Вы находитесь на странице: 1из 13

NILAI DAN MORAL ISLAM DALAM MENENTUKAN DAN

MENGAMBIL KEUNTUNGAN

Oleh :
Irni Sri Cahyanti1
Muhsin2

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai dan moral dalam
menentukan dan mengambil keuntungan dalam bermuamalah
khususnya dalam aktivitas jual beli. Karena tujuan utama dari jual
beli adalah untuk mengambil keuntungan, maka banyak orang
yang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan
yang besar namun tidak berlaku adil. Dalam penelitian inilah
dijelaskan konsep jual beli dalam Islam, konsep keuntungan
dalam Islam serta batas pengambilan keuntungan yang dibolehkan
dalam pandangan Islam.
Kata Kunci : Nilai, Moral, Keuntungan, Jual Beli

Abstract
This study was conducted to determine the value and morale in
determining and taking advantage in muamalah especially in
trading. Since the main purpose of trading is to take advantage,
then many people are doing various ways to get big profits but not
fair. In this study described the concept of buying and selling in
Islam, the concept of profit in Islam and the limits of profit that is
allowed in the view of Islam.
Keywords : Value, Morale, Advantage, Trading

Latar Belakang
Banyak hal yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
salah satunya dengan berdagang atau berniaga. Tujauan utama dari berdagang
adalah untuk memperoleh keuntungan, disamping itu juga berdagang dapat
membantu orang–orang dalam pemenuhan kebutuhannya. Sehingga adanya
simbiosis mutualisme dimana seorang penjual bisa mendapatkan keuntungan dari

1
Dosen Prodi Perbankan Syariah Universitas Islam Nusantara
2
Dosen Prodi Perbankan Syariah Universitas Islam Nusantara

0
hasil menjual komoditas yang dibutuhkan pembeli sementara pembeli dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Islam sebagai agama universal sangat mendorong dan motivasi
pendayagunaan harta/modal secara optimal untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal, Islam menekankan prinsip keadilan dan kebebasan dengan berbagai
pertimbangan dan perhitungan yang jelas sehingga tidak merugikan penjual dan
tidak pula mendzalimi konsumen/pembeli. Berbagai bentuk aksi bisnis yang
dapat mempengaruhi harga dilarang dalam Islam.3
Karena tujuan utama dari berdagang adalah untuk mendapatkan keuntungan,
maka tak jarang seorang pedagang melupakan bagaimana etika dalam menentukan
dan mengambil keuntungan dalam Islam. Sehingga mereka selaku penjual
terkadang cenderung ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya yang
akan mendorong pada perbuatan perilaku negatif seperti berbohong, menipu, dan
lain-lain.
Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan apa yang telah dicontohkan
oleh Rasululloh Saw. yang mana dahulu beliau merupakan seorang pedagang jujur
dan amanah. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk membahas
tentang nilai dan moral Islam dalam menentukan dan mengambil keuntungan.

Pembahasan
A. Jual Beli dalam Islam
Jual beli4 merupakan salah satu kegiatan ekonomi dimana terjadinya sebuah
transaksi antara transaksi penjualan dan pembelian. Pasar merupakan tempat
bertemunya penjual dan pembeli. Tempat tersebut bertujuan untuk memenuhi
3
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta,2013), hlm.138
4
Menurut etimologi (bahasa), jual-beli diartikan: "pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang
lain". Kata lain dari jual beli (al-ba’i) adalah asy-syira’, atau at-tijarah. Rachmat Syafi'I, Fiqih
Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm.73
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 20 (2), bay’ adalah jual beli antara benda
dengan benda atau pertukaran benda dengan uang. M. Fauzan, Komplikasi Hukum Ekonomi
Syariah, edisi revisi (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009),hlm. 15
Jual beli juga memiliki arti: menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang
lain). Kata al-bai' dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata:
asy-syira' (beli). Dengan demikian kata al-bai' berarti kata "jual" dan sekaligus juga berarti kata
"beli". M. Ali Hasan, Berbagai macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2004), hlm. 113

1
kebutuhan manusia. Berdasarkan hal tersebut, pasar sangat rentan terhadap
kegiatan jual beli dengan beberapa hal yang bisa merugikan salah satu pihak
seperti kecurangan5 dan ketidakadilan yang pada akhirnya berdampak pada
pembentukan harga.
Harga terbentuk karena adanya permintaan dan penawaran. Dalam hal ini,
mekanisme pasar diperlukan yang bertujuan untuk menciptakan harga yang adil.

5
Beberapa kecurangan dalam berdagang yang dilarang oleh Rasulullah Saw yaitu
1) Larangan Najsy adalah sebuah praktik dagang dimana seorang penjual menyuruh orang
lain untuk memuji barang dagangannya atau menawar dengan harga yang tinggi sehingga calon
pembeli yang lain tertarik untuk membeli barang dagangannya. Najsy dilarang karena dapat
menaikkan harga barang-barang yang dibutuhkan oleh para pembeliu. Rasulullah Saw bersabda
“Janganlah kamu sekalian melakukan epnawaran terhadaop barang tanpa bermaksud untuk
membeli.”
2) Larangan Bay’Ba’dh ’Ala Ba’dh.Praktik bisnis ini adalah dengan melakukan lompatan
atau penurunan harga oleh seorang dimana kedua belah pihak yang terlibat tawar menawar masih
dalam tahap negosiasi atau baru akan menyelesaikan penetapan harga. Rasulullah Saw.melarang
praktik semacam ini karena hanya akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak diinginkan.
3) Larangan Tallaqi Al-Rukban.Praktik ini adalah dengan cara mencegat orang-orang yang
membawa barang dari desa dan memebeli barang tersebut sebelum tiba di pasar. Rasulullah Saw.
melarang praktik semacam ini dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kenaikan harga. Beliau
memerintahkan agar barang-barang langsung dibawa ke pasar, sehingga penyuplai barang dan jasa
para konsumen bisa mengambil manfaat dari harga yang sesuai dan alami.
4) Larangan Ihtinaz dan Ihtikar. Ihtinaz adalah praktik penimbunan harta seperti emas,
perak, dan lain sebagainya. Sedangkan Ihtikar adalah penimbunan barang-barang seperti makanan
dan kebutuhan sehari-hari. Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, (Bandung: Alfabeta,2013),
hlm.269

2
Terdapat beberapa prinsip mekanisme pasar dalam Islam 6yang terwujud dalam
beberapa hal sebagai berikut :
1. Tujuan jual beli dalam Islam adalah untuk mencapai al-falah 7 serta
keuntungan yang didapat bermaslahat8. Ketika tujuan tersebut tercapai maka
akan tercipta rasa kerelaan dari semua pihak baik penjual maupun pembeli.

6
Konsep mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang dilakukan haruslah atas dasar kerelaan anatar
masing-masing pihak (freedom contract). Hal ini sesuai dengan Q.S. 4: 29
‫منك ك ميم وههل ت يهقت ككلللويا ا‬ ‫ل إ ذلل هأن ت ه ك‬ ‫ي‬ ‫مكنوا ا هل ت هيأك كل كويا ا أ هيمويهل ه ك‬ ‫ه‬
‫عن ت ههراضض م‬ ‫جهرة ة ه‬ ‫ن ت ذ يه‬ ‫كو ه‬ ‫كم ب ذٱلب يهط ذ ذ‬ ‫كم ب ي هين ه ك‬ ‫ن هءا ه‬ ‫ذي ه‬ ‫ي هيأي يههاَ ٱل ل ذ‬
٢٩ َ‫ما‬ ‫حي م‬ ‫ن ب ذك ك يم هر ذ‬ ‫كاَ ه‬ ‫ه ه‬ ‫ن ٱلل ل ه‬ ‫سك ك ميم إ ذ ل‬‫ف ه‬ ‫هأن ك‬
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
2. Persaingan sehat (fair competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika
terjadi penimbunan (ikhtikar) atau monopoli. Monopoli dapat diartikan, setiap barang
yang penahannya akan membahayakan konsumen atau orang banyak.
3. Kejujuran (honesty), kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam,
sebab kejujuran adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang tegas
melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai kebenaran
ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan transaksi dalam
perdagangan dan masyarakat secara luas.
4. Keterbukaan (transparency) serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini adalah
transaksi yang dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak
dan keadaan yang sesungguhnya. Abdul Aziz, op.Cit, hlm 267
7
Al-falah merupakan tujuan dasar dari ekonomi syariah yakni kesejahteraan dunia dan
akhirat. Hal tersebutlah yang membedakan anatara ekonomi syariah dan konvensional yang mana
dalam ekonomi konvesional lebih condong kepada duniawi,sementara dalam ekonomi syariah
sealin duniawi terdapat juga akhirat sehingga ada beberapa batasan seperti tidak boleh mendzalimi
atau merugikan salah satu pihak, melarang riba, dan bertransaksi barang haram. Sebagai mana
terkandung dalam beberapa ayat al-Quran berikut :
-Q.S. 4: 29
- Q.S. 2 177
‫ي‬ ‫ه‬
‫مل هيئ ذك هةذ‬ ‫خرذ وهٱيل ه‬ ‫ن ب ذٱلل لهذ وهٱيلي يهوم ذ ٱيلأ ذ‬‫م ه‬‫مين هءا ه‬ ‫ن ٱيلب ذلر ه‬ ‫ب وهل يهك ذ ل‬ ‫ميغرذ ذ‬ ‫ق وهٱيل ه‬ ‫مشرذ ذ‬
‫ل ٱيل ه ي‬ ‫جوههك ك يم قذب ه ه‬ ‫س ٱيلب ذلر أن ت كوهيلوا ا وك ك‬ ‫۞ل يلي ه‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ي‬
‫ن‬‫ه‬ ‫لي‬
‫ذ‬ ‫ذ‬ ‫ئ‬ ‫للا‬‫س‬
‫ل‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫و‬
‫ذ ه‬ ‫ل‬ ‫بي‬
‫ذ‬ ‫لل‬ ‫س‬
‫ل‬ ‫ٱل‬ ‫ن‬‫ب‬‫ي‬ ‫بب‬
‫ٱ‬
‫ه ه ه‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫كي‬‫ذ‬ ‫لل‬
‫س‬
‫ي‬ ‫ه‬ ‫م‬
‫ه‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫و‬
‫ي ه‬ َ‫ى‬ ‫لل‬
‫م‬
‫ه‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ت‬‫ه‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫و‬
‫ي ه‬ َ‫ى‬‫ه‬ ‫ب‬ ‫ي‬
‫ر‬ ‫ك‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ِ‫وي‬ ‫ذ‬ ‫ه‬ ‫ذ‬ ‫ۦ‬ ‫ذ‬ ‫ه‬‫م‬ ‫ب‬ ‫ح‬
‫ك‬ َ‫ى‬
‫ي‬
‫ه‬ ‫ل‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫ل‬‫ه‬ َ‫ما‬
‫ه‬ ‫ل‬ ‫ٱ‬ َ‫تى‬ ‫ه‬ ‫ءا‬
‫ه‬ ‫و‬
‫ه ه‬ ‫ن‬ ۧ ‫م‬ ‫ي‬‫ذ‬ ‫ب‬‫ل‬ ‫ن‬ ‫ل‬‫ٱ‬ ‫ب ه‬
‫و‬ ‫وهٱيلك ذت يه ذ‬
‫ي‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬
‫سلاذء‬ ‫ن فذلليِ ٱلب هأ ه‬ ‫ري ه‬ ‫دواا وهٱل يل‬
‫صللب ذ ذ‬ ‫ذا ع يهههل ك‬ ‫ن ب ذعه ببيهد ذه ذيمبب إ ذ ه‬ ‫موكفلو ه‬ ‫صللوية ه وههءات هللىَ ٱللزكلوية ه وهٱل ك‬ ‫م ٱل ل‬ ‫ب وهأهقلاَ ه‬ ‫وهذفيِ ٱلمرهقاَ ذ‬
١٧٧ ‫ن‬ ‫قو ه‬ ‫مت ل ك‬ ‫م ٱيل ك‬ ‫ك هك ك‬ ‫صد هكقوااا وهأ كوال هيئ ذ ه‬ ‫ن ه‬ ‫ذي ه‬ ‫ك ٱل ل ذ‬‫س أ كوال هيئ ذ ه‬ ‫حي ي ي‬
‫ن ٱلب هأ س س‬ ‫ضلراذء وه ذ ه‬ ‫وهٱل ل‬
177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-
minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-
orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertakwa.
8
Imam Al ghozali menjelaskan bahwa menurut asalnya maslahah itu berarti sesuatu yang
mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mudarat (kerusakan), namun hakekat dari

3
2. Persaingan yang sehat tercermin dalam perilaku penjual ketika melakukan
transaksi penjualan, Penjual tidak boleh melakukan kecurangan dalam
bersaing dengan penjual lainnya sehingga merugikan pihak lain.
3. Wujud kejujuran terletak pada sikap penjual terhadap objek yang
diperjualbelikan. Penjual seharusnya bisa berlaku jujur tehadap pembeli
ketika menjelaskan kondisi barang yang diperjualbelikan, tidak menipu atau
menutupi atas kekurangan dan kececatan suatu barang.
4. Wujud keterbukaan terbentuk ketka sikap dari kejujuran dilakukan, sementara
keadilan9 terletak pada sikap dalam mengambil keuntungan tanpa mendzalimi
pihak lain baik itu pembeli atau pesaing.

maslahah adalah memelihara tujuan syara’ dalam menetapkan hukum. Sedangkan tujuan syara’
dalam menetapkan hukum itu ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Al Khawarizmi memberikan definisi yang hampir serupa dengan definisi al ghozali di atas,
yaitu: ”memelihara tujuan syara’ (dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan
kerusakan dari manusia.”
Selanjutnya Izzudin Ibnu Abdil Azis mendefinisikan maslahah dalam 2 bentuk. Yang pertama
hakiki, maksudnya berupa ”kesenangan dan kenikmatan”. Dan kedua, bentuk majazi, maksudnya
”sebab-sebab yang mendatangkan kesenangan dan kenikmatan” tersebut, dan bisa jadi faktor
datangnya maslahah adalah justru mafasid (kerusakan).[22]Definisi ini didasarkan bahwa pada
prinsipnya ada empat bentuk manfaat, yaitu kelezatan dan sebab sebabnya serta kesenangan dan
sebab-sebabnya.
Menurut Yusuf Hamid maslahah adalah implikasi dari suatu tindakan atas dasar ketentuan-
ketentuan syar’i yang mendorong terwujudnya maksud syari’ dalam pembuatan hukum guna
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Yang terakhir definisi dari Asy syatibi. Beliau mendefinisikan maslahah dari dua sudut
pandang, yaitu dari segi terjadinya maslahah dalam kenyataan dan dari segi tergantungnya
tuntunan syara’ kepada maslahah. Dari segi terjadinya maslahah dalam kenyataan, berarti: ”sesuatu
yang kembali kepada tegaknya kehidupan manusia serta kesempurnaan hidupnya, artikel tercapai
apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan aklinya secara mutlak, sehingga dia merasakan
kenikmatan”. Lilik Mursito (Peserta PKU ISID Gontor Angkatan ke-III) A , Artikel Tantangan
Humanisme dan Konsep Maslahat Dalam Islam Kamis, 28 Oktober 2010 08:10.
9
Keadilan adalah tawazun (keseimbangan) antara berbagai potensi individu baik moral
maupun material. Ia adalah tawazun antara individu dan komunitas (masyarakat). Kemudian
antara satu komunitas dengan komunitas yang lain dan tidak ada jalan menuju tawazun ini kecuali
dengan berhukum kepada syariah Allah dan kepada Kitab serta hikmah yang Ia turunkan. Yusuf
Qardhawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Ekonomi Islam, terj. Didin Hafidhuddin, Setiawan Budi
Utomo dan Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 2001), hlm. 396.
Adil dalam arti luas dapat diartikan menjaga keseimbangan dalam masyarakat, artinya
keadilan adalah segala sesuatu yang dapat melahirkan kemaslahatan bagi masyarakat atau menjaga
dan memeliharanya dalam bentuk lebih baik sehingga masyarakat mendapatkan kemajuan.
Murtadha Muthahhari, Islam dan Tantangan Zaman, Terj. Ahmad Sobandi, (Bandung: Pustaka
Hidayah, 1996), h. 225.
Keadilan menurut persfektif Alquran memiliki 3 macam arti. Pertama, adil berarti “sama”
(al-musafat) QS, An-Nisa (4). Kedua, adil berarti “seimbang” (al-mizan) QS, Al-Hadid (57) 25.
Ketiga, keadilan ialah memelihara hak individu dan memberikannya kepaa yang berhak. Atang
abd Hakim, Fiqh Perbankan Syariah (Transformasi Fiqh Muamalah ke dalam peratutan
perundang-undangan), (Bandung : PT. Refika Aditama, 2011), hlm.150

4
Berdasarkan prinsip mekanisme pasar yang Islami ada beberapa sikap yang
dilakukan sesuai dengan syariat Islam, sehingga dapat membentuk sebuah etika
dalam berbisnis. Menurut Al-Ghazali dan Buchari Alma, dkk yang dikutip oleh
Abdul Aziz, etika bisnis pasar Islami dapat dicirikan sebagai berikut 10:
1. Tidak mengambil laba lebih banyak, seperti yang lazim dalam dunia
bisnis.
2. Membayar harga agak lebih mahal kepada penjual yang miskin, ini adalah
amal yang lebih baik daripada sedekah. Jika memebeli barang dari seorang
penjual, dan penjualnya itu seorang yang miskin, atau seseorang yang
perlu dibantu, maka lebihkanlah membayarnya dari harga semestinya.
3. Memurahkan harga atau memeberi discount/karting kepada pembeli yang
miskin, ini memiliki pahala yang berlipat ganda.
4. Bila membayar utang, pembayaran dipercepat dari wakrtu yang telah
ditentukan. Jika yang diutang berupa barang, maka usahakan dating sendiri
waktu membayarnya kepada yang berpiutang.
5. Membatalkan jual beli, jika pembeli menginginkannya. Ini mungkin
sejalan dengan prinsip”customer is king’ dalam ilmu marketing.
Sementara itu, dalam hal berakad ada beberapa prinsip atau asas yang harus
diperhatikan agar bisnis tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah muamalah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syamsul Anwar yaitu:11
1. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah) yaitu sesuai dengan kaidah muamalah
yaitu “pada dasarnya segala sesuatu itu boleh dilakukan selama belum ada
dalil yang melarangnya”. Ini menyiratkan kemubahan untuk melakukan
akad terhadap objek apa saja selama sesuai dengan hukum yang ada.
2. Asas Kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyah at-Ta’qud), yaitu kebebasan
untuk berakad kepada siapa saja tanpa ada pembatasan dan pengecualian
selain yang ditetapkan oleh dalil-dalil.
3. Asas Konsensualisme (Mabda’ ar-Radhaiyyah), yaitu prinsip saling ridha
dalam diri para pihak yang berakad.

10
Ibid, hl.275
11
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih
Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), h.83.

5
4. Asas Janji itu Mengikat, yaitu adanya akibat hukum dalam atau setelah
dilaksanakan akad yang harus dijalankan para pihak sesuai dengan yang
diakadkan.
5. Asas Kesimbangan (Mabda’ at-Tawazun fil Mu’awadhah), yaitu adanya
keseimbangan hak dan kewajiban antara para pihak dan tidak
memberatkan salah satu pihak baik dari risiko yang timbul maupun
keuntungan yang diperoleh.
6. Asas Kemaslahatan, yaitu dari akad yang dilakukan tidak boleh
menimbulkan kerugian (mudharat) atau memberatkan (masyaqqah) bagi
para pihak atau salah satu pihak maupun pihak lain diluar para pihak yang
berakad.
7. Asas Amanah, yaitu kepatuhan para pihak terhadap akibat hukum yang
ditimbulkan dari akad yang dilakukan.
8. Asas Keadilan, yaitu adanya nilai-nilai keadilan dalam proses akad, baik
dari segi waktu maupun kesempatan untuk menjalankan prosesi atau
akibat hukum yang ditimbulkan.

B. Konsep Keuntungan dalam Islam


12
Keuntungan terbentuk karena adanya transaksi jual beli yang diperoleh
dari selisih harga jual dengan modal pokok. Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa keuntungan berhubungan dengan jual beli dan harga.
Sebagai seorang muslim hendaknya dalam berdagang sebaiknya dilakukan sesuai

12
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keuntungan merupakan sinonim dari laba,
http://kbbi.web.id/untung, kamis 19 Mei 2016.
Menurut Al-Mushlih dan Ash-Shawi, Laba adalah selisih lebih hasil penjualan dari harga
pokok dan biaya operasi. Kalangan ekonomi mendefinisikannya sebagai, selisih antara total
penjualan dengan total biaya. Total penjualan, yakni harga barang yang dijual, dantotal biaya
operasional adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam penjualan,yang terlihat dan tersembunyi.
Abdullah Al-Mushlih & Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,(.Jakarta: Darul Haq,
2004), hlm. 78
Dalam Kamus Ekonomi Uang & Bank, ‘profit’ didefinisikan sebagaikelebihan pendapatan
atas total biaya. Profit bisa juga diartikan kelebihan harga jual atas harga produk. Sudarsono &
Edilius, Kamus Ekonomi: Uang & Bank ,(Jakarta:Rhineka Cipta, 2007), hlm. 224

6
dengan ekonomi syariah yang berlandaskan Sumber hukum yang diantaranya
adalah Al-Qur’an13, Al-Hadits14, Ijtihad15.
Berikut ini merupakan ayat Al Quran beserta hadits yang berkaitan dengan
keuntungan :
- Al-Baqarah ayat ke-16
‫مللاَ ك هللاَكنوا ا‬
‫جهرت كهكلل يم وه ه‬
‫حللت ت م يه‬ ‫ة ب ذٱيلهكللد هىي فه ه‬
‫مللاَ هرب ذ ه‬ ‫ضللل يهل ه ه‬ ‫ن ببٱت ه ي هش‬
‫روكا ا ٱل ل‬ ‫أ كوال هيئ ذ ه‬
‫ك ٱل ل ذ‬
‫ذي ه‬
١٦ ‫ن‬ ‫دي ه‬‫ميهت ه ذ‬ ‫ك‬
16. Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk

- Hadits16
“Seorang mukmin itu bagaikan seorang pedagang; dia tidak akan menerima
laba sebelum ia mendapatkan modal pokoknya. Demikian juga, seorang
mukmin tidak akan mendapatkan amalan-amalan sunnahnya sebelum ia
menerima amalan-amalan wajibnya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini, Rasulullah mengumpamakan seorang mukmin dengan
seorang pedagang. Pedagang tidak bisa mendapatkan keuntunngan apabila ia
belum mendapatkan modal pokoknya. Begitu juga seorang mukmin tidak akan

13
Al-Qur’an dalam bidang ekonomi, seperti halnya dalam bidang muamalat pada umumnya,
memberikan pedoman-pedoman yang bersifat garis besar, seperti membenarkan memperoleh rezki
dengan jalan perdagangan, melarang makan riba, melarang menghamburkan-hamburkan harta,
perintah bekerja untuk mencari kecukupan nafkah dan sebagainya. Ahmad Syafii Maarif, Islam
dan Masalah Kenegaraan. Studi tentang Peraturan dalam Konstituante, Jakarta: LP3ES, 1985.
Hlm. 15
14
Sunnah Rasul memberikan penjelasan perinciannya, seperti mengatur bagaimana cara
perdagangan yang dihalalkan dan bagaimana pula yang diharamkan, menerangkan macam-macam
bentuk riba yang dilarang dalam Al-Qur’an, memberi penjelasan tentang pekerjaan-pekerjaan
mana yang dibenarkan untuk mencari rezki dan mana yang tidak dibenarkan dan sebagainya.
M.Kamal Hijaz, Jurnal Prinsip-Prinsip Hukum Ekonomi Islam , Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE) YPUP Makassar : AL-FIKR Volume 15 Nomor 1 Tahun 2010, hlm. 181
15
Ijtihad secara etimologi adalah, diambil dari akar kata dalam bahasa arab jahada (‫)دجهدههدد‬
bentuk kata masdarnya ada dua bentuk yang berbeda artinya: Jahdun (‫ )دجهههههدد‬dengan arti
kesungguhan atau sepenuh hati atau serius, Juhdun (‫ )ججهههههدد‬dengan arti kesanggupan atau
kemampuan yang di dalamnya terkandung arti sulit, berat dan susah.Amir Syarifuddin, Ushul fiqh
II, Cet.4, (Jakarta: Kencana Permada Media Group, 2008), hlm. 223
16
Abdul Aziz, ibid, hlm.139

7
mendapatkan pahala amalan sunahnya apabila amalan wajibnya belum
disempurnakan.
Untuk mendapatkan dan memanfaatkan harta, biasanya manusia mendapat
godaan yang luar biasa dari setan (nafsu), supaya melakukan penyimpangan–
penyimpangan yang merusak tatanan mumalah yang telah diatur sedemikian rupa
dalam Islam. Sebagai contoh dalam dunia dagang dan usaha, semua orang ingin
mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin. Tetapi adakalanya, orang yang
berdagang dan berusaha itu tidak mengenal batas halal dan haram.17
Seperti sekarang ini, terkadang banyak penjual muslim yang lebih
mementingakan keuntungan material yang bersifat duniawi sehingga segala cara
dilakukan untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya salah satunya
dengan melakukan kecurangan- kecurangan seperti melakukan penimbunan18,
monopoli19, menjual komoditas yang diharamkan 20 serta yang mengandung unsur
17
Ibid, hlm. 19.
18
Penimbunan, dalam bahasa Arab disebut dengan al-ihtikar. Secara umum, ihtikar dapat
diartikan sebagai tindakanpembelian barang dagangan dengan tujuan untuk menahan atau
menyimpan barang tersebut dalam jangka waktu yang lama, sehingga barang tersebut dinyatakan
barang langka dan berharga mahal. Muhammad Amin Suma, Ekonomi & Keuangan ISLAM :
Menggali akar, Mengurai serat (Tangerang: Kholam Publishing, 2008), hlm.322
19
M.A. Mannan medefinisikan monopoli sebagai tindakan yang tercipta akibat adanya
ketidaksempurnaan pasar. M. A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktik (Jakarta: Intermasa,
1992), hlm. 153.
Menurut Yusuf Qardhawi monopoli adalah kegiatan menahan keberadaan barang untuk tidak
dijual atau tidak diedarkan di pasar, agar haraganya menjadi mahal. Yusuf Qardhawi, Peran, Nilai
dan Moral dalam perekonomian Islam (Jakarta:Rabbani Press, 1977), hlm. 321
20
Komoditas yang diharamkan adalah barang yang haram diperjualbelikan seperti
khamr,daging babi serta hewan yang sembelih selain nama Allah Swt sebagaimana dijelaskan
dalam al-quran keharamannya.
QS. 6(An-Nahl):145
‫ه‬ ‫كون مييت ة ه‬ ‫ه‬ ‫طاَ ذ ي‬ ‫ما كأو ذ‬ ‫ه‬
‫زيلضر‬‫ذ‬ ‫خن‬
‫ذ‬ ‫حاَ أيو ل هيح ه‬
‫م‬ ‫فو ة‬ ‫ميس ك‬
‫ماَ ل‬ ‫ة أيو د ه م‬ ‫هۥۥ إ ذلل أن ي ه ك ه ه ه‬ ‫م ك‬
‫عضم ي هطعه ك‬ ‫ماَ ع هل هىَ ه‬
‫ي‬ ‫حلر ة‬ ‫م ه‬ ‫يِ ك‬‫يِ إ ذل ه ل‬ ‫ح ه‬ ‫جد ك ذفيِ ه‬ ‫كقل لل أ ذ‬
‫ضط كلر غ هييهر هباَضغ وههل ه‬ ‫ك‬ ‫ه‬
١٤٥ ‫حيمم‬ ‫فومر لر ذ‬ ‫ك غه ك‬ ‫ن هرب ل ه‬ ‫عاَ ضد فهإ ذ ل‬ ‫نٱ ي‬ ‫م ذ‬‫ل ل ذغهييرذ ٱلل لهذ ب ذهذمۦ فه ه‬ ‫قاَ أه ذ ل‬ ‫س أيو فذيس ة‬ ‫هۥ رذيج س‬ ‫فهإ ذن ل ك‬
145. Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau
darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang
yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia
tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang"
QS.2(Al-baqarah) :219
‫ه‬ ‫ي‬ ‫ي‬
‫مللاَ ه‬
‫ذا‬ ‫ك ه‬ ‫مللن ن يلفعذهذ ه‬
‫مللسا وهي ه‍‍ببيسكلون ه ه‬ ‫ما أيكب هكر ذ‬ ‫مه ك ه‬
‫س وهإ ذث ك‬
‫فعك ذلللناَ ذ‬ ‫ما إ ذثمم ك هذبيمر وه ه‬
‫من يه ذ‬ ‫ساسر قكيل ذفيهذ ه‬ ‫ميي ذ‬ ‫خيمرذ وهٱيل ه‬ ‫ن ٱيل ه‬‫ك عه ذ‬ ‫سكلون ه ه‬
‍‍‫۞ي ه ي‬
٢١٩ ‫ت ل هعهل لك ك يم ت ههتفهك لكرو ه‬
‫ن‬ ‫ي‬
‫م ٱيلأي يه ذ‬
‫ه ل هك ك ك‬‫ن ٱلل ل ك‬ ‫ل ٱيلعهيفس‍و ك هذ يهل ذ ه‬
‫ك ي كب هي م ك‬ ‫قوا‍ن قك ذ‬ ‫ف ك‬ ‫كين ذ‬
219. Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar
dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
"Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya

8
riba21. Dalam Islam sebagai penjual seharusnya tidak hanya memperhitungkan
keuntungan material22 semata tetapi juga keuntungan non material23.

C. Batas Penentuan dan Pengambilan Keuntungan dalam Islam


Islam menganjurkan agar para pedagang tidak berlebihan dalam mengambil
laba. Ali bin Abi Thalib pernah menjajakan susu di pasar Kufah dan beliau
berkata, “Wahai para saudagar! Ambillah (laba) yang pantas maka kamu akan
selamat, dan jangan kamu menolak laba yang kecil karena itu akan menghalangi
kamu dari mendapatkan yang banyak.”24
Ibnu Khaldun pernah berkata, “Sesungguhnya laba itu hendaklah kelebihan
kecil dari modal awal karena harta jika banyak, semakin besarlah labanya. Karena
jumlah yang sedikit jika dimasukkan kedalam jumlah yang banyak, ia akan
menjadi banyak.”25
Berdasarkan dari kedua pernyataan diatas menjelaskan bahwa batasan
besarnya laba yang pantas hendaknya bisa disesuaikan dengan keadaan dan
kondisi yang ada. Ketika bertransaksi dengan orang yang kurang mampu atau
miskin, ketika terjadi bencana alam dan sebagainya, sebaiknya laba yang pantas
atau ideal adalah laba kecil. Sementara itu pernyataan dari Ibnu Khaldun
menjelaskan bahwa besarnya laba itu tergantung dari perputaran modal dan
barang yang dijual. Ketika laba tinggi maka harga jual tinggi sehingga barang
yang dijual tidak akan laku sehingga perputaran modal sedikit atau tidak ada,
namun ketika mengambil laba sedikit maka harga jual tidak terlalu tinggi dan
orang-orang pun mampu membelinya sehingga menyebabkan perputaran modal
cepat berkembang sehingga dapat menambah laba. Untuk itu harus disesuaikan
dengan kondisi masyarakat setempat.

kamu berfikir
21
Dalam surat Al-Baqarah ayat 285 menjelaskan bahwa segala aktivitas jual beli yang
mengandung unsur riba dilarang oleh Alah.
22
Keuntungan yang bisa diukur seperti laba dalam penjualan, penambahan modal dan lain-
lain.
23
Keuntungan yang tidak bisa diukur, dalam hal ini keuntungan yang dimaksud merupakan
keuntungan yang ingin diperoleh tidak bersifat duniawi seperti pahala dan surga
24
Dr. Husein Syahatah, Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, (Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana, 2001),hlm.159
25
Ibid,

9
Tidak ada dalil dalam syariah yang berkaitan dengan penentuan keuntungan
usaha sehingga bila melebihi jumlah tersebut dianggap haram. Hal demikian telah
menjadi kaidah umum untuk seluruh jenis barang dagangan di setiap zaman dan
tempat. Ketentruan tersebut, karena ada beberapa hikmah, diantaranya :26
1. Perbedaan harga terkadang cepat berputar dan terkadang lambat. Menurut
kebiasaan, kalau perputarannya cepat, maka keuntungannya lebih sedikit.
Sementara, bila perputarannya lambat, keuntungannya banyak.
2. Perbedaan penjuaan kontan dengan penjualan pembayaran tunda (cicilan).
Pada asalnya, keuntungan pada penjualan kontan lebih kecil dibandingkan
keuntungan pada penjualan cicilan.
3. Perbedaan komoditas yang dijual, anatar komoditas primer dan sekunder
yang keuntungannya lebih sedikit karena memerhatikan kaum papa dan
orang-orang yang membutuhkan, dengan komoditas luks, yang
keuntungannya lebih menurut kebiasaan karena kurang dibutuhkan.
Islam tidak mengajarkan umatnya untuk berniaga dengan jalan yang bathil,
mendzalimi salah satu pihak melainkan dengan jalan yang benar yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Apabila seseorang mencari dan mendapatkan
keuntungan dengan jalan yang benar maka akan tercipta keadilan baik itu dalam
bertransaksi mapun dalam penetapan harga, sehingga tidak hanya keuntungan
duniawi saja yang di dapat melainkan akhirat. Dengan hal yang demikian maka
akan mendekatkan kepada kebaikan dan ketaqwaan.

Kesimpulan
Sebagai seroang muslim, dalam menetapkan dan mengambil keuntungan
hendaknya memperhatikan beberapa hal berikut, yakni:
1. Dalam melakukan bisnis / usaha hendaknya tidak hanya mengutamakan
keuntungan duniawi saja namun juga akhirat dan untuk beribadah kepada
Allah Swt.
2. Keuntungan yang didapat bersal dari binis yang halal.
3. Penetapan harga terjadi atas dasar keadilan yang berasaskan suka sama suka
dan ridha dair kedua belah pihak baik penjual dan pembeli.

26
Veithzal Riva’i, Islamic Financial management: Teori, konsep, dan Aplikasi : Panduan
prakyis untuk lembaga keuangan, nasabah, praktisi, dan mahsiswa, Ed.1,Cet.1,(Jakarta :Raja
Grafindo Persada,2008), hlm 164

10
4. Menghindari perilaku atau sikap negatif seperti menipu dan lain-lain dalam
memperoleh keuntungan.
5. Keuntungan berbeda dengan riba apabila usaha atau bisnis yang dilakukan
berada di jalan yang benar sesuai denga pedoman Al-Quran dan As-Sunah.

Daftar Pustaka
Al-Mushlih, Abdullah & Shalah Ash-Shawi. Fikih Ekonomi Keuangan Islam.
Jakarta: Darul Haq. 2004.

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam
Fikih Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers. 2007.

Aziz, Abdul. Etika Bisnis Perspektif Islam. Bandung: Alfabeta. 2013.

Hasan, M. Ali. Berbagai macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 2004.

Hijaz, M.Kamal. Jurnal Prinsip-Prinsip Hukum Ekonomi Islam, Sekolah Tinggi


Ilmu Ekonomi (STIE) YPUP Makassar : AL-FIKR Volume 15 Nomor 1
Tahun 2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/untung. Kamis 19 Mei 2016.

Lilik Mursito (Peserta PKU ISID Gontor Angkatan ke-III) A, Artikel Tantangan
Humanisme dan Konsep Maslahat Dalam Islam Kamis, 28 Oktober 2010
08:10

Maarif, Ahmad Syafii. Islam dan Masalah Kenegaraan. Studi tentang Peraturan
dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES. 1985.

Mannan, M. A. Ekonomi Islam: Teori dan Praktik. Jakarta: Intermasa. 1992..

Qardhawi, Yusuf. Peran, Nilai dan Moral dalam perekonomian Islam. Jakarta:
Rabbani Press. 1977.

Riva’i, Veithzal. Islamic Financial management: Teori, konsep, dan Aplikasi :


Panduan prakyis untuk lembaga keuangan, nasabah, praktisi, dan mahsiswa,
Ed.1,Cet.1. Jakarta :Raja Grafindo Persada. 2008.

11
Sudarsono & Edilius. Kamus Ekonomi: Uang & Bank. Jakarta:Rhineka Cipta.
2007.

Suma, Muhammad Amin. Ekonomi & Keuangan ISLAM : Menggali akar,


Mengurai serat. Tangerang: Kholam Publishing. 2008.

Syafi'I, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Syahatah, Husein. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Jakarta: Akbar Media


Eka Sarana. 2001.

Syarifuddin, Amir. Ushul fiqh II, Cet.4. Jakarta: Kencana Permada Media
Group. 2008.

12

Вам также может понравиться