Вы находитесь на странице: 1из 24

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI Ny. D DENGAN


MASALAH IKTERIK DIRUANG AN-NUR RSU PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

TRI HARDIANSYAH (1810206062)


RUBY SUSMAWATI (1810206018)
SEPTIANA IKA MAWARNI (1810206037)
BAYU ALFIAN ARGI (1710206102)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI Ny. D DENGAN
MASALAH IKTERIK DIRUANG AN-NUR RSU PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Kelompok : A9
Pogram Studi : Profesi Ners

Yogyakarta, Mei 2019

Menyetujui

Pembimbing Akademik Preceptor

(Istiningtyas, S. Kep., Ns) (Nuri Isnayati, S.Kep.,Ns)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ikterus adalah perubahan warna kulit dan sklera menjadi kuning akibat
peningkatan kadar bilirubin dalam darah Pada neonatus, ikteris dapat bersifat
fisiologis maupun patologis. Ikterus fisiologis tampak kira-kira 48 jam setelah
kelahiran, dan biasanya menetap dalam 10- 12 hari (Myles, 2009). Ikterus
neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru
lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan
sklera karena terjadinya hiperbilirubinemia sampai bayi usia 72 – 120 jam dan akan
kembali normal setelah 7 – 10 hari. (Lin, Tsao, Hsieh, Chen, & Chou, 2008),
(Pediatrics, 2004), (Smithermen, Stark, & Bhutani, 2006) dalam (Nursanti, 2011).
Ikterus neonatorum berkaitan erat dengan kelahiran bayi prematur dan bayi berat
badan lahir rendah, hal ini dikarenakan oleh organ tubuh bayi prematur dan berat
badan lahir rendah yang masih lemah, serta belum matangnya fungsi hati bayi
untuk memproses eritrosit (sel darah merah), sehingga terjadi penumpukan
bilirubin yang berlebih (Zabeen,2013).
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2006
Angka Kematian Bayi (AKB) 49/1.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2012
sebesar 35/1.000 kelahiran hidup. Di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus
dalam minggu pertama kehidupannya (Suriadi, 2010). Menurut data dari hasil
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun, 2012, Angka Kematian Bayi
(AKB) mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Neonatus
(AKN) adalah sebesar 19 per 1.000 kelahiran (Depkes,2014)
Menurut Riskesdas 2010, penyebab kematian bayi baru lahir 0-8 hari di
Indonesia adalah gangguan pernafasan (36,9%), prematuritas (32,4%), sepsis
(12%), hipotermi (6,8%), ikterus (6,6%) dan lain lain. Penyebab kematian bayi 7-
28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pneumonia 15,4%,
prematuritas dan BBLR 12,8%. Untuk angka kejadian ikterus bayi di Indonesia
sekitar 50% bayi cukup bulan yang mengalami perubahan warna kulit, mukosa dan
mata menjadi kekuningan (ikterus), dan pada bayi kurang bulan (premature)
kejadiannya lebih sering, yaitu 75% (Depkes RI, 2012).
Ikterus adalah suatu kegawatan yang sering terjadi pada bayi baru lahir,
sebanyak 25%-50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi lahir rendah (Dewi,
2012) Sampai saat ini ikterus masih merupakan masalah pada neonatus yang sering
dihadapi tenaga kesehatan terjadi pada sekitar 25-50% neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonatus kurang bulan. Oleh sebab itu memeriksa ikterus pada
neonatus harus dilakukan pada waktu melakukan kunjungan neonatal/ pada saat
memeriksa bayi diklinik (Depkes RI. 2006). Walaupun ikterus merupakan hal yang
lazim terjadi pada bayi baru lahir namun perlu diwaspadai karena jika tidak
ditangani dan berlanjut dengan kadar bilirubin indirek yang terlalu tinggi maka
dapat merusak sel-sel otak (Kern Ikterus). Kern Ikterus ditandai dengan kadar
bilirubin darah (>20 mg % pada bayi cukup bulan atau >18 mg % pada bayi berat
lahir rendah) disertai dengan gejala, mata berputar, latergi, kejang, tak mau mengisap,
tonus otot meningkat, leher kaku, epistotonus, dan sianosis, serta dapat juga diikuti
dengan ketulian, gangguan berbicara, dan retardasi mental di kemudian hari (Dewi,
2012).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan banyaknya kasus dan pentingnya penanganan penyakit Ikterik,
rumusan masalahnya adalah “ Bagaimana asuhan keperawatan pada bayi dengan
ikterik ?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan ikterik sesuai standar keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan ikterik beserta keluarganya.
b. Mampu menganalisa data pada pasien dengan ikterik.
c. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada pasien ikterik.
d. Mampu mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien
ikterik.
e. Mampu melaksanakan implementasi pada pasien dengan ikterik.
f. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan ikterik.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Ikterik
1. Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan kuning pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin indirek yang
berlebih (Xiaong dkk, 2011). Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan
kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang diharapkan
berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90 (Blackburn, 2007). Pada
orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl
(>17µmol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl (86µmol/L) (Mishra dkk, 2007). Ikterus lebih mengacu pada gambaran
klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total (Abdellatief dkk, 2012).
2. Etiologi
Penyebab ikterik pada neonatus dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, secara garis besar etioologi ikterik neonatus (PPNI,
2017):
a. Penurunan Berat Badan abnormal (7-8% pada bayi baru lahir yang
menyusui ASI, >15% pada bayi cukup bulan)
b. Pola makan tidak ditetapkan dengan baik
c. Kesulitan transisi ke kehidupan ekstra uterin
d. Usia kurang dari 7 hari
e. Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)
3. Patofisiologi
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh stadium maturase fungsional
(fisiologis) atau manifestasi dari suatu penyakit (patologik). 75% dari bilirubin
yang ada pada neonatus berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari
myoglobin sitokorm, katalase dan triptofan pirolase. Satu gram hemoglobin
yang hancur akan menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram /hari dalam bentuk bentuk bilirubin
indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16
mg Bilirubin). Bilirubin indirek dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi Kern Ikterus. Yang
memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/ hipoksia,
trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 g), infeksi , hipoglikemia, hiperkarbia,
dan lain- lain. Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi
ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan menjadi sterkobilin.
Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine urobilinogen. Pada
Neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang disebut
siklus intrahepatik (Mendri, 2017).
4. Klasifikasi
Terdapat dua jenis ikterus, Klasifikasi Menurut (Ridha, 2014):
a. Ikterik fisiologis
Ikterik fisiologis yaitu warna kuning yang timbul pada hari kedua atau
ketiga dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan menghilang
sampai hari kesepuluh. Ikterik fisiologis tidak mempunyai dasar patologis
potensi kern icterus. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik
biasa, kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl
dan pada BBLR 10 mg/dl, dan akan hilang pada hari keempat belas,
kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% perhari.
b. Ikterik patologis
Ikterik ini mempunyai dasar patologis, ikterik timbul dalam 24 jam pertama
kehidupan: serum total lebih dari 12 mg/dl. Terjadi peningkatan kadar
bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum
serum melebihi 10 mg% pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5
mg%pada bayi cukup bulan, ikterik yang disertai dengan proses hemolisis
(inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis). Bilirubin
direk lebih dari 1 mg/dl atau kenaikan bilirubin serum 1 mg/dl per-jam atau
lebih 5 mg/dl perhari. Ikterik menetap sesudah bayi umur 10 hari (bayi
cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR. Beberapa
keadaan yang menimbulkan ikterik patologis:
1) Penyakit hemolitik, isoantibody karena ketidak cocokan golongan
darah ibu dan anak seperti rhesus antagonis, ABO dan sebagainya.
2) Kelainan dalam sel darah merah pada defisiensi G-PD (Glukosa-6
Phostat Dehidrokiknase), talesemia dan lain-lain.
3) Hemolisis: Hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir.
4) Infeksi: Septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, rubella, hepatitis dan sebagainya.
5) Kelainan metabolik: hipoglikemia, galaktosemia.
6) Obat- obatan yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin
seperti solfonamida, salisilat, sodium benzoate, gentamisin, dan
sebagainya.
7) Pirau enterohepatic yang meninggi: obstruksi usus letak tinggi, penyakit
hiscprung, stenosis, pilorik, meconium ileus dan sebagainya.
5. Manifestasi klinis
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda sebagai berikut (Ridha,
2014):
a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput lender, kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin
b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama
c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam.
d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus cukup bulan, dan 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan.
e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.
f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang 2000 gr, masa esfasi
kurang 36 mg, defikasi, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi
trauma lahir kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.
6. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis pada ikterik neonatus menurut (Marmi, 2015):
a. Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin; 1) Menyusui bayi
denga ASI, bilirubin dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui
ASI memiliki zat zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK, 2)
Pemberian fenobarbital, fenobarbital berfungsi untuk mengadakan induksi
enzim mikrosoma, sehingga konjungsi bilirubin berlangsung dengan cepat.
b. Fototerapi. Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa
tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah
larut dalam air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar
bilirubin menurun.
1) Cara kerja fototerapi fototerapi dapat menimbulkan dekomposisi
bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi
senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan cairan empedu
duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu
kedalam usus sehingga peristaltic usus menngkat dan bilirubin akan
keluar dalam feses.
2) Komplikasi fototerapi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada fototerapi adalah:
(a) Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan
peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan). Pada BBLR
kehilangan cairan dapat meningkat 2-3 kali lebih besar.
(b) Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin
indirek dalam cairan empedu dan meningkatkan peristaltic usus.
(c) Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
(berupa kulit kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai.
(d) Gangguan pada retina jika mata tidak ditutup.
(e) Kenaikan suhu akibat sinar lampu, jika hal ini terjadi sebagian
lampu dimatikan, tetapi diteruskan dan jika suhu terus naik, lampu
semua dimatikan sementara, dan berikan ekstra minum kepada bayi.
c. Transfusi tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hyperbilirubinemia yang tidak
dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi kadar
bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar dilakukan pada ikterus
yang disebabkan hemolisis yang terdapat pada ketidakselarasan rhesus
ABO, defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi
toksoplasmosis dan sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfusi tukar
adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar
bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per-jam, anemia berat pada
neunatus dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali
pusat kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse tukar
adalah mengganti ertitrosit yang dapat menjadi hemolisis, membuang
antibody yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek
dan memperbaiki anemia.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada ikterik neonatus adalah
(Huda, 2015) :
a. Kadar bilirubin serum (total).
Kadar bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi
kuning dengan usia kurang lebih dari 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu
kolestatis.
b. Darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat
morfologi eritrosit dan hitumg retikulosit
c. Penentuan golongan darah dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang
berasal dari ibu dengan Rh negative harus dilakukan pemeriksaan golongan
darah, faktor Rh uji coombs pada saat bayi dilahirkan, kadar hemoglobin
dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (Normal bila Hb >14mg/dl dan
bilirubin Tali Pusat , < 4 mg/dl ).
d. Pemeriksaan enzim G-6-PD (glukuronil transferase).
e. Pada Ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati (dapat dilanjutkan dengan
USG hati, sintigrafi system hepatobiliary, uji fungsi tiroid, uji urine
terhadap galaktosemia.
f. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan pemeriksaan kultur darah, dan
pemeriksaan C reaktif protein (CRP).
8. Pathway
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA By. Ny. D DENGAN DX. MEDIS
IKTERIK NEONATORUM

Nama mahasiswa : Tri Hardiansyah


Ruby Susmawati
Septiana Ika Mawarni
Bayu Alfian Argi
Tempat praktek : Ruang AN-NUR PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
Tanggal pengkajian : 27 Mei 2019

I. DATA IDENTITAS

Nama : By. Ny. D


Alamat : Juron RT 19 Pendowoharjo Sewon Bantul
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Tempat/tanggal lahir : Bantul, 22 Mei 2019
Nama ayah : Tn A
Pekerjaan ayah : Karyawan Swasta
Pendidikan ayah : SMA
Nama ibu : Ny. D
Pekerjaan ibu : IRT
Pendidikan ibu : SMA
No RM : 10.35.1509
Masuk RS : 26 Mei 2019
Diagnosa medis : Ikterik Neonatorum
II. Keluhan Utama
1. Alasan uatama dibawa ke RS
Bayi umur 4 hari dengan riwayat febris sejak kemarin sore (25 Mei 2019)
2. Tanda dan gejala yang dilihat oleh orang tua
Setelah pasca persalinan hari ke 4 orag tua mengeluhkan kuning diseluruh
badan bayi

III. Riwayat Kesehatan Masa Lampau


1. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Prenatal
Ibu mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan dan mengikuti
apa yang dianjurkan oleh bidan tersebut. Ibu dikehamilannya yang ketiga
menderita hipertensi. Ibu mengatakan selama hamil tidak pernah di opname.
Ibu mengatakan kedua anak sebelumnya melahirkan di bidan.
b. Intranatal
Persalinan Cesar, tidak terjadi komplikasi pada saat bersalin, melahirkan di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul dengan normal.
c. Postnatal
Usaha nafas bayi spontan normal, nilai Apgar 7/9 Anak mengalami atau
menderita ikterik sekitar 4 hari setelah dilahirkan. Saat ini anak di berikan
terapi fototherapy.(terapi untuk mengurang ikteriks). Tidak terjadi trauma
lahir.
2. Penyakit waktu kecil
Saat lahir bayi tidak mengalami ikterik, kekuningan muncul dihari ke 4 bayi
dilahirkan
3. Pernah dirawat di RS, jelaskan
-
4. Obat-obatan yang digunakan
Tidak mengkonsumsi obat apapun
5. Tindakan (operasi)
Riwayat kelahiran cesar
6. Alergi
Ibu ataupun bayi tidak alergi pada makanan maupun obat-obatan
7. Kecelakaan : -
8. Imunisasi yang telah didapatkan
Imunisasi Vit K dan Hb0
IV. Riwayat Sosial
1. Yang mengasuh : orang tua
2. Hubungan dengan anggota keluarga : ibu pasien
3. Lingkungan rumah : -
V. Kesehatan Saat Ini
1. Dx medis
Ikterik Neonatorum
2. Tanggal masuk RS
Minggu, 26 Mei 2019
3. Tindakan operasi
Operasi secar
4. Status nutrisi/gizi
Nutrisi ASI, ASI banyak dan lancar
5. Status cairan
Tidak diberikan cairan tambahan apapun, cairan yang keluar (BAK) 3-4 kali/8
jam.
6. Obat-obatan
- Injekssi vitsmin K 1mg (IM)
- Injeksi Hb0 (IM)
- Tetes mata (OD/OS)
7. Aktivitas (mandiri atau dibantu) : -
8. Tindakan keperawatan
Monitor KU, monitor vital sign, monitor BAB dan BAK, dan intake output.
9. Hasil laboratorium :
- Bilirium total 21,11 MG/DL
- Bilirium direk : 0,73 MG/DL
- Bilirium indirek : 20,38 MG/DL
10. Hasil roentgen : -
VI. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Compos mentis
3. Tanda-tanda vital : Nadi: 110 x/menit, Suhu: 36oC, RR: 49 x/menit.
4. Saat lahir saat ini
BB : 3557 gram
TB : 50 cm
LK/LD/LLA : 33,5/33,5/10
a. Reflex : Babinski normal
b. Tonus / aktivitas : aktif normal, dan menangis keras
c. Kepala / leher : fontanel anterior lunak, satura sagitalis tepat, gambaran
wajah simetris
d. Mata : bersih, tertutup dengan kassa, dan sclera kuning
e. THT : Telinga normal, Hidung normal bilateral, Palatum normal.
f. Abdomen : sama tinggi dengan dada, turgor normal, venektasi tidak ada,
dan peristaltic normal.
g. Thorak : simetris, tidak ada retraksi dada.
h. Paru-paru
o Suara nafas : sonor, tidak ada suara tambahan, dan bersih tidak
wheezing,
o Respirasi : spontan, jumlah 49x/menit
i. Jantung : bunyi jantung normal
j. Ekstremitas
o Tangan : normal dan lengkap, LILA 10 cm, fleksi (+), reflek fleksi
normal
o Kaki : normal dan lengkap, fleksi dan ekstensi (+), reflek fleksi
normal
k. Umbilicus : normal, tidak adanya inflamasi.
l. Genetal : laki-laki normal, tidak ada masalah pada genetal pasien
(kemerahan/pembengkakan).
m. Anus : paten, BAB banyak 2-3kali/8jam
n. Spina : normal
o. Kulit :agak kekuningan, tidak ada tanda lahir.
p. Suhu :36 derajat Celsius, boks terbuka
VII. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan/Reflek Primitif
1. Kemandirian dan bergaul : -
2. Motorik halus : -
3. Kognitif dan bahasa : -
4. Motorik kasar : -
Kesimpulan perkembangan :
 Menangis bila merasa tidak nyaman (BAB/BAK)
 Mengeluarkan suara
 Dapat tersenyum
 Mengeoceh/berespon dan memberi reaksi terhadap suara
A. Analisa Data
Data Etiologi Problem
DS:- keterlambatan Hiperbilirubinemia
pengeluaran mekonium neonatal
DO:
- Sklera kuning
- Wajah dan permukaan kulit
tubuh yang lain tampak
kuning
- Bilireium total 21,11
MG/DL
- Bilirium direk : 0,73
MG/DL
- Bilirium indirek : 20,38
MG/DL
DS:- Transfer panas Hipotermi
konveksi berlebihan
DO:
- Tampak gelisah (rewel)
- Ikterik
- N: 110 x/m S:36°C, RR:49
x/menit
DS:- Defisiensi pertahanan Resiko infeksi
tubuh dan Prosedur
DO:
invasif
- S : 36 °C
- Nadi : 110x/menit
- RR : 49x/menit
- Bayi memakai popok.

B. Diagnose keperawatan
1. Hiperbilirubinemia berhubungan dengan keterlambatan pengeluaran mekonium
2. Hipotermi berhubungan dengan transfer panas konveksi berlebihan.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan defisiensi pertahanan tubuh dan Prosedur
invasif
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
Hiperbilirubin Setelah dilakukan Fototerapi: neonatus 1. Agar mengetahui
emia Neonatus tindakan keperawatan (6924): setiap
selama 3 x 24 jam 1. Observasi tanda- perkembangannya
diharapkan tanda warna 2. Untuk mengetahui
hiperbilirubinemia kuning sudah mulai
neonatal teratasi 2. Periksa kadar membaik atau
dengan kriteria : serum bilirubin belum
Adaptasi bayi baru sesuai kebutuhan 3. Untuk menghindari
lahir (0118) 3. Tutupi kedua mata mata bayi dari
1. Skor APGAR 5 bayi, hindari paparan sinar foto
2. Warna kulit 4 penekanan yang terapi
3. Mata bersih 4 berlebih 4. Supaya bayi
4. Hasil laborat 4. Buka penutup mata mengenali ibunya
bilirubin dalam bayi setiap 4 jam 5. Untuk mengontrol
batas normal 4 atau ketika lampu keadaan mata bayi
Total : < 10-12 dimatikan untuk 6. Agar bayi tidak
mg/dl dilakukan kontak merasa telalu
Direk/Indirek : bayi dengan kepanasan karena
<1mg/dl orangtua sinar foto terapi
5. Bayi aktif 5 5. Monitor edema 7. Untuk mengetahui
6. Termoregulasi 5 pada mata, menyala dengan
drainase dan warna benar
6. Tempatkan 8. Untuk mengetahui
fototerapi dengan perkembangan
tinggi yang sesuai bilirubin bayi
7. Cek intensitas 9. Untuk mencegah
lampu setiap hari bayi dari dehidrasi
8. Monitor kadar 10. Supaya bayi
serum bilirubin terpenuhi kebutuhan
sesuai permintaan nutrisi dan
dokter cairannya
9. Observasi tanda- 11. Supaya keluarga
tanda dehidrasi mengetahui manfaat
10. Dorong dalam dari foto terapi yang
pemberian ASI dilakukan
11. Edukasi keluarga
mengenai
fototerapi yang
dilakukan
Hipotermi Setelah dilakukan Perawatan
tindakan keperawatan Hipotermia (3800)
3 x 24 jam, 1. Monitor suhu, 1. Untuk mengetahui
diharapkan hipotermi menggunakan alat suhu tubuh secara
teratasi dengan pengukur dan rute continue dan hasil
Kriteria hasil yang tepat suhu yang akurat
Termoregulasi 2. Bebaskan pasien 2. Memberikan
neonatus (0801): dari lingkungan kehangatan pada
1. Hipotermia skala yang dingin tubuh
4 3. Bebaskan pasien 3. Agar tubuh tidak
2. Kegelisahan skala dari pakaian yang menyerap dingin
4 dingin dan basah yang berlebih
3. Perubahan warna 4. Tempatkan pasien 4. Agar termoregulasi
kulit skala 3 pada posisi panas dapat
4. Nafas tidak supine/terlentang menyebar
teratur skala 3 5. Berikan pemanas keseluruh tubuh
eksternal aktif 5. Meningkatkan suhu
(fototerapi) tubuh dalam
6. Dorong rentang normal
pemenuhan cairan 6. Menghindari
(ASI) dehidrasi
7. Monitor adanya 7. Menghindari panas
komplikasi yang berlebih dan
berhubungan dehidrasi
dengan pemanasan 8. Untuk mengetahui
eksternal kondisi sianosis
8. Monitor warna dan dan hipotermi
suhu kulit
Risiko Infeksi Setelah dilakukan Kontrol Infeksi 1. Agar ruangan sesuai
tindakan keperawatan (6541) dengan kebutuhan
3 x 24 jam, 1. Alokasikan 2. Agar pasien merasa
diharapkan infeksi kesesuaian luas nyaman
tidak terjadi dengan ruang per pasien, 3. Untuk mencegah
Kriteria hasil : seperti yang terjadinya infeksi
Status Imunitas diindikasikan oleh 4. Untuk mengajarkan
(0702) : pedoman pusat cara cuci tangan
1. Fungsi pengendalian dan yang benar
respirasi skala pencegahan 5. Untuk menutupi
4 penyakit (centers tubuh
2. Integritas kulit for disease control 6. Agar pasien bisa
skala 5 and prevention istirahat dengan
3. Integritas /CDC) sepenuhnya
mukosa skala 2. Bersihkan 7. Agar daya tahan
5 lingkungan dengan tubuh bayi lebih
4. Imunitas saat baik setelah tebal
ini skala 4 digunakan untuk 8. Agar cepat sembuh
5. Antibody yang pasien dan tidak terjadi
sesuai skala 5 3. Ganti peralatan infeksi
6. Leukosit perawatan per 9. Agar keluarga dapat
dalam batas pasien sesuai mengetahui cara
normal skala 5 protokol institusi menghindari infeksi
4. Cuci tangan 10. Untuk dapat
sebelum dan mengindari tanda
sesudah kontak dan gejala infeksi
dengan pasien 11. Untuk menambah
5. Batasi jumlah pengetahuan
pengunjung mengenai cara
6. Berikan imunisasi mempersiapan dan
yang sesuai mengawetan
7. Ajarkan keluarga makanan dan
cara bagaimana minuman yang
menghindari aman (Penyimpanan
infeksi ASI)
8. Ajarkan keluarga 12. Mempercepat
mengenai tanda penyembuhan
dan gejala infeksi infeksi
dan kapan harus
melaporkan kepada
perawatan
kesehatan
9. Promosikan
persiapan dan
pengawetan
makanan dan
minuman yang
aman
(Penyimpanan
ASI)

D. Implementassi dan Evaluasi Keperawatan


DX Tgl Implementasi Tanda Evaluasi
tangan
Hiperbilirubine 27/5/2019 Jam 14.20 Jam 20.00
mia Neonatus 1. Mengobservasi tanda- S:
tanda warna kuning -
2. Berkolaborasi O:
pemeriksaan kadar KU: Cukup
serum bilirubin sesuai Kesadaran: CM
kebutuhan Sklera kuning
Jam 15.05 Wajah dan badan tampak
3. Menutupi kedua mata kuning
bayi, hindari penekanan Bayi ditempatkan
yang berlebih dibawah alat fototerapi
Jam 15.10 S : 36,3°C, N : 126x/m,
4. Membuka penutup RR : 42x/m
mata bayi setiap 4 jam Bayi menangis awal
atau ketika lampu adaptasi
dimatikan untuk Bayi menyusu sudah 1x
dilakukan kontak bayi A:
dengan orangtua Masalah
Jam 16.30 hiperbilirubinemia belum
5. Memonitor edema pada teratasi
mata, drainase dan P:
warna Monitor kadar serum
6. Menempatkan bilirubin
fototerapi dengan Observasi tanda-tanda
tinggi yang sesuai dehidrasi
Jam 17.00 Monitor warna kulit dan
7. Mengecek intensitas sclera
lampu setiap hari
Jam 17.21 Tanda tangan
8. Memonitor kadar
serum bilirubin sesuai
permintaan dokter (Bayu & Ruby)
9. Mengbservasi tanda-
tanda dehidrasi
Jam 19.35
10. Mendorong dalam
pemberian ASI
11. Mengdukasi keluarga
mengenai fototerapi
yang dilakukan
Hipotermi 27/5/2019 Jam 14.10 Jam 20.10
1. Memonitor suhu, S:
menggunakan alat -
pengukur dan rute yang O:
tepat KU: Cukup
2. Membebaskan pasien Kesadaran: CM
dari lingkungan yang S : 36,3°C, N : 126x/m,
dingin RR : 42x/m
Jam 14.45 Bayi tenang
3. Membebaskan pasien Ibu sudah memberikan
dari pakaian yang dingin ASI
dan basah BAB (+)
Jam 14.50 BAK (+)
4. Menempatkan pasien Bayi ditempatkan
pada posisi dibawah alat fototerapi
supine/terlentang A:
5. Memberikan pemanas Masalah hipotermi belum
eksternal aktif teratasi
(fototerapi) P:
Jam 15.00 Monitor suhu dan warna
6. Mendorong pemenuhan kulit
cairan (ASI)
Jam 16.30 Tanda tangan
7. Memonitor adanya
komplikasi yang
berhubungan dengan (Bayu & Ruby)
pemanasan eksternal
Jam 19.47
8. Memonitor warna dan
suhu kulit
Risiko Infeksi 27/5/2019 Jam 15.15 Jam 20.20
1. Mengalokasikan S:
kesesuaian luas ruang -
per pasien, seperti yang O:
diindikasikan oleh Ibu tampak paham
pedoman pusat dengan penjelasan dan
pengendalian dan mencuci tangan dengan
pencegahan penyakit handrub
(centers for disease Bayi telah mendapat
control and prevention imunisasi Vit K dan Hb0
/CDC) Bayi telah diberi ASI
Jam 15.30 secara langsung
2. Membersihkan Bayi berada dikamar
lingkungan dengan baik isolasi
setelah digunakan untuk S : 36,3°C, N : 126x/m,
pasien RR : 42x/m.
3. Mengganti peralatan A:
perawatan per pasien Masalah resiko infeksi
sesuai protokol institusi belum teratasi
Jam 16.35 P:
4. Mencuci tangan sebelum Monitor tanda dan gejala
dan sesudah kontak infeksi
dengan pasien
Jam 17.00 Tanda tangan
5. Membatasi jumlah
pengunjung
Jam 17.25 (Bayu & Ruby)
6. Memberikan imunisasi
yang sesuai
Jam 18.30
7. Mengajarkan keluarga
cara bagaimana
menghindari infeksi
8. Mengajarkan keluarga
mengenai tanda dan
gejala infeksi dan kapan
harus melaporkan
kepada perawatan
kesehatan
9. Mempromosikan
persiapan dan
pengawetan makanan
dan minuman yang aman
(Penyimpanan ASI)
Hiperbilirubine 28/5/2019 Jam 07. 30 Jam 13.30
mia Neonatus 1. Mengobservasi tanda- S:-
tanda warna kuning 0:
Jam 07.50 bayi aktif, menangis
2. Mentutupi kedua mata kuat, foto terapi
bayi, hindari penekanan berlangsung, klinis
yang berlebih ikterik berkurang, BAB
Jam 07. 40 (+), BAK (+), netek ibu,
3. Membuka penutup mata ASI (+)
bayi setiap 4 jam atau A : masalah
ketika lampu dimatikan Hiperbilirubin neonates
untuk dilakukan kontak belum teratasi
bayi dengan orangtua P : lanjutkan intervensi
Jam 08. 20 - Monitor BAK dan
4. Menempatkan fototerapi BAB bayi
dengan tinggi yang - Anjurkan Ibu untuk
sesuai menyusui bayi
Jam 09.10 Tanda tangan
5. Mengobservasi tanda-
tanda dehidrasi (Ardi)
6. Mendorong dalam
pemberian ASI
Hipotermi 28/5/2019 Jam 08.00 Jam 13.30
1. Memonitor suhu, S:-
menggunakan alat 0:
pengukur dan rute yang bayi aktif, bayi tidak
tepat menggunakan pakaian
2. Membebaskan pasien hanya menggunakan
dari lingkungan yang pempers, bayi menetek
dingin ibunya
Jam 09.00 A : masalah Hipotermi
3. Membebaskan pasien belum teratasi
dari pakaian yang dingin P : lanjutkan intervensi
dan basah - Monitor BAK dan
4. Menempatkan pasien BAB bayi
pada posisi - Anjurkan Ibu untuk
supine/terlentang menyusui bayi
Jam 10.10
5. Memberikan pemanas Tanda tangan
eksternal aktif
(fototerapi)
Jam 10. 40 (Ardi)
6. Mendorong pemenuhan
cairan (ASI)
7. Memonitor warna dan
suhu kulit
Resiko infeksi 28/5/2019 08.30 Jam13.30
1. Membersihkan S:-
lingkungan dengan baik 0 : keadaan umum
setelah digunakan untuk composmentis, tali pusar
pasien pasien terlihat bersih,
Jam 08. 55 tidak terdapat infeksi
2. Mencuci tangan sebelum A : masalah resiko
dan sesudah kontak infeksi belum teratasi
dengan pasien P : lanjutkan intervensi
Jam 10.00 - Monitor BAK dan
3. Memberikan imunisasi BAB bayi
yang sesuai - Anjurkan Ibu untuk
4. Mempromosikan menyusui bayi
persiapan dan - Monitor TTV
pengawetan makanan Tanda tangan
dan minuman yang aman
(Penyimpanan ASI)
(Ardi)
Hiperbilirubine 29/5/2019 Jam 07. 30 Jam 13.30
mia Neonatus 1. Mengobservasi tanda- S:-
tanda warna kuning
2. Mentutupi kedua mata O:
bayi, hindari penekanan KU sedang,
yang berlebih Composmentis, bayi
Jam 08.00 menangis kuat, sedang
3. Membuka penutup mata fototerapi secara
bayi setiap 4 jam atau berkisinambungan
ketika lampu dimatikan selama 3x24 jam,
untuk dilakukan kontak intake:ASI
bayi dengan orangtua Output:BAB 2 kali
Jam 09.00 BAK 3 kali
4. Menempatkan fototerapi A: Masalah
dengan tinggi yang Hiperbilirubinemia
sesuai Neonatus belum teratasi
5. Mengobservasi tanda- P: Anjurkan orang tua
tanda dehidrasi bayi untuk memantau
6. Mendorong dalam kondisi ikterik bayi, dan
pemberian ASI kembali ke rumah sakit
jika masih kuning
Anjurkan orang tua untuk
menyelimuti bayi agar
selalu hangat

Tanda tangan

(Septi & Bayu)


Hipotermi 29/5/2019 Jam 08.00 Jam 13.30
1. Memonitor suhu, S:-
menggunakan alat
pengukur dan rute yang O:
tepat KU sedang,
Jam 08.20 Composmentis, bayi
2. Membebaskan pasien menangis kuat, S :
dari lingkungan yang 36,7, bayi menyusu
dingin kuat pada ibunya
3. Membebaskan pasien A: Masalah hipotermi
dari pakaian yang dingin belum teratasi
dan basah P: Anjurkan orang tua
Jam 09. 45 bayi untuk memantau
4. Menempatkan pasien kondisi ikterik bayi, dan
pada posisi kembali ke rumah sakit
supine/terlentang
Jam 10.00 jika masih kuning
5. Memberikan pemanas Anjurkan orang tua untuk
eksternal aktif menyelimuti bayi agar
(fototerapi) selalu hangat
6. Mendorong pemenuhan
cairan (ASI)
Jam 11.40 Tanda tangan
7. Memonitor warna dan
suhu kulit
(Septi & Bayu)
Risiko Infeksi 29/5/2019 Jam 09.30 Jam 13.30
1. Membersihkan S:-
lingkungan dengan baik 0 : keadaan umum
setelah digunakan untuk composmentis, bayi
pasien menangis keras, dan bayi
Jam 09. 40 menyusu pada ibunya,
2. Mencuci tangan sebelum kulit bayi terlihat bersih
dan sesudah kontak A : Masalah resiko
dengan pasien infeksi belum teratasi
Jam 10.00 P : Anjurkan orang tua
3. Memberikan imunisasi bayi untuk memantau
yang sesuai kondisi ikterik bayi, dan
Jam 10.15 kembali ke rumah sakit
4. Mempromosikan jika masih kuning
persiapan dan Anjurkan orang tua untuk
pengawetan makanan menyelimuti bayi agar
dan minuman yang aman selalu hangat
(Penyimpanan ASI)
Tanda tangan

(Septi & Bayu)


DAFATAR PUSTAKA

Akademi Kebidanan Sari Mulia. 2015. Panduan Karya Tulis Ilmiah (KTI).
Banjarmasin: Akademi Kebidanan Sari Mulia.
Depkes RI. 2009. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan pengembangan
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Dewi, V.N.L. 2012 . Dasar – dasar ilmu pendidikan. Jakarta : Rajawali pers
Kazemaian, M. et all (2001). Study Of Knowledge, Attitude and Practice Of
Mothers About Jaundice Of Neonate. Journal Of Guilan University Of
Medical Sciences Kemenkes, RI. (2010).
Riset Kesehatan Dasar 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementrian Kesehatan RI. Diakses 10 Desember 2010 dari
http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/gr een/dataIdentifier.jsp?id=20298098
Marmi. 2012. Asuhan neonates Bayi, Balita dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Maslow, Abraham. (2008). Motivasi dan
Kepribadian. Jakarta : Midas Surya Grafindo
Notoatmodjo, Soekidjo 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sarwono. 2006. Metodologi Penelitian Kesehatan.Yogyakarta : Mitra Cendekia
Surasmi, Asrining. 2013.Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: Buku Kedokteran
ECG.
Varney, Hellen. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Volume 2. Jakarta : EGC
Wawan, A dan Dewi M. 2011. Teori dan Pengukuran Penetahuan Sikap Dan
Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika
Wiknjosastro, 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Вам также может понравиться