Вы находитесь на странице: 1из 10

IMPLEMENTASI SURVEILANS FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK

MENULAR BERBASIS POSBINDU BERDASARKAN ATRIBUT


SURVEILANS (Studi di Kota Surabaya)
Implementation of Non-Communicable Disesase Risk Factors Surveillance in Posbindu Surabaya based
on Surveillance Attribute
(Study in Surabaya)

Elyda Rahmayanti1, Arief Hargono2


1
FKM UA, ely.rahma16@gmail.com
2
Departemen Epidemiologi FKM UA, arief.hargono@fkm.unair.ac.id
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
yanti1, Arief Hargono2

ABSTRAK
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab kematian di dunia. Proporsi kematian akibat PTM serta
faktor risiko PTM di Indonesia meningkat sehingga diperlukan pengendalian PTM. Surveilans faktor risiko
PTM berbasis Posbindu di Kota Surabaya masih belum optimal. Puskesmas belum membentuk ≥20 Posbindu
di wilayah kerja masing-masing sehingga faktor risiko PTM belum teridentifikasi. Hal tersebut dapat
mempengaruhi representasi informasi yang dihasilkan untuk membuat dasar kebijakan pengendalian. Tujuan
penelitian ini adalah mengevaluasi sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu berdasarkan atribut
surveilans di Kota Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif evaluatif. Subjek penelitian adalah
sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu dengan informan penelitian 16 penanggung jawab
program dan 77 kader Posbindu. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan studi dokumen. Hasil
penelitian menunjukkan sistem sederhana, akseptabel, memiliki sensitivitas serta stabilitas yang tinggi, tepat
waktu, dan data berkualitas. Sedangkan penilaian fleksibilitas dan nilai prediktif positif tidak dapat dilakukan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah atribut surveilans sudah cukup baik namun terdapat permasalahan dalam
sistem surveilans. Saran untuk mengatasi permasalahan adalah pemberdayaan masyarakat untuk pembelian
alat sendiri yang dihimpun kader Posbindu, cacatan konfirmasi ahli atau laboratorium tentang hasil
pemeriksaan, dan pemeliharaan sistem jaringan portal web PTM.
Kata Kunci: atribut surveilans, faktor risiko PTM, Posbindu, surveilans

ABSTRACT
Non-communicable diseases (NCD) became causes of death in the world. Proportion of deaths due to NCD
also NCD risk factors was increasing in Indonesia so, NCD control was required. NCD risk factors
surveillance in Posbindu based on surveillance attribute at Surabaya was not optimal. Puskesmas have not
established ≥20 Posbindu in each work area make NCD risk factors has not been identified. It may affect the
resulting information representation to make the fundamental of policy control. The purpose of this research
was to evaluate NCD risk factors surveillance system in Posbindu based on surveillance attribute in
Surabaya. This research was a descriptive evaluative. The research subjects were NCD risk factors
surveillance system with 16 program respondents and 77 Posbindu volunteers. Data collection were
conducted with questionnaires and document studies. The results show that the system was simple,
acceptable, has high sensitivity and stability, timely, and high quality data. While the assessment of flexibility
and positive predictive value could not be done. The conclusion of this research was surveillance attribute
was good but there were problems in surveillance system. The problem solving suggestion were community
empowerment to purchase their own tools by the Posbindu volunteers, expert or laboratory confirmation
record on the result of examination, and maintanace server of NCD website page.
Keywords: surveillance attribute, NCD risk factors, Posbindu, surveillance

©2017 FKM_UNAIR All right reserved. Open access under CC BY – SA license doi: 10.20473/jbe.v5i3.2017. 276-285
Received 11 July 2017, received in revised form 22 August 2017, Accepted 14 September 2017, Published online: 24 December 2017
277 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285

Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) adalah


PENDAHULUAN
kegiatan yang melibatkan peran masyarakat untuk
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi salah melakukan deteksi dini serta pemantauan faktor
satu penyebab utama kematian di dunia. Kematian risiko PTM utama. Pelaksanaan Posbindu
akibat PTM tahun 2015 sebesar 17 juta orang pada dilakukan pada sasaran usia >15 tahun secara
usia <70 tahun. Sebesar 82% kematian tersebut terpadu, rutin, dan periodik (Kemenkes RI, 2012).
berada pada negara berkembang. Empat jenis PTM Pelaksanaan surveilans faktor risiko PTM
utama penyebab kematian adalah penyakit berbasis Posbindu dilakukan dengan pengumpulan
kardiovaskuler, kanker, penyakit pernafasan data peserta Posbindu yang berkunjung pada saat
kronis, dan diabetes melitus. Penyakit kegiatan Posbindu, pengolahan dan analisis data,
kardiovaskuler menjadi penyebab terbanyak interpretasi data, serta diseminasi informasi
kematian karena PTM tahun 2015 sebesar 17,7 (Kemenkes RI, 2014). Informasi kesehatan dari
juta orang. Kematian akibat PTM utama selain sistem surveilans faktor risiko PTM dalam
penyakit kardiovaskuler tahun 2015 adalah kanker menggambarkan pola penyakit secara akurat
sebesar 8,8 juta orang, penyakit pernafasan kronis sangat penting untuk menjadi dasar penentuan
sebesar 3 juta orang, dan diabetes mellitus sebesar prioritas dalam pengambilan keputusan
1,6 juta orang (WHO, 2017). pencegahan serta pengendalian PTM (Calba, et al.,
Berbagai faktor risiko dapat memicu PTM. 2015).
Faktor risiko tersebut yaitu faktor genetik, gaya Surveilans faktor risiko PTM yang berbasis
hidup hingga fisiologis. Faktor gaya hidup yang Posbindu telah dilakukan di setiap puskemas yang
berpengaruh adalah merokok, konsumsi alkohol, ada di Kota Surabaya (63 puskesmas), namun
konsumsi makanan tidak sehat, kurang aktivitas belum seluruh puskesmas memiliki Posbindu ≥20.
fisik, berat badan lebih, dan obesitas. Gaya hidup Hal ini tidak sesuai dengan kebijakan Kota
tersebut dapat menyebabkan perubahan fisiologis Surabaya tahun 2015 yang menghimbau seluruh
tubuh seperti tekanan darah tinggi, gula darah puskesmas memiliki Posbindu ≥20 (Dinkes Kota
tinggi, dan lemak darah tinggi yang berpotensi Surabaya, 2016). Keberadaan Posbindu yang tidak
menimbulkan PTM (Riley, et al., 2016). mencapai jumlah minimal dapat mempengaruhi
Proporsi kematian akibat PTM di Indonesia cakupan pemeriksaan penduduk usia >15 tahun
mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Survei yang ada di wilayah puskesmas tersebut. Hal ini
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menjadikan faktor risiko PTM belum dapat
tahun 2001, dan Riskesdas tahun 2007 selalu teridentifikasi.
terjadi peningkatan yakni dari 41,7% (tahun 1995); Faktor risiko PTM yang ditemukan melalui
49,9% (tahun 2001) menjadi 59,5% (tahun 2007). pelaksanaan Posbindu di Kota Surabaya
Hal yang sama terjadi pada faktor risiko PTM mengalami peningkatan dalam periode tahun 2014
obesitas serta merokok yang mengalami hingga 2016. Fakor risiko PTM tersebut adalah
peningkatan. Peningkatan sebesar 12,6% pada merokok, kurang aktivitas fisik, kurang sayur dan
faktor risiko PTM merokok terjadi direntang tahun buah, serta Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih
2007 hingga 2013 (Kemenkes RI, 2013). Di (Dinkes Kota Surabaya, 2016). Peningkatan
Indonesia, provinsi Jawa Timur berada di urutan jumlah orang dengan faktor risiko tersebut dapat
enam dari sepuluh besar provinsi dengan dilihat pada Tabel 1.
prevalensi diabetus melitus serta hipertensi
berdasarkan wawancara terdiagnosis tenaga Tabel 1. Jumlah Orang dengan Faktor Risiko PTM
kesehatan sebesar 2,1% serta 10,7% (Kemenkes Di Kota Surabaya Tahun 2014, 2015 dan
RI, 2013). 2016.
Tingginya kejadian dan kematian akibat PTM Jumlah Orang dengan
menjadikan pengendaliannya penting dilakukan. Faktor Risiko
Faktor Risiko PTM
Deteksi dini serta pengobatan yang tepat membuat PTM
2014 2015 2016
pengendalian PTM lebih baik. Surveilans kasus Merokok 3.784 9.724 9.733
dan faktor risiko PTM menjadi strategi untuk Kurang
pencegahan, pengendalian tepat serta terpadu oleh 8.392 16.475 21.925
aktivitas fisik
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kurang sayur
Surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu 6.483 13.657 18.455
dan buah
merupakan bentuk Upaya Kesehatan
IMT lebih 5.293 10.963 21.928
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) dibawah
pembinaan Puskesmas. Pos Pembinaan Terpadu
Elyda Rahmayanti., Arief Hargono., Implementasi Surveilans Faktor Risiko Penyakit... 278

Hasil cakupan pemeriksaan dan proporsi faktor Posbindu. Waktu penelitian dilakukan pada bulan
risiko PTM tingkat Posbindu di Kota Surabaya Mei hingga bulan Juni 2017.
masih kurang dari cut off point yang ditetapkan Pengumpulan data menggunakan data primer
sebagai standar nasional (Ananingrum, 2016). Hal dan sekunder. Data primer berupa penilaian
ini mempengaruhi kurangnya representasi informan tentang pelaksanaan surveilans faktor
informasi yang dihasilkan sebagai dasar pembuat risiko PTM berbasis Posbindu berdasarkan atribut
kebijakan pengendalian. surveilans dengan menggunakan kuesioner. Data
Sistem surveilans faktor risiko PTM sekunder berupa jumlah faktor risiko yang
menghasilkan informasi yang kurang representatif, teridentifikasi, jumlah kunjungan Posbindu setiap
sehingga diperlukan adanya evaluasi. Metode yang bulan, laporan bulanan kader Posbindu ke
dapat dilakukan untuk evaluasi sistem surveilans Puskesmas serta Puskesmas ke Dinas Kesehatan
antara lain menggunakan atribut surveilans yaitu Kota Surabaya. Data tersebut dikumpulkan dengan
kesederhanaan, fleksibilitas, kualitas data, studi dokumen data surveilans faktor risiko PTM
penerimaan, sensitivitas, nilai prediksi positif, yang ada di Posbindu, Puskesmas, dan Dinas
kerepresentatifan, ketepatan waktu, dan stabilitas Kesehatan Kota Surabaya
(CDC, 2001). Tujuan penelitian ini adalah Analisis data dilakukan setelah data primer dan
mengevaluasi sistem surveilans faktor risiko PTM sekunder dikumpulkan. Analisis secara deskriptif
berbasis Posbindu berdasarkan atribut surveilans di yaitu menggambarkan keadaan sebenarnya tentang
Kota Surabaya tahun 2016 yang terbatas pada pelaksanaan surveilans faktor risiko PTM berbasis
Posbindu umum. Posbindu di Kota Surabaya kemudian
mengevaluasi berdasarkan atribut surveilans
METODE menggunakan narasi, grafik maupun tabel.

Penelitian yang dilakukan merupakan deskriptif HASIL


evaluatif karena menilai program yang sedang atau
telah berjalan pada waktu tertentu (Notoadmojo, Karakteristik Informan
2005). Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian Karakteristik kader dan penanggung jawab
yaitu mengevaluasi sistem surveilans faktor risiko program Posbindu adalah jenis kelamin, usia,
PTM berbasis Posbindu berdasarkan atribut pendidikan terakhir, dan lama kerja. Jenis kelamin
surveilans di Kota Surabaya tahun 2016. kader (97,4%) dan penanggung jawab program
Subjek penelitian ini adalah sistem surveilans Posbindu (56,2%) sebagian besar adalah
faktor risiko PTM berbasis Posbindu di Kota perempuan. Pekerjaan kader Posbindu sebagian
Surabaya tahun 2016 yang terbatas pada Posbindu besar adalah ibu rumah tangga (70,1%). Usia kader
umum. Informan pada penelitian ini adalah kader (55,8%) dan penanggung jawab Posbindu (50%)
Posbindu dan penanggung jawab program sebagian besar berusia 31-40 tahun. Pendidikan
Posbindu di Puskesmas Kota Surabaya. terakhir kader Posbindu (76,6%) sebagian besar
Besar informan penelitian ditentukan dengan pada tingkat SMA, sedangkan penanggung jawab
teknik pengambilan sampel multistage random program Posbindu (68,8%) sebagian besar pada
sampling. Stage pertama adalah memilih tingkat Diploma 3 (D3). Lama kerja kader
Puskesmas di Kota Surabaya (63 Puskesmas) yang Posbindu (40,3%) sebagian besar adalah satu
ditetapkan dengan sampel fraction 25%, sehingga tahun, sedangkan penanggung jawab program
diperlukan 16 Puskesmas. Puskesmas yang terpilih Posbindu (50%) telah bekerja selama dua tahun
yaitu Puskesmas Manukan Kulon, Sememi, Lidah dalam memegang program Posbindu.
Kulon, Ketabang, Tembok Dukuh, Simolawang,
Sawah Pulo, Krembangan Selatan, Tanah Kali Gambaran Sistem Surveilans Faktor Risiko
Kedinding, Pacar Keling, Mojo, Tenggilis, PTM Berbasis Posbindu Berdasarkan Atribut
Klampis Ngasem, Putat Jaya, Jagir dan Kedurus. Surveilans
Informan penelitian pada stage pertama adalah 16
penanggung jawab program Posbindu disetiap Kesederhanaan
puskesmas. Stage kedua adalah memilih Posbindu Kesederhanaan sistem surveilans faktor risiko
pada masing-masing puskesmas terpilih. PTM berbasis Posbindu dapat dinilai dengan
Ditetapkan dengan sampel fraction 15%, sehingga indikator penilaian berupa pemahaman definisi
diperlukan 77 Posbindu dengan informan faktor risiko, pengumpulan, pencatatan dan
penelitian adalah satu kader pada masing-masing pelaporan data manual maupun elektronik.
Berdasarkan indikator tersebut, terdapat indikator
279 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285

yang dinyatakan kurang sederhana oleh informan


yaitu pencatatan dan pelaporan data elektronik. Dinas Kesehatan
Meskipun demikian, secara keseluruhan sistem Kota Surabaya
surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu
dikatakan sederhana. Laporan Manual
Pencatatan dan pelaporan data elektronik dan Elektronik
dilakukan oleh penanggung jawab program
Posbindu atau unit sistem informasi Puskesmas
Puskesmas Di
pada portal web PTM. Permasalahan yang terjadi Kota Surabaya
adalah akses untuk masuk kedalam portal web
PTM sering mengalami server down sehingga
membuat beberapa informan menganggap Laporan
pencatatan data elektronik sulit dilakukan. Manual
Alur pelaporan dari Posbindu sampai ke Dinas Kader Posbindu Di
Kesehatan Kota Surabaya belum terstandar Kota Surabaya
sehingga membuat sistem pelaporan di setiap
Puskesmas berbeda. Alur 1 (Gambar 1.) diterapkan
oleh 61 informan pada 10 Puskesmas. Alur 2
(Gambar 2.) diterapkan oleh 32 informan pada 6
Puskesmas. Perbedaan alur pelaporan dapat dilihat
Posbindu Umum Posbindu Khusus
pada gambar berikut: Di Kota Surabaya Di Kota Surabaya

Gambar 2. Alur 2 Pelaporan Sistem Surveilans


Dinas Kesehatan Faktor Risiko PTM Berbasis
Kota Surabaya Posbindu PTM Kota Surabaya Tahun
2016.

Laporan Manual Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa


dan Elektronik pelaporan dilakukan secara runut dari kader
Posbindu ke Puskesmas hingga Dinas Kesehatan
Kota Surabaya. Sedangkan pada Gambar 2, hasil
Puskesmas Di
Kota Surabaya
Posbindu tidak dilaporkan oleh kader Posbindu,
melainkan penanggung jawab program Posbindu
di Puskesmas. Penanggung jawab program
Laporan Manual
Posbindu bertanggung jawab untuk melaporkan
laporan secara manual (offline) dan elektronik
(online) ke Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
Kader Posbindu Di Pengolahan, analisis, dan interpretasi data
Kota Surabaya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya
berdasarkan laporan bulanan. Feedback dilakukan
oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya ke
Puskesmas, dan Puskesmas melakukan diseminasi
informasi kepada kader serta masyarakat tentang
hasil Posbindu melalui penyuluhan pada
Posbindu Umum Posbindu Khusus pelaksanaan Posbindu berikutnya.
Di Kota Surabaya Di Kota Surabaya
Fleksibilitas
Fleksibilitas sistem surveilans faktor risiko
Gambar 1. Alur 1 Pelaporan Sistem Surveilans PTM berbasis Posbindu di Kota Surabaya tidak
Faktor Risiko PTM Berbasis dapat diukur karena sistem tidak pernah
Posbindu PTM Kota Surabaya Tahun mengalami perubahan sejak dilaksanakan pertama
2016. kali pada tahun 2014 hingga 2016.
Elyda Rahmayanti., Arief Hargono., Implementasi Surveilans Faktor Risiko Penyakit... 280

Nilai Prediktif Positif


Akseptabilitas
Nilai Prediktif Positif (NPP) sistem surveilans
Akseptabilitas sistem surveilans faktor risiko faktor risiko berbasis Posbindu tidak dapat diukur.
PTM berbasis Posbindu dinyatakan oleh informan Hal ini dikarenakan tidak ada data khusus yang
memiliki akseptabilitas yang tinggi. Sistem lengkap tentang faktor risiko PTM yang benar-
dikatakan memiliki akseptabilitas yang tinggi, benar dikonfirmasi sebagai faktor risiko PTM
karena ada partisipasi instansi diluar sektor melalui konfirmasi ahli atau laboratorium menjadi
kesehatan. Selain itu, data hasil surveilans juga alasan penilaiaan tidak dapat dilakukan.
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan oleh
banyak pihak. Kerepresentatifan
Instansi yang berpartispasi pada pelaksanaan Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis
Posbindu antara lain kelurahan, kecamatan, Posbindu di Kota Surabaya dinilai dengan
Persatuan Waria Kota Surabaya (Perwakos), indikator kemampuan sistem surveilans untuk
sekolah, dan Rukun Tetangga/Rukun Warga mengumpulkan data dan informasi yang dapat
(RT/RW). Kegiatan Posbindu dilaksanakan mewakili faktor risiko PTM di setiap Puskesmas
bersamaan dengan Posyandu balita, Pembinaan berdasarkan variabel orang, tempat serta waktu.
Kesejahteraan Keluarga (PKK), karang taruna, dan Berdasarkan variabel waktu dikatakan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). representatif, karena sistem sudah dapat merekam
Pemanfaatan hasil surveilans faktor risiko PTM dan menampilkan data yang telah sesuai. Namun,
berbasis Posbindu juga menjadi indikator dalam pada pelaksanaan penelitian variabel orang serta
penilaian akseptabilitas. Informasi yang dihasilkan tempat belum dikatakan representatif. Hal ini
dari Posbindu dimanfaatkan oleh Puskesmas untuk dikarenakan proporsi 8 faktor risiko PTM masih
penyuluhan yang dilakukan saat pelaksanaan kurang dari cut off point sesuai yang ditetapkan
Posbindu berikutnya. Selain itu, dapat juga standar nasional serta sistem tidak dapat
digunakan untuk kepentingan penelitian yang menjangkau seluruh populasi sasaran pada 10
dilakukan oleh pihak lain. Puskesmas ditunjukkan oleh jumlah Posbindu
yang masih terbatas.
Sensitivitas
Contoh penyajian data berdasarkan variabel
Sensitivitas sistem surveilans faktor risiko PTM waktu adalah sebagai berikut:
berbasis Posbindu dinilai dengan indikator
penilaian kesesuaian sasaran Posbindu, identifikasi
faktor risiko, cakupan pemeriksaan, dan proporsi
faktor risiko. Namun, pada pelaksanaan penelitian
terdapat indikator yang tidak dapat dinilai yaitu
cakupan pemeriksaan Posbindu. Indikator tersebut
tidak dapat dinilai karena cakupan pemeriksaan
Posbindu tidak terekam dalam portal web PTM.
Berdasarkan indikator yang dapat dinilai sistem
surveilans memiliki sensitivitas yang tinggi. Hal
ini terjadi karena sasaran Posbindu telah sesuai
dengan petunjuk teknis pelaksanaan Posbindu
menurut Kemenkes RI (2014) yaitu penduduk Sumber: Portal web PTM Kota Surabaya tahun 2016
berusia >15 tahun. Sasaran tersebut dapat
dijangkau oleh Posbindu melalui ibu/orang tua Gambar 3. Penyajian Data Berdasarkan variabel
yang datang ke posyandu balita, kelurahan, Waktu Di Kota Surabaya Tahun 2016.
kecamatan, sekolah, dan instansi lainnya. Faktor
risiko PTM yang teridentifikasi berdasarkan Berdasarkan Gambar 3 diketahui bahwa penyajian
pelaksanaan Posbindu umum yaitu hipertensi, data telah dilakukan berdasarkan variabel waktu
obesitas, dan obesitas abdominalis. Proporsi faktor misalnya menurut bulan.
risiko PTM tahun 2016 telah melebihi cut off point
sesuai ketentuan Kemenkes RI (2014). Sebesar 10 Ketepatan Waktu
faktor risiko PTM melebihi cut off point, Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis
sedangkan 8 faktor risiko PTM kurang dari cut off Posbindu termasuk tepat waktu. Ketepatan waktu
point. dapat dinilai dengan melihat kesesuaian jadwal
281 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285

yang direncanakan dengan waktu pelaksanaan baik. Sarana penunjang kegiatan Posbindu yaitu
Posbindu, pelaporan dari kader ke Puskesmas, Posbindu kit dapat beroperasi dengan baik berupa
serta pelaporan dari Puskesmas ke Dinas alat ukur tensimeter, timbang badan, pengukur
Kesehatan Kota Surabaya. tinggi badan, dan alat ukur lingkar perut, namun
Pelaksanaan Posbindu dilakukan secara rutin belum semua Posbindu memiliki alat ukur yang
dan periodik yaitu satu bulan sekali. Setiap lengkap.
Puskesmas memiliki jadwal sendiri antara lain
minggu pertama, minggu kedua, minggu ketiga PEMBAHASAN
ataupun mengikuti jadwal pelaksanaan Posyandu
Karakteristik Informan
balita, namun tetap dilakukan satu bulan sekali.
Pelaporan dari kader ke Puskesmas dilakukan Kader dan penanggung jawab program
setiap satu bulan sekali. Penyerahan laporan di Posbindu sebagian besar adalah perempuan.
setiap Puskesmas berbeda, antara lain setelah Perempuan memang lebih banyak mendominasi
pelaksanaan Posbindu, sabtu minggu kedua untuk pekerjaan sebgai kader kesehatan, contoh
ataupun tanggal 10, namun selalu dilakukan sesuai lain adalah kader jumantik. Pada penelitian
dengan jadwal penyerahan laporan. Indarwati dan Prayitno (2016), tentang kader
Pelaporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan jumantik di Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta
Kota Surabaya juga dilakukan secara rutin yaitu juga didominasi perempuan. Karena menjadi kader
setiap satu bulan sekali. Jadwal penyerahan kesehatan adalah pekerjaan sosial secara yang
laporan antara lain tanggal 5 ataupun tanggal 10 sukarela mengabdikan diri untuk masyarakat,
bulan berikutnya, dan selalu dilakukan rutin setiap maka membutuhkan waktu luang yang lebih besar.
satu bulan sekali. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika sebagian
besar (70,1%) kader Posbindu adalah ibu rumah
Kualitas Data
tangga.
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Usia kader (55,8%) dan penanggung jawab
Posbindu memiliki kualitas data yang tinggi. program Posbindu (50%) sebagian besar berusia
Sistem dikatakan berkualitas dinilai dengan 31-40 tahun. Usia tersebut merupakan golongan
indikator penilaian berupa kelengkapan dan usia produktif. Pada usia produktif membuat
ketepatan data. produktivitas kader dalam menjalankan pekerjaan
Data dikatakan lengkap karena telah lebih tinggi daripada kader dengan usia tidak
melaporkan seluruh kegiatan di Posbindu yaitu produktif (Sutiani, et al., 2014).
wawancara terarah faktor risiko PTM, Pendidikan terakhir kader Posbindu sebagian
pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi besar pada tingkat SMA (76,6%), sedangkan
badan, IMT, dan analisis lemak tubuh. Sedangkan penanggung jawab program Posbindu (68,8%)
data dikatakan tepat karena laporan dari Posbindu sebagian besar pada tingkat D3. Dominasi tingkat
ke Puskesmas serta Puskesmas ke Dinas pendidikan penanggung jawab program Posbindu
Kesehatan Kota Surabaya tepat waktu. PTM dengan lulusan D3 sesuai dengan Undang-
undang no.36 tahun 2014 tentang kesehatan bahwa
Stabilitas
tenaga kesehatan di Puskesmas harus memiliki
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis kualifikasi minimum lulusan D3. Kader Posbindu
Posbindu memiliki stabilitas yang tinggi. Indikator PTM sebagian besar tingkat pendidikan terakhir
penilaian stabilitas terdiri dari sistem penyimpanan adalah SMA dianggap cukup untuk dapat
yang baik sehingga jika terjadi hal yang tidak menerima informasi terkait pelaksanaan Posbindu.
diinginkan data masih dapat tersimpan dengan Menurut Indarwati dan Prayitno (2016) tingkat
aman dan terlacak kembali, serta ketersediaan pendidikan terakhir SMA dapat memudahkan
sarana penunjang Posbindu yang dapat beroperasi kader dalam menerima informasi dengan baik
dengan baik. sehingga penyampaian informasi kepada
Data surveilans faktor risiko PTM berbasis masyarakat dapat lebih optimal.
Posbindu tersimpan dengan baik dalam buku Lama kerja kader Posbindu (40,3%) sebagian
register Posbindu dan online dalam web portal besar adalah satu tahun, sedangkan penanggung
PTM. Informan pernah mengalami hal yang tidak jawab program Posbindu (50%) telah bekerja
diinginkan yaitu kejadian alat ukur yang error selama dua tahun dalam memegang program
serta portal web PTM mengalami server down, Posbindu. Program Posbindu masih tergolong baru
namun sistem surveilans faktor risiko PTM sejak dilakukan pertama tahun 2014, sehingga
berbasis Posbindu masih tetap berjalan dengan Posbindu yang ada juga relatif baru. Berdasarkan
Elyda Rahmayanti., Arief Hargono., Implementasi Surveilans Faktor Risiko Penyakit... 282

informasi dari informan penelitian untuk STEPS merupakan sistem yang dinilai sederhan
penanggung jawab program Posbindu, terdapat (WHO, 2017).
sistem rolling (bergantian) untuk pemegang Groseclose dan Buckerige (2017), menyatakan
program, sehingga untuk lama kerja dalam bahwa kesederhanaan juga dapat diketahui dari
program Posbindu tergolong masih baru. Menurut teknologi yang digunakan sistem surveilans.
Sutiani, et al., (2014), kader yang telah lama Penggunaan teknologi pada sistem Electonic
menjadi kader lebih terampil daripada kader yang STEPwise approach to Surveillance (eSTEPS)
baru, sehingga pelatihan dengan metode praktik terbukti meningkatkan efisiensi waktu daripada
dapat menjadi pilihan sebagai upaya untuk metode berbasis kertas sebelumnya sehingga
meningkatkan keterampilan kader yang masih sistem eSTEPS dianggap lebih sederhana (Riley, et
baru. al., 2016). Secara keseluruhan, sistem surveilans
faktor risiko PTM berbasis Posbindu sudah
Sistem Surveilans Faktor Risiko PTM Berbasis dikatakan sederhana. Namun, implementasi
Posbindu Berdasarkan Atribut Surveilans pencatatan dan pelaporan elektronik belum optimal
karena sering mengalami server down, akibatnya
Kesederhanaan
sulit melakukan pelaporan elektronik. Maka, Dinas
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Kesehatan Kota Surabaya diharapkan bisa
Posbindu adalah sederhana. Menurut CDC (2001), meningkatkan pemeliharaan server.
sistem surveilans dikatakan sederhana dengan
Fleksibilitas
melihat struktur dan kemudahan operasional
pelaksanaannya. Hal tersebut dapat dinilai dari Sistem surveilans faktor risiko PTM selama
pemahaman definisi faktor risiko, kemudahan periode 2014 hingga 2016 belum pernah
pengumpulan data, serta kemudahan pencatatan mengalami perubahan sistem sehingga fleksibilitas
dan pelaporan data manual maupun elektronik. tidak dapat diukur. Menurut CDC (2001) serta
Pemahaman terhadap definisi faktor risiko PTM Groseclose dan Buckerige (2017), fleksibilitas
dinilai dari data faktor risiko PTM yang diukur sistem surveilans epidemiologi dapat dinilai
saat pelaksanaan Posbindu dengan melakukan dengan indikator kemudahan adaptasi pada
wawancara terarah faktor risiko PTM, perubahan sistem untuk mengetahui tanggapan
pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi sistem atas perubahan dalam proses surveilans.
badan, IMT, dan analisis lemak tubuh. Petugas
Akseptabilitas
menyatakan bahwa merasa mudah dalam
melaporkan data yang telah dikumpulkan karena Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis
dapat dilakukan secara manual (offline) dan atau Posbindu mempunyai akseptabilitas yang tinggi
elektronik (online). Sesuai dengan petunjuk teknis karena terdapat partisipasi instansi diluar sektor
pelaksanaan Posbindu Kemenkes RI (2014), kesehatan serta pemanfaatan hasil surveilans. Hal
pelaporan dilakukan secara manual dan elektronik. ini sesuai dengan CDC (2001) yang menyatakan
Pelaporan elektronik menggunakan portal web bahwa akseptabilitas dipengaruhi oleh kesediaan
PTM. Data tersebut kemudian diolah serta individu atau organisasi untuk berpartisipasi dalam
dianalisis oleh Dinas Kota Surabaya untuk pelaksanaan surveilans epidemiologi. Instansi yang
memberikan feedback ke Puskesmas yang berpartispasi pada pelaksanaan Posbindu antara
selanjutnya didesiminasikan oleh Puskesmas ke lain kelurahan, kecamatan, Persatuan Waria Kota
masyarakat. Dengan demikian, proses Surabaya (Perwakos), sekolah, dan Rukun
pengumpulan dan pelaporan data yang telah Tetangga/Rukun Warga (RT/RW).
dilakukan sistem surveilans faktor risiko PTM Informasi hasil surveilans faktor risiko PTM
berbasis Posbindu telah sesuai dengan petunjuk berbasis Posbindu telah dimanfaatkan oleh
teknis pelaksanaan Posbindu Kemenkes RI tahun Puskesmas untuk penyuluhan yang dilakukan saat
2014. pelaksanaan Posbindu berikutnya. Menurut
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis Groseclose dan Buckerige (2017), akseptabilitas
Posbindu dilaksanakan dengan tiga tahap kegiatan sistem surveilans dapat dipengaruhi oleh manfaat
yaitu wawancara faktor risiko PTM dengan yang diperoleh banyak pihak melalui hasil sistem
kuesioner, pengukuran fisik serta biokimia. Hal surveilans. Oleh karena itu, pengguna telah
tersebut merupakan adaptasi sistem World Health merasakan manfaat sistem surveilans.
Organization STEPwise approach to Surveillance
Sensitivitas
(WHO STEPS) yang dilakukan di berbagai negara
anggota WHO salah satunya Indonesia. WHO
283 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285

Sistem surveilans faktor risiko PTM memiliki Ketepatan Waktu


sensitivitas yang tinggi karena faktor risiko PTM
Sistem surveilans faktor risiko PTM sudah
dapat teridentifikasi serta 10 proporsi faktor risiko
dinilai tepat waktu dengan melihat kesesuaian
PTM melebihi cut off point yang digunakan
jadwal yang direncanakan dengan waktu
standar nasional. CDC (2001) serta Groseclose dan
pelaksanaan Posbindu, pelaporan dari kader ke
Buckerige (2017), menyatakan bahwa sensitivitas
Puskesmas, serta pelaporan dari Puskesmas ke
dapat diketahui dari dua hal yaitu identifikasi
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Menurut CDC
faktor risiko PTM serta deteksi kasus tergantung
(2001), ketepatan waktu mencerminkan waktu
pada proporsi kasus yang dilaporkan. Sesuai
antara proses pelaksanaan yang ada dalam sistem
dengan petunjuk teknis pelaksanaan Posbindu
surveilans epidemiologi.
menurut Kemenkes RI (2012), pelaksanaan
Berbeda dengan surveilans penyakit menular
Posbindu digunakan untuk deteksi dini faktor
yang ketepatan waktu diperlukan untuk peringatan
risiko PTM serta diketahui rekapitulasi proporsi
dini wabah penyakit, ketepatan waktu surveilans
faktor risiko PTM dari seluruh Posbindu di
PTM diorientasikan pada tindakan atau program
wilayah kerja. Proporsi faktor risiko PTM dinilai
yang terencana. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari jumlah kasus dibagi dengan jumlah peserta
Groseclose dan Buckerige (2017), sistem
yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM.
surveilans PTM tidak memprioritaskan ketepatan
Nilai Prediktif Positif waktu namun lebih difokuskan pada pemanfaatan
informasi hasil surveilans untuk tindakan yang
Nilai Prediktif Positif (NPP) sistem surveilans
terencana.
faktor risiko PTM berbasis Posbindu PTM tidak
dapat diukur, karena individu dengan faktor risiko Kualitas Data
PTM yang ditemukan di Posbindu hanya diberikan
Sistem surveilans faktor risiko PTM memiliki
edukasi serta rujukan ke Puskesmas tanpa
data yang berkualitas karena data yang lengkap
konfirmasi ahli atau laboratorium sehingga tidak
serta tepat waktu. Kelengkapan data dapat dinilai
ada catatan khusus. Padahal menurut CDC (2001)
dari laporan seluruh kegiatan di Posbindu yaitu
serta Groseclose dan Buckerige (2017), NPP
wawancara terarah faktor risiko PTM,
dinilai dari kasus yang telah dikonfirmasi ahli atau
pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi
laboratorium sebagai faktor risiko PTM.
badan, IMT, dan analisis lemak tubuh serta
Kerepresentatifan proporsi faktor risiko PTM. Menurut CDC (2001),
kualitas data dapat dinilai dari kelengkapan dan
Sistem surveilans faktor risiko PTM masih
ketepatan data yang tercatat dalam sistem
belum representatif terkait variabel orang serta
surveilans epidemiologi. Menurut Kemenkes RI
tempat, sedangkan variabel waktu telah
(2012), kelengkapan laporan harus sesuai dengan
representatif. Menurut CDC (2001), sistem
pemeriksaan yang dilakukan di Posbindu,
surveilans epidemiologi harus dapat mewakili
sedangkan ketepatan laporan dilihat dari rutinitas
keakuratan terjadinya kasus dari waktu ke waktu,
pelaksanaan Posbindu sehingga pelaksanaan
distribusi dalam populasi dengan tempat dan orang
surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu
sesuai dengan tujuan surveilans.
telah dilakukan secara rutin yaitu satu bulan sekali.
Sistem surveilans faktor risiko PTM belum
Sistem surveilans faktor risiko PTM melakukan
dapat menjangkau seluruh populasi sasaran karena
update data melalui laporan bulanan Posbindu
jumlah Posbindu yang terbatas. Sementara itu,
untuk monitoring kelengkapan dan ketepatan data.
penelitian Kessaram, et al., (2015) tentang WHO
Hal ini sesuai dengan pendapat Groseclose dan
STEPS dapat menunjukkan sistem telah mewakili
Buckerige (2017), monitoring kelengkapan serta
distribusi faktor risiko yaitu konsumsi alkohol,
ketepatan data dilakukan setiap update data
kurang aktivitas fisik, merokok, hipertensi, berat
sehingga menghasilkan data berkualitas yang akan
badan lebih, dan obesitas berdasarkan wilayah
mendukung analisis serta interpretasi data
Kepulauan Pasifik serta menurut jenis kelamin.
surveilans. Hal tersebut penting dilakukan karena
Hal ini dikarenakan prevalensi faktor risiko PTM
data yang berkualitas meningkatkan pemanfaatan
tersebut sudah mewakili populasi sasaran pada
hasil surveilans serta pemahaman lebih baik
wilayah tersebut.
tentang isu kesehatan yang sebelumnya dianggap
tidak begitu penting menjadi penting (EDC, 2014).
Elyda Rahmayanti., Arief Hargono., Implementasi Surveilans Faktor Risiko Penyakit... 284

Stabilitas dapat meningkatkan sistem jaringan atau server


untuk log in portal web PTM sehingga laporan
Sistem surveilans faktor risiko PTM berbasis
elektronik dapat mudah dilakukan.
Posbindu memiliki stabilitas sistem yang tinggi
karena data yang terkumpul dikelola serta
REFERENSI
disimpan dengan baik dalam buku register
Posbindu dan portal web PTM sehingga jika Ananingrum, R.A. 2016. Evaluasi Surveilans
terjadi hal yang tidak diinginkan data masih dapat Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Berbasis
tersimpan dengan aman serta terlacak kembali. Posbindu PTM Di Puskesmas Sidosermo Kota
CDC (2001) dan ECDC (2014), menyatakan Surabaya. Skripsi. Surabaya: Universitas
stabilitas dapat mengacu pada kemampuan sistem Airlangga.
surveilans epidemiologi untuk mengumpulkan, Calba, C., Flavie, L.G., Linda, H., Pascal, H., Ann,
mengolah, dan analisis data dengan benar tanpa L., Claude, S., et al. 2015. Surveillance System
kegagalan. Evaluation: a Systematic Review of The
Pencatatan hasil pengukuran dilakukan secara Existing Approaches. BMC Public Health
manual dengan buku register sedangkan elektronik (15):448. Tersedia di:
disimpan dalam portal web PTM. Meskipun https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM
demikian, pelaksanaan Posbindu pernah C4418053/pdf/12889_2015_Article_1791.pdf
mengalami kendala dengan alat ukur yang [Sitasi 27 November 2016].
mengalami error serta kekurangan alat ukur CDC. 2001. Update Guidelines for Evaluating
seperti tensimeter yang menyebabkan pelaksanaan Public Health Surveillance Systems. Tersedia
menjadi terhambat namun dapat diatasi dengan di:
meminjam ke Puskesmas atau bidan setempat https://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtm
sehingga pelaksanaan serta pelaporan tetap l/rr5013a1.htm [Sitasi 26 November 2016].
dilakukan. Pelaporan elektronik juga mengalami Dinkes Kota Surabaya. 2016. Laporan Tahunan
error atau server down pada portal web PTM P2P Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun
sehingga laporan menjadi tertunda namun masih 2015. Surabaya: Dinas Kesehatan.
tetap dapat dilakukan dengan pelaporan manual ECDC. 2014. Data Quality Monitoring and
serta menunggu server kembali normal. Surveillance System Evaluation. Stockholm:
ECDC. Tersedia di:
SIMPULAN DAN SARAN https://ecdc.europa.eu/sites/portal/files/media/e
n/publications/Publications/Data-quality-
Simpulan monitoring-surveillance-system-evaluation-
Sept-2014.pdf [Sitasi 11 Agustus 2017].
Hasil evaluasi sistem surveilans faktor risiko
Groseclose, S. L., Buckeridge, D. L. 2017. Public
PTM berbasis Posbindu PTM berdasarkan atribut
Health Surveillance Systems: Recent Advances
surveilans oleh informan penelitian adalah
in Their Use and Evaluation. The Annual
sederhana, akseptabel, memiliki sensitivitas serta
Review of Public Health, Volume 38, pp. 57-
stabilitas yang tinggi, representatif berdasarkan
79. Tersedia di:
variabel waktu, tepat waktu, dan data berkualitas.
http://www.annualreviews.org/doi/pdf/10.1146/
Sedangkan penilaian fleksibilitas dan nilai
annurev-publhealth-031816-044348 [Sitasi 13
prediktif positif sistem tidak dapat dilakukan.
Juni 2017].
Indarwati., Prayitno, H. 2016. Analisa Faktor
Saran
Kinerja Kader Jumantik dalam Pemberantasan
Saran yang dapat dilakukan oleh kader DBD Di Kelurahan Kadipiro Kota Surakarta.
Posbindu terkait dengan permasalahan alat ukur Indonesian Journal On Medical Science, 3(2),
yang kurang dapat dibantu dengan pemberdayaan pp. 100-108.
masyarakat untuk pembelian alat sendiri dari hasil http://ejournal.ijmsbm.org/index.php/ijms/articl
iuran yang dihimpun kader Posbindu PTM e/view/91/91 [Sitasi 04 Agustus 2017].
sehingga alat tersebut menjadi hak milik penuh Kemenkes RI. 2012. Petunjuk Teknis Pos
masyarakat. Bagi penanggung jawab Posbindu Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular
dapat melakukan pengawasan saat pelaksanaan (Posbindu PTM). Jakarta: Direktorat
Posbindu bersama dengan tenaga kesehatan ahli Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
sehingga konfirmasi ahli dapat dicatat dalam buku Tersedia di:
khusus. Untuk Dinas Kesehatan Kota Surabaya http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/eb
285 Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, hlm. 276-285

ook/Juknis_Surveilans_FR_PTM_berbasis_we Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Peneliti


b.pdf [Sitasi 18 Desember 2016]. Kesehatan.Edisi Revisi. Jakarta:PT Rineka
Kemenkes RI. 2013. Pedoman Surveilans Penyakit Cipta.
Tidak Menular. Jakarta: Direktorat Rahmayanti, E. 2017. Evaluasi Sistem Surveilans
Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Berbasis
Tersedia di: Posbindu PTM Berdasarkan Atribut Surveilans
http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/eb Di Kota Surabaya Tahun 2016. Skripsi.
ook/Pedoman_SE_PTM-Des_2013.pdf [Sitasi Surabaya: Universitas Airlangga.
18 Desember 2016]. Riley, L., Regina G., Melanie C., Stefan S., Lubna
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar Tahun B., Timoty A., et al. 2016. The World Health
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Organization STEPwise Approach to
Pengembangan Kesehatan. Tersedia di: Noncommunicable Disease Risk-Factor
http://www.depkes.go.id/resources/download/g Surveillance: Methods, Challenges and
eneral/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf [Sitasi Opportunities. American Journal of Public
19 Januari 2017]. Health, 106(1), pp. 74-78. Tersedia di:
Kemenkes RI. 2014. Petunjuk Teknis Surveilans https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM
Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Berbasis C4695948/pdf/AJPH.2015.302962.pdf [Sitasi
Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU). 18 Desember 2016].
Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Sutiani, R., Zulhaida, L., Albiner, S. 2014.
Tidak Menular. Tersedia di: Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan
http://www.pptm.depkes.go.id/cms/frontend/eb Kader Posyandu dalam Pemantauan
ook/Juknis_SE_PTM_berbasis_Posbindu_Mar_ Pertumbuhan Bayi Dan Balita Di Wilayah
2014.pdf [Sitasi 9 Juni 2017]. Kerja Puskesmas Desa Lalang Tahun 2014.
Kemenkes RI. 2016. Portal Web PTM. Tersedia Jurnal Gizi Kesehatan Reproduksi dan
di: http://pptm.depkes.go.id/index.html [Sitasi Epidemiologi, 3(3), pp. 1-8.
17 Juni 2017]. https://jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/vi
Kessaram, T., Jeanie M., Natalie G., Adam R., ewFile/7612/4326 [Sitasi 04 Agustus 2017].
Paula V., Gail W., et al. 2015. WHO. 2017. Noncommunicables Disease.
Noncommunicable Disease and Risk Factors in Tersedia di:
Adult Populations of Several Pacific Islands: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/non
Result from The WHO STEPwise approach to communicable-diseases/en/ [Sitasi 10 Agustus
Surveillance. Australian and New Zealand 2017].
Journal of Public Health, Volume 39 (4), pp. WHO. 2017. STEPwise approach to Surveillance
326-343. Tersedia di: (STEPS). Tersedia di:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/175 http://www.who.int/chp/steps/en/ [Sitasi 10
3-6405.12398/pdf [Sitasi 10 Agustus 2017]. Agustus 2017].

Вам также может понравиться