Вы находитесь на странице: 1из 17

PORTOFOLIO

ASMA

Oleh:

dr. NIKEN PERTIWI

Pembimbing:

dr. Andriyan Sulin

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

RSUD Dr. M. ZEIN PAINAN

2019
BORANG STATUS FORTOFOLIO
No. ID dan Nama peserta Dr. NIKEN PERTIWI
No. ID dan Nama Wahana RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Topik ASMA
Tanggal (kasus) 17 November 2018
Nama Pasien An. N No. RM
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Andriyan Sulin
Tempat Presentasi Ruang Konfrens RSUD Dr. Muhammad Zein Painan
Objektif Presentasi
 Keilmuan o Keterampilan oPenyegaran o Tinjauan Pustaka
 Diagnostik o Manajemen oMasalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi  Anak o Remaja o Dewasa o Lansia o Bumil
Deskripsi Laki-laki, 1 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan Sesak nafas sejak 6
jam yang lalu.
Tujuan
Bahan bahasan o Tinjauan Pustaka o Riset  Kasus o Audit
Cara membahas o Diskusi  Presentasi dan diskusi o E-mail o Pos
Data Pasien Nama: Ny. W No. Registrasi:
Nama RS : RSUD Dr. M. Zein Painan Telp: Terdaftar sejak:
DATA UTAMA UNTUK BAHAN DISKUSI
Diagnostik/gambaran klinis:
Pasien berusia 1 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak ± 6 jam SMRS,
Sesak dirasakan terus-menerus, menetap, semakin lama semakin memberat dan tidak mengalami
perbaikan dengan istirahat, dan sesak disertai bunyi mengi. Pasien tiba-tiba mulai sesak saat
terkena udara dingin, dan memberat pada malam sehingga tidurnya sampai terganggu. Keluhan ini
sudah dialami pertama kali sebelumnya mengalami serangan pertama 6 bulan yang lalu namun
tidak seberat ini. Keluhan yang menyertai batuk berdahak dan pilek yang terjadi 3 hari sebelum
pasien sesak. Lendir warna putih, demam 1 hari yang lalu, menggigil (-), kejang (-), muntah (-)
BAB dan BAK normal.
Riwayat pengobatan: Tidak ada
Riwayat kesehatan/penyakit: Keluhan yang sama pernah dialami sebelumnya
Riawayat keluarga : ayah pasien menderita sakit yang sama
Riwayat pekerjaan : -

Daftar Pustaka:
1. Global Initiative for Asthma (GINA). Pocket guide management and prevention

asthma in children. 2005


2. Gunardi, S. Anatomi system pernapasan. 2008. Balai Penerbit FKUI.
3. I. Bara, A. Ozier, J-M. Tunon de Lara, R. Marthan and P. Berger. Pathophysiology of

bronchial smooth muscle remodelling in asthma. Eur Respir J 2010; 36: 1174–
1184
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1023/Menkes/SK/XI 2008

Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Menteri Kesehatan Republik

Indonesia
5. Mangunegoro, H. Widjaja, A. Sutoyo, DK. Yunus, F. Pradjnaparamita. Suryanto, E.

et al. (2004), Asma Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta.


6. N. Miglino, M. Roth, M. Tamm and P. Borger. House dust mite extract

downregulates C/EBPa in asthmatic bronchial smooth muscle cells. Eur Respir J

2011; 38: 50–58


7. Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan

penerbit IDAI . Jakarta, Indonesia


8. Nurafiatin, Atik. 2007. Asma. Fakultas ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa

Esa Unggul. Jakarta.


9. O’Byrne, P. Bateman, ED. Bosquet, J. Clark, T. Otha, K. Paggiaro, P. et al. (2010),

Global Initiative for Asthma Global Strategy for Asthma Management and

Prevention, Ontario Canada.


10. Setiawati, L. Tatalaksana asma jangka panjang pada anak. 2010.FK UNAIR
11. Sundaru, H. Sukamto. (2006), Asma Bronkial, In: Sudowo, AW. Setiyohadi, B.

Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I,

edisi keempat balai penerbit FKUI, Jakarta

Hasil Pembelajaran:
Mengetahui Patofisiologi Asma
Mengetahui Klasifikasi Asma
Mengetahui Diagnosis Asma
Mengetahui Penatalaksanaan Asma

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


SUBJEKTIF
Pasien berusia 1 tahun datang dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak ± 6 jam SMRS,
Sesak dirasakan terus-menerus, menetap, semakin lama semakin memberat dan tidak
mengalami perbaikan dengan istirahat, dan sesak disertai bunyi mengi. Pasien tiba-tiba mulai
sesak saat terkena udara dingin, dan memberat pada malam sehingga tidurnya sampai
terganggu. Keluhan ini sudah dialami pertama kali sebelumnya mengalami serangan pertama
6 bulan yang lalu namun tidak seberat ini. Keluhan yang menyertai batuk berdahak dan pilek
yang terjadi 3 hari sebelum pasien sesak. Lendir warna putih, demam 1 hari yang lalu,
menggigil (-), kejang (-), muntah (-) BAB dan BAK normal.
OBJEKTIF
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos Mentis
Kesadaran Umum : Tampak sakit sedang
Tanda vital :
Tekanan Darah : 90/50 mmHg
Frekuensi Nadi : 88 x / menit
Frekuensi Nafas : 30 x / menit
Suhu : 37,7º C
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 81 cm

Status Lokalis
 Kepala : DBN
 Thorax
 Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
 Palpasi : vokal fremitus sama kanan dan kiri
 Perkusi : sonor di semua lapangan paru
 Auskultasi : suara nafas vesikuler dengan ekspirasi memanjang, wheezing (+/+),
Ronchi (-/-), bunyi jantung I & II normal, murmur (-)

 Abdomen
 Inspeksi : bentuk normal, simetris, datar, scar (-)
 Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : bising usus normal
 Ektremitas
 Superior & Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium ( tanggal 17 November 2018 )
Hasil Pemeriksaan Hematologi
Pemeriksaan Hasil
Hb 13,8
Leukosit 15.60
Ht 40
Trombosit 233.000

ASSESMENT (PENALARAN KLINIS)


Berdasarkan klinis pasien didapat diagnosa Asma Bronchial dalam serangan akute
PLAN (TATA LAKSANA)
Diagnosis : Asma Bronchial dalam serangan akute
Pengobatan :
- O2 2 Lpm
- Nebulisasi dengan ½ Respul ventolin interval 20 menit, Wheezing +/+
Nebulisasi dengan 1 Respul Combiven interval 20 menit, Wheezing +/+
Nebulisasi dengan 1 Respul Combiven interval 20 menit, Wheezing +/+
- Inj Dexametasone 5 mg (IV) igd
- IVFD D 5% 150 cc + Drip Aminophilin 60 mg 8gtt/i (macro) selama 6 jam
- Inj Dexametasone 3x2 mg (IV) ruangan
- Inj Ceftriaxone 2x 250 mg (IV) alergi test
- Ambroksol 5mg 3x1 (pulvis)
- Nebulisasi Combiven 1 respul tiap 2 jam
- Rawat anak

Konsul dr. Sp. A


PEMBAHASAN
ASMA
Definisi
Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan
gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama
pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa
pengobatan. (Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor 1023/menkes/sk/xi/2008).
Selain definisi diatas, untuk mempermudah batasan operasional asma untuk
kepentingan klinis yang lebih praktis, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan
batasan operasional asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik
sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarganya. (Gunardi,2008).

Patofisiologi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang dikarakteristikan dengan proses yang
sangat kompleks dan melibatkan beberapa komponen yaitu hiperresponsif dari bronkial,
inflamasi dan remodeling saluran pernafasan. (O, Byrne,2010)
Penyempitan Saluran Napas
Penyempitan saluran napas merupakan hal yang mendasari timbulnya gejala dan
perubahan fisiologis asma. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya penyempitan
saluran napas yaitu kontraksi otot polos saluran napas, edema pada saluran napas, penebalan
dinding saluran napas dan hipersekresi mukus.(N. Miglino 2011)
Kontraksi otot polos saluran napas yang merupakan respon terhadap berbagai
mediator bronkokonstiktor dan neurotransmiter adalah mekanisme dominan terhadap
penyempitan saluran napas dan prosesnya dapat dikembalikan dengan bronkodilator. Edema
pada saluran napas disebabkan kerena adanya proses inflamasi. Hal ini penting pada
eksaserbasi akut. Penebalan saluran napas disebabkan karena perubahan struktural atau
disebut juga ”remodelling”. Proses inflamasi kronik pada asma akan menimbulkan kerusakan
jaringan yang secara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan (healing process) yang
menghasilkan perbaikan (repair) dan pergantian sel-sel yang mati atau rusak dengan sel-sel
yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan perbaikan jaringan yang rusak dengan
jenis sel parenkim yang sama dan pergantian jaringan yang rusak dengan jaringan
penyambung yang menghasilkan jaringan parut. Pada asma kedua proses tersebut
berkontribusi dalam proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan
perubahan struktur yang komplek yang dikenal dengan airway remodelling.(N. Miglino,
2011)
Inflamasi kronis yang terjadi pada bronkus menyebabkan kerusakan jaringan yang
menyebabkan proses perbaikan (repair) yang terjadi berulang-ulang. Proses remodeling ini
yang menyebabkan terjadinya asma. Namun, pada onset awal terjadinya proses ini kadang-
kadang sebelum disesbkan oleh inflamasi eosinofilik, dikatakan proses remodeling ini dapat
menyebabkan asma secara simultan. Proses dari remodeling ini dikarakteristikan oleh
peningkatan deposisi protein ekstraselular matrik di dalam dan sekitar otot halus bronkial,
dan peningkatan daripada ukuran sel atau hipertropi dan peningkatan jumlah sel atau
hyperplasia. (Sudaru, 2006)

Hiperreaktivitas saluran napas


Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan patofisiologi yang secara
klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
reaktifitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui dengan pasti tapi
mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos saluran nafas (hiperplasi dan hipertropi)
yang terjadi secara sekunder yang menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu,
inflamasi dinding saluran respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran respiratorik selama kontraksi otot polos. (Sudaru, 2006)

Klasifikasi
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
a) Asma saat tanpa serangan
Pada anak secara arbiter Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA). mengklasifikasikan
derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma episodik sering; dan 3) Asma
persisten (Tabel 1).(PNAA,2008)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma pada anak

Parameter klinis,
Asma episodik Asma episodik
No kebutuhan obat Asma persisten
jarang sering
dan faal paru asma
1 Frekuensi serangan <1x/bulan >1x/bulan Sering
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
2 Lama serangan <1minggu >1minggu
periode bebas
serangan
3 Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Sering ada Gejala siang dan
4 Diantara serangan Tanpa gejala
gejala malam
Tidak Sering
5 Tidur dan aktifitas Sangat tergganggu
tergganggu tergganggu
Mungkin
Normal (tidak
Pemeriksaan fisik tergganggu
6 ditemukan Tidak pernah normal
diluar serangan (ditemukan
kelainan)
kelainan)
Obat
7 pengendali(anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru(diluar PEFatauFEV1>80 PEFatauFEV1<60
8 PEVatauFEV<60%
serangan) % -80%
Variabilitas faal
Variabilitas 20-30%.
9 paru(bila ada Variabilitas>15% Variabilitas>30%
Variabilitas >50%
serangan)
b) Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan
sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative
for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda
klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi
yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan
sedang dan asma serangan berat. (PNAA 2008).

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan


Parameter
klinis, fungsi faal Ancaman
Ringan Sedang Berat
paru, henti napas
laboratorium
Berjalan Berbicara Istirahat
Bayi tangis
Sesak
Bayi Menangis pendek dan Bayi tidak mau
(breathless)
keras lemah, kesulitan makan/minum
menetek/makan
Lebih suka Duduk bertopang
Posisi Bisa berbaring
duduk lengan
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Mungkin
Kesadaran Biasanya iritabel Biasanya iritabel Kebingungan
iritabel
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Nyaring,
Sedang, sering Sangat nyaring,
sepanjang Sulit/tidak
Wheezing hanya pada terdengar tanpa
ekspirasi ± terdengar
akhir ekspirasi stetoskop
inspirasi
Gerakan
Penggunaan
paradok
otot bantu Biasanya tidak Biasanya ya Ya
torako-
respiratorik
abdominal
Sedang,
Dangkal, Dalam, ditambah
ditambah Dangkal/
Retraksi retraksi napas cuping
retraksi hilang
interkostal hidung
suprasternal
Takipnu Takipnu Takipnu Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:
Usia Frekuensi napas normal/menit
Frekuensi napas < 2 bulan < 60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit
Frekuensi nadi
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Tidak ada,
Pulsus Tidak ada Ada Ada tanda
paradoksus (< 10 mmHg) (10-20 mmHg) (>20mmHg) kelelahan otot
respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/
%nilai terbaik) >60% 40-60%
Pra bonkodilator <40%

Pasca >80% 60-80% <60%, respon<2


bronkodilator jam
SaO2 % >95% 91-95% ≤ 90%
Normal
(biasanya tidak
PaO2 >60 mmHg <60 mmHg
perlu
diperiksa)
PaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg
Tabel 3. Klasifikasi asma berdasarkan GINA
PEF atau FEV1
Gejala/hari Gejala/malam
PEF variability
Derajat 1 Intermiten < 1 kali perminggu < 2 kali sebulan >80%
<20%
Asimptomatik dan nilai
PEF normal diantara
serangan
Derajat 2 Persisten > 1 kali perminggu tapi > 2 kali sebulan >80%
< 1 kali perhari serangan <20-30%
ringan
dapat mengganggu
aktifitas
Derajat 3 Persisten Sehari sekali serangan > 1 kali seminggu >60-80%
Mengganggu aktifitas <30%
sedang

Derajat 4 Persisten Terus Menerus sepanjang sering >60%


hari aktifitas fisik <30%
Berat
terganggu

Diagnosis
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat penyakit/gejala :
- bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
- gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
- gejala timbul/memburuk di malam hari.
- respons terhadap pemberian bronkodilator.
Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat keluarga (atopi),
riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan, perkembangan penyakit dan
pengobatan. Adapun beberapa tanda dan gejala yang dapat meningkatkan kecurigaan
terhadap asma adalah :
a. Dengarkan Suara mengi (wheezing) Pada anak-anak
Apabila didapatkan pemeriksaan dada yang normal, tidak dapat mengeksklusi
diagnosis sama, apabila terdapat :
1. Memiliki Riwayat dari:
a. Batuk, yang memburuk dimalam hari
b. Mengi yang berulang
c. Kesulitan bernafas
d. Sesak nafas yang berulang
2. Keluhan terjadi dan memburuk saat malam
3. Keluhan terjadi dan memburuk saat musim tertentu
4. Pasien juga memiliki riwayat eksema, hay fever, atau riwayat keluarga asmaatau
penyakit atopi
5. Keluhan terjadi atau memburuk apabila terpapar :
a. Bulu binatang
b. Aerosol bahan kimia
c. Perubahan temperature
d. Debu tungau
e. Obat-obatan (aspirin, beta bloker)
f. Beraktivitas
g. Serbuk tepung sari
h. Infeksi saluran pernafasan
i. Rokok
j. Ekpresi emosi yang kuat
6. Keluhan berespon dengan pemberian terapi anti asma
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda obstruksi saluran nafas dan
tanda yang khas adalah adanya mengi pada auskultasi. Namun pada sebagian penderita dapat
ditemukan suara nafas yang normal pada auskultasi walaupun pada pengukuran faal paru
telah terjadi penyempitan jalan nafas. (Magunego, 2004)
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas, reversibiliti
kelainan faal paru, variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiper-responsif jalan
nafas. Pemeriksaan faal paru yang standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak
expiratory flow meter (arus puncak ekspirasi). Pemeriksaan lain yang berperan untuk
diagnosis antara lain uji provokasi bronkus dan pengukuran status alergi. Uji provokasi
bronkus mempunyai sensitivitas yang tinggi tetapi spesifisitas rendah. Komponen alergi pada
asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum,
namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis asma, hanya membantu dalam
mengidentifikasi faktorpencetus.(Magunego,2004)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma klasifikasikan menjadi: 1) Penatalaksanaan asma akut/saat
serangan, dan 2) Penatalaksanaan asma jangka panjang.

a) Penatalaksanaan asma akut (saat serangan)

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh
pasien. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan oleh pasien di rumah (lihat bagan 1), dan
apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Penanganan harus cepat
dan disesuaikan dengan derajat serangan. Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat
serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal paru, untuk
selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat. (Nataprawira,2008)
Pada serangan asma obat-obat yang digunakan adalah bronkodilator (β2 agonis kerja
cepat dan ipratropium bromida) dan kortikosteroid sistemik. Pada serangan ringan obat yang
digunakan hanya β2 agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila
tidak memungkinkan dapat diberikan secara sistemik. Pada dewasa dapat diberikan
kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. (Nataprawira,2008)
Pada keadaan tertentu (seperti ada riwayat serangan berat sebelumnya) kortikosteroid
oral (metilprednisolon) dapat diberikan dalam waktu singkat 3- 5 hari. Pada serangan sedang
diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat ditambahkan
ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada anak belum diberikan
ipratropium bromida inhalasi maupun aminofilin IV. Bila diperlukan dapat diberikan oksigen
dan pemberian cairan IV. (Nataprawira,2008)
Pada serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, β2 agonis kerja
cepat ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV (bolus atau drip).
Apabila β2 agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin subkutan.
Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung dirujuk ke ICU.
Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk inhalasi menggunakan
nebulizer. Bila tidak ada dapat menggunakan IDT (Inhalasi Dosis Terukur) dengan alat bantu
(spacer). (Nataprawira,2008)

b) Penatalaksanaan asma jangka panjang


Penatalaksanaan asma jangka panjang bertujuan untuk mengontrol asma dan
mencegah serangan. Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi
beratnya asma. Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi: 1) Edukasi; 2) Obat asma
(pengontrol dan pelega); dan Menjaga kebugaran.(Setiawati, 2010)
Edukasi yang diberikan mencakup: kapan pasien berobat/ mencari pertolongan,
mengenali gejala serangan asma secara dini, mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol
serta cara dan waktu penggunaannya, mengenali dan menghindari faktor pencetus, kontrol
teratur. Alat edukasi untuk dewasa yang dapat digunakan oleh dokter dan pasien adalah
pelangi asma (bagan 6), sedangkan pada anak digunakan lembaran harian. .(Nurfiatin,2007)

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat
serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma digunakan anti
inflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, kontrol lingkungan mutlak dilakukan sebelum
diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah
terkontrol. Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain: Inhalasi kortikosteroid,
β2 agonis kerja panjang, antileukotrien, teofilin lepas lambat. .(Setiawati, 2010)

Tabel 4. Jenis obat asma

Jenis obat Golongan Nama generik Bentuk/kemasan obat


Pengontrol Steroid inhalasi Flutikason propionat IDT
(Anti Budesonide IDT, turbuhaler
inflamasi) Antileukokotrin Zafirlukast Oral(tablet)
Kortikosteroid Metilprednisolon Oral(injeksi)
sistemik Prednison Oral
Agonis beta-2 Prokaterol Oral
Pelega kerjalama Formoterol Turbuhaler
(Bronkodilator Salmeterol IDT
) kombinasi steroid Flutikason + Salmeterol. IDT
dan Budesonide + Turbuhaler
Agonis beta-2 formoterol
kerjalama Oral, IDT, rotacap
Agonis beta-2 kerja Salbutamol solution
cepat Oral, IDT, turbuhaler,
Terbutalin solution, ampul
(injeksi)
Prokaterol IDT
Fenoterol IDT, solution
Antikolinergik Ipratropium bromide IDT, solution
Metilsantin Teofilin Oral
Aminofilin Oral, injeksi
Teofilin lepas lambat Oral

Kortikosteroid Metilprednisolon Oral, inhaler


sistemik Prednison Oral
Bagan 1.
Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak

Klinik / IGD
Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
 nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit

 nebulisasi ketiga + antikolinergik

Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat


(nebulisasi 1-3x, respons (nebulisasi 1-3x, respons
baik, gejala hilang) parsial) (nebulisasi 3x,
 observasi 2 jam
 berikan oksigen (3) respons buruk)
 jika efek bertahan,
 nilai kembali derajat  sejak awal berikan O2
boleh pulang
serangan, jika sesuai saat / di luar
 jika gejala timbul lagi, dgn serangan sedang, nebulisasi
perlakukan sebagai observasi di Ruang
 pasang jalur
serangan sedang Rawat Sehari/observasi
Boleh pulang Ruang Rawat Sehari/observasi Ruang Rawat Inap
 bekali obat -agonis  oksigen teruskan  oksigen teruskan
(hirupan / oral)
 berikan steroid oral  atasi dehidrasi dan asidosis
 jika sudah ada obat jika ada
pengendali, teruskan  nebulisasi tiap 2 jam
 steroid IV tiap 6-8 jam
 jika infeksi virus sbg.  bila dalam 12 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang,  nebulisasi tiap 1-2 jam
Bagan 2. dapat diberi
pencetus,
steroid oral tetapi jika klinis tetap belum
 aminofilin IV awal, lanjutkan
rumatan

 jika membaik dalam 4-6x


Catatan: nebulisasi, interval jadi 4-6
jam
1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -
agonis + antikolinergik  jika dalam 24 jam perbaikan
klinis stabil, boleh pulang
2. Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
P
3. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan
E

N
G
Alur Tatalaksana Asma Anak jangka Panjang HI
Asma episodik jarang
Obat pereda: -agonis atau teofilin N
D
(hirupan atau oral) bila perlu
A
3-4 minggu, obat
dosis / minggu > 3x  3x R
A
Tambahkan obat pengendali: N
Asma episodik sering
Kortikosteroid hirupan dosis rendah *)

6-8 minggu, respons: () (+)


Pertimbangkan alternatif penambahan salah
Asma persisten satu obat:

 -agonis kerja panjang (LABA)

 teofilin lepas lambat

 antileukotrien
6-8 minggu, respons: () (+)

Kortikosteroid dosis medium


ditambahkanan salah satu obat:

 -agonis kerja panjang

 teofilin lepas lambat

6-8 minggu, respons: () (+)

Obat diganti kortikosteroid oral

*) Ketotifen dapat digunakan pada pasien balita dan/atau asma tipe rinitis

Вам также может понравиться