Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sebuah realisasi yang menentukan pada tahun 1990an adalah bahwa,


terlepas dari semua kekuatan obat modern yang diketahui untuk
menyembuhkan dan memperbaiki penyakit, rumah sakit bukanlah tempat
yang aman untuk penyembuhan. Sebaliknya, rumah sakit adalah tempat
yang penuh dengan risiko yang membahayakan pasien. Salah satu respon
penting terhadap realisasi ini adalah meningkatnya minat terhadap
keselamatan pasien. Semakin jelas bahwa keselamatan pasien telah menjadi
satu disiplin ilmu tersendiri, lengkap dengan pengetahuan dan keahlian
terpadu, dan memiliki potensi untuk merevolusi perawatan kesehatan,
mungkin sama radikalnya dengan biologi molekuler yang secara dramatis
meningkatkan kemampuan terapeutik dalam pengobatan.

Seiring sejarah intelektual keselamatan pasien berkembang,


semakin penting untuk menentukan keselamatann pasien. Apakah
keselamatan pasien adalah cara untuk melakukan sesuatu- yaitu filosofi
(dengan kerangka kerja penjelas, prinsip etika, dan metode) dan disiplin
(dengan keahlian)? Ataukah atribut- maksud, tujuan dan kondisi (aman),
properti yang muncul dari sistem? Definisi yang ada sepertinya sangat
beragam dan mengundang pertanyaan (Tutiany, Lindawati & Krisanti, 2017,
p.1). Meskipun Institute of Medicine (IOM) mendefinisikan keamanan
sebagai "kebebasan dari kecelakaan", keselamatan pasien sebagai disiplin
atau bidang penyelidikan dan tindakan belum sepenuhnya didefinisikan
sampai saat ini dalam pernyataan konsensus utama organisasi yang telah
mendorong keberadaannya (Hughes, 2008 as cited in Tutiany, Lindawati &
Krisanti, 2017, p.1).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja diselenggarakan untuk


melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja

1
2

yang optimal. Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dimaksudkan untuk


menjamin Keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan pada pekerja
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan
rehabilitasi (Hardijan, 2003 as cited in Isnaniar, 2017, p.3).
Setiap Perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan
yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung
jawab, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif (Hardijan, 2003 as cited in Isnaniar, 2017,
p.3).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23
menyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. (Kepmenkes RI, 2007 as
cited in Isnaniar, 2017, p.3).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga mendapat posisi yang
penting di Industri pelayanan kesehatan seiring dikeluarkannya Keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 1087 Tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. Melalui Kepmenkes ini telah ditetapkan
standar penerapan keselamatan dan kesehatan kerja untuk Rumah Sakit
(K3RS) sebagai upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana,
prasarana, obat-obatan, dan logistik lainnya yang ada di lingkungan Rumah
Sakit sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja
3

dan kedaruratan termasuk kebakaran, dan bencana yang berdampak pada


pekerja rumah sakit, pasien, dan masyarakat sekitarnya
(www.konsultasik3.com, 2014 as cited in Isnaniar, 2017, p.4).

Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria lingkungan kerja


dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS seperti
Perawat. Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS,
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi (Djojosugito, 2006 as cited in Isnaniar, 2017, p.4).

Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan


kehidupan bagi para perawat di RS. Perawat selalu dihadapkan pada bahaya
– bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan, yang dapat digolongkan
dalam : Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/ bahan yang mudah terbakar
atau meledak (obat-obatan), Bahan beracun, korosif, Bahaya radiasi, Luka
bakar, Syok akibat aliran listrik, Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan
benda tajam, Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit. Beberapa
penyakit yang bisa timbul yaitu penyakit Infeksi dan parasit, penyakit
saluran pernapasan, saluran serna dan keluhan lain seperti sakit telinga, sakit
kepala, gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada
saat kehamilan, penyakit kulit dan sistem otot dan tulang rangka
(Kepmenkes, 2007 as cited in Isnaniar, 2017, p.4-5).

Keselamatan pasien adalah isu penting di tiap negara yang


menyelenggarakan layanan kesehatan, terlepas apakah pelayanaan
kesehatan didanai privat atau didanai oleh pemerintah. Kegagalan dalam
memeriksa identitas medis pasien atau memberikan resep antibiotok tanpa
berdasarkan kondisi pasien, ataupun memberikan pengobatan lebih dari satu
4

jenis tanpa memperhatikan kecelakaan medis obat yang mungkin timbul


dapat menyebabkan luka pada pasien. Pasien tidak hanya dapat terluka
karena salah penggunaan teknologi medis, tapi juga karena lemahnya
komunikaasi antara provider penyedia layanan kesehaatan atau penanganan
medis yang tertunda.

Situasi medis di Negara berkembang patut diberi perhatian lebih.


Situasi minimnya inrastuktur dan peralatan medis, kurang tersedianya
jumlah dan kualitas obat yang mencukupi, lemahnya konrol infeksi dan
managemen pembuangan limbah medis, kurang terampilnya tenaga medis
karena kurang termotivasi; atau minimnya pendanaan untuk layanan
kesehatan membuat kemungkinan peristiwa medis yang merugikan pasien
lebih besar dibandingakan dengan Negaranegara maju. Beberapa isu
penting dalam keselamatan pasien meliputi – layanan kesehatan yang
berkaitan dengan infeksi, luka karena pembedahan atau salah pembiusan,
praktik penyuntikan yang tidak aman termasuk dalam pengambilan darah,
praktik medis yang tidak aman untuk wanita hamil dan bayi. Di banyak
keadaan rumah sakit,tantangan terkait dengan layanan kesehatan berbasis
penyakit infeksi adalah penyebaran infeksi tersebut. Sehingga perlu satu
ukuran dan standar untuk mengontrol penyebaran infeksi yang kerap kali
secara kasat mata tidak ada. Hal ini karena hasil dari kombinasi faktor-
faktor yang tak mendukung seperti minimnya higinitas dan sanitasi.
Terlebih, kondisi sosial ekonomi yang tak mendukung dan pasien juga
mengalami malnuntrisi serta infeksi penyakit lainnya, menambah risiko
medis semakin tinggi untuk menangani penyakit karena infeksi.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko medis karena


pembedahan di negara-negara berkembang lebih tinggi dibandingan dengan
negara-negara maju dengan kisaran persentase19% dibandingakn dengan
31% pada rumah sakit di Negara yang berbeda. WHO memperkirakan
sekitar 25% obat yang digunakan di Negara-negara berkembang itu palsu.
Hal ini tentunya menambah risiko pelayanan kesehatan yang tak aman
5

semakin meningkat. Survei WHO terhadap pengobatan yang aman dan


obat-obatan palsu dari 20 negara menunjukkaan bahwa sekitar 60% kasus
obat-obatan palsu terjadi di Negara-negara berkembang daan 40% di
negara-negara maju. Beberapa penelitian WHO lainnyaa menunjukkaan
bahwa peralatan medis di semua rumah sakit di negara-negara berkembang
tak layak pakai atau hanya setengahnya saja yang diperbaharui secara
berkala. Di beberapa negara, sekitar 40% kasur di rumah sakit diletakkan
pada struktur yang dibuat untuk tujuan lain, bukan untuk peletakan kasur
atau ranjang yang layak. Hal ini upaya untuk membuat fasilitas medis
terlindungi dari radiaksi dan terkontrol dari infeksi sangat sulit dilakukan,
sehingga kerap kali fasilitas medis tersebut dalam kondisi di bawah standar.
Bahkan dalam hal bukti yang terbatas ataupun yang bisa diperkirakan terjadi
di negara-negara berkebang, sepertinya upaya untuk dalam rangka
peningkatan pendidikan dan pelatihan para tenaga medis yang bekerja di
layanan kesehatan sangat dibutuhkan.

Keselamatan pasien di negara berkembang dan negara maju adalah


persoalan luas yang bisa berkait dengan penggunaan teknologi medis
mutakhir, seperti halnya pemberian resep medis elektronik, mendesain
ulang klinik dan kondisi pasien pasca rawat inap dan juga memastikan
tenaga medis mencuci tangan tiap kali melakukan pelayanan kepada pasien
serta kesadaran tiap tenaga medis untuk megetahui fungsi serta tugas
masing-masing. Banyak elemen dalam program keselamatan pasienyang
tidak perlu menaikkan anggaran medis, tapi lebih kepada menjalin
komitmen dari para tenaga medis untuk memberikan pelayanan secara aman.
Penyedia layanan kesehatan individu dapat meningkatkan keselamatan
pasiendengan melibatkan pasien dan keluarganya dalam pelayanan medis
sebagai bagian dari bentuk tanggung jawab, memeriksa prosedur secara
tepat, belajar dari kesalahan dan menyampaikan permasalah secara efektif
dengan anggota medis lain dalam satu tim layanan kesehata. Aktivitas
tersebut dapat meminimalisir biaya serta kerugian yang mungkin timbul
kepada pasein. Melaporkan dan menganalisa kesalahan dalam pelayanan
6

medis dapat membantu dalam menentukan faktor utama penyebab


kesalahan tersebut. Memahami faktor penyebab kesalahan adalah hal
penting untuk mengambil tindakan perubahan pada skema pelayanan medis
sehingga tidak berulang di kemudian hari (Lembaga Kesehatan Budi
Kemuliaan, 2015, p.94).

B. Rumusan masalah
1. Apa saja definisi patient safety ?
2. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien ?
3. Apa itu Patient Safety Indicator ?
4. Bagaimana Relevansi Keselamatan Pasien dengan Pelayanan
Kesehatan ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor
lingkungan dan manusia pada keselamatan pasien/patient safety
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi patient safety
b. Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan
pasien
c. Untuk mengetahui Patient Safety Indicator
d. Untuk mengetahui Relevansi Keselamatan Pasien dengan Pelayanan
Kesehatan
D. Manfaat
1. Manfaat teoritik
Makalah ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu keperawatan
mengenai pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada keselamatan
pasien/patient safety.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Dapat memperdalam ilmu pengetahuan pada pengaruh faktor
lingkungan dan manusia pada keselamatan pasien/patient safety
7

b. Bagi pembaca
Makalah ini dapat berfungsi sebagai ilmu pengetahuan dalam
mengembangkan ilmu keperawatan
c. Bagi institusi
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan untuk
menambah wawasan bagi para mahasiswa yang berkaitan dengan
pengaruh faktor lingkungan dan manusia pada keselamatan
pasien/patient safety
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi patient safety


Patient Safety atau keselamatan pasien merupakan isu global yang
mempengaruhi negara-negara di semua tingkat pembangunan. Meskipun
perkiraan ukuran permasalahan masih belum pasti, khususnya di negara
berkembang dan negara transisi/konflik, ada kemungkinan bahwa jutaan
pasien seluruh dunia menderita cacat, cedera atau meninggal setiap tahun
karena pelayanan kesehatan yang tidak aman. Mengurangi kejadian yang
membahayakan bagi pasien merupakan masalah dalam pelayanan kesehatan
bagi setiap orang, dan terdapat banyak hal yang harus dipelajari dan dibagi
antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang dan negara
dalam transisi/konflik tentang masalah keselamatan pasien (World Health
Organization, 2009 as cited in Kamil, 2010, p.1).
WHO juga mengingatkan bahwa "keselamatan pasien tidak hanya
tentang data statistik tetapi melibatkan kerusakan yang nyata pada
kehidupan orang-orang". Oleh karenanya semua strategi dan program
keselamatan pasien harus menjadi prioritas dalam pelayanan kesehatan.
Pasien, profesional kesehatan dan pembuat kebijakan semua harus bekerja
sama untuk membangun sistem kesehatan yang lebih aman. Menurut
National Health Performance Committee (NHPC, 2001, dikutip dari
Australian Institute Health and Welfare (AIHW, 2009 as cited in Kamil,
2010, p.1) mendefinisikan keselamatan pasien adalah menghindari atau
mengurangi hingga ketingkat yang dapat diterima dari bahaya aktual atau
risiko dari pelayanan kesehatan atau lingkungan di mana pelayanan
kesehatan diberikan. Fokus dari definisi ini adalah untuk mencegah hasil
pelayanan kesehatan yang merugikan pasien atau yang tidak diinginkan.
Institute of Medicine (2000 as cited in Kamil, 2010, p.1) mendefinisikan
keselamatan pasien adalah “freedom from accidental injury”. Sedangkan
Kelley dan Hurst (2006, dikutip dari AIHW, 2009 as cited in Kamil, 2010,

8
9

p.1-2) mendefinisikan keselamatan pasien adalah tingkat dimana


menghindari, mencegah, dan memperbaiki hasil atau cedera yang
merugikan dari proses pelayanan kesehatan.
Keselamatan pasien adalah disiplin yang menekankan keselamatan
dalam perawatan kesehatan melalui pencegahan, pengurangan, pelaporan,
dan analisis kesalahan medis yang sering menyebabkan efek buruk.
Frekuensi dan besarnya efek samping yang dapat dihindari yang dialami
oleh pasien tidak diketahui dengan baik, ketika beberapa negara melaporkan
jumlah pasien yang mengejutkan yang dirugikan meninggal oleh kesalahan
medis. Menyadari bahwa kesalahan kesehatan berdampak 1 pada setiap 10
pasien di seluruh dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut
keselamatan pasien sebagai masalah endemik. Keselamatan pasien telah
muncul sebagai disiplin kesehatan yang berbeda didukung oleh kerangka
kerja ilmiah belum matang belum berkembang. Ada tubuh transdisiplin
yang signifikan dari literatur teoritis dan penelitian yang menginformasikan
ilmu keselamatan pasien. Pengetahuan keselamatan pasien yang dihasilkan
terus menerus menginformasikan upaya peningkatan dan pengembangan
bagi semua tenaga pelayan kesehatan (Purwanto, 2018, p.4)
B. Faktor yang dapat mempengaruhi keselamatan pasien (Kamil, 2010, p.2-4)
1. Sistem

Kecelakaan lebih mungkin terjadi dalam beberapa jenis sistem.


Ketika kesalahan terjadi, merupakan kegagalan dalam cara merancang
sistem. Tujuan utama dari desain sistem agar kecelakaan tidak terjadi
dan jikapun kesalahan terjadi dapat meminimalkan kerusakan. Dalam
sistem yang kompleks, salah satu komponen sistem dapat berinteraksi
dengan beberapa komponen lain, kadang-kadang dalam cara yang tak
terduga atau tak terlihat. Meskipun semua sistem memiliki banyak
bagian yang berinteraksi, masalah muncul ketika salah satu bagian
sistem melayani banyak fungsi, dan jika bagian sistem ini gagal, maka
semua fungsi akan gagal juga. Sistem yang kompleks ditandai oleh
spesialisasi dan keterkaitan menerima informasi secara tidak langsung,
10

dan karena spesialisasi ada sedikit kemungkinan mengganti atau


pemindahan personil atau sumber daya lainnya.Semua sistem memiliki
interaksi linear, namun beberapa sistem memiliki kompleksitas
tambahan dan pengalaman yang lebih. Kompleksitas interaksi
berkontribusi terhadap kecelakaan karena dapat membingungkan dalam
pelaksanaannya. Karena kompleksitas dan rangkaian sistem yang
panjang, kegagalan kecil dapat berkembang menjadi kecelakaan besar.
Pelayanan kesehatan adalah sistem yang kompleks, kegiatan khas di
ruang gawat darurat, ruang bedah, atau unit perawatan intensif
memberikan contoh kompleksitas sistem pelayanan kesehatan. Oleh
karena itu, jasa pelayanan kesehatan dengan sistem yang tidak tertata
dengan baik dapat diklasifikasikan sebagai suatu industri yang rentan
terhadap kecelakaan dan kesalahan.

2. Kondisi
Meskipun keputusan manajerial yang baik diperlukan untuk
keamanan dan produksi yang efisien, namun itu tidak cukup.
Kebutuhan untuk memiliki peralatan yang tepat, terpelihara dengan
baik dan dapat diandalkan, tenaga kerja yang terampil dan
berpengetahuan, jadwal kerja yang masuk akal, pekerjaan yang
dirancang dengan baik; panduan yang jelas pada kinerja yang
diinginkan dan tidak diinginkan, dan sebagainya. Faktor-faktor seperti
ini merupakan pelopor atau prasyarat untuk proses produksi yang aman.
Setiap prasyarat yang diberikan tidak jelas dapat memberi kontribusi
kepada sejumlah besar tindakan yang tidak aman. Misalnya, personil
yang kurang pelatihan, beban kerja tinggi, tekanan waktu berlebihan,
persepsi yang tidak tepat tentang bahaya, atau kesulitan motivasi.
Desain pekerjaan, pemilihan dan penggunaan peralatan, prosedur
operasional, jadwal kerja, dan sebagainya, semua faktor ini dalam
proses produksi dapat dirancang dalam memperbaiki kondisi untuk
lebih menjamin keselamatan.
11

3. Manusia
Faktor manusia didefinisikan sebagai studi tentang keterkaitan
antara manusia, alat-alat yang mereka gunakan, dan lingkungan dimana
mereka tinggal dan bekerja. Dalam konteks ini, pendekatan faktor
manusia digunakan untuk mengetahui di mana dan mengapa sistem atau
proses rusak.
Mempelajari kinerja manusia bisa menghasilkan penciptaan
sistem yang aman dan menurunkan kondisi yang menyebabkan
kesalahan. Namun, tidak semua kesalahan terkait dengan faktor
manusia. Meskipun desain peralatan dan bahan harus
mempertimbangkan cara orang dalam menggunakannya, faktor
manusia tidak dapat mengatasi kerusakan peralatan atau kegagalan
material. Sebagian besar mempelajari faktor manusia adalah untuk
peningkatan hubungan antara sistem dengan manusia, dengan
merancang sistem dan proses yang lebih baik. Termasuk;
menyederhanakandan standardisasi prosedur tindakan,
meningkatkan komunikasi dan koordinasi di dalam tim, atau
merancang ulang peralatan untuk meningkatkan hubungan antara
manusia dengan mesin.
4. Teknologi
Menurut Carstens (2008) salah satu penyebab kesalahan pada
pelayanan kesehatan adalah persoalan teknologi. Untuk mendukung
pengetahuan manajemen dan pekerja pada layanan kesehatan agar
mengurangi risiko kesalahan, meningkatkan keselamatan pasien, dan
memperbaiki seluruh mutu pelayanan pasien diperlukan perbaikan
teknologi. Carstens memperkenalkan model teknologi yang dapat
mengurangi kesalahan dalam pelayanan kesehatan, dengan nama
SHELL model; Software (Prosedur, Kebijakan/Peraturan, Regulasi),
Hardware (Bahan, Peralatan, Fasilitas), Environment (Fisik, Ekonomi,
Politik), Liveware/Worker (Pembatasan Fisik, Keterbatasan Mental,
12

Pengetahuan/Skill, Sikap) dan Liveware/Teamwork


(Komunikasi, Kepemimpinan, Norma Kelompok)
5. Tindakan yang Tidak Tepat
Masalah keselamatan pasien dari berbagai jenis terjadi selama
pelayanan kesehatan berlangsung. Termasuk kesalahan transfusi dan
efek samping obat, salah operasi dan luka bedah, pengendalian terkait
cedera atau kematian, infeksi terkait perawatan rumah sakit, jatuh, luka
bakar, ulkus decubitus, dan kesalahan identitas pasien. Leape, Lucian,
Lawthers, Brennan, Troyen (1993 dikutip dari IOM, 2000)
menyebutkan ciri jenis kesalahan yang mengakibatkan cedera; 1)
Diagnostik; kesalahan atau keterlambatan diagnosis, kegagalan untuk
menggunakan hasil dari tes diagnostik, menggunaan tes diagnostik atau
terapi yang sudah ketinggalan zaman, kegagalan untuk bertindak
berdasarkan hasil pemantauan atau pengujian. 2) Pengobatan;
kesalahan dalam pelaksanaan operasi, prosedur, atau uji, kesalahan
dalam mengelola perawatan, kesalahan dalam dosis atau metode
menggunakan obat, keterlambatan dalam pengobatan atau dalam
menanggapi tes abnormal, dan tidak menunjukan kepedulian. 3)
Pencegahan; kegagalan untuk memberikan perawatan profilaksis,
pemantauan yang tidak memadai atau tindak melanjutkan pengobatan.
4) Lain-lain; kegagalan komunikasi, kegagalan peralatan, kegagalan
sistem
6. Kesalahan obat
Memastikan penggunaan obat yang sesuai merupakan proses
yang kompleks melibatkan beberapa organisasi dan para profesional
dari berbagai disiplin ilmu, misalnya; pengetahuan obat, akses yang
tepat terhadap informasi obat, pasien yang akurat, dosis yang tepat, cara
yang benar, kegagalan untuk memberikan obat yang diresepkan dan
serangkaian keputusan yang saling terkait selama periode waktu
pengobatan. Pasien juga membuat kesalahan dalam masalah obat,
khususnya pada pasien atau masyarakat yang mengalami perawatan
13

jangka panjang, dan mengalami ketergantungan lebih besar pada terapi


obat yang kompleks. Kesalahan obat sering dapat dicegah, meskipun
untuk mengurangi kesalahan pada tingkat yang signifikan memerlukan
beberapa intervensi.

Roy, Gupta, Srivastava (2005), mengidentifikasi bidang-bidang


berikut dalam pengelolaan obat sebagai potensi penyebab kesalahan
pengobatan; kegagalan dalam komunikasi, salah distribusi obat,
permasalahan peningkatan tekanan di lingkungan tempat kerja,
rancangan teknologi yang buruk, akses pada obat oleh personil non-
farmasi, salah dalam perhitungan dosis, kurangnya informasi kepada
pemberi resep, kurangnya informasi kepada pasien, dan kurangnya
pemahaman pasien tentang terapi mereka.

C. Patient Safety Indicator


The Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ, 2007 as
cited in Kamil, 2010, p.5) mendefinisikan The Patient Safety Indicators
(PSIs) adalah seperangkat tindakan untuk mencegah efek samping pada
pasien sebagai akibat dari pajanan terhadap sistem pelayanan kesehatan.
AHRQ (2007), membagi indikator PSIs pada dua tingkat: Provider-Level
Indicators dan Area-Level Indicators.
1. Provider-Level Indicators

Provider-Level Indicators memberikan ukuran pencegahan


yang dapat dilakukan terhadap risiko komplikasi untuk pasien yang
menerima perawatan awal dan komplikasi perawatan di rumah sakit.
Indikator ini hanya mencakup kasus-kasus di mana sebuah diagnosis
sekunder merupakan risiko komplikasi yang dapat dicegah. Indikator
ini meliputi; insiden tertusuk atau luka, trauma jalan lahir, trauma
neonatal, komplikasi anestesi, ulkus dekubitus, kegagalan untuk
penyelamatan kehidupan, pneumotoraks iatrogenik, trauma vagina
dengan instrumen, trauma vagina tanpa instrumen, trauma bedah caesar,
pasca operasi fraktur, perdarahan atau hematoma pasca operasi,
14

perawatan luka pasca operasi, gangguan metabolik dan fisiologis pasca


operasi, kegagalan pernapasan pasca operasi, emboli paru pasca operasi
atau Deep Vein Trombosis, sepsis pasca operasi, infeksi dalam
perawatan medis, dan reaksi transfusi.

2. Area-Level Indicators

Area-Level Indicators mengukur semua kasus risiko komplikasi


yang dapat dicegah yang terjadi di daerah tertentu (misalnya, wilayah
metropolitan atau daerah rural) baik pada saat rawat inap atau akibat
setelah rawat inap. Indikator ini ditetapkan termasuk untuk diagnosis
utama serta diagnosa sekunder yang dapat menyebabkan komplikasi
dalam perawatan. Spesifikasi ini dapat mengetahui kasus-kasus di mana
pasien berisiko terjadi komplikasi di rumah sakit terpisah atau berbeda-
beda. Indikator ini meliputi; insiden tertusuk atau luka, pneumotoraks
iatrogenik, perawatan luka pasca operasi, infeksi dalam perawatan
medis, dan reaksi transfusi.

Sedangkan Australian Institute of Health and Welfare (AIHW, 2009


as cited in Kamil, 2010, p.5-6), membagi indikator keselamatan pasien
dalam pelayanan kesehatan sangat spesifik dan luas, meliputi; keselamatan
berdasarkan indikator prioritas kesehatan nasional dan daerah, indikator
beban kelompok penyakit, indikator bidang utama pengeluaran biaya
kesehatan, indikator penyakit utama dan kelompok cedera yang
berkontribusi terhadap pengeluaran biaya kesehatan, indikator ketersediaan
perbandingan internasional, dan indikator oleh kebutuhan domain.

AIHW merekomendasikan enam indikator keselamatan pasien yang


lebih spesifik, meliputi; indikator pelayanan kesehatan primer dan
komunitas (meliputi 13 butir indikator) , indikator pelayanan rumah sakit
(meliputi 25 butir indikator), indikator pelayanan kesehatan spesialistik
(meliputi 6 butir indikator), indikator pelayanan kesehatan di rumah jompo
15

(meliputi 5 butir indikator), indikator multi pelayanan (meliputi 8 butir


indikator), dan indikator semua pelayanan (meliputi 3 butir indikator).

Namun AIHW juga menyimpulkan bahwa Indikator keselamatan


pasien dan penerapannya dalam pelaporan nasional dan internasional,
mencakup; Infeksi akibat perawatan medis, ulkus dekubitus, komplikasi
anestesi, patah tulang pinggul pasca operasi, emboli paru pasca operasi atau
Deep Vein Thrombosis, sepsis pasca operasi, kesulitan melaksanakan
prosedur teknis, kegagalan pernapasan pasca operasi, pneumotoraks
iatrogenik, reaksi transfusi, masuknya mikroorganisme asing selama
prosedur, trauma lahir, cedera pada neonatus, kelahiran dengan bantuan alat,
kelahiran tanpa bantuan alat, dan trauma sectio caesaria.

D. Relevansi Keselamatan Pasien dengan Pelayanan Kesehatan (Purwanto,


2018, p.7-9)
Kualitas perawatan telah menjadi fokus yang sangat penting di
bidang perawatan kesehatan primer untuk beberapa waktu dan pekerjaan ini
terkait dengan perbaikan hasil yang cukup besar pada pasien. Dalam bidang
ini, pemeriksaan keselamatan pasien baru saja muncul sebagai fokus yang
berbeda selama dekade terakhir. Ada kesadaran yang meningkat bahwa
risiko yang teridentifikasi di sektor perawatan akut terwujud dalam berbagai
cara dalam perawatan kesehatan primer. Solusi yang dikembangkan dalam
perawatan akut belum tentu berlaku di sini. Praktisi perawatan kesehatan
primer dapat belajar dari sektor perawatan akut, namun juga perlu
memeriksa secara seksama proses dan sistem mereka sendiri untuk
mengidentifikasi risiko pasien tertentu dan solusi yang mungkin terjadi.
Keselamatan pasien dan kualitas pasien adalah jantung dari
penyampaian layanan kesehatan. Untuk setiap pasien, yang merawat,
anggota keluarga dan profesional kesehatan, keselamatan sangat penting
untuk penegakan diagnosa, tindakan kesehatan dan perawatan. Dokter,
perawat dan semua orang yang bekerja di sistem kesehatan berkomitmen
untuk merawat, membantu, menghibur dan merawat pasien dan memiliki
16

keunggulan dalam penyediaan layanan kesehatan untuk semua orang yang


membutuhkannya. Telah ada investigasi yang signifikan dalam beberapa
tahun terakhir dalam peningkatan layanan, peningkatan kapasitas sistem,
perekrutan profesional yang sangat terlatih dan penyediaan teknologi dan
perawatan baru. Namun sistem kesehatan di seluruh dunia, menghadapi
tantangan dalam menangani praktik yang tidak aman, profesional layanan
kesehatan yang tidak kompeten, tata pemerintahan yang buruk dalam
pemberian layanan kesehatan, kesalahan dalam diagnosis dan perawatan
dan ketidakpatuhan terhadap standar (Commission on Patient Safety &
Quality Assurance, 2008).
Adapun alasan mengapa bidang keselamatan pasien harus ada
adalah dikarenakan keselamatan pasien sebagai sebuah disiplin dimulai
sebagai tanggapan atas bukti bahwa kejadian medis yang merugikan
tersebar luas dan dapat dicegah, dan seperti disebutkan di atas, bahwa ada
"bahaya yang terlalu banyak" (Emanuel, 2008). Tujuan dari bidang
keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan kejadian buruk dan
menghilangkan kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan kesehatan.
Bergantung pada penggunaan istilah "bahaya" seseorang, mungkin bercita-
cita untuk menghilangkan semua bahaya dalam perawatan kesehatan. .
Keselamatan pasien adalah disiplin yang relatif baru dalam profesi
perawatan kesehatan. Program gelar pascasarjana saat ini diperkenalkan
sebagai pengakuan atas keselamatan pasien sebagai sebuah disiplin. Ini
adalah subjek dalam kualitas perawatan kesehatan. Namun, metodenya
sebagian besar berasal dari disiplin ilmu kedokteran luar, terutama dari
psikologi kognitif, rekayasa faktor manusia, dan ilmu manajemen organisasi.
Semua itu, bagaimanapun juga berlaku untuk ilmu biomedis yang
mendorong obat maju ke kapasitas luar biasa saat ini untuk menyembuhkan
penyakit. Metode ilmu-ilmu tersebut antara lain berasal dari biologi, kimia,
fisika, dan matematika. Menerapkan ilmu keselamatan ke perawatan
kesehatan memerlukan penyertaan ahli dengan disiplin sumber baru, seperti
17

rekayasa, namun tanpa perbedaan dari sasaran atau sifat menetap profesi
medis.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Keselamatan pasien adalah suatu kondisi bebas dari cedera yang
terjadi atau menghindarkan cedera pada pasien akibat perawatan medis dan
kesalahan pengobatan. Keselamatan pasien juga merupakan atribut sistem
perawatan kesehatan; Ini meminimalkan kejadian dan dampak, dan
memaksimalkan pemulihan dari efek samping.
B. Saran
Penulis menyadari pembahasan mengenai pengaruh faktor
lingkungan dan manusia pada keselamatan pasien/patient safety ini masih
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
pengembangan lebih lanjut, penulis berharap agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membutuhkan, khususnya mahasiswa.

18

Вам также может понравиться