanaman. Pupuk hayati yang benar seharusnya
mencantumkan tanggal kadaluarsa dalam kemasannya.

5. Jenis-jenis pupuk hayati


Sekarang ini dikenal dua jenis pupuk hayati berdasarkan kandungan
mikroorganismenya, yakni pupuk hayati tunggal dan pupuk hayati majemuk. Pupuk hayati
tunggal hanya mengandung satu jenis mikroba yang memiliki satu fungsi, semisal mikroba
dari jenis Rhizobium sebagai penambat nitrogen. Sedangkan pupuk majemuk biasanya
memiliki lebih dari tiga jenis mikroba (Simanungkalit RDM et al. 2006).
Jenis pupuk hayati majemuk dikembangkan belakangan ini. Di Indonesia pupuk
hayati yang beredar dipasaran kecenderungannya dari jenis majemuk. Sedangkan di negara-
negara maju lebih banyak jenis tunggal. Bentuk pupuk hayati yang beredar di pasaran
biasanya berbentuk cair dan padat (tepung). Merek-merek yang terkenal diantaranya EM4,
Sumber Subur dan M-Bio. Sedangkan yang berbentuk padat antara lain Evagrow dan Solagri.
Berikut ini macam-macam pupuk hayati yang banyak digunakan yaitu (Simanungkalit
RDM et al. 2006):
1. Agronik Farming, yaitu pupuk hayati yang mengandung unsur hara makro berupa N, P,
K dan unsur hara mikro berupa MgO, SO4, CaO. Mikroorganisme didalamnya besifat
majemuk yaitu mikroba pelarut fosfat 6.650.000 cfu/g dan Azospirilium 1.000.000 cfu/g.
Cara pemakaiannya yaitu dengan mencampurkan 1 cc pupuk tersebut ke dalam 1 liter air. Hal
ini karena pupuk hayati ini cair dengan konsentrasi yang tinggi. Pupuk hayati ini memiliki
keunggulan yaitu dengan meningkatkan hasil panen 20-50%, dapat, mengurangi biaya
produksi hingga mencapai 30% dan tidak diperlukan lagi pupuk kimia (N,P,K).
2. Pupuk Hayati EMAS (Enhanching Microbial Activities In The Soil), yaitu pupuk hayati
yang bersifat majemuk dengan memiliki 4 jenis mikroba didalamnya berupa Azospirilium
lipoverum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata, Aspergillus niger. Cara
penggunaannya yaitu dengan melakukan kombinasi dengan 25-50 % dosis pupuk kimia.
Penggunaan pupuk ini setara dengan menggunakan 100% pupuk hayati, sehingga
penggunaan pupuk ini akan mengurangi biaya total pemupukan. Keunggulan dan manfaat
dari pupuk ini yaitu mengandung 2 jenis bakteri pengikat N2 dari udara yang tumbuh di
daerah rhizosfer yang dapat menambahkan N yang diserap akar tanaman, satu jenis bakteri
pelarut P dapat meningkatkan jumlah hara yang dapat diserap akar tanaman baik yang berasal
dari partikel pupuk maupun dari partikel tanah, satu jenis mikroba lagi yakni jamur dapat
meningkatkan daya pegang tanah terhadap air dan hara tanah, serta dimana keempat jenis
mikroba dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan dapat menghasilkan zat
tumbuh yang berguna bagi akar tanaman.
3. M-BIO merupakan kultur campuran mikroba yang menguntung dengan paten CMF-21
diantaranya bakteri pelarut Fosfat, Lactobacillus sp, Yeast, dan Azospirilium sp. kandungan
pupuk ini yaitu N, P, K, S, Mo, Fe, Mn, dan B. Cara pemakaian pupuk ini yaitu dengan
melakukan penyemprotan (penyiraman) dengan konsentrasi 1 ml M-BIO per liter air setiap
minggu. Keunggulannya yaitu mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara
fermentasi, melatutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi tanaman,
mengikat Nitrogen udara, menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa
bioaktif untuk pertumbuhan tanaman, dan menurunkan kadar BOD dan COD perairan dan
menekan bau busuk.
4. Pupuk Hayati Mikroriza Zeoriza.

6. Teknik Dasar Produksi Pupuk Hayati


A. Tahap Pengisolasian Mikroorganisme
1. Mengambil satu kg tanah yang berasal dari kedalaman 10-15 cm dari permukaan tanah.
Pilih lokasi tanah subur yang bebas dari gangguan manusia, jauh dari pemukiman misalnya
dari tanah perkebunan yang terawat dengan baik atau dari hutan yang lebat.
2. Tanah tersebut dicampur dengan satu kg daun bambu kering, 5kg sekam padi dan 2kg
dedak padi, diaduk rata sambil menuangkan air secukupnya,sekitar 5L.
3. Masukkan campuran tersebut ke dalam wadah berdiameter 50 cm dengan ketinggian 30
cm. Buat lobang berdiameter 10 cm di tengah-tengah campuran.
4. Tutup campuran tersebut dan letakkan di tempat yang teduh selama satu bulan. Aduk
campuran tersebut 4 hari sekali dan membuat lobang ventilasi baru.
5. Proses selesai setelah terbentuknya lapisan serat putih di permukaan campuran.

B. Tahap Peningkatan Jumlah Mikroorganisme


1. Campuran kering mikroorganisme diaduk rata, kemudian diambil sebanyak 500 gram dan
dimasukkan ke dalam jaring plastik.
2. Campur 15 liter molase (produk sampingan dari hasil pengolahan gula tebu) atau 15 kg
gula merah cair ke dalam wadah berisi 75 liter air tanah atau sumur yang bersih.
3. Masukkan jaring plastik berisi campuran mikroorganisme tersebut ke dalam wadah.
4. Aduk merata secara searah.
5. Tutup wadah dan biarkan selama satu bulan di tempat yang teduh.
6. Indikator kesuksesan tahap ini adalah larutannya berbau harum, jika berbau busuk berarti
prosesnya gagal.

C. Proses Produksi Pupuk Hayati


a) Satu bagian larutan dimasukkan ke dalam wadah yang telah berisi 10 bagian air yang
telah dicampur dengan satu bagian molase. Aduk merata secara searah.
b) Masukkan potongan/rajangan daun-daun sayur-sayuran seperti daun singkong atau daun
kangkung sebanyak sepertiga wadah, diaduk searah
kemudian ditutup.
c) Biarkan campuran tersebut selama 15 hari di tempat yang teduh.

D. Cara Pengaplikasian
a. Sekitar 100 ml cairan pupuk dimasukkan ke dalam 20 liter air untuk 40-50 tanaman.
b. Siram ke tanaman dan ke permukaan tanah tempat tanaman tumbuh.
c. Pengaplikasian dilakukan satu kali dalam satu minggu.
d. Sebaiknya di awal penggarapan tanaman, diaplikasikan pupuk bokasi atau kompos
sebagai pupuk dasar sekitar 500 g/m2

7. Faktor PenentuPenerapan Pupuk Hayati Di Lapangan


Anjuran pemupukan yang tepat terus digalakkan melalui program pemupukan
berimbang (dosis dan jenis pupuk yang digunakan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan
kondisi lokasi/spesifik lokasi), namun sejak sekitar tahun 1996 telah terjadi penurunan
produktivitas (leveling off) sedangkan penggunaan pupuk terus meningkat. Hal ini berarti
terjadi penurunan efisiensi pemupukan. Berbagai faktor tanah dan lingkungan tanaman harus
dikaji lebih mendalam.
Takaran pupuk yang digunakan untuk memupuk satu jenis tanaman akan berbeda
untuk masing-masing jenis tanah, hal ini dapat dipahami karena setiap jenis tanah memiliki
karakteristik dan susunan kimia tanah yang berbeda. Oleh karena itu anjuran (rekomendasi)
pemupukan harus dibuat lebih rasional dan berimbang berdasarkan kemampuan tanah
menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman itu sendiri sehingga efisiensi penggunaan
pupuk dan produksi meningkat tanpa merusak lingkungan akibat pemupukan yang
berlebihan. Dari uraian di atas terlihat bahwa pemakaian pupuk secara berimbang sampai saat
ini masih merupakan pilihan yang paling baik bagi Petani dalam kegiatan usahanya untuk
meningkatkan pendapatan.Percepatan peningkatan produksi pangan harus dilaksanakan
secara konsepsional melalui program sosialisasi yang terpadu.
Pemupukan yang dilakukan pada satu pertanaman berarti menambahkan/menyediakan
hara bagi tanaman. Dengan demikian program pemupukan berimbang dapat saja
menggunakan pupuk tunggal (Urea/ZA, TSP/SP-36 dan KCl) dan atau pupuk majemuk.

8. Penelitian mengenai Pupuk Hayati


Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhdapa pertumbuhan dan produktivitas
tanaman cabai rawit (capsicum frutescens L.) varietas Bhaskara di PT Petrokimia
Gresik (Wardhani S 2014).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aplikasi pupuk hayati dan berapa dosis
optimal pemberian pupuk hayati terhadap peningkatan pertumbuhan dan produktivitas
tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) varietas Bhaskara. Pupuk hayati produksi PT
Petrokimia Gresik mengandung berbagai jenis mikroorganisme fungsional seperti:
Azospirillum sp., Azotobacter sp., Aspergillus sp., Pseudomonas sp., Penicillium sp., dan
Streptomyces sp.. mikroorganisme inilah memiliki potensi yang besar dalam memacu
pertumbuhan tanaman. Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp.sebagai
penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N2 udara. Parameter pertumbuhan yang
diukur adalah tinggi tanaman, jumlah buah dan berat buah. Hasil pengamatan dianalisis
dengan Anova One Way pada taraf signifikansi 5% dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pupuk hayati berpengaruh tetapi tidak berbeda nyata terhadap
jumlah buah dan berat buah tanaman cabai rawit. Dosis pemberian pupuk hayati terhadap
peningkatan produktivitas tanaman cabai rawit adalah pada kisaran 50-100 kg/ha.

Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman


Jagung(Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal (Moelyohadi et al. 2012).
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan genotipe jagung efisien hara yang
memberikan respon terbaik terhadap berbagai jenis pupuk hayati pada tingkat pemupukan
kimia dosis rendah di lahan kering marginal. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan
Agro Tekno park (ATP) Kementerian Riset dan Teknologi, Sumatera Selatan dari bulan Mei
– September 2011. Pemanfaatan pupuk hayati dilakukan berdasarkan respon positif terhadap
peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan sehingga dapat menghemat biaya pupuk dan
penggunaan tenaga kerja. Teknologi yang dapat digunakan adalah penerapan pupuk mikroba
(microbial fertilizer). Penelitian menggunakan Rancangan Split Plot design dengan masing-
masing perlakuan diulang 3 kali. Perlakuan petak utama terdiri dari : (H0): tanpa pupuk
hayati, (H1): mikoriza, dan (H2): pupuk hayati BPF. Perlakuan anak petak, terdiri dari tiga
genotipe hasil seleksi galur jagung untuk sifat efisien hara,yaitu galur: B-41 (G1), L-164
(G2), S-194 (G3) serta varietas BISI 816 (G4) sebagai varietas pembanding. Semua unit
perlakuan diberi pupuk kimia dosis rendah yaitu 50% dari dosis standar ATP (200 kg Urea,
50 kg SP-36 dan 25 kg KCl ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk mikoriza
menghasilkan produksi jagung tertinggi, yaitu 6,08 ton biji pipilan kering/ hektar dan galur
jagung B-41 menunjukkan pertumbuhan yang lebih adaptif di 32 lahan kering marginal
dengan tingkat produksi 7,27 ton biji pipilan kering/ha. Serta kombinasi perlakuan pupuk
mikoriza dan galur B-41 memberikan pertumbuhan dan produksi tertinggi dibandingkan
dengan kombinasi perlakuan lainnya, dengan tingkat produksi sebesar 8,57 ton pipilan
kering/hektar.
BAB III
BIOTEKNOLOGI PERLINDUNGAN TANAMAN
A. Pengertian bioteknologi
Sejak tahun 6000 SM orang-orang telah mengenal fermentasi pada bahan makanan
misalnya untuk membuat bir. Namun bukti bahwa suatu fermentasi dilakukan oleh
mikroorganisme baru diketahui setelah seorang melakukan penelitian yaitu Louis Pasteur
pada tahun 1857-1876.
Revolusi bioteknologi yang maju diawali dengan penemuan struktur DNA oleh
Watson dan Crick pada tahun 1953. Namun hal ini telah diramalkan oleh Alvin T. Pada
tahum 1900. Alvin menyatakan bahwa di abad 20 sampai pada abad 21 ada empat teknologi
yang sangat berperan dalam kehidupan manusia, yaitu : mikroeloktronika, teknologi energi
alternatif, aeronautika, dan bioteknologi.
Bioteknologi bersal dari kata Bio = hidup dan Teknologi. Bioteknologi merupakan
suatu teknologi yang memanfaatkan mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk dan
jasa guna kepentingan manusia. Ilmu-ilmu pendukung dalam bioteknologi meliputi
mikrobiologi, biokimia, genetika, biologi sel, teknik kimia, dan enzimologi. Dalam
bioteknologi biasanya digunakan mikroorganisme atau bagian-bagiannya untuk
meningkatkan nilai tambah suatu bahan. Adapun sasaran dari bioteknologi ini diantaranya
adalah pangan, pertanian, kedokteran, pertambangan, lingkungan dll.

B. Ciri – Ciri Bioteknologi


 Adanya agen bioteknologi berupa mikroorganisme, tumbuhan atau hewan.
 Adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri
 Produk yang dihasilkan berupa hasil ekstrasi dan pemurnian

C. Jenis Jenis bioteknologi


Bioteknologi dibedakan menjadi dua macam yaitu bioteknologi klasik atau
konvensional dan bioteknologi modern. Adapun definisinya sebagai berikut:
a. Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi konvensional adalah praktik bioteknologi yang dilakukan dengan cara dan
peralatan sederhana tanpa rekayasa genetika. Adapun contoh dari bioteknologi konvensional
ini yaitu pada proses pembuatan bir, tempe, roti dll.
b. Bioteknologi Modern
Bioteknologi modern merupakan praktik bioteknologi yang diperkaya dengan teknik
rekayasa genetika (suatu teknik manipulasi materi genetikal). Adapun contoh dari
bioteknologi modern ini yaitu pada proses pembuatan tumbuhan yang kuat atau tahan
terhadap hama dan penyakit serta buahnya sifatnya tahan lama.
D. Macam – Macam Bioteknologi
Perkembangan bioteknologi molekuler memberikan dampak yang besar terhadap
kemajuan berbagai cabang ilmu termasuk pemuliaan tanaman (plant breeding). Tidak
dipungkiri lagi bahwa dengan adanya bioteknologi telah memberikan kontribusi yang sangat
besar dalam penyediaan pangan dunia. Banyak bioteknologi yang telah dikembangkan pada
saat ini. Adapun bioteknologi yang telah dikembangan pada tanaman diantaranya yaitu :
1. Kultur Jaringan
Kultur jaringan tumbuhan merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif
buatan yang didasarkan pada sifat totipotensi tumbuhan. Totipotensi merupakan kemampuan
sel atau jaringan organisme untuk tumbuh menjadi individu baru. Totipotensi tumbuhan
dalam proses kultur jaringan dapat berkembang menjadi tumbuhan lengkap jika dalam
kondisi yang memungkinkan. Dengan kultur jaringan dalam waktu yang bersamaan dapat
menghasilkan atau memperoleh bibit tanaman dalam jumlah yang banyak.
1) Macam-macam kultur jaringan
Berbagai bagian tanaman dapat digunakan sebagai eksplan dalam kultur jaringan.
a) Kultur meristem, menggunakan jaringan pada akar, batang, serta daun yang muda atau
meristematik
b) Kultur anter, menggunakan kepala sari sebagai eksplan.
c) Kultur embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kepala kopyor yang sulit
dikembangkan secara alamiah.
d) Kultur protoplas, meggunakan sel jaringan hidup sebagai eksplan tanpa dinding.
e) Kultur kloroplas, menggunakan kroloplas. Kultur ini biasanya untuk memperbaiki atau
membuat varietas yang baru.
f) Kultur polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya.
2) Prosedur Kultur Jaringan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur kultur jaringan diataranya:
a) Persiapan
Media yang digunakan merupakan media yang cair dan padat. Kedua media ini dimasukkan
dalam erlenmeyer yang ditutup dengan kain kasa steril dan alumunium foil. Setelah di
sterilkan media kultur disimpan dalam tempat steril.
b) Pengambilan dan Perawatan Eksplan
Eksplan dapat diambil dari tunas pucuk, ketiak daun, ujung akar, atau daun muda. Eksplan
harus di sterilkan juga agar tidak ada bakteri yang terdapat pada eksplan. Bahan eksplan
disterilkan dengan larutan kalsium hiploklorid 5% selama 5 menit lalu bilas eksplan beberapa
kali dengan menggunakan akuades.
c) Pengocokan
Botol yang sudah di tanami eksplan diletakkan di atas meja pengocok yang sudah dinyalakan
dengan frkuensi 60-70 kali per menit. Adapun tujuan dari pengocokan tersebut sebagai
berikut:
 Menggiatkan kontrak antara permukaan eksplan dengan larutan media
 Memudahkan peserapan larutan nutrisi ke dalam jaringan eksplan
 Melancarkan sirkulasi udara, sehingga udara dapat masuk kedalam media
 Merangsang terpisahnya PLB yang terbentuk.
d) Media
Media tanam terdiri dari dua jenis yaitu media cair dan media padat. Media cair berfungsi
untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB sedangkan media padat digunakan untuk
menumbuhkan PLB sampai plantlet.
Ada banyak media kultur jaringan yang penamanya diambil dari nama penemunya, seperti :
1) Murashige dan Skoog (1962), dapat digunakan hampir semua jenis kultur, terutama pada
tanaman herba
2) White (1934), baik digunakan dalam kultur tanaman tomat
3) Vacin dan Went, dapat digunakan untuk kultur pada anggrek
4) Nistch and Nistch, biasanya digunakan dalam kultur serbuk sari dan kultur sel.
5) Scenk and Haberlandt (1972), cocok untuk kultu jaringan monokitil.

2. Hidroponik
Hidroponik berasal dari kata bahasa Yunani hydro yang berarti air dan ponos yang
berarti bekerja. Jadi, hidroponik artinya pengerjaan air atau bekerja dengan air. Dalam
praktiknya hidroponik dilakukan dengan berbagai metode, tergantung media yang digunakan.
Adapun metode yang digunakan dalam hidroponik, antaralain metode kultur air
(menggunakan media air), metode kultur pasir(menggunakan media pasir), dan metode porus
(menggunakan media kerikil, pecahan batu bata, dan lain-lain). Pada umumnya orang
bertanam dengan menggunakan tanah. Namun, dalam hidroponik tidak lagi digunakan tanah,
hanya dibutuhkan air yang ditambah nutrien sebagai sumber makanan bagi tanaman. Apakah
cukup dengan air dan nutrien? Bahan dasar yang dibutuhkan tanaman adalah air, mineral,
cahaya, dan CO2.
Cahaya telah terpenuhi oleh cahaya matahari. Demikian pula CO2 sudahcukup
melimpah di udara. Sementara itu kebutuhan air dan mineral dapat diberikan dengan sistem
hidroponik, artinya keberadaan tanah sebenarnya bukanlah hal yang utama.
Beberapa keuntungan bercocok tanam dengan hidroponik, antara lain:
 Tanaman dapat dibudidayakan di segala tempat
 Risiko kerusakan tanaman karena kurang air dan erosi tidak ada
 Tidak perlu lahan yang terlalu luas
 Pertumbuhan tanaman lebih cepat
 Bebas dari hama
 Hasilnya berkualitas dan berkuantitas tinggi.
Adapun jenis tanaman yang telah banyak dihidroponikkan dari golongan tanaman hias
antara lain.
 Philodendron
 Dracaena
 Aglonema
 Spatyphilum.
Adapun golongan dari sayuran yang dapat dihidroponikkan, antara lain :
 Tomat
 Paprika
 Mentimun
 Selada
 Sawi
 Kangkung
 Bayam.
Adapun jenis tanaman buah yang dapat dihidroponikkan, antara lain:
 Jambu air
 Melon
 Kedondong bangkok
 Belimbing.

3. Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika merupakan kegiatan manipulasi gen untuk mendapatkan produk
yang baru dengan cara membuat DNA rekombinan melalui penyisipan gen. DNA
rekombinan adalah DNA yang urutannya telah di rekombinasikan agar memiliki sifat-sifat
atau fungsi yang kita inginkan.
Ada dua komponen yang terlibat dalam rekayasa genetika, yaitu plasmid dan enzim.
a. Plasmid
Plasmid merupakan molekul DNA rangkap berbentuk cincin yang khusus terdapat pada
bakteri. Dalam rekayasa genetika plasmid berfungsi sebagai vektor (kendaraan) yang
digunakan untuk mentransfer dan memperbanyak gen-gen asing.
b. Enzim
Enzim berperan sangat penting terhadap rekasa genetika, di dalam proses rekayasa genetika
terdapat dua macam enzim yang terlibat langsung, yaitu:
 Enzim Restriksi Endonuklease
Enzim Restriksi Endonuklease, berfungsi untuk memotong rantai DNA sehingga dikenal
sebagai gunting biologi. Enzim ini mempunyai kemampuan untuk mengenal dan memotong
urutan nukleotida tertentu pada DNA.
 Enzim Ligase
Enzim Ligase, berfungsi untuk merekatkan fragmen-fragmen DNA.
Didalam rekayasa genetika terdapat empat macam teknik, diantaranya yaitu:
a. Teknik Plasmid
Plasmid merupakan gen yang melingkar yang terdapat dalam sel bakteri, tak terkait pada
kromosom. Melalui teknik ini para ahli dalam bioteknologi dapat mengembangkan tanaman
transgenik yang resisten terhadap hama penyakit, terhadap tanah yang kering dan kurang
subur.
b. Teknik Hibridom
Teknik hibridoma yaitu penggabungan dua sel dari organisme yang sama atau pun dari sel
organisme yang berbeda, sehingga menghasilkan sel yang tunggal, yang memiliki kombinasi
dari kedua sel tersebut.
c. Terapi Gen
Terapi gen yaitu perbaikan kelainan genetik dengan memperbaiki gen. Terapi gen ini
biasanya digunakan untuk penyakit fatal misalnya, kanker
d. Teknik Kloning.
Kloning berasal dari kata Yunani kuno, clone yang berarti ranting atau cangkokan. Istilah
kloning ini digunakan untuk menyebut sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan tanpa
proses seksual.
Oleh karena itu seiring dengan berkembangnya bioteknologi yang lebih maju kini
telah dihasilkan berbagai tanaman transgenik, contohnya seperti tanaman yang kebal terhadap
hama dan tanaman yang dapat memfiksasi nitrogen sendiri.
 Tanaman yang Kebal terhadap Hama dan Penyakit
 Tanaman yang dapat Memfiksasi Nitrogen
4. Aeroponik
Aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponos yang berarti daya. Jadi,
aeroponik adalah pemberdayaan udara. Sebenarnya aeroponik merupakan modifikasi dari
hidroponik (mem-berdayakan air), karena air yang berisi larutan unsur hara disemburkan
dalam bentuk kabut hingga mengenai akar tanaman. Akar tanaman yang ditanam
menggantung akan menyerap larutan hara tersebut. Prinsip dari aeroponik adalah sebagai
berikut. Helaian styrofoam diberi lubang-lubang tanam dengan jarak 15 cm. Dengan
menggunakan ganjal busa atau rockwool, anak semai sayuranditancapkan pada lubang tanam.
Akar tanaman akan menjuntai bebas ke bawah. Di bawah helaian styrofom terdapat sprinkler
(pengabut) yang memancarkan kabut larutan hara ke atas hingga mengenai akar.

E. Aplikasi Bioteknologi pada Tumbuhan


a. Vaksin pada Tanaman
Hasil panen lahan pertanian biasanya sangat rentan terserang penyakit, terutama
penyakit yang disebabkan oleh virus. Dengan adanya infeksi oleh berbagai macam virus,
suatu tanaman akan terganggu pertumbuhannya, kualitasnya menurun, dan secara otomatis
pasti akan menurunkan penghasilan para petani.
Namun, sekarang para petani telah berhasil membuat alternatif dengan membuat
pemberantas virus alami. Salah satu cara yang diterapkan yaitu dengan menyuntikan
semacam vaksin ke dalam tubuh tanaman. Seperti halnya vaksin folio, vaksin ini
mengandung strain virus yang telah dilemahkan. Vaksin ini kemudian membuat suatu
tanaman kebal terhadap virus tertentu.Namun, selain menggunakan metode suntikan,
sekarang telah ditemukan cara untuk menghasilkan kekebalan dalam tubuh tanaman, yaitu
dengan cara menyisipkan sebuah gen dari virus TMV (Tobacco Mosaik Virus) ke dalam
tubuh tanaman tembakau. Kemudian gen ini menghasilkan protein seperti yang di temukan di
permukaan tubuh virus TMV, dan kemudian dia bekerja sebagai imun TMV dalam tubuh
tanaman tersebut. Hal ini disebabkan TMV mempunyai susunan tubuh yang terdiri atas
protein sub unit sebagai mantel, dan untaian molekul RNA.
Langkah pertama untuk melakukan proses penyisipan gen yaitu
dengan cara mengkonversikan RNA dari mantel virus ke dalam cDNA sebuah bakteri yang
bisa disisipi. Kemudian gen dari bakteri tersebut ditransfer ke agrobakter yang bertindak
sebagai vector. Agrobakter mampu disisipi DNA tersebut karena dia mempunyai plasmid TI.
Kemudian DNA agrobakter tersebut disisipkan ke dalam satu sel tanaman, dan sel tanaman
tersebut ditumbuhkan dalam kultur yang sesuai.
Setelah tumbuh besar tanaman tersebut diuji coba dengan virus (TMV) setelah
melakukan percobaan tersebut ternyata tanaman yang telah disisipi gen agrobakter yang
mengandung DNA virus akan kebal terhadap serangan TMV. Jadi tidak hanya bagian tubuh
tertentu dari tanaman yang kebal terhadap virus, namun juga keseluruhan tubuh tanaman.

b. Pestisida secara genetika


Selama 35 tahun, beberapa petani telah menggunakan suatu bakteri sebagai pestisida,
bakteri tersebut adalah Bacillus thruringiensis (Bt), yang telah diresmikan menjadi pestisida
tanaman. Bakteri tersebut menghasilakn sebuah kristal protein yang membunuh serangga dan
larvanya yang membahayakan tanaman. Cara yang dilakukan untuk menyebarkan bakteri
tersebut pada lahan pertanian adalah dengan menyebarkan spora bakteri pada lahan pertanian,
dengan demikian petani akan dapat menjaga tanamannya walaupun tidak menggunakan
bahan-bahan kimia pembunuh serangga.
Dengan adanya bioteknologi, petani tidak hanya dapat menyebarkan bakteri pada
lahan pertanian mereka, namun mereka juga dapat menyebarkan gen Bt ke lahan mereka.
Tanaman yang mengandung gen racun Bt dapat membantu membunuh serangga . Dengan
adanya bioteknologi tanaman, telah banyak tanaman yang mempunyai insektisida dari gen,
seperti tanaman tomat, tembakau, jagung, dan kapas.
Kenyataannya, sebagian besar biji kapas yang diproduksi sekarang mengandung gen
racun Bt, yang sangat efektif melindungi tanaman kapas dari serangan serangga. Carakerja
dari gen racun tersebut adalah ketika serangga memakan daun kapas, dimana ketika mereka
memakan daun kapas tersebut mereka akan mati terbunuh.
c. Kerentanan Herbisida
Pemberantasan hama secara tradisional mempunyai beberapa kekurangan, diantaranya
adalah pemberantasan tersebut akan memberantas tanaman yang terinfeksi sampai ke rumput-
rumput liar yang ada di sekitarnya. Namun dengan adanya bioteknologi, saat ini para petani
dapat menggunakan herbisida dengan mudah tanpa mengkhawatirkan dampak negatifnya
terhadap lingkungan.
Hasil panen dapat menjadi rentan terhadapherbisida tertentu, sebagai contoh
yaitu glyphosate. Herbisida ini menghalangi enzim yang dibutuhkan untuk fotosintesis.
Melalui rekayasa biologi ilmuwan mampu membuat hasil panen transgenik yang
menghasilkan enzim alternatif yang tidak terpengaruh glyphosate. Pendekatan ini berhasil
pada kacang-kacangan. Saat ini kebanyakan kacang-kacangan yang dibudidayakan untuk
digunakan sebagai makanan hewan, mengandung gen yang kebal terhadap herbisida.
Petani yang menanam hasil panen yang kebal terhadap herbisida, bisaanya selalu mengontrol
rumput-rumput liar dengan bahan kimia yang lebih aman terhadap lingkungan
dibanding herbisida. Perkembangan ini sangat penting karena sebelum adanya hasil panen
yang rentan, petani kapas Amerika Serikat menghabiskan 300 juta dolar tiap tahun untuk
memperoleh bahan-bahan kimia yang akan disemprotkan ke lahan mereka.
d. Serat yang Kuat
Seperti yang disebutkan di awal, cara lama untuk menghasilkan serat hanya dapat
meningkatkan rata-rata kekuatan serat kapas sampai 1,5% per tahun. Namun, setelah adanya
bioteknologi melalui penyisipan gen, kekuatan serat mengalami peningkatan samapai 60%.
Serat yang dihasilkan menjadi lebih halus, menjadi lebih nyaman dipakai saat dijadikan
bahan bju dan yang pasti menambah penghasilan petani.
Semua keuntungan dalam bidang bioteknologi sangat berguna untuk semua umat
manusia. Keuntungan yang sangat lebih berarti adalah mampu menyelamatkan manusia dari
kelaparan. Salah satu alternatif yang dihasilkan dari bioteknologi adalah dengan Golden Rice,
yang secara genetik dapat menghasilkan beta karoten, sebuah provitamin yang dapat
memenuhi kebutuhan vitamin A dalam tubuh. Hal tersebut akan sangat lebih efisien, karena
menurut pengalaman dengan adanya kebutaan terhadap anak-anak maka petugas kesehatan
sangat sibuk dan kesulitan untuk menyampaikan obat-obatan kepada mereka. Dan sekarang
dengan adanya vitamin yang terkandung dalam bahan makanan maka akan sangat membantu
mengatasi hal-hal tersebut. Namun, setiap kelebihan akan suatu penemuan pasti ada
kekurangan yang mengukuti. Demikan pula dengan adanya Golden Rice ini, untuk anak-anak
yang kekurangan lemak dalam tubuhnya, maka mereka tidak dapat mengkonsumsi beras ini
dengan baik, karena sebelum dapat dikonsumsi dengan baik oleh tubuh, maka harus diuraikan
terlebih dahulu oleh lemak. Maka dari itu penemuan tidak hanya sampai disana saja, para
ilmuan mencari alternatif lain yang lebih mudah, dan efisien, sebagai contoh mereka mulai
mengambangkan beras kaya dengan zat besi dan protein.
e. Obat – obatan
 Antibiotik
Zat kimia yang di hasilkan oleh mikroorganisme (jamur/bakteri). Untuk menghambat
pertumbuhan atau mematikan bakteri atau organisme lain. Contohnya : Penicillium Notatum
f. Bahan Bakar
Dihasilkan melalui proses fermentasi karbohidrat, Organisme yang terlibat : Khamir
Saccaromyces cereviceae. Alkohol yang terbentuk digunakan sebagai bahan bakar Reaksi
: C6 H 12 O6 → C2 H 5 OH + CO2

F. Keuntungan dan Kerugian penerapan Bioteknologi


Implementasi bioteknologi pada berbagai aspek kehidupan tidak hanya mendapatkan
keuntungan semata namun juga berpotensi mendatangkan bahaya. Adapun keuntungan dan
bahaya dari bioteknologi sebagai berikut:
1. Keuntungan
 Dapat memperoleh tanaman yang di inginkan
 Dapat memperoleh tanaman secara banyak dalam waktu yang singkat
 Bertambahnya keragaman pada tanaman
2. Kerugian
Pemanfaatan bioteknologi untuk meningkatkan produksi pertanian menimbulkan
kecemasan bagi sementara pihak tentang kesehatan, yang menyangkut keselamatan umum,
perlindungan lingkunga sampai resiko terhadap kesehatan perorangan. Bioteknologi
pertanian memberikan harapan terciptanya suatu sisitem pertanian yang berkelanjutan. Tetapi
ada yang berpendapat bahwa bioteknologi dapat mengakibatkan terciptanya gulma baru
maupun hama dan penyakit baru, memasukkan racun dalam makanan, merusak pendapatan
petani, mengganggu sistem pangan dunia, dan merusak keanekaragaman hayati.
Pentingnya lingkungan dalam sistem pertanian sering dikaitkan dengan konservasi
sumber daya alam dan sumber daya hayati. Kekhawatiran dari penerapan bioteknologi
pertanian adalah potensi timbulnya organisme baru yang dapat berkembang biak dengan
tidak terkendali sehingga merusak keseimbangan alam. Tanaman transgenik yang memiliki
keunggulan sifat-sifat tertentu dikhawatirkan menjadi “gulma super” yang berperilaku seperti
gulma dan tidak dapat dikendalikan. Selain menimbulkan dampak agroekosistem, produk
pangan transgenik dikhawatirkan membahayakan bagi kesehatan manusia. Salah satu
tanaman transgenik dapat menimbulkan alergi pada uji laboratorium, yaitu kedelai transgenik
yang mengandung methionine-rich protein dari Brazil.
Ada empat jenis resiko yang mungkin ditimbulkan oleh produk transgenik yaitu :
(1) Efek akibat gen asing yang diintroduksi ke dalam organisme transgenik,
(2) Efek yang tidak diharapkan dan tidak ditargetkan akibat penyisipan gen secara random
dan interaksi antara gen asing dan gen inang di dalam organisme transgenik,
(3) Efek yang dikaitkan dengan sifat konstruksi gen artifisial yang disisipkan ke dalam
organisme transgenik, dan
(4) Efek dari aliran gen, terutama penyebaran secara horizontal dan sekunder dari gen dan
konstruksi gen dari organisme transgenik ke spesies yang tidak berkerabat.
Contoh:
Upaya menghasilkan beras transgenik yang rendah glutelin ternyata pada saat
bersamaan memunculkan karateristik lain, yaitu meningkatnya kandungan prolamin.
Rendahnya glutelin berdampak positip pada protein yang tersimpan pada beras (rice protein
storage). Namun, meningkatnya prolamin akan mengakibatkan perubahan kualitas gizi dan
bahaya alergi bagi siapa pun yang mengonsumsinya.
Kedelai kaya lysine (salah satu asam amino esensial), maka ternyata dampak
ikutannya adalah kadar lemak kedelai menjadi turun. Hal ini jelas tidak dikehendaki, apabila
maksud dikembangkannya tanaman kedelai adalah sebagai bahan baku minyak goreng.
Demikian pula beras kaya beta-karoten, menghasilkan karakteristik ikutan berupa
meningkatnya xantophyll.
Resiko di atas menimbulkan potensi bahaya bagi lingkungan dan manusia sebagai
berikut:
(1) Pemindahan DNA transgenik secara horisontal ke mikroorganisme tanah, yang dapat
mempengaruhi ekologi tanah,
(2) Kerusakan organisme tanah akibat toksin dari transgenik yang bersifat pestisida,
(3) Gangguan ekologis akibat transfer transgen kepada kerabat liar tanaman,
(4) Kerusakan pada serangga yang menguntungkan akibat transgenik bersifat pestisida,
(5) Timbulnya virus baru,
(6) Meningkatnya resistensi terhadap antibiotik, termasuk dan terutama pada manusia yang
memakan produk transgenik, dan
(7) Meningkatnya kecenderungan allergen, sifat toksik atau menurunnya nilai gizi pada
pangan transgenik.
Keamanan pangan merupakan jaminan bahwa suatu pangan tidak akan menyebabkan
bahaya bagi konsumen, apaila pangan tersebut disiapkan/dimasak dan atau dikonsumsi sesuai
dengan petunjuk dan penggunaan makanan tersebut. Untuk produksi bahan pangan, jasad
hidup yang digunakan haruslah jasad hidup kelompok GRAS (Generally Recognizes as Safe),
yaitu kelompok jasad hidup yang dianggap aman digunakan sebagai sumber bahan pangan.
Dalam rangka pengendalian pangan, parameter obyektif sangat diperlukan dalam
pembuatan keputusan. Hal itu adalah kebutuhan terhadap kualitas pangan dan standard
keamanan, pedoman dan rekomendasi. Perdagangan pada pangan organik dan hasil
pertumbuhan pada sektor ini dibatasi oleh ketidakadaan peraturan yang harmonis diantara
partner-partner dagang yang potensial. Pada tahun 1991, masyarakat Eropa mengadopsi
peraturan tentang produksi organik hasil pertanian. Pada tahun 1999, CODEX Alimentarius
Commission (CAC) membuat pedoman untuk produksi, pemrosesan, pelabelan dan
pemasaran makanan-makanan yang diproduksi secara organik. Peraturan-peraturan ini
mengatur prinsip-prinsip produksi organik di lahan, pada tahap persiapan, penyimpanan,
transportasi, pelabelan dan pemasaran. Hal ini tidak secara langsung mencakup hewan ternak
tetapi pada proses pengembangan peraturan untuk produksi hewan ternak secara organik.
Adopsi dari pedoman internasional merupakan langkah yang penting dalam penyediaan
pendekatan yang terpadu untuk mengatur subsektor makanan organik dan fasilitas bagi
perdagangan makanan organik. Pemahanam umum tentang pengertian dari organik seperti
halnya yang ada pada pedoman internasional yang diketahui memberikan ukuran yang
penting terhadap gerakan pemberdayaan perlindungan konsumen melawan praktek-praktek
kecurangan.
DAFTAR PUSTAKA

Cattelan AJ, Hartel PG, Fuhrmann JJ. 1999. Screening for plant growth-promoting
rhizobacteria to promote early soybean growth. Soil Sci.Soc.Am.J. 63: 1.670-1.680.
FNCA Biofertilizer Project Group. 2006. Biofertilizer Manual. Forum for Nuclear
Cooperation in Asia (FNCA). Japan Atomic Industrial Forum, Tokyo.
Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah Berwawasan
Lingkungan. Majalah sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas Sriwijaya
Lingga, Pinus, Marsono. 2009. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar Swadaya
Moelyohadi et al.2013. Pemanfaatan Berbagai Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman
Jagung (Zea mays. L) Efisien Hara di Lahan Kering Marginal.Jurnal Lahan
Suboptimal.Vol. 1 (1): 31-39.
Priadi, Arif. 2009. Biologi SMA Jilid 3. Jakarta: Yudistira.
Saraswati RDH et al.. 1998. Pengembangan Rhizo-plus untuk Meningkatkan Produksi,
Efisiensi Pemupukan Menunjang Keberlanjutan Sistem Produksi Kedelai, Laporan
Akhir Penelitian Riset Unggulan Kemitraan I Tahun (1995/1996-1997-1998). Balai
Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan.
Simanungkalit RDM et al. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Penelitian
dan Pengembangan Pertanian.
Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture.Oxford and IBH Publishing Co. New
Delhi.
Triharso, 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman.Yogyakarta: Gajah Mada University
Waites, M.J., Morgan, N.L., Rockey, J.S., and Gary Higton. 2001. Industrial Microbiology:
An Introduction. USA: Blackwell science.
Wardhani A. 2014. Pengaruh Aplikasi Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan
Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT
Petrokimia Gresik. Jurnal Sains Dan Seni Pomits. Vol. 2 (1) :2337-3520.
Press.
http://shantybio.transdigit.com/?Biotechnologi:Aplikasi_bioteknologi_pada_tanaman_lahan_
pertanian%0Adan%26nbsp%3Bperkebunan

Вам также может понравиться