Вы находитесь на странице: 1из 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, kesabaran,
serta kesehatan yang telah diberikan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
Laporan Akhir Praktikum Bioteknologi Pertanian ini dengan baik dan lancar.
Segala puji kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan
dalam menjalani dan menyikapi kehidupan di dunia ini.
Laporan ini merupakan hasil dari pelaksanaan praktikum Bioteknologi
Pertanian yang disusun secara sistematis untuk mempermudah pembaca dalam
mempelajari dan memahaminya.
Kami menyadari bahwa dalam penyajian laporan ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu kami dengan besar hati menerima kritik dan saran
yang membangun guna mengoptimalisasikan penyampaian laporan ini.

Pontianak ,2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

ACARA I EKSPLORASI SPORA MIKORIZA .................................................... 1

I.A. Pendahuluan ................................................................................................. 1

I.A.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1

I.A.2. Tujuan ................................................................................................... 1

I.B. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 1

I.C. Metode Praktikum ........................................................................................ 8

I.C.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 8

I.C.2. Alat dan Bahan ...................................................................................... 8

I.C.3. Langkah Praktikum ............................................................................... 9

I.D. Hasil dan Pembahasan ................................................................................. 9

I.D.1. Hasil Praktikum .................................................................................... 9

I.D.2. Pembahasan......................................................................................... 10

I.E. Penutup ....................................................................................................... 11

I.E.1. Kesimpulan .......................................................................................... 11

I.E.2. Saran .................................................................................................... 12

I.F. Daftar Pustaka............................................................................................. 12

ACARA II INFEKSI AKAR OLEH MIKORIZA ................................................ 14

II.A. Pendahuluan.............................................................................................. 14

II.A.1. Latar Belakang ................................................................................... 14

II.A.2. Tujuan ................................................................................................ 14

II.B. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 14

II.C. Metode Praktikum..................................................................................... 26

ii
II.C.1. Waktu dan Tempat ............................................................................. 26

II.C.2. Alat dan Bahan................................................................................... 26

II.C.3. Langkah Praktikum ............................................................................ 26

II.D. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 27

II.D.1. Hasil Praktikum ................................................................................. 27

II.D.2. Pembahasan ....................................................................................... 27

II.E. Penutup ..................................................................................................... 27

II.E.1. Kesimpulan ........................................................................................ 27

II.E.2. Saran................................................................................................... 27

II.F. Daftar Pustaka ........................................................................................... 28

iii
ACARA I
EKSPLORASI SPORA MIKORIZA

I.A. Pendahuluan
I.A.1. Latar Belakang
Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman perlu dijaga kelestariannya. Oleh
karena di dalam tanah, terutama daerah rhizosfer tanaman banyak jasad mikro
yang berguna bagi tanaman. Salah satunya adalah cendawan mikoriza. Mikoriza
adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya
simbiosis mutualistis cendawan (myces) dan perakaran (rhyza) tumbuhan tingkat
tinggi. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran
inang (host), Cendawan ini dikenal dengan tiga tipe yaitu Ektomikoriza,
Endomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Lingkungan dan faktor biotik diketahui
memiliki pengaruh terhadap pembentukan mikoriza dan derajat infeksi dari sel
korteks inang. Interaksi antar faktor-faktor biotik memiliki efek yang signifikan
dalam merespon pertumbuhan tanaman yang diinokulasi. (Hartoyo, 2011)
menyatakan bahwa sebaran mikoriza dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, pH, dan suhu tanah.
Keanekaragaman dan penyebaran mikoriza sangat bervariasi, hal ini dapat
disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi juga. Semua mikoriza tidak
mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama, oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui identitasnya
I.A.2. Tujuan
Mengetahui jumlah dan jenis mikoriza yang terdapat pada tanah gambut
I.B. Tinjauan Pustaka
1. Mikoriza
Mikoriza merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualistik antara fungi
dengan akar tumbuhan tingkat tinggi,tanaman inang memperoleh hara nutrisi
sedangkan fungi memperoleh senyawa karbon hasil fotosintesis . Istilah tersebut
pertama kali diperkenalkan oleh Frank pada tahun 1877 di Jerman. Saat ini
diketahui 2 tipe mikoriza yaitu 1)arbuskular mikoriza, 2)ektomikoriza,
3)ektendomikoriza, 4)arbutoid mikoriza, 5)monotropoid mikoriza, 6)ericoid
mikoriza, 7)orchid mikoriza. Pembagian ini didasarkan pada karakter-karakter

1
1)ada/tidaknya septa, 2)intraseluler kolonisasi, 3)keberadaan mantel Hartig net
serta 4)acrophyl (Sharma MP, Gaur A, Mukerji KG. 2007). Di daerah
mikorizosfir terjadi interaksi antara mikroorganisme (umumnya bakteri) dengan
fungi mikoriza arbuskular (FMA) baik yang bersifat mutualisme maupun
yang bersifat antagonis. Beberapa bakteri diketahui berperan dalam
meningkatkan proses perkecambahan spora FMA. Roesti et al. (2005)
menyatakan bahwa peranan bakteri yang berasosiasi dengan spora FMA
dapat mempercepat perkecambahan spora dengan cara mengikis dinding
spora, dengan memproduksi senyawa stimulan seperti CO2 dan senyawa
mudah menguaplainnya atau dengan mempengaruhi FMA dalam akuisisi
fosfor (P). Bakteri endosimbiotik mikoriza juga berpotensi meningkatkan
ketahanan terhadap patogen. (Delvian, 2006).

Gambar 1. Infeksi mikoriza pada akar tanaman


Mikoriza ini mulai ditemukan pada profil tanah sekitar kedalaman 20 cm
tetapi walaupun demikian juga, masih terdapat pada kedalaman 70-100 cm. CMA
tersebar secara aktif dan tersebar secara pasif dimana CMA tersebar dengan
angin, air atau mikroorganisme dalam tanah (Delvian, 2006).Mikoriza tersebut
dapat ditemukan hampir pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak
mempunyai inang yang spesifik. Namun tingkat populasi dan komposisi jenis
sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh karakteristik tanaman dan sejumlah faktor
lingkungan seperti suhu, pH, kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen.
Suhu terbaik untuk perkembangan CMA adalah pada suhu 30 °C, tetapi untuk

2
kolonisasi miselia yang terbaik adalah pada suhu 28-35 °C (Burni T, Sadaf P dan
Aliya L. 2007).
Mikoriza arbuskula dapat berasosiasi dengan hampir 90% jenis tanaman
dimana tiap jenis tanaman dapat juga berasosiasi dengan satu atau lebih jenis
CMA. Tetapi tidak semua jenis tumbuhan dapat memberikan respon pertumbuhan
positif terhadap inokulasi CMA. Konsep ketergantungan tanaman akan CMA
adalah relatif dimana tanaman tergantung pada keberadaan CMA untuk mencapai
pertumbuhannya. Tanaman yang mempunyai ketergantungan yang tinggi pada
keberadaan CMA, biasanya akan menunjukkan pertumbuhan yang nyata terhadap
inokulasi CMA, dan sebaliknya tidak dapat tumbuh sempurna tanpa adanya
asosiasi dengan CMA (Yassir I dan Mulyana O. 2006).
Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman
spesies dan populasi CMA. Tanah yang didominasi oleh fraksi lempung (clay)
merupakan kondisi yang diduga sesuai untuk perkembangan spora Glomus, dan
tanah berpasir genus Gigaspora ditemukan dalam jumlah tinggi. Pada tanah
berpasir, pori-pori tanah terbentuk lebih besar dibanding tanah lempung dan
keadaan ini diduga sesuai untuk perkembangan spora Gigaspora yang berukuran
lebih besar daripada spora Glomus (Yassir I dan Mulyana O. 2006).

Gambar 2. Pohon Filogeni mikoriza

3
Cendawan ini dikenal dengan tiga tipe yaitu Ektomikoriza, Endomikoriza,
dan Ekstendomikoriza. Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena
infeksi membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke
luar dan berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air,
hifa tidak masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding
sel jaringan korteks membentuk struktur seperti pada jaringan Hartiq
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza
yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan
Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya.
Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang
mikoriza tipe ini sangat terbatas.
Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi
tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam
individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang
disebut Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang dichotomous
disebut arbuscules (arbuskul).

2. Manfaat Mikoriza
Beberapa manfaat mikoriza bagi pertumbuhan tanaman antara lain:
1. Meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman dari lahan tanah. Hal ini
disebabkan mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara
makro dan beberapa unsur hara mikro. Eksplorasi hifa pada media tumbuh juga
lebih luas dibandingkan dengan akar tanaman

2. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Pada akar bermikoriza


kerusakan jaringan kortek tidaka akan bersifat permanen. Akar bermikoriza

4
akan cepat pulih,karena hifanya masih mampu menyerap air pada pori
tanah,dan penyerapan hifa yang luas akan dapat menyerap air lebih banyak

3. Meningkatkan ketahanan terhadap serangan patogen. Mikoriza dapat berfungsi


sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar,perlindungan ini
terjadi karena adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik dan antibiotika yang
dikeluarkan oleh mikoriza , mikoriza arbuskular (fma) telah dikenal dapat
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman biotik patogen akar .
Perubahan fisiologi pada tanaman inang dan interaksi biologis di daerah
lingkungan tanah yang dipengaruhi oleh mikoriza (mikorizosfir), diyakini
juga akan mempengaruhi kejadian penyakit pada tanaman

4. Menghasilkan beberapa zat pengatur tumbuh. Fungi mikoriza dapat


mengahasilkan hormon auksin,sitokinin,gibberelin dan vitamin yang
bermanfaat untuk inangnya (Musfal. 2010)

3. Distribusi dan Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula


Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif
miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran
pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar
merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan
mentransferkan ke tanaman, sedangkan penyebaran pasif dapat dilakukan oleh
beberapa hewan dan juga angin (Setiadi, 2001). Penyebaran fungi mikoriza
melalui inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi
meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.
Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman
spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi
lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus begitu
juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan cenderung liat
hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir genus
Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Sebaran kedua
genus tersebut ternyata berkebalikan apabila ditinjau posisinya dari garis pantai.
Kepadatan populasi Acaulospora meningkat sejalan dengan jarak dari garis
pantai, artinya makin jauh dari garis pantai populasi Acaulospora makin tinggi.

5
Kecenderungan sebaliknya diperlihatkan oleh Gigaspora yang makin jauh dari
garis pantai populasinya semakin menurun (Margarettha. 2011). Menurut
Moreira (2007), pada ekosistem hutan asli Acaulospora mempunyai
keanekaragaman jenis yang paling tinggi, selain itu ditemukan juga Glmous
macrocarpum yang menunjukkan jumlah spora yang paling banyak, sedangkan
daerah yang dihutankan kembali jenis yang paling banyak adalah Glomus
macrocarpum dan Archeospora gerdemanni. Jenis-jenis ini menyesuaikan diri
pada lingkungan dan menunjukkan toleransi yang tinggi dan adaptasi yang
berbeda.

4. Genus Mikoriza
Sampai saat ini ada 6 genus fungi yang termasuk ke dalam FMA.
Karakteristik yang khas untuk masing-masing genus ialah sebagai berikut:
1. Glomus
Spora berbentuk bulat dan jumlahnya banyak. Jumlah dinding spora
berlapis-lapis terdiri dari empat lapisan, tidak bereaksi dengan larutan
Melzer, tidak memiliki ornamen. Ada dudukan hifa (subtending hyphae)
lurus berbentuk silinder. Warna sporanya bening, hialin (transparan), putih,
kuning, atau coklat. Ukuran spora rata-rata 259 μm (INVAM 2013). Spora
berbentuk bulat dan jumlahnya banyak. Jumlah dinding spora berlapis-lapis
terdiri dari empat lapisan, tidak bereaksi dengan larutan Melzer, tidak
memiliki ornamen. Ada dudukan hifa (subtending hyphae) lurus berbentuk
silinder. Warna sporanya bening, hialin (transparan), putih, kuning, atau
coklat. Ukuran spora rata-rata 259 μm (INVAM 2013).
Pada genus Glomus proses perkembangan spora adalah dari ujung hifa
yang membesar sampai mencapai ukuran maksimal dan terbentuk spora. Spora
Glomus hanya memiliki satu jenis dinding yaitu dinding spora. Dinding spora
berwarna merah sampai cokelat pada media PVLG dan akan berwarna lebih pekat
di preaksi Melzer. Permukaan dinding spora halus tanpa perhiasan. Dinding spora
berjumlah satu, seluruh lapisan yang ada pada dinding spora berasal dari dinding
hifa pembawa. Glomus tidak membentuk dinding perkecambahan fleksibel.

6
Dinding spora berakhir dengan pori pada daerah melekatnya hifa pembawa.
(INVAM, 2008 dalam Yovita, 2008).

Gambar 3. Spora Glomus


2. Paraglomus
Spora berbentuk bulat dengan warna kuning, semi transparan, dan bening. Jumlah
dinding spora terdiri dari tiga lapisan transparan. Dudukan hifa berbentuk silinder.
Ukuran spora rata-rata 85μm (INVAM 2013).

3. Gigaspora
Sporanya bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh, tidak
memiliki ornamen. Hifa membentuk suspensor bulbous atau dudukan hifa
yang membulat. Memiliki sel auksilari yang merupakan perwujudan vesikula
eksternal. Warna sporanya kuning cerah. Spora berbentuk bulat dengan
ukuran rata-rata 321μm. Spora dinding terdiri dari tiga lapisan (INVAM 2013).

4. Scutellospora
Proses perkembangan Scutellospora sama dengan Gigaspora, untuk
membedakan dengan genus Gigaspora, pada Scutellospora terdapat lapisan
kecambah. Bila berkecambah, hifa ke luar dari lapisan kecambah tadi.
Spora bereaksi dengan larutan Melzer secara menyeluruh. Warna sporanya merah
coklat ketika bereaksi dengan larutan Melzer. Ukuran sporanya rata-rata 165
μm (INVAM 2013).

5. Acaulospora
Proses perkembangan spora Acaulospora seolah-olah dari hifa tapi
sebenarnya tidak. Pertama-tama ada hifa yang ujungnya membesar seperti
spora yang dibuat hifa terminal. Di antara hifa terminal dan dudukan hifa
akan timbul bulatan kecil yang semakin lama semakin besar. Lapisan luar
tidak bereaksi dengan larutan Melzer, tetapi lapisan dalam bereaksi dengan

7
larutan Melzer (warna lebih gelap–merah keunguan). Sporanya memiliki
beraneka bagian, bergantung kepada jenisnya, misalnya bentuk duri pada A.
spinosa dan berbentuk tabung pada A. tuberculata. Warna sporanya dominan
merah. Dinding spora terdiri dari tiga lapisan. Ukuran sporanya rata-rata 279 μm
(INVAM 2013).

6. Entrophospora
Proses perkembangan spora Entrophospora hampir sama dengan proses
perkembangan spora Acaulospora, yaitu di antara hifa terminal dengan
dudukan hifa. Warna sporanya kuning coklat. Jika spora belum matang,
warnaya tampak jauh lebih buram. Spora berbentuk bulat dengan ukuran rata-rata
121 μm. Dinding spora terdiri dari dua lapisan (INVAM 2013).

I.C. Metode Praktikum


I.C.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2019 di Laboratorium
Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak
I.C.2. Alat dan Bahan
- Sampel tanah gambut 100 gram
- Larutan gula 60 %
- Akuades
- Mikroskop
- Timbangan
- Saringan bertingkat (30, 50, dan 70)
- Mikropipet
- Cawan Petri
- Centrifuge
- Tabung reaksi dan rak tabung
- Wadah

8
I.C.3. Langkah Praktikum
- Timbang sampel tanah sebanyak 100 gram
- Masukkan sampel tanah ke dalam wadah lalu tambahkan air
- Saring menggunakan saringan bertingkat menggunakan air dengan cara
diayak, tunggu hingga air yang menetes dari sariingan paling bawah
menjadi tidak keruh
- Kumpulkan hasil ayakan pada saringan 50 dan 70
- Masukkan hasil ayakan tersebut pada tabung reaksi dan masukkan tabung
reaksi ke dalam centrifuge dan putar selama 4 menit pada kecepatan 2500
rpm
- Sampel yang sudah diputar kemudian ditambah dengan larutan gula 60 %
dan dihomogenkan
- Masukkan sampel yang sudah dicampur larutan gula ke cawan petri dan
amati di mikroskop

I.D. Hasil dan Pembahasan


I.D.1. Hasil Praktikum
Ukuran Karakter
Jenis Jumlah
Saringan Bentuk Warna
50 - - - -
Sp 1 Bulat berekor Kuning 6
Sp 2 Bulat Merah terang 9
70 Sp 3 Bulat Kuning 2
Sp 4 Bulat bergerigi Kuning 1
Sp 5 Bulat Merah tua 1

9
Gambar 4. Spora mikoriza pada saringan 70

Gambar 5. Spora mikoriza pada saringan 70

I.D.2. Pembahasan
Sampel tanah diambil pada daerah rhizosphere area kelapa sawit pada
Lahan Praktikum D3 Perkebunan, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura
pada kedalaman ± 0-20 cm (lapisan top soil)dimana daerah ini dianggap sebagai
daerah yang memililiki potensi adanya spora mikoriza, kemudian tanah sampel
dikering anginkan hingga tidak terlalu basah untuk mempermudah proses
ekstraksi spora. Isolasi spora mikoriza dilakukan menggunakan metode Wet

10
sieving and Decanting atau lebih dikenal dengan metode penyaringan basah
(Brundreet et al., 1996). Sampel tanah yang diperoleh ditimbang ± 100 gr dan
dibasahi dengan air ± 500 ml dan dicampur rata pada wadah lalu didiamkan
selama 10 menit sampai partikel-partikel mengendap, partikel yang dimaksudkan
adalah partikel tanah dan spora yang kemungkinan masih menempel pada tanh
sampel, proses pengendapan ini bertujuan untuk memepermudah proses
penyaringan secara bertingkat. Selanjutnya dituang kedalam sarigan bertingkat
dengan pori paling besar diatas dan pori paling kecil berada di bawah untuk
mendapatkan ekstrak spora mikoriza yang berada dalam tanah sampel. Hasil
penyaringan yang terakhir dipindahkan kedalam tabung sentrifuge sebanyak 5 ml
dan ditambahkan larutan glukosa 60% sebanyak 5 ml untuk meluruhkan partikel
yang melekat pada spora mikoriza. Kemudian sampel disentrifugasi selama 4
menit pada 2500 rpm untuk memisahkan partikel selain spora misalnya tanah dari
spora mikoriza sehingga partikel tersebut terendapakan. Supernatan yang
terbentuk dituang pada saringan terakhir dan dibilas dengan air untuk
menghilangkan sukrosa, kemudian spora hasil penyaringan yang terakhir
dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian diamati dibawah mikroskop stereo
pada dan dilakukan proses identifikasi manual. Pengamatan spora dilakukan
dengan menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran 400x .Identifikasi
mikoriza dilakukan berdasarkan karakter morfologi spora mikoriza meliputi
bentuk spora, serta warna spora (Brundrett et al. 1994). Dari hasil pengamatan
secara mikroskopis ditemukan adanya spora mikoriza pada sampel tanah yang
diambil.

I.E. Penutup
I.E.1. Kesimpulan
Lingkungan dan faktor biotik diketahui memiliki pengaruh terhadap
pembentukan mikoriza dan derajat infeksi dari sel korteks inang. Interaksi antar
faktor-faktor biotik memiliki efek yang signifikan dalam merespon pertumbuhan

11
tanaman yang diinokulasi. Sebaran mikoriza dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain jenis dan struktur tanah, unsur hara P dan N dalam tanah, air, pH, dan
suhu tanah.Keanekaragaman dan penyebaran mikoriza sangat bervariasi, hal ini
dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang bervariasi juga. Semua mikoriza
tidak mempunyai sifat morfologi dan fisiologi yang sama, oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui identitasnya
I.E.2. Saran
Pelaksanaan kegiatan praktikum harus dilaksanakan dengan serius dan
mengikuti instruksi dari laboran supaya kegiatan praktikum berjalan lancar.
I.F. Daftar Pustaka
Brundrett, M, et al, “ Working With Mycorrhizas in Forestry and Agriculture”.
ACIAR Monograph 32. 374+ x p. Pirie Printer. Canberra, Australia (1994)
Burni T, Sadaf P dan Aliya L. 2007. Occurrence and Characterization of VAM
in Typha Elephantina Roxb Distric Kohat. Departement of Botany:
University of Peshawar, Pakistan.
Delvian, 2006. Optimalisasi Daya Tumbuh Tanaman terhadap Daya Dukung
Perkembangbiakan Jamur Mikoriza. Institut Teknologi Surabaya.
Surabaya
Hartoyo, Budi et al, “Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) Pada
Rizosfer Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban”. Jurnal Littri
Vol. 17 No. 1 : 32 – 40 (2011).
INVAM (2013) ([http://invam.caf.wvu.edu/Myc_Info/Taxonomy/species.html]
Lee, K.J., K.H. Lee, E. Tamolang-Castillo, And S.W. Budi, “Biodiversity, spore
density and root colonization of arbuscular mycorrhizal fungi at
expressway cut-slopes in Korea”. Jour Korean for Soc : 98(5):539-547
(2009).
Margarettha. 2011. Eksplorasi dan Identifikasi Mikoriza Indigen Asal Tanah
Bekas Tambang Batu Bara. Jurnal Berita Biologi, 10 (5): 641-646
Musfal. 2010. Potensi Cendawan Mikoriza Arbuskula Untuk Meningkatkan Hasil
Tanaman Jagung. Jurnal Litbang Pertanian, 29 (4): 154-157
Setiadi, Y. 2000. Pemanfaatan Mikro-organisme Dalam Kehutanan. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi, IPB

12
Yassir I dan Mulyana O. 2006. Hubungan Potensi Antara Cendawan Mikoriza
Arbuskular dan Sifat-sifat Tanah Di Tanah Kritis. Jurnal Penelitian Hutan
Tanaman, 3 (2): 107-115 Budiman, S dan Saraswati, D. 2007. Kesuburan
Tanah Masyarakat Badui karena Mikoriza V-A terjaga. Penerbit Niaga
Swadaya. Bandung
Yovita, A.L. 2008. Isolasi dan Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal
Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat. Skripsi. Departemen Biologi
IPB. Bogor

13
ACARA II
INFEKSI AKAR OLEH MIKORIZA

II.A. Pendahuluan
II.A.1. Latar Belakang
Peningkatan produktivitas tanah salah satunya dapat dilakukan dengan
cara menginokulasikan mikroorganisme ke dalam tanah, yaitu dengan
pemanfaatan jamur Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). Mikoriza merupakan
gabungan simbiotik dan mutualistik antara cendawan bukan patogen atau patogen
lemah dengan sel akar, terutama sel korteks dan epidermis (Salisbury, 1995 dalam
Rahayu, 2011). Cendawan ini membentuk vesikel dan arbuskular di dalam korteks
tanaman. Karena cendawan ini membentuk struktur vesikula dan arbuskular,
maka cendawan ini dapat disebut dengan cendawan mikoriza vesikula-arbuskular
(Smith dan Read dalam Sasli, 2004 dalam Rahayu, 2011)
Pemanfaatan jamur MVA telah terbukti berperan bagi tanaman dalam
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan patogen sehingga
dapat meningkatkan produktivitas tanaman (Delvian, 2006 dalam Rahayu, 2011).
Selain itu, mikoriza juga membantu akar tanaman meningkatkan penyerapan
unsure hara dengan meningkatkan luas permukaan akar yang efektif menyerap
unsur hara (Hardjowigeno, 2003 dalam Rahayu, 2011).
II.A.2. Tujuan
Mengamati infeksi cendawan mikoriza atau MVA pada akar tanaman

II.B. Tinjauan Pustaka


A. Tinjauan Umum Tentang Mikoriza
Sebagian besar jasad hidup yang berada disekitar perakaran tanaman
memegang peranan yang penting bagi kehidupan tanaman. Proses mikrobiologi
demikian meliputi saprofitisme, patogenetisme dan simbiosis. Istilah mikoriza
berasal dari kata miko (mykes atau jamur) dan riza (rhiza atau akar). Jadi
Mikoriza berarti jamur yang dapat berasosiasi dengan akar tumbuh yang
membentuk suatu hubungan yang saling mengguntungkan diantara keduanya.
Selanjutnya Mosse (1981) dalam Anonim (2007) mengatakan bahwa mikoriza

14
adalah suatu bentuk hubungan kerjasama yang terjadi antara akar suatu tanaman
dengan sejenis jamur yang menginfeksinya. Dalam berasosiasi demikian jamur
menginfeksi tanaman dan berkoloni diakar tanpa menimbulkan patogenesis
sebagaimana biasa terjadi pada infeksi jamur patogenik, dalam hal ini cendawan
tidak merusak atau membunuh tanaman inangnya tetapi cenderung keduanya
bekerjasama dan saling mempertukarkan hara sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan baik.
Mikoriza termasuk dalam kelas Phycomicetes dari ordo Mucorales dan
berasal dari famili Endogonaceae. Berdasarkan struktur tubuh dan cara
menginfeksi pada tanaman inang, maka cendawan mikoriza dapat dikelompokan
dalam 3 golongan besar yaitu; Ektomikoriza, Ektendomikoriza dan Endomikoriza.
MVA merupakan jamur yang sulit dikenali dengan mata telanjang karena
miselanya berukuran sangat halus yang terdapat disekeling akar dan miselianya
masuk dan ada didalam korteks akar. Jamur ini memiliki sifat-sifat antara lain: a)
perakaran yang terkena infeksi jamur ini tidak akan membesar, b) jamur
membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, c) hifa menginfeksi
masuk kedalam individu sel jaringan korteks. Cendawan ini merupakan
sekelompok jamur yang banyak dijumpai dan berasosiasi pada berbagai tanaman
misalnya, pada tanaman jagung, kedelai, tomat dll.
MVA membentuk organ – organ khusus dan mempunyai peranan yang
juga spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul, vesikel dan spora. Vesikel
merupakan jamur yang berbentuk seperti kantong bulat, diujung hifa yang
mengandung banyak lemak yang berfungsi untuk tempat penyimpanan makanan.
Arbuskul merupakan hifa bercabang halus yang terdapat didalam sel. Arbuskular
terbentuk 2-3 hari dan dapat meningkatkan luas permukaan akar 2-3 kali lipat dari
ukuran semula dan bertindak sebagai saluran pemindah hara dari jamur ke
tanaman. Masuknya hifa ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan
sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkakan inti sel, peningkatan
respirasi dan aktivitas enzim. Siklus hidup arbuskul cukup singkat yaitu 1 samapi
3 minggu. Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal, spora ini dapat dibentuk
secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis
cendawan.

15
Bagian yang penting dari mikoriza vesikular arbuskular adalah hifa
ekternal yang terbentuk diluar akar tanaman. Hifa ini yang membantu memperluas
wilayah jelajah akar sehingga memperluas daerah jangkauan akar dan akibatnya
jumlah hara yang dapat diserap tanaman dapat bertambah. Selanjutnya
ditambahkan pula oleh Mosse (1981) dalam Anonim (2007) bahwa bagian yang
penting dari mikoriza adalah miselium yang berada di luar akar, karena pada
bagian ini terbentuk spora pad ujung-ujung hifa. Perkecambahan spora sangat
sensitif terhadap logam berat dan kandungan aluminium yang tinggi. Tingkat
ketersediaan Mn didalam tanah juga berpengaruh terhadap pertumbuhan
miselium. Spora dapat bertahan hidup didalam tanah selama beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, tetapi jamur tidak akan dapat berkembang tanpa adanya
jaringan akar yang hidup. Ribuan spora yang baru dan sama jenisnya dapat
terbentuk dan diproduksi dalam waktu 4 hingga 6 bulan.

B. Peranan Mikoriza Terhadap Perbaikan Pertumbuhan Tanaman


Keuntungan yang dapat diperoleh dengan adanya infeksi jamur mikoriza
pada pertumbuhan tanaman adalah semakin baiknya pertumbuhan tanaman karena
mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P.
unsur P dalam tanah tersedia dalam tanah tetapi dalam bentuk yang terikat dengan
adanya infeksi jamur mikoriza pada akar tanaman dapat membantu dalam
penyerapan unsur P. lebih baiknya pertumbuhan tanaman yangberasosiasi dengan
mikoriza dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh akar bersama-
sama dengan mikoriza atau dengan kata lain dapat memperluas wilayah jelajah
akar.
2. Meningkatnya pengambilan unsur hara P dan unsur hara lain, misalnya
Kalium, Sulfat, Tembaga, Seng dan Nitrogen.
3. Menjadikan tanaman kurang peka terhadap kekurangan air (cekaman
air) sehingga tanaman dapat beradaptasi pada keadaan lingkungan yang kurang
baik, tetapi tanaman dapat tumbuh dengan baik.
4. Meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen, salah
satu diantaranya melalui mekanisme pembentukan hormon. Dengan

16
meningkatnya ketahanan tanaman terhadap serangan patogen dapat membuat
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan kerugian akibat serangan patogen dapat
diperkecil sehingga biaya produksi dapat ditekan.
5. Meningkatkan pembentukan bintil akar pada tanaman legum.
6. Meningkatkan kelangsungan hidup tanaman pada lingkungan yang
kurang baik, misalnya pada tanah-tanah yang tercemar atau tererosi berat dan
tanah -tanah yang memiliki keragaman suhu serta tingkat kemasaman yang tinggi.
7. Mikoriza dapat digunakan sebagai media transfer senyawa organik dan
juga mikoriza dapat membentuk enzim.
8. Jamur mikoriza juga mampu menghasilkan hormon, seperti hormon
auksin, sitokinin dan giberalin yang dapat mempengaruhi struktur dan sistem
perakaran.
Disamping keuntungan dalam penyerapan hara, mineral dan air, tanaman
juga dapat memperoleh keuntungan lain dari infeksi jamur mikoriza pada tanaman
inangnya adalah akar tanaman yang bermikoriza dapat berfungsi lebih lama
dibandingkan tanaman yang tidak bermikoriza, selain itu tanaman yang
bermikoriza akan lebih sedikit kemungkinananya terserang oleh patogen-patogen
yang dapat merusak tanaman, akar-akar pendek yang bermikoriza lebih tahan
terhadap kekeringan pada musim kemarau dari pada tanaman yang tanpa
mikoriza. (Santoso, 1984 dalam Anonim, 2007) menyatakan bahwa kehadiran
mikoriza pada tanah dapat mengakibatkan meningkatnya efisiensi penggunaan air
oleh tanaman sehingga pemborosan air tanah dapat dikurangi, disamping itu
mikoriza juga dapat meningkatkan nilai tegangan asmotik sel-sel akar tanaman
sehingga tanaman dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Inokulasi mikoriza dapat juga memberikan peningkatan pertumbuhan
anakan pada tanaman Diterocarpaceae. Keberhasilan inokulasi mikoriza dalam
menginfeksi tanaman sangat dipengaruhi penempatan mikoriza pada akar
tanaman, sebaiknya inokulasi mikoriza harus diberikan disekitar perakaran
tanaman sehingga jamur dapat menginfeksi tanaman dengan baik. Selain itu
respon pertumbuhan tanaman juga tergantung pada jumlah dan kecepatan infeksi
dan kolonisasi dari akar tanaman inang oleh jamur mikoriza.

17
C. Peranan MVA Dalam Meningkatkan Ketahanan Tanaman
Terhadap Kekeringan
Tanaman yang bermikoriza dapat meningkatkan serapan air dan hara.
Ukuran hifa yang kecil dan lebih halus dari bulu-bulu akar memungkinkan hifa
bisa masuk kedalam pori-pori yang paling kecil sehingga hifa bisa menyerap air
pada kondisi kadar air yang sangat rendah. Serapan air yang lebih besar oleh
tanaman yang bermikoriza juga akan dapat membawa unsure hara yang mudah
larut terbawa olah aliran air seperti N,K dan S sehingga serapan unsure tersebut
dapat semakin meningkat.
Tanaman yang bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan dari pada
tanaman yang tidak bermikoriza, akar tanaman yang bernikoriza akan lebih cepat
kembali pulih setelah periode kekurangan air. Hal ini disebabkan hifa cendawan
mampu menyerap air pada pori-pori tanah dan penyebaranhifa di dalam tanah
sangat luas sehingga dapat mengambil air relative lebih banyak. Beberapa dugaan
tanaman yang bermikoriza lebih tahan kekeringan antara lain adalah dengan
adanya mikoriza menyebabkan resistensi terhadap kekeringan meningkat
(Anonim, 2007).

D. Asosiasi Simbiotik Antara Jamur dengan Akar Tanaman


Asosiasi simbiotik antara jamur dengan akar tanaman yang membentuk
jalinan interaksi yang kompleks dikenal dengan mikoriza yang secara harfiah
berarti “akar jamur”. Secara umum mikoriza di daerah tropika tergolong didalam
dua tipe yaitu: Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA)/Endomikoriza dan
Vesikular-Arbuskular Mikoriza (VAM)/Ektomikoriza. Jamur ini pada umumnya
tergolong kedalam kelompok ascomycetes dan basidiomycetes.
Mikoriza berasal dari kata Miko (Mykes = cendawan) dan Riza yang
berarti Akar tanaman. Struktur yang terbentuk dari asosiasi ini tersusun secara
beraturan dan memperlihatkan spektrum yang sangat luas baik dalam hal tanaman
inang, jenis cendawan maupun penyebarannya. Nahamara (1993) dalam Anonim
(2007) mengatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur yang khas yang
mencerminkan adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara

18
suatu tumbuhan tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan
waktu.
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga
cocok untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kindisi edafik yang
dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamu
mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas
enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara
eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis.
Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak
memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa
eksternal berfungsi mendukung funsi reproduksi serta untuk transportasi karbon
serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara
dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Anonim, 2007).

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikoriza


Atmaja (2001) dalam Anonim (2007) mengatakan bahwa pertumbuhan
Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti:
1. Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatka aktifitas cendawan. Untuk
daerah tropika basah, hal ini menguntungkan. Proses perkecambahan
pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah,
penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar.
Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya.
Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika
mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34°C, sedangkan untuk spesies
Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk
perkecambahan adalah 20°C. Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula
terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi oleh cendawan MVA meningkat
dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam Atmaja (2001) menemukan bahwa
infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida terjadi
pada suhu 30-33°C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat
perkembangan dan aktivitas fisiologis MVA. Peran mikoriza hanya menurun pada

19
suhu diatas 40°C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktifitas
MVA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
inang. MVA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada tanah
bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.
2. Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA
menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh
dan bertahan pada kondisi yang kurang air (Vesser et el,1984 dalam Anonim,
2001). Adanya MVA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air
tanaman inang. Ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan
terhadap kekeringan diantaranya adalah:
- adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga
transfer iar ke akar meningkat.
- Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya MVA
menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan
terhadap kekeringan meningkat pula.
- Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman ber-MVA lebih mampu
mendapatkan air daripada yang tidak ber-MVA tetapi jika mekanisme ini yang
terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhir-
akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktifitas
mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk
memproduksi 1gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang
tidak bermikoriza.
- Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air
yang lebih ekonomis.
- Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan
MVA efektif didalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah
menyimpan air meningkat.
3. pH tanah
Cendawan pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH
tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan MVA
terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan,

20
perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus
fasciculatus berkembang biak pada pH masam. Pengapuran menyebabkan
perkembangan G. fasciculatus menurun (Mosse, 1981 dalam Atmaja, 2001).
Demikian pula peran G.fasciculatus di dalam meningkatkan pertumbuhan
tanaman pada tanah masam menurun akibat pengapuran (Santoso, 1985). Pada pH
5,1 dan 5,9 G. fasciculatus menampakkan pertumbuhan yang terbesar, G.
fasciculatus memperlihatkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan
tanaman justru kalau pH 5,1 G. Mosseae memberikan pengaruh terbesar pada pH
netral sampai alkalis (pH 6,0-8,1).
Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak merugikan
bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga
pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi
tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan
mikoriza terjamin.
4. Bahan organik
Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang
penting disamping air dan udara. Jumlah spora MVA tampaknya berhubungan
erat dengan kandungan bahan organic didalam tanah. Jumlah maksimum spora
ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organic 1-2 persen
sedangkan pada tanah-tanah berbahan organic kurang dari 0,5 persen kandungan
spora sangat rendah. Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan MVA, karena
serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk
mempertahankan generasi MVA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya.
Serasah akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi
MVA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.
5. Cahaya dan ketersediaan hara
Bjorman dalam Gardemann (1983) dalam Anonim (2007) menyimpukan
bahwa dalam intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang nitrogen atau fosfor
akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga membuat tanaman
lebih peka terhadap infeksi cendawan MVA. Derajat infeksi terbesar terjadi pada
tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah. Pertumbuhan perakaran

21
yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh MVA. Jika pertumbuhan dan
perkembangan akar menurun infeksi MVA meningkat.
Peran mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan
keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim
sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi MVA
yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang
(Anonim, 2007).
Atmaja (2001) dalam Anonim (2007) mengadakan studi yang mendalam
mengenai pemupukan N dan P terhadap MVA pada tanah di wilayah beriklim
sedang. Pemupukkan N (188 kg N/ha) berpengaruh buruk terhadap populasi
MVA. Petak yang tidak dipupuk mengandung jumlah spora 2 hingga 4 kali lebih
banyak dan berderajat infeksi 2 hingga 4 kali lebih tinggi dibandingkan petak
yang menerima pemupukkan. Hayman mengamati bahwa pemupukkan N lebih
berpengaruh daripada pemupukkan P, tetapi peneliti lain mendapatkan keduanya
memiliki pengaruh yang sama.
6. Logam berat dan unsur lain
Pada percobaan dengan menggunakan tiga jenis tanah dari wilayah iklim
sedang didapatkan bahwa pengaruh menguntungkan karena adanya MVA
menurun dengan naiknya kandungan Al dalam tanah. Aluminium diketahui
menghambat muncul jika ke dalam larutan tanah ditambahkan kalsium (Ca).
Jumlah Ca didalam larutan tanah rupa-rupanya mempengaruhi perkembangan
MVA. Tanaman yang ditumbuhkan pada tanah yang memiliki derajat infeksi
MVA yang rendah. Hal ini mungkin karena peran Ca2+ dalam memelihara
integritas membran sel.
Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang
tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan
Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain
cendawan MVA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.
7. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh
cendawan penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh
cendawan penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh mikoriza, dimana

22
pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta
kemampuan mikoriza dalam menyerap P.
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya
asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan penyerapan unsur hara
Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak
bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa
unsure hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap
unsure hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman.
Atmaja (2001) dalam Anonim (2007) melaporkan lebih banyak lagi unsure
hara yang serapannya meningkat dari adanya mikoriza. Unsure hara yang
meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan
antara MVA dengan organisme tanah tidak bias diabaikan, karena secara bersama-
sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.
- Tahan terhadap serangan pathogen
Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi
patogen akar. Mekanisme perlindungan ini bias diterangkan sebagai berikut:
> adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik
untuk masuknya pathogen
> mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan
eksudat akar lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.
> fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat
perkembangan patogen.
- Sebagai konservasi tanah
Fungi mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi
tanah, hifa tersebut sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur
agregat tanah dengan cara mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic
tanah.
- Mikoriza dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh
Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin,
giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.

23
- Sebagai sumber pembuatan pupuk biologis.
- Fungi ini dapat diisolasi, dimurnikan dan diperbanyak dalam biakan
monnesenil.
- Isolat-isolat tersebut dapat dikemas dalam bentuk inokulum dan sebagai
sumber material pembuat pupuk biologis yang dapat beradaptasi pada kondisi
daerah setempat (Setiadi, 1994).
- Sinergis dengan mikroorganisme lain
Keberadaan mikoriza juga bersifat sinergis denagn mikroba potensial
lainnya seperti bakteri penambat N dan bakteri pelarut fosfat.
- Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan
Fungi mikoriza berperan dalam mempertahankan stabilitas
keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tumbuhan
ke akar tumbuhan lainnya yang berdekatan melalui struktur yang disebut Bridge
Hypae.

F. Mekanisme Infeksi Mikoriza


Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga
cocok untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kondisi edafik yang
dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamur
mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas
enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara
eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis.
Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak
memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa
eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon
serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara
dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001 dalam Anonim,
2007).

G. Manfaat Mikoriza Bagi Tanaman


Tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa
bermikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan

24
penyerapan unsur hara baik unsur hara makro maupun mikro. Selain daripada itu
akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan yang
tidak tersedia bagi tanaman (Anas, 1997 dalam Mapper 2011).
Selain daripada membentuk hifa internal, mikoriza juga membentuk hifa
ekternal. Pada hifa ekternal akan terbentuk spora, yang merupakan bagian penting
bagi mikoriza yang berada diluar akar. Fungsi utama dari hifa ini adalah untuk
menyerap fospor dalam tanah. Fospor yang telah diserap oleh hifa ekternal, akan
segera dirubah manjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat ini kemudian
dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di dalam arbuskul. Senyawa
polifosfat ini kemudian dipindahkan ke dalam hifa internal dan arbuskul. Di
dalam arbuskul senyawa polifosfat dipecah menjadi posfat organik yang
kemudian dilepaskan ke sel tanaman inang.
Adanya hifa ekternal ini penyerapan hara terutama posfor menjadi besar
dibanding dengan tanaman yang tidak terinfeksi dengan mikoriza. Peningkatan
serafan posfor juga disebabkan oleh makin meluasnya daerah penyerapan, dan
kemampuan untuk mengeluarkan suatu enzim yang diserap oleh tanaman. Sebagai
contoh dapat dilihat pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan berbagai jenis
tanaman dan juga kandungan posfor tanaman (Anas, 1997 dalam Mapper, 2011).
Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan adanya simbiosis ini adalah:
1) miselium fungi meningkatkan area permukaan akuisisi hara tanah oleh
tanaman,
2) meningkatkan toleransi terhadap kontaminasi logam, kekeringan, serta
patogen akar,
3) memberikan akses bagi tanaman untuk dapat memanfaatkan hara yang
tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman.
Selanjutnya Sagin Junior dan Da Silva (2006) dalam Mapper (2011)
mengungkapkan bahwa adanya mikoriza berpengaruh terhadap:
1) adanya peningkatan absorpsi hara, sehingga waktu yang diperlukan
untuk mencapai akar lebih cepat,
2) meningkatkan toleransi terhadap erosi, pemadatan, keasaman, salinitas,
3) melindungi dari herbisida, serta
4) memperbaiki agregasi partikel tanah.

25
II.C. Metode Praktikum
II.C.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 25 – 27 Mei 2019 di Laboratorium
Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura Pontianak

II.C.2. Alat dan Bahan


- Akar tanaman rambutan
- Larutan KOH 10 %
- Larutan HCl 0,1 N
- Larutan H202 5 %
- Larutan Staining Akar
- Tabung Reaksi dan rak tabung
- Gunting
- Waterbath
- Cawan Petri
- Preparat glass dan cover glass
- Mikroskop

II.C.3. Langkah Praktikum


- Cuci akar dari tanah sampai bersih
- Gunting ujung – ujung akar sepanjang ± 1 cm
- Masukkan potongan akar ke tabung reaksi
- Rendam akar dengan larutan KOH
- Rebus tabung reaksi berisi akar selama 25 menit pada suhu 60º C
- Setelah direbus, bersihkan akar dengan larutan HCl dan H2O2 sampai
bersih dan tidak lagi berbusa
- Rendam akar yang sudah dibersihkan ke dalam larutan staining akar
selama 2 x 24 jam
- Setelah 2 x 24 jam ambil potongan akar sebanyak 5 buah dan susun di
preparat glass sambil dilumatkan dan tutup dengan cover glass
- Amati preparat di bawah mikroskop

26
II.D. Hasil dan Pembahasan
II.D.1. Hasil Praktikum

Hasil pengamatan infeksi akar oleh mikoriza pada akar tanaman rambutan

II.D.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan akar di bawah mikroskop didapat bahwa tidak
terjadi infeksi oleh mikoriza pada akar tanaman rambutan yang dibawa. Hal ini
bisa disebabkan karena pada lahan tempat asal tanaman rambutan yang diamati
akarnya dalam kondisi yang baik, sehingga mikoriza tidak dapat terinfeksi dengan
baik ke dalam akar tanaman. Mikoriza dapat menginfeksi akar dari suatu tanaman
jika kondisi lingkungan lahannya mendukung seperti pada lahan yang kering atau
lahan dengan tingkat pH yang rendah. Ada kemungkinan pada lahan asal tanaman
rambutan tersebut juga kandungan unsur haranya tercukupi akibat adanya
pemupukan yang akhirnya menyebabkan spora mikoriza tidak dapat muncul dan
menginfeksi akar tanaman.

II.E. Penutup
II.E.1. Kesimpulan
Akar tanaman rambutan yang diamati tidak terjadi infeksi oleh mikoriza.
Ini disebabkan oleh kondisi lahan yang sudah baik yang tidak mendukung
pertumbuhan spora mikoriza pada akar tanaman
II.E.2. Saran
Pelaksanaan kegiatan praktikum harus dilaksanakan dengan serius dan
mengikuti instruksi dari laboran supaya kegiatan praktikum berjalan lancar.

27
II.F. Daftar Pustaka
Anonim,2007.Mikoriza.(Online),(http://mbojo.wordpress.com/2007/03/16/mikori
za/, diakses tanggal 17 Juni 2019).
Delvian. 2005. Respon Pertumbuhan dan perkembangan Cendawan Mikoriza
Arbuskular dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. (Online).
(http://library.usu.ac.id/download/fp/hutan-delvian2.pdf, diakses 17 Juni
2019)
Mahardi. 2009. Tanaman Legume. (Online),
(http://marhadinutrisi06.blogspot.com/2009/12/tanaman-legum.html,
diakses tanggal 17 Juni 2019).
Mapper, Azier. 2011. Proses pembentukan, faktor, dan Jenis-Jenis Tanah.
(Online), (http://petaniaceh.blogspot.com/, diakses tanggal 17 Juni 2019)
Rahayu, Yuni Sri, Yuliani, Lukas S. Budipramana. 2011. Panduan Praktikum
Ilmu Hara. Jurusan Biologi: UNESA.

28

Вам также может понравиться