Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Nama : Fauzia
No. Register : 14 777 017
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul I
Halaman Persetujuan Ii
Daftar Isi Iii
Daftar Tabel Vii
Daftar Gambar Viii
Daftar Singkatan Ix
BAB I. PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah 1
B Perumusan Masalah 2
C Pertanyaan Penelitian 2
E Tujuan Penelitian 4
A Tujuan Umum 4
B Tujuan Khusus 4
F Manfaat Penelitian 4
1 Manfaat Keilmuan 4
2 Manfaat Aplikasi 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Judul: FAKTOR-FAKTOR YANG ADA HUBUNGAN DENGAN TERJADINYA
PHLEBITIS PADA PASIEN DENGAN INFUS DI RUANG PERAWATAN RSU
ANUTAPURA TAHUN 2018
A Landasan Teori 6
1 Infus Intravena 6
a. Definisi 6
4
Halaman
b. Epidemiologi 6
c. Keuntungan dan Kerugian 8
d. Indikasi dan Kontra Indikasi 8
e. Jenis Cairan 10
f. Lokasi Pemasangan 12
g. Alat dan Bahan 14
h. Prosedur Pemasangan 15
i. Lama Pemasangan 17
j. Pemantauan dan Perawatan 17
k. Pengendalian Infeksi 19
l. Akibat dari Pemasangan 20
Phlebitis
2. akibat pemasangan infus intravena 22
a. Definisi 23
b. Epidemiologi 23
c. Etiologi 25
d. Faktor risiko 29
e. Gambaran Klinis 29
f. Pencegahan 31
Faktor-faktor
3. yang ada hubungan 33
dengan
terjadinya phlebitis akibat pemasangan
infus
intravena
a. Status Gizi Host 33
b. Jenis Cairan Intravena 34
c. Jenis Kateter Intravena 35
d. Lama Pemasangan 35
e. Teknik Pemasangan 36
f. Perawatan Infus 37
55
Halaman
E. Besar Sampel 50
F. Cara Pengambilan Sampel 51
G. Alur Penelitian 52
H. Prosedur Penelitian 53
I. Instrumen Pengumpulan Data 55
J. Rencana Analisis Data 55
K Aspek Etika Penelitian 57
BAB IV. LAMPIRAN
A. Lampiran 1. Jadwal Penelitian 59
B. Lampiran 2. Naskah Penjelasan untuk Subyek 61
C. Lampiran 3. Daftar Tim dan Biodata Peneliti 66
D. Lampiran 4. Formulir-formulir 68
a. Formulir Kuesioner 68
b. Formulir Laporan Kasus (Case Report) 69
E. Lampiran 5. Daftar Alat 71
F. Lampiran 6. Rincian Anggaran dan Sumber Dana 72
77
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Tabel 1. Angka Pemasangan Infus di 6
RSU Anutapura Palu Tahun 2016
2. Tabel 2. Angka Pemasangan Infus di 7
RSU Anutapura Palu Tahun 2017
3. Tabel 3. Angka Kejadian Phlebitis di Dunia 24
4. Tabel 4. Angka Kejadian Phlebitis di Indonesia 24
5. Tabel 5. Angka Kejadian Phlebitis di 24
Sulawesi
6. Tabel
Tengah6. Angka Kejadian Phlebitis di 25
RSU
7. Anutapura
Tabel 7. Skor Visual Phlebitis 31
8. Tabel 8. Chi Square Table 54
viii
DAFTAR
GAMBAR
Nomor Halaman
1 Gambar 1. Anatomi Vena Superficial 13
Dorsal
2 Gambar
Tangan 2. Anatomi vena tangan atas 13
3 Gambar 3. Kerangka Teori 37
4 Gambar 4. Kerangka Konsep 38
6 Gambar 5. Alur Penelitian 51
9
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
WHO World Health Organization
INS Intravenous Nurses Society
DEPKES RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia
RSU Rumah Sakit Umum
PPI Pusat Pengendalian Infeksi
NaCl Natrium Clorida
SPO Standar Prosedur Operasional
IV Intravena
APD Alat Pelindung Diri
CC Celcius
LLA Lingkar Lengan Atas
TLK Tebal Lipatan Kulit
BB Berat Badan
TB Tinggi Badan
LK Lingkar Kepala
LD Lingkar Dada
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
menjadi 365 orang pada tahun 2017. Insiden phlebitis akan meningkat
sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena. Komplikasi cairan
4
B. Rumusan Masalah
C. Pertanyaan penelitian
D. Hipotesis
Penelitian
E. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan Umum
F. Manfaat
penelitian
1. Manfaat Keilmuan
2. Manfaat Aplikasi
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
A. LANDASAN
TEORI
1. Infus
Intravena a.
Definisi
b. Epidemiologi
Lanjutan Tabel
8. Agustus 7.539
9. September 7.254
10. Oktober 7.687
11. November 7.536
12. Desember 6.897
(Ruang PPI RSU Anutapura Palu, 2017 )
c. Keuntungan dan
Kerugian
ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui
mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di rumah sakit dengan infeksi
bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih
menguntungkan dari segi kemudahan administrasi rumah sakit, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki
bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui
mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena
(sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida
yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak
dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai
masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung. Pasien tidak dapat minum obat karena
muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di
saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan
pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah
lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di
otot). Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak obat
masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain
dipertimbangkan. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai,
sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke
pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam
darah tercapai, misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia
berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus.
Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui
infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat
dalam darah untuk membunuh bakteri.
Menurut Darmadi (2008) kontraindikasi pada pemberian terapi
intravena: Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi
pemasangan infus. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal,
karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena
1
1
2) Kristaloid
11
2) Cairan Hipotonis
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum,
dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan
adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel,
menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan
intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah
NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
3) Cairan Isotonis
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah
cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).
1) Umur pasien : misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat
penting dan mempengaruhi berapa lama intravena terakhir.
18
1) Baksteril
2) Kapas alcohol
3) Abocath
4) Infuset tiang infus
5) Plester/hypafix
6) Cairan infus
7) Kasa steril
8) Betadin
9) manset
Pemasangan infus adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan
untuk memasukkan obat atau vitamin ke dalam tubuh pasien. Teknik
dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan
penularan infeksi adalah mencuci tangan. Mencuci tangan adalah
menggosok dengan sabun secara bersama seluruh kulit permukaan
tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian di bilas di bawah aliran
air. Tujuannnya untuk membuang kotoran dan organisme yang
menempel di tangan. Tangan yang terkontaminasi merupakan
penyebab utama perpindahan infeksi. Cuci tangan merupakan sebagai
salah satu kewaspadaan standar yang harus dilakukan, sehingga
penularan penyakit dari pasien melalui perawat, ataupun penularan
keperawat sendiri dapat dihindari jika setiap perawat ataupun petugas
kesehatan melakukan tindakan mencuci tangan sebelum maupun
sesudah kontak untuk meminimalkan terjadinyan infeksi nosokomial.
Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD) yang akan dipakai harus didahului
dengan penilaian risiko pajanan dan sejauh mana antisipasi kontak
dengan patogen dalam darah dan cairan tubuh. Penggunaan sarung
tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu
lingkungan bebas infeksi (Tietjen, 2004).
20
2) Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling
tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor
(disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi,
ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara nyata.
Infiltrasi mudah dikenali jika tempat penusukan lebih besar daripada
tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang
lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang
torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan
infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk
menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada
obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
3) Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit
di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH
tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin,
vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)
4) Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar
area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan
yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum
atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu
ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan
kebocoran darah pada tempat penusukan.
5) Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan
dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang
terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar
area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya
rasa
22
Intravena b. Definisi
24
c. Epidemiologi
Angka Kejadian
Tahun
Phlebitis
2013 165
2014 605
2015 674
2016 699
2017 365
d. Etiologi
a) Iritasi Kimia
Biasanya iritasi ini bersumber dari cairan intravena atau obat-obatan
yang digunakan umumnya cairan tersebut memiliki pH rendah dengan
osmolaritas tinggi, sebagai contoh adalah cairan dextrose hipertonik
atau cairan yang mengandung kalium klorida (Kaur P., et al, 2011;
Barruel G. Y., 2013).
1. Jenis cairan infus
PH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko
phlebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5, di mana
keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama
proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam
amino dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih
flebitogenik dibandingkan normal saline (Lawenga I. A., 2012)
2. Jenis obat yang dimasukan melalui infus
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat,
antara lain Kalium Klorida, Vancomycin, Amphotrecin B,
Cephalosporins, Diazepam, Midazolam dan banyak obat kemoterapi.
Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan
melalui vena sentral. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat
tidak larut sempurna dalam pencampuran juga merupakan faktor
kontribusi terhadap phlebitis. Jadi, jika diberikan obat intravena
masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter sampai 5 μm (Pettit J
dan Wyckoff M. M, 2007; Gomes A. C. R., et al
2011).
Jenis obat-obatan yang bisa di berikan melalui infus antara lain seperti:
Golongan antibiotik (Ampicicilin, amoxcicilin, clorampenicol, dll), anti
diuretic (furosemid, lasix dll) anti histamin atau setingkatnya (Adrenalin,
dexamethasone, dypenhydramin). Karena kadar puncak obat dalam
darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus
(suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat
29
berat dan mengancam nyawa. Alasan ini juga sering digunakan untuk
pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat
bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan
mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh
bakteri. Dalam pemberian antibiotik melalui IV perlu diperhatikan dalam
pencampuran serbuk antibiotik tersebut, hal ini untuk menghindari
terjadinya komplikasi seperti phlebitis karena kepekatan dan tidak
tercampurnya obat secara baik. Biasanya untuk mencampur serbuk
antibiotik/obat-obat yang lain yang diberikan secara IV adala cairan
aquades dengan perbandingan 4cc larutan aquades berbanding 1 vial
antibiotik atau 6cc larutan aquades berbanding 1 vial serbuk antibiotik.
Bila pencampuran obat terlalu pekat maka aliran dalam infus
terhambat dan dapat menyebabkan phlebitis (Hankins, 2000)
b) Iritasi Mekanik
Terjadi karena faktor bahan kimia yang digunakan berdiameter besar,
sehingga mempermudah pecahnya pembuluh darah. Phlebitis dapat
pula terjadi jika pemasangan tidak pada tempat yang baik, misalnya siku
atau pergelangan tangan
1. Lokasi pemasangan
infus
Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan
bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas
>
500 mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 0,9%, produk darah,
dan albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin,
terutama pada pasien usia lanjut, karena akan menganggu
kemandirian lansia (NHS, 2007; Earhart A, 2013)
2. Ukuran kateter
intravena
Phlebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula
yang dimasukkan pada daerah lekukan sering menghasilkan iritasi
31
c) Iritasi Bakterial
Misalnya fiksasi kurang baik sehingga menyebabkan kanul bergerak-
gerak dalam pembuluh darah dan menyebabkan iritasi pada pembuluh
darah. Banyak hal yang dapat menyebabkan phlebitis antara lain
tindakan pembersihan yang akan dilakukan, penusukan kateter
intravena kurang baik dan juga adanya bakteri. (Boker dan Ignaticus
1996) menyimpulkan bahwa bakteri-bakteri yang terdapat pada kulit
yang mempunyai potensi menyebabkan phlebitis adalah
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (Lawenga
I. A, 2012; Earhart A, 2013; Sepvi F,
2015)
1. Teknik pencucian tangan yang buruk
Infeksi di rumah sakit dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal
dari pasien itu sendiri (endogenous infection). Oleh karena itu perlu usaha
pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi yaitu dengan
meningkatkan perilaku cuci tangan yang baik
2. Teknik aseptik tidak baik
Faktor yang paling dominan menimbulkan kejadian phlebitis adalah
perawat, pada saat melaksanakan pemasangan infus tidak
melaksanakan tindakan aseptik dengan baik dan sesuai dengan
standar operasional prosedur.
3. Teknik pemasangan kanula yang buruk
Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk, mengakibatkan pasien
akan terpapar pada resiko terkena infeksi nosokomial berupa phlebitis.
4. Lama pemasangan kanula
33
e. Gambaran
klinik
1) Rubor (Kemerahan)
Kemerahan atau rubor biasanya merupakan kejadian pertama yang
ditemukan di daerah yang mengalami peradangan. Pada reaksi
peradangan arteriola yang mensuplai darah tersebut mengalami
pelebaran sehingga darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih
banyak.
2) Kalor (Hipertermi)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan.
Daerah sekitar peradangan menjadi lebih panas, karena darah yang
disalurkan ke daerah tersebut lebih besar dibandingkan daerah lainnya
yang normal.
3) Tumor (Oedem)
Pembengkakan lokal terjadi karena pengiriman cairan dan sel-sel
dari sirkulasi ke jaringan interstitiel, campuran antara sel yang
tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat. Pada keadaan ini
reaksi peradangan eksudatnya adalah cairan.
4) Dolor (Nyeri)
Rasa nyeri pada daerah peradangan dapat disebabkan oleh perubahan
pH lokal ataupun konsentrasi ion-ion tertentu yang merangsang ujung
saraf, selain itu juga pembengkakan yang terjadi dapat juga
menyebabkan peningkatan tekanan lokal yang dapat merangsang sakit.
5) Fungtio laesa (hilangnya fungsi)
Hilangnya fungsi dapat disebabkan oleh penumpukan cairan pada
cidera jaringan dan karena rasa nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas
pada daerah yang terkena.
f. Pencegahan Phlebitis
6) Titrable acidity
Titrable acidity adalah mengukur jumlah alkali untuk menetralkan pH
pada larutan infus. Seperti larutan glucose 10 % mengandung pH 4,0
yang tidak menyebabkan perubahan titrable aciditynya rendah 0,16
mEq/L maka makin rendah titrable acidity larutan infus maskin rendah
risiko terjadinya phlebitis.
7) Heparin dan hidrokortison
Heparin merupakan cairan yang dapat menambah lama waktu
pemasangan kateter. Pemberian larutan seperti kalium clorida, lidocain
dan anti microbial dapat dikurangi dengan pemberian melalui intra vena.
Penggunaan heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat
membentuk endapan kalsium sehingga terjadi penyumbatan pada
kateter, penyumbatan pada kateter dalam jangka waktu yang lama
menimbulkan risiko terjadinya phlebitis.
a. Status Gizi
Pada pasien dengan status gizi buruk mempunyai vena yang tipis
sehingga mudah rapuh, selain itu pada gizi buruk daya tahan tubuhnya
kurang sehingga jika terjadi luka mudah terkena infeksi.
Menurut Mustika (2012) status gizi adalah keadaan tubuh yang
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk
ke dalam tubuh dan penggunaannya. Ada beberapa faktor yang
sering merupakan penyebab gangguan gizi, baik langsung maupun
tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi
khususnya gangguan gizi pada bayi dan balita adalah tidak sesuai
jumlah gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan
tubuh mereka. Beberapa faktor yang secara tidak langsung
mendorong terjadinya
34
B. KERANGKA
TEORI
Gambar 3. Kerangka
Teori
C. KERANGKA
KONSEP
41
Status Gizi
Ukuran
Kateter
intravena
Lama
pemasanga
n infus
Lokasi
pemasanga
n infus
Perawatan infus
setelah
pemasangan Phlebitis
Teknik
pemasanga
n infus
Penyakit penyerta
Jenis kateter
yang
digunakan
Keterangan:
Diteliti
Tidak ditelitti
C. DEFINISI OPERASIONAL
40
1. Phlebitis
Penderita phlebitis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penderita
yang dipasang infus yang mempunyai dua dari lima tanda berikut dan
penderita yang dipasang infus tersebut sudah memenuhi kriteria objektif.
a. Nyeri pada tempat
suntikan b. Kemerahan
c. Pembengkakan
d. Kehilangan fungsi
e. Panas di sekitar tempat tusukan
Kriteria obyektif :
a. Phlebitis
b. Non phlebitis
Kriteria penilaian:
Normal (18,5 s/d <23)
Underweight (<18,5)
Overweight (23 s/d
<25)
41
(RL) dan Manitol. Data diperoleh dari hasil observasi dan dicatat
pada case report dengan kriteria objektif :
a. Isotonis
b. Hipertonis
sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah, dan vena
radialis), dan permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis).
Data diperoleh dari hasil observasi dan dicatat pada case report dengan
kriteria objektif:
a. Berisiko ( Pergelangan
tangan)
b. Tidak berisiko ( Selain pergelangan
tangan)
46
DAFTAR
PUSTAKA
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah analitik observasional
penelitian
dengan pendekatan case control dimana sampel yang diambil yaitu case
sebagai pasien mendapat perawatan infus lalu phlebitis,
yang terjadi
7. Kriteria Eksklusi
50
A. Besar Sampel
: =
Keterangan
N = besar sampel
Zα = deviat baku dari kesalahan tipe
I Zβ = deviat baku dari kesalahan
tipe II
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q2 = 1-P2
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti
Q1 = 1-P1
P1-p2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P = proporsi total = (P1+P2)/2
Q = 1-P
Penyelesaian
Zα = 1,96
Zβ = 0,84
P2 = Proporsi phlebitis 35% : 0.35
51
Q2 = 1 – P2 = 1 - 0,35 = 0.65
52
P1 - P2 = 0,3
P1 = 0,3 + 0,35 = 0.65
Q1 = 1 – P1 = 1- 0,65 = 0,35
P = (P1 + P2)/2 = (0,51 + 0,35) / 2 = 0,5
Q = 1 - P = 1 –0,5 = 0,5
Jadi,
Zα 2PQ + Zβ P1 Q1 +
n1 = n2 = P2Q2
P1 P2
1,39 + 0,55
=
0,3
= (6,46)
= 41,81(dibulatkan menjadi
42)
B. Cara Pengambilan
Sampel
C. Alur
Penelitian
53
Populasi Pasien
yang menerima
perawatan infus
intravena
Cara Pengambilan
Sampel:
Consecutive
Sampling
Diberi penjelasan
dan dimintai
persetujuan
Subjek penelitian
Pengambilan daya:
Pemeriksaan ditulis
dalam case report
Pengumpulan data
Analisis data
Penulisan hasil
Penyajian hasil
D. Prosedur Penelitian
54
latar belakang, tujuan, cara dan manfaat penelitian, serta hak dan
ujian skripsidan
E. Instrumen Pengumpulan
Data
a. Pengolahan data
Data pada penelitian ini diolah menggunkan perangkat lunak
computer program SPSS
b. Analisa data
1. Variabel jenis cairan intravena menggunakan chi square
2. Variabel ukuran kateter intravena menggunakan chi square
3. Variabel lama pemasangan menggunakan chi square
4. Variabel lokasi pemasangan menggunakan chi square
5. Variabel status gizi menggunakan chi square
57
Kejadian Phlebitis
Variabel
(Status Gizi) Kasus Kontrol
Total p OR
n% n%
Kurus
Normal
Gemuk
Total N=
Kejadian Phlebitis
Variabel
(Jenis Cairan Kasus Kontrol
Total p OR
Intravena) n% n%
Isotonis
Hipertonis
Total N=
Kejadian Phlebitis
Variabel Kasus Kontrol
(Ukuran Kateter Total p OR
n% n%
Intravena)
Sesuai Usia
Tidak Sesuai Usia
Total N=
58
G. Aspek Etika
Penelitian
BAB IV
LAMPIRAN
A. Lampiran 1
Jadwal Penelitian
2017 2018
NO KEGIATAN 2015 2019
2016
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
4
I Persiapan
1 Pembuatan
Proposal
2 Persiapan alat
3 Pengurusan Izin
4 Pengurusan
Rekomendas
i Etik
60
2017 2018
NO KEGIATAN 2015 2019
2016
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
4
II Pelaksanaan
1 Pengambilan
Data
2 Pemasukaan
Data
3 Analisis Data
4 Penulisan
Laporan
III Pelaporan
1 Progress Report
2 Seminar Hasil
3 Perbaikan
Laporan
4 Ujian Skripsi
61
dalam penelitian ini. Demikian juga bila terjadi hal-hal yang tidak
memungkinkan bapak/ibu/saudara untuk terus ikut dalam penelitian
ini, atau merasa tidak bersedia lagi ikut, maka bapak/ibu/saudara
berhak untuk mengundurkan diri. Penolakan atau pengunduran
diri bapak/ibu/saudara tersebut tidak mempengaruhi pelayanan
kesehatan yang seharusnya bapak/ibu/saudara dapatkan.
Bila bapak/ibu/saudara merasa masih ada hal yang belum jelas atau
belum dimengerti dengan baik, maka bapak/ibu/saudara dapat
menanyakan atau minta penjelasan pada saya: Fauzia ( No Hp 0813 4278
0716).
Data penelitian ini akan dikumpulkan dan disimpan tanpa
menyebutkan nama bapak/ibu/saudara dalam arsip tertulis atau
elektronik (komputer), yang tidak bisa dilihat oleh orang lain selain
peneliti atau tim dari komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran Unisa. Kami meminta izin pula menggunakan data
bapak/ibu/saudara untuk secara tanpa nama kami sajikan dalam:
1) Seminar ilmial Program studi pendidikan dokter (S1) Universitas
Alkhairaat.
2) Publikasi pada jurnal ilmiah dalam maupun luar negeri.
Jika bapak/ibu/saudara setuju untuk berpartisipasi, diharapkan
menanda tangani surat persetujuan mengikuti penelitian. Atas
kesediaan
dan kerjasama diucapkan terima
kasih.
Nama : Fauzia
Alamat : Jln. Lasoso, lorong 1,
Kecamatan Palu
Barat,
Kota Palu, Sulawesi
Tengah
64
Disetujui oleh
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, subyek dengan nomor kode:
Subyek
……………………. …………………….
Saksi 1
……………………. …………………….
Saksi 2
……………………. …………………….
Identitas Peneliti
Disetujui oleh
Nama : Fauzia
Alamat : Jln. Lasoso, lorong Komisi Etik Penelitian
SUSUNAN TIM
PENELITI
Keduduka
Nama n Dalam Keahlian
Penelitian
Belum ada
keahlian, masih
Fauzia Peneliti utama
status mahasiswa
PSPD Unisa Palu
A. Identitas Diri
B. Riwayat Keluarga
C. Riwayat Pendidikan
Jenjang Lama
Nama Institusi Lokasi
Pendidikan Pendidikan
Kelurahan Kabonga
TK Kecil, Kecamatan
TK Aisiyah 2000-2001
Banawa,
Kabupaten
Kelurahan Kabonga
Donggala
SD SDN Inpres Kecil, Kecamatan
2001-2007
No.1 Banawa,
Kabupaten
Kelurahan Gunung
Donggala
SMPN 1 Bale, Kecamatan
SMP 2007-2010
Banawa Banawa,
Kabupaten
Kelurahan Maleni,
Donggala
SMAN 1
SMA Kecamatan 2010-2013
Banawa
Banawa, Kabupaten
Fakultas Donggala
Jl. Pangeran
S1 Kedokteran 2014-
Diponegoro No.
Universitas sekarang
39, Palu Barat
Alkhairaat
Palu
No Judul Pengabdian
Tahun Pendanaan
. Kepada Masyarakat
Sumber Jumlah (Rp)
69
Pencaria
Baksos Kader BEM Rp.
1. 2015 n Dana
KBM FK Unisa di 50.000.000
dan
Sirenja
POMD
Lampiran 4. Formulir-Formulir
KUISIONER
PENELITIAN
Tanggal
1. Ya
2. Tidak
CASE REPORT/LAPORAN
KASUS
A. Registrasi
Tempat Yankes : RSU Anutapura Palu
Tanggal masuk RS : ………………………
Tanggal pemasangan infus : ………………………
Yang Memeriksa : ………………………
B. Data
- No. kode responden :
a. Usia :
b. Jenis kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
C. Hasil Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Status Gizi
Laki-laki
1. Gizi berlebih
2. Gizi normal
3. Gizi kurang
Perempuan
1. Gizi berlebih
70
2. Gizi normal
3. Gizi kurang
b. Tanda-tanda phlebitis
Eritema
1. Ya
2. Tidak
Pembengkakan
1. Ya
2. Tidak
Panas di lokasi penusukan
1. Ya
2. Tidak
c. Jenis Larutan Intravena
1. Isotonik
2. Hipertonis
d. Ukuran Kateter Intravena
1. Sesuai usia
2. Tidak sesuai usia
e. Lama pemasangan Infus Intravena
1. Lama pemasangan ≥ 3 hari
2. Lama pemasangan < 3 hari
f. Lokasi Pemasangan Infus Intravena
1. Berisiko
2. Tidak berisiko
71