Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sosiologi merupakan suatu ilmu yang telah melalui proses perkembangan pemikiran filosofi
dan empirical-histories. Fenomena sosial yang terjadi di Eropa Barat antara abad ke-15 hingga
abad ke-18 merupakan latar belakang yang sangat memperngaruhi perkembangan sosiologi.
Sosiologi dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang memiliki paradigma majemuk disebabkan
oleh kompleksitas permasalahan yang ada di masyarakat sehingga menghasilkan berbagai
macam sudut pandang dalam sosiologi itu sendiri.
Perkembangan sosiologi secara nyata terjadi ketika berkembangnya pandangan-pandangan
filosofis tentang positivism, yang digagas oleh Auguste Comte (1798 – 1857), yaitu menjadikan
sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam.
Comte berpendapat bahwa sosiologi harus menjadi ilmu yang positif, yang berdasarkan pada
pola pikir secara ilmiah, di mana objek yang dikaji harus berupa fakta, bermanfaat, dan
mengarah kepada kepastian dan kecermatan. Dalam perkembangan selanjutnya, sosiologi
sebagai ilmu pengetahuan ilmiah disempurnakan oleh Emile Durkheim dengan menempatkan
sosiologi di atas dunia empiris. Peranan Emile Durkheim sangat penting karena usahanya dalam
merumuskan objek studi dalam kajian sosiologi beserta dengan metode-metode dan pendekatan-
pendekatan yang digunakan dalam mengamati objek tersebut.
Ketika Emile Durkheim untuk pertama kalinya menggunakan metode riset ilmiah dalam
mengkaji informasi demografi dari berbagai negara, dan mempelajari hubungan antara angka
bunuh diri yang ada di negara-negara itu dengan faktor agama dan status perkawinan, maka
sosiologi benar-benar lepas dari pengaruh filsafat. Hal itulah yang menjadi latar belakang
makalah ini dibuat. Malakah ini akan menggambarkan teori Durkheim mengenai fakta sosial
yang menjadikan Sosiologi sebagai disiplin ilmu yang terlepas dari filsafat dan psikologi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah intelektual Emile Durkheim?


2. Apa yang dimaksud Durkheim mengenai Fakta Sosial?
3. Bagaimana pandangan Durkheim mengenai masyarakat?
4. Bagaimana pandangan Durkheim mengenai bunuh diri?

C. TUJUAN
1. Menceritakan sejarah intelektual Emile Durkheim
2. Menjelaskan teori Fakta Sosial Emile Durkheim
3. Menjelaskan pandangan Durkheim mengenai masyarakat
4. Menjelaskan pandangan Durkheim mengenai bunuh diri
5. Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Teori Sosiologi Klasik

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Emile Durkheim


David Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis, 15 April 1858. Ia keturunan pendeta yahudi
dan dia sendiri belajar untuk menjadi pendeta tapi ketika ia berumur 10 tahun ia menolak
menjadi pendeta. Sejak itu perhatiannya perhatiannya terhadap agama lebih bersifat akademis
ketimbang teologis.
Hasratnya terhadap ilmu semakin besar ketika dalam perjalananya ke Jerman ia berkenal
dengan psikologi ilmiah yang dirintis oleh Wilhelm Wundt. Beberapa tahun setalah
kunjungannya ke Jerman, Durkehim menerbitkan buku diantaranya pengalaman ketika berada di
Jerman. Penerbitan bukunya itu membantu Durkheim mendapatkan jabatan di Jurusan Filsafat
Universita Bordeaux tahun 1887. Disitulah Durkheim pertama kali memberikan kuliah ilmu
sosial di Universitas Perancis.

Tahun-tahun berikutnya ditandai oleh serentetan kesuksesan pribadi. Tahun 1893 ia


menerbitkan tesis doktornya, The Divison of Labor in Society dalam bahasa perancis dan tesisnya
tentang Montesquieu dalam bahasa latin. Buku metodologi utamanya, The Rules of Sociological
Method, terbit tahun 1895 diikuti oleh hasil penelitian empiris bukunya itu dalam studi tentang
bunuh diri tahun 1897. Tahun 1902 ia mendapatkan kehormatan mengajar di Universitas
Sorbonne, dan tahun 1906 ia menjadi profesor ilmu pendidikan dan pada 1913 titel ini diubah
menjadi profesor ilmu pendidikan dan sosiologi. Karyanya yang sangat terkenal lainnya, The
Elementary Forms of Religious Life, diterbitkan pada 1912.
Durkheim berpengaruh besar dalam pembangunan sosiologi , tetapi pengaruhnya tak hanya
terbatas di bidang sosiologi saja. Sebagian besar pengaruhnya terhadap bidang lain tersalur
dalam jurnal L’annee Sociologique yang didirikannya pada tahun 1898. Melalui jurnal itu,
Durkheim dan gagasannya mempengaruhi berbagai bidang seperti Antropologi, Sejarah, Bahasa,
dan Psikologi.

Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis
tersohor. Tetapi, karya Durkheim mulai memengaruhi sosiologi Amerika 20 tahun sesudah
kematiannya, yakni setelah terbitnya The Stucture of Social Action karya Talcott Parsons tahun
1937.

2
B. Fakta Sosial
Kata fakta sosial pertama kali diperkenalkan pada abad ke-19 oleh Emile Durkheim.
Durkheim bertujuan agar sosiologi memiliki dasar positivisme yang kuat, sebagai ilmu di antara
ilmu yang lain. Ia berpendapat bahwa setiap ilmu tertentu harus memiliki subyek pembahasan
yang unik dan berbeda dengan ilmu lain, namun harus dapat diteliti secara empiris. Keragaman
dalam fenomena yang sedang diteliti, menurut Durkheim, harus dapat dijelaskan oleh sebab-
sebab yang juga tercakup dalam bidang ilmu tersebut. Durkheim mengatakan bahwa sosiologi
harus menjadi ‘ilmu dari fakta sosial’. yaitu membicarakan sesuatu yang umum yang mencakup
keseluruhan masyarakat dan berdiri sendiri serta terpisah dari manivestasi individu. Fakta sosial
ini diartikan sebagai gejala sosial yang abstrak, misalnya hukum, struktur sosial, adat kebiasan,
nilai, norma, bahasa, agama, dan tatanan kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu
untuk memaksa bahwa kekuasaan itu terwujud dalam kehidupan masyarakat di luar kemampuan
individu sehingga individu menjadi tidak tampak.
Dalam buku Rules of Sociological Method, Durkheim menulis: "Fakta sosial adalah setiap
cara bertindak, baik tetap maupun tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal
bagi seorang individu."
Dan dapat diartikan bahwa fakta sosial adalah cara bertindak, berfikir, dan merasa yang ada
diluar individu dan sifatnya memaksa serta terbentuk karena adanya pola di dalam masyarakat.
Artinya, sejak manusia dilahirkan secara tidak langsung ia diharuskan untuk bertindak sesuai
dengan lingkungan sosial dimana ia dididik dan sangat sukar baginya untuk melepaskan diri dari
aturan tersebut. Sehingga ketika seseorang berbuat lain dari apa yang diharapkan oleh
masyarakat maka ia akan mendapatkan tindakan koreksi, ejekan, celaan, bahkan mendapat
sebuah hukuman. Selain itu, fakta sosial memiliki 3 sifat yaitu: eksternal, umum (general), dan
memaksa (coercion).
a. Eksternal
Eksternal artinya fakta tersebut berada diluar pertimbangan-pertimbangan
seseorang dan telah ada begitu saja jauh sebelum manusia ada di dunia.

b. Koersif (Memaksa)
Fakta ini memeliki kekuatan untuk menekan dan memaksa individu menerima
dan melaksanakannya. Dalam fakta sosial sangat nyata sekali bahwa individu itu dipaksa,
dibimbing, diyakinkan, didorong dengan cara tertentu yan dipengaruhi oleh berbagai tipe
fakta sosial dalam lingkungan sosialnya. Artinya, fakta sosial mempunyai kekuatan untuk
memaksa individu untuk melepaskan kemauannya sendiri sehingga eksistensi
kemauannya terlingkupi oleh semua fakta sosial.

c. Umum (General)
Fakta sosial itu bersifat umum atau tersebar secara meluas dalam suatu
masyarakat. Dengan kata lain, fakta sosial ini merupakan milik bersama, bukan sifat
individu perseorangan.

Dari karakteristik di atas, dapat ditarik benang merahnya bahwa fakta sosial mengarahkan pada
sesuatu yang ada diluar individu yang mengharuskannya untuk mengikuti adat istiadat, sopan

3
santun, dan tata cara penghormatan yang lazim dilakukan sebagai anggota masyarakat dan
melakukan hubungan antar individu dengan individu lain dalam suatu masyarakat. Dengan
perkataan lain, fakta sosial seperti tindakan individu dalam melakukan hubungan dengan anggota
masyarakat lain yang berpedoman dengan norma-norma dan adat istiadat seseorang sehingga ia
melakukan hubungan-hubungan terpola dengan anggota masyarakat lain.

Durkheim membagi Fakta Sosial menjadi dua, yaitu:


1. Fakta Sosial Material
Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, dan diobservasi. Fakta sosial
inilah yang merupakan bagian dari dunia nyata. Contohnya seperti arsitektur dan norma
hukum dan birokrasi.

2. Fakta Sosial Non-Material


Yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Fakta ini bersifat inter-subjektif
yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya yaitu egoisme, altruisme,
dan opini.

Penjelasan mengenai fakta sosial dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu :

1. Penjelasan sebab-akibat
Fakta sosial harus dijelaskan berdasarkan fakta-fakta sosial yang mendahuluinya
sehingga dapat mengetahui sebab dari terbentuknya fakta sosial tersebut. Setelah sebab
tersebut ditemukan, selanjutnya mencari penyebab fakta sosial tersebut masih ada.
Kenyataan bahwa fakta sosial itu masih ada selanjutnya dapat dijelaskan berdasarkan
fungsi yang dimilikinya.

2. Penjelasan fungsional
Fungsi suatu fakta sosial harus selalu ditemukan dalam hubungannya dengan
suatu tujuan sosial lainnya. Ini berarti bahwa harus diteliti apakah ada persamaan antara
fakta yang ditinjau dengan keperluan-keperluan umum dari organisme sosial itu dan
dimana letak persesuaiannya.
Menurut Emile Durkheim, fakta sosial tidak dapat direduksi menjadi fakta individu,
karena ia memiliki eksistensi yang independen ditengah-tengah masyarakat. Fakta sosial
sesungguhnya suatu kumpulan dari fakta-fakta individu akan tetapi kemudian diungkapkan
dalam suatu realitas yang riil. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa fakta sosial dihasilkan oleh
pengaruh dari fakta psikis.

4
C. Pandangan Durkheim Mengenai Masyarakat

Bagi Durkheim masyarakat adalah sebuah tatanan moral, yaitu seperangkat tuntutan normatif
lebih dengan kenyataan ideal daripada kenyataan material, yang ada dalam kesadaran individu
meski demikian dalam cara tertentu berada individu. Tetapi bagaimanakah kenyataan ideal ini
dapat diindentifikasikan diantara unsur-unsur kesadaran individual dan apa yang memberinya
idependensi dan pengaruh dalam skema Durkheim mengenai kenyataan.
Durkheim menyimpulkan asal usul dan otoritas moralitas harus ditelusuri sampai pada
sesuatu yang agak samar yang ia sebut ‘masyarakat’. Maka ia menghasilkan dua konsep yang
berhubungan untuk penjelasannya tentang kenyataan sosial. Konsep-konsep tersebut adalah
kesadaran kolektif dan gambaran kolektif.
Gambaran kolektif adalah simbol-simbol yang mempunyai makna yang sama bagi semua
anggota sebuah kelompok dan memungkinkan mereka untuk merasa sama satu sama lain sebagai
anggota kelompok. Gambaran kolektif tersebut memperlihatkan cara-cara anggota kelompok
melihat diri mereka dalam hubungan-hubungan mereka dengan objek-objek yang mempengaruhi
mereka. Bendera nasional dan kitab suci adalah contohnya. Gambaran kolektif adalah bagian
dari isi kesadaran kolektif, sebuah entitas yang ada diantara pikiran kelompok yang bersifat
metafisis dan kenyataan opini publik yang lebih bersifat prosais. Kesadaran kolektif mengandung
semua gagasan yang dimiliki bersama oleh para anggota individual masyarakat dan yang
menjadi tujuan-tujuan dan maksud-maksud kolektif .
Durkheim menyatakan bahwa keseluruhan kepercayaan normatif yang dianut bersama
dengan implikasi untuk hubungan-hubungan sosial membentuk sebuah sistem tertentu dengan
fungsi mengatur kehidupan dalam masyarakat dan karenanya menetapkan kesatuannya.
Kesadaran kolektif itu adalah sebuah konsensus normative yang mencakup kepercayaan
keagamaan atau kepercayaan lain yang menyokongnnya.
Dalam bukunya yang berjudul The Division of Labour Durkheim berpendapat bahwa
kejahatan bukanlah sebuah serangan terhadap setiap individu melainkan menyerang kesadaran
kolektif. Lagi pula, pentingnya kejahatan untuk kehidupan sosial bukanlah kerugian yang
dilakukan para individu melainkan bahaya untuk integritas tatanan normatif kalau tidak
dihukum. Konsep Durkheim harus dilihat dalam latar belakang penolakannya terhadap segala
pandangan tentang masyarakat yang memperlakukan hubungan timbal balik kepentingan
individu sebagai sebuah dasar yang memadai untuk penjelasan sosial. bagi Durkheim “Dimana
kepentingan adalah satu-satunya kekuatan yang berkuasa, masing-masing indvidu menyadari diri
berada dalam keadaan perang dengan indvidu lainnya karena tak ada apapun yang dapat
mengubah ego dan tak ada gencatan senjata dalam antagonisme abadi yang tak berlangsung
lama”.
Penjelasan Durkheim mengenai pembagian kerja adalah sebuh kombinasi khas dari analisis
kausal dan fungsional. Fungsinya adalah menyediakan sebuah bentuk kohesi sosial yang cocok
untuk kompleksitas kehidupan industrial.

5
Untuk mengembangkan The Division of Labour, Durkheim menyebarkan distingsi
terkenalnya antara dua jenis masyarakat (sederhana dan kompleks) dan kedua bentuk solidaritas
sosialnya (mekanis dan organis).
Solidaritas mekanis ini berasal dari kesamaan hakiki para individu yang sama-sama memiliki
sebuah kesadaran kolektif yang kuat dan definitive. Di dalam masyarakat sederhana mayoritas
gagasan-gagasan, sentiment-sentimen atau gambaran-gambaran yang lazim hadir dalam
kesadaran satu orang juga hadir dalam kesadaran orang-orang lain, karena sebagian fenomena
mental, atau yang disebut Durkheim fenomena ‘moral’ adalah bagian dari kesadaran kolektif.
Sebagai bukti dari luar dan bukti kelihatan untuk adanya sebuah kesadaran kolektif yang kuat
dalam masyarakat-masyarakat sederhana, Durkheim menunjuk pada ciri sanksi-sanksi yang
dipakai terhadap mereka yang melanggar norma-norma.
Dalam masyarakat sederhana sanksi-sanksi itu represif atau memaksa, dalam arti bahwa
tujuan sanksi-sanksi itu hanyalah memberikan hukuman. Hukuman adalah balas dendam, namum
tidak bersifat pribadi karena hukuman memperlihatkan reaksi alamiah dari kesadaran kolektif
dalam mempertahankan kesehatan, vitalitas dan integritasnya.
Ciri-ciri dasar dari masyarakat adalah kebalikan dari ciri masyarakat sederhana. Masyarakat
kompleks mempunyai wilayah-wilayah yang luas dan padat dengan berbagi macam kelompok
yang tersusun secara beraneka ragam. Masyarakat kompleks sejak awal terintegritasi dalam arti
bahwa bagian-bagian mereka tergantung satu sama lain pada dukungan timbale balik, sehingga
masyarakat itu bersifat organis. Solidaritas organis yang berkembang dalam masyarakat
kompleks berasal dari kesalingtergantungan daripada kesamaan bagian-bagiannya. Perbedaan-
perbedaan yang mendasari bentuk kesatuan ini bersifat saling melengkapi dan tidak saling
bertentangan, karena setiap peran yang terspesialisasi tergantung pada kegiatan kegiatan jenis
jenis orang yang saling berhubungan dalam berbagai macam jabatan dan kegiatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa solidaritas organis adalah sebuah kesatuan dari
sebuah keseluruhan yang bagian-bagiannya berbeda beda namun berhubungan dengan cara
sedemikan rupa sehingga masing-masing membantu tujuan keseluruhan.

D. Suicide

Perhatian Durkheim terhadap tatanan sosial dan khususnya disintegrasi masyarakat yang
bercirikan pembagian kerja yang dipaksakan dilukiskan dalam Suicide tentang apa yang terjadi
kalau kekuatan penata masyarakat hancur. Durkheim menghubung-hubungkan berbagai macam
bunuh diri dengan kekuatan-kekuatan sosial yang ada dalam berbagai masyarakat.

Durkheim membedakan bunuh diri ‘egoisitis’, ‘altruistis’, ‘fatalistis’, dan ‘anomis’.

6
Bunuh diri Egoistis adalah bunuh diri yang terjadi bila individu dicabut dari kesadaran
kolektif yang memberi arah dan makna kehidupannya. Bunuh diri egoistis adalah sebuah gejala
yang terus meningkat didalam masyarakat modern karena perkembangan otonomi individu.
Durkheim menunjukkan bunuh diri ini lebih banyak terjadi di orang Protestan daripada Katolik
dan lebih melanda di orang Katolik ketimbang orang Yahudi. ini karena bunuh diri egoistis
disebabkan oleh kurangnya integritas sosial.

Bunuh diri Altruistis adalah sebuah hasil individuasi yang tidak memadai dan karenanya
lebih umum pada masyarakat primitif dimana individu tidak memiliki rasa eksistensi yang
terarah jelas dan karenanya siap mengorbankan dirinya bagi kelompok. Bentuk bunuh diri adalah
ciri kehidupan militer, khususnya didalam resimen-resimen elit dengan esprit de corps yang
kuat.

Bunuh diri Fatalistis adalah hasil yang disebabkan oleh aturan-aturan yang terlalu ketat
sehingga individu merasa terbebani. Seperti seorang bawahan yang melakukan bunuh diri karena
frustasi akibat tekanan dari atasannya.

Bunuh diri Anomis disebabkan oleh ambruknya tatanan kolektif ketika para individu
tidak memiliki dukungan kesadaran kolektif dan belum terkait dengan solidaritas organis yang
baru. Bunuh diri ini berasal dari frustasi dan keputusasaann yang diakibatkan oleh keinginan-
keinginan yang tak teratur dan karenanya tak dapat diwujudkan.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Emile Durkheim adalah seorang sosiolog asal Perancis yang mengemukakan teori tentang
Fakta Sosial. Menurut Durkheim, sosiologi adalah ilmu dari fakta sosial. Dalam mempelajari
sosiologi, kita harus menggunakan fakta sosial. Fakta sosial dapat diartikan sebagai gejala sosial
yang abstrak, seperti struktur sosial, adat kebiasan, nilai, norma, bahasa, agama, dan tatanan
kehidupan lainnya yang memiliki kekuasaan tertentu untuk memaksa individu. Fakta sosial
sendiri terbagi atas dua, yaitu material dan non-material. Kemudian Durkheim membagi
masyarakat atas dua tipe, yaitu masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks. Durkheim juga
membagi solidaritas berdasarkan tipe masyarakat, yaitu mekanis yang terdapat di masyarakat
sederhana dan solidaritas organis yang terdapat di masyarakat kompleks/industrial. Akibat dari
disintegrasi sosial dalam tatanan masyarakat menyebabkan terjadinya bunuh diri. Durkheim
membagi 4 tipe bunuh diri dalam masyarakat, yaitu egoisme, altruisme, fatalisme, dan anomie.

B. Saran
Kelompok dua sadar bahwa makalah ini jauh dari kondisi sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang konstruktif kami butuhkan dari teman-teman mahasiswa jurusan sosiologi yang
mengambil mata kuliah Teori Sosiologi Klasik dan dari Bapak Andi Haris dan Ibu Ria selaku
dosen pembimbing mata kuliah Teori Sosiologi Klasik.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Rizer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6.
Jakarta: Kencana.
2. Giddens, Anthony. 1986. Kapitalisme dan teori sosial modern: suatu analisis terhadap
karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
3. Beilharz, Peter. 2005. Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof
Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
4. Campbell, Tom. 1999. Tujuh Teori Sosial. Yogyakarta: Kanisius.
5. Rudyansjah, Tony. 2015. Emile Durkheim: Pemikiran Utama dan Percabangannya ke
Radcliffe-Brown, Fortes, Levi-Strauss, Turner, dan Holbraad. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
6. https://id.wikipedia.org/wiki/Fakta_sosial
7. https://id.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim

Вам также может понравиться