Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana ketuban pecah sebelum
terjadinya persalinan. Kondisi seperti ini harus segera dilakukan penanganan.
Karena jika dibiarkan akan menimbulkan permasalahan pada kesehatan sang ibu
dan janin yang dikandungnya. Terkadang hal ini menjadi sebuah momok yang
menakutkan bagi sebagian ibu hamil. Karena pastinya semua ibu hamil akan
mengharapkan proses kehamilan berlangsung dengan normal hingga melahirkan
anaknya kelak.
Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana ketuban pecah sebelum
terjadinya persalinan. Kondisi seperti ini harus segera dilakukan penanganan.
Karena jika dibiarkan akan menimbulkan permasalahan pada kesehatan sang ibu
dan janin yang dikandungnya. Terkadang hal ini menjadi sebuah momok yang
menakutkan bagi sebagian ibu hamil. Karena pastinya semua ibu hamil akan
mengharapkan proses kehamilan berlangsung dengan normal hingga melahirkan
anaknya kelak.
Kecemasan tersebut sebenarnya cukup wajar terlebih dialami oleh ibu muda yang
baru pertama kali mengalami kehamilan. Oleh karena itu sangat penting untuk
mengetahui penanganan dan beberapa hal yang menjadi mitos yang beredar di
kalangan masyarakat mengenai ketuban yang pecah yang seharusnya tidak
menjadikan mitos tersebut menjadi momok yang menakutkan bagi setiap ibu
hamil.
Ketuban pecah dini atau yang biasa disingkat dengan KPD, dalam ilmu medis bisa
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
KPD Prematur Yaitu ketuban pecah dini yang terjadi sebelum umur
kehamilan dari sang ibu mencapai 37 minggu.
KPD Cukup Bulan Yaitu ketuban pecah dini yang terjadi pada saat
kehamilan yang telah mencapai umur lebih dari 37 minggu.
Penyebab terjadinya ketuban pecah dini ada banyak hal. Diantaranya adalah :
Terjadinya pecah pada selaput dikarenakan kondisi mulut rahim yang
lemah. Kondisi membran yang lemah disebabkan adanya infeksi pada
rahim atau vagina.
Adanya kelainan pada otot leher rahim. Otot leher rahim tersebut terlalu
lemah dan lunak. Sehingga mengakibatkan terbukanya leher rahim pada
saat masa-masa kehamilan dan desakan janin yang membesar.
Faktor psikologis. Adapun faktor psikologis yang menyebabkan pecahnya
ketuban misalnya trauma hubungan seksual. Hubungan intim yang tidak
wajar (disertai kekerasan dan posisi yang tidak lazim) mengakibatkan
trauma pada ibu hamil. Terlebih lagi jika sampai terjadi pendarahan pada
vagina.
Infeksi selaput ketuban. Adanya infeksi bakteri pada selaput ketuban
mengakibatkan ketuban mudah pecah.
Sebelumnya pernah mengalami kelahiran secara premature
Kebiasaan merokok ketika hamil dan kurangnya perawatan kandungan
saat kehamilan
7 4.
Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering 5.
Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
Menurut Manuaba (2009) mekanisme klinik ketuban pecah dini, antara lain: 1.
Devaskularisasi b.
8 1.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. 2.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidramnion.
F. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam
rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensiil. Oleh karena itu,
tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat
menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim.
Memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Di samping itu makin kecil umur
kehamilan, makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu
terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg. Sebagai
gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai
berikut: 1.
Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi peicu sepsis,
meningitis janin, dan persalinan prematuritas. 3.
Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin(Manuaba, 2009). Berikut bagan
penatalaksaan ketuban pecah dini:
2.2.Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi
obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a.
Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya
berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002). 3.
Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006).
4.
Korioamnionitis
: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaranorganism
vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f.
Penyakit Infeksi
: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
g.
Faktor keturunan
(ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h.
Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
.
2.3.Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna
darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.
2.4.Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (1999) antara lain: a.
Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b.
Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. e.
Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
2.5.Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut: -
Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah
dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. -
b.
Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
c.
Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau
higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya,
predisposisi infeksi.
sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan
dengan seksio sesaria.
2.
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah
sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa
mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif
dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan
adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan. Induksi
persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi
yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi
gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga
mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya
diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD
yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata
karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan
konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif
adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm
KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The
National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg
i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
b.
Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada Ketuban Pecah Dini:
a.
Konservatif
Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka
lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan
terminasi kehamilan.
b.
Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan
tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
ketuban
Yang harus segera dilakukan:
Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan
tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:
Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi kuman.
Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air ketuban
akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi.
Pengkajian Fokus 1.
Biodata klien.
Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
2.
Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan sedikit/banyak,
pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering,
inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
3.
Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus.
4.
Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan sah
atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
5.
Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah, urine,
keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
6.
Kebiasaan sehari
–
hari
1)
Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan nafsu
makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
ENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI
PADA KEHAMILAN PRETERM
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai
sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan
infeksi ibu.1
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah.2 Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.
Neonatologis dan ahli obstetri harus bekerja sebagai tim untuk memastikan
perawatan yang optimal untuk ibu dan janin.3
Etiologi pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi
sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dan Neischeria gonorrhea.2
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.1 Dilema
sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama
pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya
dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya
pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.2
3.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban
pecah sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan
preterm atau preterm premature rupture of the membranes (PPROM). 4
3.2 Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana
yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalah:2
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase)
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe. (ANDALAS)
7. Faktor lain yaitu:
a. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
b. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
c. Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan
untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan
faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini.
Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis
adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan
preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan
pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.2
3.3 Diagnosis
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran
urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD.2
Pemeriksaan fisik kondisi ibu dan janinnya. Tentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami
takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.2
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan
manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior. 3 Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa warna, bau dan pH nya. Air ketuban yang keruh dan berbau
menunjukkan adanya proses infeksi.1
Tentukan pula tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan.
Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik dan dibatasi sedikit mungkin.1
Pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu
diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. 2
Pemeriksaan penunjang diagnosis antara lain:2
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes lakmus (tes Nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis) karena pH air ketuban 7 – 7,5
sedangkan sekret vagina ibu hamil pH nya 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap berwarna kuning. Darah dan infeksi vagina dapat
mengahsilakan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis): dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri dan konfirmasi usia kehamilan. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam
dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
3.4 Komplikasi
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan
mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan
kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada
ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau
penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput
ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen
yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan
mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.
Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal dengan
korioamnionitis. Dari studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50% wanita
yang lahir prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan
tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi
septikemia, pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya
konjungtivitis.
3.5 Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.1
B. Tujuan
Untuk mengetahui denan pasti seperti apa itu Perdarahan Post Partum.
C. Rumusan Masalah
1) Apa itu Perdarahan Post Partum ?
2) Bagaimana Etiologi Perdarahan Post Partum ?
3) Apa saja Faktor Predisposisi Perdarahan Post Partum ?
4) Bagaimana Patofisiologi Perdarahan Post Partum ?
5) Bagaimana gambaran klinik Perdarahan Post Partum ?
D. Manfaat
1) Mengetahui apa itu perdarahan post partum.
2) Mengetahui etiologi perdarahan post partum.
3) Mengetahui faktor predisposisi perdarahan post partum.
4) Mengetahui patofisiologi perdarahan post partum.
5) Menetahui gambaran klinik dari perdarahan post partum.
BAB II
PEMBAHASAN
b. Penatalaksanaan khusus
a) Atonia uteri
1. Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
2. Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uterus
3. Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
4. Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
5. Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus
dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
6. Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada
dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah
didalam miometrium.
7. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis.
c) Plasenta inkaserata
1. Tentukan diagnosis kerja
2. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat,
tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks
yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
3. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan
plasenta.
4. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
6. Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
7. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar
dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
8. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik
plasenta keluar perlahan-lahan.
d) Ruptur uteri
1. Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan
laparatomi
2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan
kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,
lakukan operasi uterus
4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan
lakukan histerektomi
5. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
e) Sisa plasenta
1. Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
2. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
4. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10
hari.
5. f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
6. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
7. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
8. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
9. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
10. Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis
dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
11. Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
12. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa,
menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani,
jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
13. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang
yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
14. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
15. Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
f) Robekan serviks
1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak
maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
3. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat
segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain,
lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar
sehingga semua robekan dapat dijahit
4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan paska tindakan
5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr%
berikan transfusi darah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu,
Early Postpartum yang terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, dan Late
Postpartum yang terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir. Tiga hal
yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum adalah menghentikan perdarahan, mencegah timbulnya
syok, dan mengganti darah yang hilang.
B. Saran
Mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai konsep perdarahan post
partum, memahami tentang Definisi, Etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik dandapat memberikan Asuhan
Keperawatan yang tepat pada ibu perdarahan post partum.
PENGERTIAN CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ KANKER
PAYUDARA
Ca mammae merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran
susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2005).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini
menjadi bentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker tidak
terkontrol, sel-sel kanker bias bermestastase pada bagian-bagian tubuh
lain. Metastase bias terjadi pada kelenjar getah bening ketiak ataupun
diatas tulang belikat. Seain itu sel-sel kanker bias bersarang di tulang,
paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005)
Ca mammae (carcinoma mammae) adalah keganasan yang
berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang
payudara, tidak termasuk kulit payudara. Ca mammae adalah tumor
ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai
tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun
jaringan ikat pada payudara. (Medicastore, 2011)
Ca mammae adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat
adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada
jaringan payudara (Karsono, 2006).
Carsinoma mammae atau kanker payudara adalah neoplasma
ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak
memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat
bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo, 1995).
Kanker payudara adalah terjadinya gangguan pertumbuhan yang
ganas yang terjadi pada jaringan payudara. Kanker biasanya terdiri dari
gumpalan yang keras dan kenyal tanpa adanya batas. Mungkin adanya
garis asimetris antara kedua payudara.Bila kanker sudah berkembang,
tanda-tanda akan lebih nyata sepeti jaringan menjadi
merah,borok,membengkak dan kanker terlihat dengan jelas.
Kanker payudara merupakan salah satu kanker yang terbanyak
ditemukan di Indonesia.Biasanya kanker ini ditemukan pada umur 40-49
tahun dan letak terbanyak di kuadran lateral atas (Arif Mansjoer, Kapita
selecta kedokteran Edisi 2 ).
Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada lateral
atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari buatannya ke arah aksila, disebut
tonjolan spence atau ekor payudara.
Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang
masing-masing mempunyai saluran ke papila mammae, yang disebut
duktus laktiferus.
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri
Perforantes Anterior dari arteri Mammaria Interna, arteri torakalis yang
bercabang dari arteri aksilaris dan beberapa arteri Interkostalis.
Penyaliran limf dari daerah sentral dan medial yang selain menuju
ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju ke aksila
kontra lateral, ke m. rektus abdominis lewat ligamentum falsifarum hepatis
ke hati, pleura dan payudara kontra lateral. (Sjamsuhidajat, 2004)
Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara
kontrasepsi modern (metode efektif) :
1. Kontrasepsi Sederhana
Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi
dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan
senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat
dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly
atau tablet berbusa (vaginal tablet).
Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi
permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi
permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi
tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Mochtar,
1998).
2.2 Intra Uterine Device (IUD) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
1. Pengertian
IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus
berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan
memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/ paramedik lain yang sudah dilatih
(Irianto, 2007).
1. Jenis IUD
Walaupun di masa lampau IUD dibuat dalam berbagai bentuk dan bahan yang
berbeda-beda, dewasa ini IUD yang tersedia di seluruh dunia hanya 3 tipe :
1. Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja antikarat (The Chinese
ring).
2. TCu 380A, berbentuk huruf “T” diselubungi oleh kawat halus yang terbuat
dari tembaga (Cu) tersebar di Indonesia.
3. TCu 200C, Multiload (MLCu 250 dan 375) dan Nova T (ada di
Indonesia), mengandung tembaga
4. Mengandung hormon steroid seperti progestasert yang mengandung
progesterone dan Levanova yang mengandung levonorgestrel (Irianto,
2007).
1. Efektifitas
Dalam sebuah alat kontrasepsi seperti IUD memiliki kegagalan rata-rata 0,8
kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama pemakaian (BKKBN,
2002).
Tidak ada IUD lain yang mempunyai luas permukaan tembaga seperti IUD
Copper T 380A (380 mm2)
Tembaga di kedua lengan IUD ini menjamin tembaga akan dibebaskan di
bagian tertinggi fundus uteri.
Tiap kemasan IUD Copper T 380A mempunyai jangka waktu
penyimpanan selama 7 tahun. Hal ini berarti bahwa setiap kemasan yang
masih utuh (tidak robek) dijamin akan tetap steril sampai tanggal
kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label kemasan. Setelah lewat
tanggal kadaluwarsa, IUD dalam kemasan yang belum terpakai harus
dibuang/dimusnahkan (BKKBN, 2002).
2.3 Mekanisme kerja IUD
Setiap alat kontrasepsi memiliki kelebihan dan kekurangan. Ini menjadi penting
untuk kita ketahui karena sebagai tenaga kesehatan dan calon akseptor kita berhak
memperoleh informasi yang benar tentang alat kontrasepsi yang akan dipilih dan
digunakan.
1) Keputihan
2) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan).
ü AKDR terlepas.
v Komplikasi Lain :
2) Mungkin dapat menyebabkan anemia jika pendarahan pada saat haid sangat
banyak.
3) Jika pemasangan tidak benar, bisa saja terjadi perforasi dinding uterus
(sangat jarang terjadi jika pemasangannya benar).
v Tidak baik digunakan pada perempuan yang rentan terkena penyakit menular
seksual karena sering berganti pasangan.
v Jika perempuan yang terkena IMS (infeksi menular seksual) memakai IUD,
dikhawatirkan akan memicu penyakit radang panggul.
Pada saat seorang perempuan memilih untuk ber-KB IUD, maka akan ada alat
kontrasepsi yang merupakan benda asing bagi rahim. Karena IUD ini berbahan
dasar padat, maka pada saat dinding rahim bersentuhan dengan IUD bisa saja
terjadi perlukaan. Hal inilah yang dapat mengakibatkan keluarnya bercak darah
(spotting) di antara masa haid. Demikian pula ketika masa haid, darah yang keluar
menjadi lebih banyak karena ketika haid terjadi peluruhan dinding rahim. Proses
ini menimbulkan perlukaan di daerah rahim, sehingga apabila IUD mengenai
daerah tersebut, maka akan menambah volume darah yang keluar pada masa haid
anda. Darah yang keluar bisa dibedakan, biasanya jika spotting yang keluar adalah
berwarna merah segar, sedangkan pada saat haid darah akan berwarna kecoklatan.
Jika pada saat haid anda mengalami kondisi yang lebih sakit dari biasanya, itu
juga ada kaitannya dengan IUD ini. Biasanya pada saat masa haid ini rahim akan
berkontraksi dan dinding rahim akan sedikit berdenyut dikarenakan ada benda
asing di dalam tubuh anda. Untuk mengatasi hal ini, anda dapat mengkonsumsi
obat penghilang rasa sakit yang banyak di jual bebas di apotek atau toko obat.
Kita perlu diketahui IUD mempunyai keterbatasan dimana agar kita dapat
mempertimbangkan dan meyakinkan pemilihan alat kontrasepsi ini sebagai
pilihan untuk ber-KB.
1. Keterbatasan alat kontrasepsi IUD diantaranya yaitu :
1. Memerlukan prosedur medis, termasuk diantaranya adalah
pemeriksaan pelvik sebelum dipasang IUD, seringkali perempuan
takut selama pemasangan.
2. Sedikit nyeri setelah pemasangan, namun biasanya akan hilang
dalam jangka waktu 1-2 hari.
3. Tidak dapat dipasang dan dikeluarkan oleh anda sendiri, namun
memerlukan bantuan petugas terlatih. Dalam hal ini adalah bidan
atau dokter.
4. Ada kemungkinan IUD bisa keluar dengan sendirinya dari rahim.
Hal ini biasanya terjadi pada pasien yang baru saja melahirkan dan
segera dilakukan pemasangan IUD. Selain itu, posisi IUD di dalam
rahim juga dapat mempengaruhi apakah IUD dapat terlepas atau
tidak. Namun kejadian ini sangat langka. Hanya 1 orang yang
gagal dari 1000 orang yang dipasangi IUD.
5. IUD tidak mencegah kehamilan ektopik atau kehamilan di luar
kandungan, karena IUD ini hanya mencegah kehamilan normal.
6. Anda harus memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu. Untuk
melakukan pemeriksaan ini, anda harus memasukkan jari anda ke
dalam vagina. Sebagian perempuan tidak mau melaksanakan ini.
1. Alat kontrasepsi IUD tidak boleh digunakan oleh wanita yang memiliki
kriteria sebagai berikut, yaitu :
Wanita yang mempunyai infeksi pelvis.
Wanita yang sedang menderita Penyakit Hubungan Seksual (PHS, AIDS,
Gonore,Klamidia).
Wanita dengan banyak partner selama 3 bulan terakhir.
Wanita dengan kanker mulut rahim atau kanker alat reproduksi lainnya
(ovarium, endometrium).
Wanita dengan penyakit trofoblast ganas ( Mola, Koriokarsinoma) atau
TBC pelvik.
Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil).
Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servisitis).
Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus
septic.
Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri.
Ukuran rongga rahim kurang dari 5cm.
1. Alat kontrasepsi IUD boleh digunakan oleh wanita yang memiliki kriteria
sebagai berikut, yaitu :
ü Usia reproduktif.
ü Keadaan nulipara.
Perokok
o Paska keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak telihat
adanya infeksi.
o Sedang memakai antibiotika atau antikejang.
o Gemuk ataupun yang kurus.
o Sedang menyusui.
1. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil.
2. Hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
3. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu
pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea
laktasi (MAL). Perlu di ingat, angka ekspulsi tinggi pada pemasangan
segera atau selama 48 jam pascapersalinan.
4. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak
ada gejala infeksi.
5. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.