Вы находитесь на странице: 1из 22

LAMPIRAN PERATURAN DIREKSI

RS JIWA ISLAM KLENDER


NOMOR : 30/X/PD/RSIJPK/08/2018
TENTANG PANDUAN PELAYANAN PASIEN TAHAP TERMINAL (END of LIFE)

BAB I
PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Pasien yang menuju akhir hidupnya, dan keluarganya, memerlukan asuhan yang
terfokus akan kebutuhan mereka yang unik. Pasien dalam tahap terminal dapat
mengalami gejala yang berhubungan dengan proses penyakit atau terapi kuratif
atau memerlukan bantuan yang berhubungan dengan masalah-masalah
psikososial, spiritual dan budaya yang berkaitan dengan kematian dan proses
kematian. Keluarga dan pemberi pelayanan dapat diberikan kelonggaran dalam
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu
meringankan rasa sedih dan kehilangan.
Tujuan rumah sakit untuk memberikan asuhan pada akhir kehidupan harus
mempertimbangkan tempat asuhan atau pelayanan yang diberikan (seperti
hospice atau unit asuhan palliatif), tipe pelayanan yang diberikan dan kelompok
pasien yang dilayani. Rumah sakit mengembangkan proses untuk mengelola
pelayanan akhir hidup. Proses tersebut adalah :
1. Memastikan bahwa gejala-gejalanya akan dilakukan asesmen dan dikelola
secara tepat.
2. Memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani dengan hormat
dan respek.
3. Melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin sesuai kebutuhan
untuk mengidentifikasi gejala-gejala.
4. Merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik dalam mengelola gejala-
gejala.
5. Mendidik pasien dan staf tentang pengelolaan gejala-gejala.

1
B. Prinsip Pelayanan Pasien Pada Tahap Terminal (Akhir Hidup)
1. Rumah sakit memberikan dan mengatur pelayanan akhir kehidupan.
2. Asuhan pasien dalam proses kematian harus meningkatkan kenyamanan
dan kehormatannya.

C. Maksud Dan Tujuan Pelayanan Pada Tahap Terminal (Akhir Hidup)


Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk
dilayani dengan penuh hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf harus
sadar akan uniknya kebutuhan pasien dalam keadaan akhir kehidupannya.
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua
aspek asuhan selama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan yang
diberikan rumah sakit termasuk :
1. Pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien
dan keluarga ;
2. Menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ ;
3. Menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya ;
4. Mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan ;
5. Memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya.

Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien
yang unik pada akhir hidupnya (lihat juga HPK.2.5, Maksud dan Tujuan).
Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir-kehidupan, berdasarkan
evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan

2
BAB II
DEFINISI

Untuk memudahkan keseragaman pelayanan terhadap pasien tahap terminal,


dibuatlah definisi operasional sebagai berikut:
1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cedera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multiple yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tak mungkin lagi dapatdilakukan perbaikansehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat. Pengaplikasian terapi
untuk memperpanjang / mempertahankan hidup hanya akan berefek dan
memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
2. Pasien Tahap Terminal adalah pasien dengan kondisi terminal yangmakin lama
makin memburuk.
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
4. Mati Klinis adalah henti nafas (tidak ada gerak nafas spontan) ditambah henti
sirkulasi (jantung) total dengan semua aktivitas otak terhenti, tetapi tidak
ireversibel.
5. Mati Biologis adalah proses mati / rusaknya semua jaringan, dimulai dengan
neuron otak yang menjadi nekrotik setelah kira-kira 1 jam tanpa sirkulasi, diikuti
oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nekrotik selama beberapa jam atau
hari.
6. Mati Batang Otak adalah keadaan dimana terjadi kerusakan seluruh isi saraf /
neuronalintrakranial yang tidak dapat pulih termasuk batang otak dan serebelum.
7. Alat Bantu Napas (Ventilator) adalah alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.
8. Witholding life support adalah penundaan bantuan hidup.
9. Withdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup.
10. Mengelola Akhir Kehidupan (End of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Withdrowinglife support) atau penundaan bantuan hidup
(Witholding life support).
11. Informed Consent dalam profesi kedokteran adalah pernyataan setuju (consent)
atau ijin dari seseorang (pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa
paksaan (voluntary) terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan

3
terhadapnya sesudah mendapatkan informasi yang cukup (informed) tentang
kedokteran yang dimaksud.
12. Donasi Organ adalah tindakan memberikan organ tubuh dari donor kepada
resipien.
13. Perawatan Paliatif adalah upaya medik untuk meningkatkan atau mempertahankan
kualitas hidup pasien dalam kondisi terminal.

4
BAB III
RUANG LINGKUP

A. Aspek Keperawatan
Banyak masalah yang melingkupi kondisi terminal pasien, yaitu mulai dari titik yang
aktual dimana pasien dinyatakan kritis sampai diputuskankan meninggal dunia atau
mati. Seseorang dinyatakan meninggal / mati apabila fungsi jantung dan paru berhenti,
kematian sistemik atau kematian sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit,
dan otak merupakan organ besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang
ireversibel, selanjutnya organ-organ lain akan mati.
Respon pasien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisifisik,
psikologis, sosial yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh
pasien terminal.

Menurut Elisabeth Kübler-Ross, M.D., ada 5 fase menjelang kematian, yaitu :


1. Denial (fase penyangkalan / pengingkaran diri)
Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia menderita penyakit yang parah dan dia
tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan mungkin
mengingkarinya. Penyangkalan ini merupakan mekanispertahanan yang acapkali
ditemukan pada hampir setiap pasien pada saat pertama mendengar berita
mengejutkan tentang keadaan dirinya.
2. Anger (fase kemarahan)
Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa ia akan
meninggal. Masanya tiba dimana ia mengakui, bahwa kematian memang sudah
dekat. Tetapi kesadaran ini seringkali disertai dengan munculnya ketakutan dan
kemarahan. Kemarahan ini seringkali diekspresikan dalam sikap rewel dan
mencari-cari kesalahan pada pelayanan di rumah sakit atau di rumah. Umumnya
pemberi pelayanan tidak menyadari, bahwa tingkah laku pasien sebagai ekspresi
dari frustasi yang dialaminya. Sebenarnya yang dibutuhkan pasien adalah
pengertian, bukan argumentasi-argumentasi dari orang-orang yang tersinggung
oleh karena kemarahannya.

5
3. Bargaining (fase tawar menawar).
Ini adalah fase di mana pasien akan mulai menawar untuk dapat hidup sedikit lebih
lama lagi atau dikurangi penderitaannya. Mereka bisa menjanjikan macam-macam
hal kepada Tuhan, "Tuhan, kalau Engkau menyatakan kasih-Mu, dan keajaiban
kesembuhan-Mu, maka aku akan mempersembahkan seluruh hidupku untuk
melayaniMu."
4. Depresion (fase depresi)
Setelah ternyata penyakitnya makin parah, tibalah fase depresi. Penderita merasa
putus asa melihat masa depannya yang tanpa harapan.
5. Acceptance (fase menerima / pasrah)
Tidak semua pasien dapat terus menerus bertahan menolak kenyataan yang ia
alami. Pada umumnya, setelah jangka waktu tertentu mereka akan dapat
menerima kenyataan, bahwa kematian sudah dekat. Mereka mulai kehilangan
kegairahan untuk berkomunikasi dan tidak tertarik lagi dengan berita dan
persoalan-persoalan di sekitarnya. Pasien dalam kondisi terminal akan mengalami
berbagai masalah baik fisik, psikologis, maupun sosio-spiritual, antara lain :
a. Problem Oksigenisasi:
Nafas tidak teratur, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi
perifer menurun, perubahan mental; agitasi-gelisah, tekanan darah menurun,
hypoksia, akumulasi sekret, nadi ireguler.
b. Problem Eliminasi:
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltik, kurang diet serat
dan asupan makanan juga mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa
terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (misal Ca Colon), retensi
urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit misal trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan asupan
cairan atau kondisi penyakit misal gagal ginjal
c. Problem nutrisi dan cairan;
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltik menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak,
mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun
d. Problem suhu;
Ekstremitas dingin,kedinginan sehingga harus memakai selimut

6
e. Problem sensori;
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun. penglihatan kabur, pendengaran berkurang,
sensasi menurun
f. Problem nyeri ;
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, pasien
harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan
g. Problem kulit dan mobilitas;
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien
terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
h. Masalah psikologis;
Pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon emosi,
perasaaan marah dan putus asa.
i. Perawatan Paliatif
Perawatan paliatif bertujuan mencapai quality of life dan quality of death.
Perawatan paliatif menyangkut psikologis, spiritualis, fisik, keadaan sosial.
Terkait hal ini, memberikan pemahaman bagi keluarga dan pasien sangat
penting agar keluarga mengerti betul bahwa pasien tidak akan sembuh,
sehingga mereka akan memberikan perhatian dan kasih sayang diakhir
kehidupan pasien tersebut.

B. Aspek Medis
Kebanyakan kalangan dalam dunia kedokteran dan hukum sekarang ini
mendefinisikan kematian dalam pengertian mati otak (MO) walaupun jantung mungkin
masih berdenyut dan ventilasi buatan (ventilator) dipertahankan. Akan tetapi banyak
pula yang memakai konsep mati batang otak (MBO) sebagai pengganti MO dalam
penentuan mati.
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kedokteran maka
banyak pilihan pengobatan yang berguna memberi bantuan hidup terhadap pasien
tahap terminal. Pilihan ini sering kali menimbulkan dilema terutama bagi keluarga
pasien karena mereka menyadari bahwa tindakan tersebut bukan upaya
penyembuhan dan hanyaakan menambah penderitaan pasien. Keluarga

7
menginginkan sebuah proses di mana berbagai intervensi medis (misalnya pemakaian
ventilator) tidak lagi diberikan kepada pasien dengan harapan bahwa pasien akan
meninggal akibat penyakit yang mendasarinya.
Ketika keluarga / wali meminta dokter menghentikan bantuan hidup (withdrowing
life support) atau menunda bantuan hidup (withholding life support) terhadap pasien
tersebut, maka dokter harus menghormati pilihan tersebut.
Pada situasi tersebut, dokter memiliki legalitas dimata hukum dengan syarat sebelum
keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter telah
memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang kondisi terminal pasien dan
pertimbangan keputusan keluarga/ wali tertulis dalam informed consent.

8
BAB IV
TATA LAKSANA

A. Aspek Keperawatan
1. Asesmen Keperawatan
Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi
dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut :
a. Asesmen tingkat pemahaman pasien & keluarga :
Closed Awareness : pasien dan atau keluarga percaya bahwa pasien akan
segera sembuh.
Mutual Pretense : keluarga mengetahui kondisi terminal pasien dan tidak
membicarakannya lagi, Kadang-kadang keluarga menghindari percakapan
tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan
Open Awareness : keluarga telah mengetahui tentang proses kematian dan
tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit
dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
b. Asesmen faktor fisik pasien
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal meliputi :
1) Pernapasan (breath)
a) Apakah teratur atau tidak teratur,
b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing, stridor,
crackles, dll,
c) Apakah terjadi sesak napas,
d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan
jenisnya.
f) Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak.

9
2) Kardiovaskuler (blood)
a) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler.
b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan
pucat.
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba,
hilang timbul atau tidak teraba.
d) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya.
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam
CmH2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,
g) Lain-lain bila ada.

3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan
kesadaran pasien.
b) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O.
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil.
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan.
e) Lain-lain bila ada.

4) Perkemihan (blader)
a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor.
b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc / hari.
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan
bantuan dower kateter.
d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana
warnanya, bagaimana baunya.

5) Pencernaan (bowel)
a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun.
b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak.
c) Minum berapa cc / hari, dengan jenis cairan apa.
d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau.
e) Apakah ada mual atau muntah.

10
f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak,
bagaimana konsistensi, warna dan bau dari feses.

6) Muskuloskeletal / intergumen
a) Bagaimana kemapuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas.
b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat
atau hiperpigmentasi.
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya.
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya.
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya.
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya.

c. Asesmen tingkat nyeri pasien


Lakukan asesmenrasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka
segera lakukan menajemen nyeri yang memadai.

d. Asesmen faktor kulturopsikososial


1) Tahap Denial : Asesmen pengetahuan pasien, kecemasan pasien dan
penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap Anger : pasien menyalahkan semua orang, emosi tidak terkendali,
komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3) Tahapan Bargaining : pasien mulai menerima keadaan dan berusaha
untuk mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
4) Tahapan Depresi : Asesmen potensial bunuh diri, gunakan kalimat
terbuka untuk mendapatkan data dari pasien
5) Tahapan Acceptance : Asesmen keinginan pasien untuk
istirahat/menyendiri.

11
6) Asesmen faktor spiritual
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang
yang dapat membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien
sedang berada di tahapan bargaining.

2. Intervensi keperawatan
a. Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien.
b. Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien.
c. Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas.
d. Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat.
e. Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan / infeksi kornea.
f. Lakukan oral hygiene.
g. Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada daerah
penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih untuk mencegah
dekubitus.
h. Lakukan manajemen nyeri yang memadai.
i. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa.
j. Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka.
k. Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap
asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup (withdrawing life
support) atau penundaan bantuan hidup (withholding life support).

B. Aspek Medis
1. Intervensi Medis
Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka beberapa
intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien, sebagai berikut :
a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang mengalami
henti napas atau henti jantung. RJPO diindikasikan untuk pasien yang tidak
bernapas dan tidak menunjukan tanda – tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi
DNR di rekam medisnya.

12
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator,ditujukan untuk keadaan tertentu karena
penyakityang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminal tidak bisa mendapatkan
makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu dilakuan pemasangan
feeding tube untuk memenuhi nutrisi pasien tersebut.
2) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untuk mengirim nutrisi
secara langsung ke dalam pembuluh darah, yang berguna untuk
menjaga kebutuhan nutrisi pasien.
d. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya. Infeksi berat ini paling sering ditemukan pada
saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran darah, atau daerah trauma
/ operasi. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas, pemanjangan masa perawatan, dan pembengkakan biaya
perawatan. Penyebab meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial,
meliputi penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrierusus, penggunaan
antibiotik spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau
dari alat kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).
Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk
hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima bila
dilakukan resusitas imaupun ventilator.
e. Withdrawing life support & withholding life support
Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup
(withdrawing life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding
life support) yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang rawat
intensif care. Keputusan withdrawing / withholding adalah keputusan medis
dan etis yang dilakukan oleh 3 (tiga) dokter yaitu dokter spesialis
anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi dan 2 (dua) orang
dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah sakit.

13
Adapun persyaratan withdrawing life support &withholding life support
sebagai berikut :
1) Informed Consent
Pada keadaan khusus, dimana perlu adanya tindakan penghentian /
penundaan bantuan hidup (withdrawing / withholding life support) pada
seorang pasien, maka harus mendapat persetujuan keluarga terdekat
pasien.Persetujuan penghentian / penundaan bantuan hidup oleh keluarga
terdekat pasien harus diberikan secara tertulis (written consent) dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam Formulir Pernyataan Pemberian Informasi
Kondisi Terminal yang disimpan dalam rekam medis pasien, dimana
pernyataan tersebut diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim
DPJP yang bersangkutan mengenai beberapa hal sebagai berikut :
a) Diagnosis :
(1) Temuan klinis dan hasil pemeriksaan medis sampai saat
tersebut.
(2) Indikasi dan keadaan klinis pasien yang membutuhkan
withdrawing / withholding life support.
b) Terapi yang sudah diberikan.
c) Prognosis:
(1) Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
(2) Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
(3) Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
2) Kondisi Terminal
Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang
jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan
memperpanjang kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan
penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih sadar
tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik / paliatif agar
pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.

3) Mati Batang Otak (MBO)


Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi
batang otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO)
yang ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO
serta semua terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ,

14
bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan
telah diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3(tiga)dokter
yaitu dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi, dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk
oleh komite medis rumah sakit dengan prosedur pengujian MBO
sebagai berikut :
a) Memastikan hilangnya refleks batang otak dan henti nafas yang
menetap (ireversibel) yaitu :
(1) Tidak ada respons terhadap cahaya.
(2) Tidak ada refleks kornea.
(3) Tidak ada refleks vestibule-okular.
(4) Tidak ada respon motor terhadap rangsang adekuat pada area
somatic.
(5) Tidak ada refleksmuntah (gag reflex) atau reflex batuk karena
rangsang oleh kateter isap yang dimasukkan kedalam trakea.
(6) Tes henti nafas positif.
b) Bila tes hilangnya refleks batang otak dinyatakan positif, tes diulang
lagi 25 menit kemudian.
c) Bila tes tetap positif, maka pasien dinyatakan mati walaupun jantung
masih berdenyut, dan ventilator harus segera dihentikan.
d) Pasien dinyatakan mati ketika batang otak dinyatakan mati dan
bukan sewaktu mayat dilepas dari ventilator atau jantung berhenti
berdenyut.

15
BAB V
DOKUMENTASI

Dokumentasi adalah suatu yang ditulis/ dicetak kemudian diandalkan sebagai catatan
bukti bagi orang yang berwenang dan merupakan bagian dari praktek profesional.
Dokumentasi bagi kesehatan merupakan informasi tertulis tentang status dan
perkembangan kondisi asuhan yang dilakukan oleh petugas termasuk dokter, perawat
dan tenaga kesehatan lain.
Dokumentasi pada pasien terminal dilakukan dalam upaya informasi perkembangan
kondisi pasien pada tahap akhir kehidupan dan dapat digunakan sebagai bentuk bukti
aktivitas legal.
Adapaun dokumentasi pada pasien dengan tahap akhir kehidupan sebagai berikut :
1. Formulir Pengkajian pasien tahap akhir kehidupan
2. Formulir Informed Consent
3. Formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran
4. Formulir Penolakan Tindakan Kedokteran
5. Formulir Pernyataan Pemberian Informasi Kondisi Terminal (Lembar LIE)

16
1. SPO ASESMEN PASIEN TERMINAL

ASESMEN PASIEN TERMINAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SPO.PK.170.000.029 00 1 dari 2
Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh:
Standar
Prosedur
Operasional 01 Agustus 2018 Dr.Prasila Darwin.Sp.KJ
DIREKTUR UTAMA

Pengertian Yang dimaksud adalah suatu proses yang progresif menuju


kematian berjalan melalui suatu tahapan proses penurunan fisik,
psikosisial dan spiritual bagi individu
Tujuan 1. Mempersiapkan kebutuhan fisik, psikososial, spiritual dan
kultural pasien dalam menghadapi kematian dengan tenang
2. Membantu keluarga untuk menerima kehilangan / berduka
cita
Kebijakan

Prosedur :
A. Persiapan
1. SDM
a. Dokter
b. Perawat
2. Pasien
Pasien dan keluarga diberikan tempat yang privasi
3. Alat
a. Format asesmen pasien terminal
b. Alat pemeriksaan fisik, termometer, tensimeter, atau bed set monitor
portable
c. Informed Concent Do Not Resusciatate (DNR)

17
ASESMEN PASIEN TERMINAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman


SPO.PK.170.000.029 00 2 dari 2
B. Pelaksanaan
1. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga, tentang kondisi pasien, tindakan-
tindakan yang akan dilakukan
2. Bila ada penolakan terhadap tindakan resusitasi, maka keluarga harus
membuat dan menandatangani Informed Concent Do Not Resusciatate
(DNR)
3. Asesmen pasien terminal dilakukan setiap 1-2 jam sekali meliputi, keadaan
umum, tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, nyeri, mual, muntah, perasaan
lelah, cemas
4. Memenuhi kebutuhan; nutrisi, kebersihan diri, mengontrol rasa sakit,
psikososial dan spiritual
5. Bila kondisi pasien bertambah buruk, maka perawat segera melaporkan ke
dokter jaga, dan dokter jaga melaporkan ke DPJP
6. Memberikan ruangan yang privasi dan ketenangan pada pasien
7. Mengizinkan keluarga pasien / orang terdekat untuk mendampingi pasien
8. Menyediakan fasilitas kebutuhan pasien dan keluarga untuk melaksanakan
ritual keagamaan
9. Menawarkan untuk menghubungi rohaniawan rumah sakit sesuai dengan
agama pasien dan atur kunjungannya
10. Bila kondisi pasien semakin memburuk, dan tidak ada Informed Concent
Do Not Resusciatate (DNR), maka lakukan prosedur Resusitasi Jantung
Paru (RJP) dan menghubungi Tim Code Blue
a. Memfasilitasi pasien untuk menghadapi kematian dengan Husnul
Khotimah
Unit Terkait SMF, IGD, Ranap

No. Dok. Terkait

18
2. PENGKAJIAN PASIEN PADA TAHAP AKHIR KEHIDUPAN
Nama :
RS. JIWA ISLAM KLENDER
…........………..........
Tanggal Lahir :
……..............……...
No. RM :
.............................
(Label identitas pasien )
PENGKAJIAN PASIEN PADA TAHAP AKHIR KEHIDUPAN
Tanggal : Jam :
Ruangan:
Asesmen Awal Asesmen ulang tanggal : .......... / ............. / .................
1 Gejala seperti mau muntah dan kesulitan
a. Kegawatan
. bernapas
Sesak berat Nafas
Pernafasan :
Nafas tidak teratur Tidak ada kelainan
lambat
b. Kehilangan Tonus Otot
Penurunan Pergerakan Sulit
:
Sulit Berbicara Tidak ada kelainan
Tubuh menelan
c. Sirkulasi :
Sianosis Akral dingin Tidak ada kelainan
Nadi lambat dan lemah Gelisah
d. Nyeri :
Ya Tidak
Lokasi : Skala :
2 Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan
…....................…… …....................……
Melakukan aktifitas fisik Pindah posisi
. gejala fisik
3 Manajemen gejala saat ini dan respon pasien :
Masalah keperawatan :
.
Mual Pola napas tidak Bersihan jalan napas tidak
Perubahan persepsi sensori Defisit perawatan diri
efektif efektif
Nyeri akut Nyeri kronis
Konstipasi
4 Kebutuhan spiritual pasien dan keluarga :
a. Perlu di doakan :
.
Ya , Oleh : ................................... Tidak
b. Perlu Bimbingan Rohani :
Ya , Oleh : ................................... Tidak
c. Perlu Pendamping Rohani :
Ya , Oleh : ................................... Tidak
5 Status Psikososial Pasien dan Keluarga :
. Apakah ada orang yang ingin dihubungi
a.
saat ini

19
Ya , Hubungan : ................................... Tidak
b. Bagaimana rencana perawatan
Tetap dirawat di Rumah
selanjutnya
Dirawat di rumah
sakit
c. Jika pasien dirawat dirumah, siapa yang akan
Keluarga
merawat
Perlu difasilitasi oleh Rumah Sakit.
6 Reaksi pasien terhadap
Asesmen
. penyakitnya :
Menyangkal Marah
informasi
Sedih Ketidakberdayaan
Masalah keperawatan :
Ansietas, kematian Distres spiritual
7 Reaksi keluarga terhadap penyakit pasien :
Menyangkal Marah
.
Sedih Ketidakberdayaan
Masalah keperawatan :
Koping individu tidak efektif
Perubahan proses keluarga
Distres spiritual
8 Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan bagi pasien, keluarga dan pemberi
Pasien perlu didampingi keluarga
. pelayanan lain :
Keluarga dapat mengunjungi pasien diluar waktu berkunjung
Sahabat dapat mengunjungi pasien diluar waktu berkunjung
.......................................................................
9 Apakah ada kebiasaan terkait budaya yang akan digunakan keluarga/
Ya , Sebutkan ................................ Tidak
. pasien :
1 Faktor resiko bagi kelurga yang ditinggalkan :
Asesmen
0
Marah Letih / lelah
informasi
. Depresi Gangguan tidur
Rasa bersalah Sedih / menangis
Perubahan kebiasaan pola komunikasi Penurunan konsentrasi
Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan
Masalah keperawatan :
Koping individu tidak efektif
Pemeriksa,

(...........................................
FORM-PK Ttd & Nama Jelas
.....)
170.000.023

20
BAB VI
PENUTUP

Demikianlah buku Panduan Pelayanan Playanan Pasien Tahap Terminal End Of Life
RS Jiwa Islam Klender. Upaya perbaikan dan peningkatan kualitas akan terus
dilakukan. Peninjauan ulang buku panduan ini terhadap relevansi kondisi yang ada
akan dilakukan secara rutin setiap tahunnya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 1 Agustus 2018
DIREKSI
RS. Jiwa Islam Klender

Dr.Prasila Darwin.Sp.KJ
DIREKTUR UTAMA

21
Rujukan :
1. Undang-undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-undang No.29 tahun 2004 pada pasal 46 Tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.519/MENKES/PER/III/2011 tentang
pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah
sakit
4. Carpenito, 2005, Medical Nursing Assessment & Diagnosis books.google.com
5. Penentuan mati, penentuanmati.webs.com/definisimati.htm
6. Mati Batang Otak, www.freewebs.com/penentuanmati/Euthanasia,
ulasankedokteran.blogspot.com/.../mati-otak-brain-death
7. End Of Life Care; ethical overview, Center for Bioethics University of Minnesota
2005

22

Вам также может понравиться