Вы находитесь на странице: 1из 45

Ketuban Pecah Dini: Pengertian dan Penyebabnya

Posted by Asha Amelia in Ibu dan Anak On November 25, 2014

Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana ketuban pecah sebelum
terjadinya persalinan. Kondisi seperti ini harus segera dilakukan penanganan.
Karena jika dibiarkan akan menimbulkan permasalahan pada kesehatan sang ibu
dan janin yang dikandungnya. Terkadang hal ini menjadi sebuah momok yang
menakutkan bagi sebagian ibu hamil. Karena pastinya semua ibu hamil akan
mengharapkan proses kehamilan berlangsung dengan normal hingga melahirkan
anaknya kelak.

Ketuban Pecah Dini: Pengertian dan Penyebabnya

Posted by Asha Amelia in Ibu dan Anak On November 25, 2014

Ketuban pecah dini adalah suatu keadaan dimana ketuban pecah sebelum
terjadinya persalinan. Kondisi seperti ini harus segera dilakukan penanganan.
Karena jika dibiarkan akan menimbulkan permasalahan pada kesehatan sang ibu
dan janin yang dikandungnya. Terkadang hal ini menjadi sebuah momok yang
menakutkan bagi sebagian ibu hamil. Karena pastinya semua ibu hamil akan
mengharapkan proses kehamilan berlangsung dengan normal hingga melahirkan
anaknya kelak.

Kecemasan tersebut sebenarnya cukup wajar terlebih dialami oleh ibu muda yang
baru pertama kali mengalami kehamilan. Oleh karena itu sangat penting untuk
mengetahui penanganan dan beberapa hal yang menjadi mitos yang beredar di
kalangan masyarakat mengenai ketuban yang pecah yang seharusnya tidak
menjadikan mitos tersebut menjadi momok yang menakutkan bagi setiap ibu
hamil.

Ketuban pecah dini atau yang biasa disingkat dengan KPD, dalam ilmu medis bisa
dibagi menjadi dua jenis yaitu:

 KPD Prematur Yaitu ketuban pecah dini yang terjadi sebelum umur
kehamilan dari sang ibu mencapai 37 minggu.
 KPD Cukup Bulan Yaitu ketuban pecah dini yang terjadi pada saat
kehamilan yang telah mencapai umur lebih dari 37 minggu.

Penyebab Ketuban Pecah Dini

Penyebab terjadinya ketuban pecah dini ada banyak hal. Diantaranya adalah :
 Terjadinya pecah pada selaput dikarenakan kondisi mulut rahim yang
lemah. Kondisi membran yang lemah disebabkan adanya infeksi pada
rahim atau vagina.
 Adanya kelainan pada otot leher rahim. Otot leher rahim tersebut terlalu
lemah dan lunak. Sehingga mengakibatkan terbukanya leher rahim pada
saat masa-masa kehamilan dan desakan janin yang membesar.
 Faktor psikologis. Adapun faktor psikologis yang menyebabkan pecahnya
ketuban misalnya trauma hubungan seksual. Hubungan intim yang tidak
wajar (disertai kekerasan dan posisi yang tidak lazim) mengakibatkan
trauma pada ibu hamil. Terlebih lagi jika sampai terjadi pendarahan pada
vagina.
 Infeksi selaput ketuban. Adanya infeksi bakteri pada selaput ketuban
mengakibatkan ketuban mudah pecah.
 Sebelumnya pernah mengalami kelahiran secara premature
 Kebiasaan merokok ketika hamil dan kurangnya perawatan kandungan
saat kehamilan

7 4.

Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering 5.

Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.

Menurut Manuaba (2009) mekanisme klinik ketuban pecah dini, antara lain: 1.

Terjadi pembukaan prematur servik 2.

Membran terkait dengan pembukaan terjadi: a.

Devaskularisasi b.

Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan c.

Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang d.

Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang mengeluarkan


enzim preteolitik dan kolagenase.
E. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang
disampaikan pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan
bahwa cairan yang keluar adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan
nitrazine tes. Langkah pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis ketuban pecah
dini dapat dilakukan: 1.

Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks


posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan
bakteriologis. 2.

Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak


manipulasi daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan kemungkinan infeksi
asenden dan persalinan prematuritas. (Manuaba, 1998) Menurut Nugroho (2010),
pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat dilakukan dengan pemeriksaan
ultrasonografi (USG):

8 1.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. 2.

Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidramnion.
F. Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini merupakan sumber persalinan prematuritas, infeksi dalam
rahim terhadap ibu maupun janin yang cukup besar dan potensiil. Oleh karena itu,
tatalaksana ketuban pecah dini memerlukan tindakan yang rinci sehingga dapat
menurunkan kejadian persalinan prematuritas dan infeksi dalam rahim.
Memberikan profilaksis antibiotika dan membatasi pemeriksaan dalam
merupakan tindakan yang perlu diperhatikan. Di samping itu makin kecil umur
kehamilan, makin besar peluang terjadi infeksi dalam rahim yang dapat memacu
terjadinya persalinan prematuritas bahkan berat janin kurang dari 1 kg. Sebagai
gambabaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat dijabarkan sebagai
berikut: 1.

Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya maturitas paru


sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang sehat. 2.

Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi peicu sepsis,
meningitis janin, dan persalinan prematuritas. 3.
Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid, sehingga
kematangan paru janin dapat terjamin(Manuaba, 2009). Berikut bagan
penatalaksaan ketuban pecah dini:

2.2.Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya
kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina
dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi
obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a.

Inkompetensi serviks (leher rahim)


Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit
membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Adalah serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata,
disebabkanlaserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan congenital pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi
berlebihantanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua
atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).
b.

Peninggian tekanan inta uterin


Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya: 1.

Trauma: Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis 2.

Gemelli: Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan
adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya
berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil
sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan
selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002). 3.
Makrosomia: adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan
makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan
menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput
ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan
membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
(Winkjosastro, 2006).

4.

Hidramnion: adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung


cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan
jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam
waktu beberapa hari saja
c.

Kelainan letak janin dan rahim


: letak sungsang, letak lintang.
d.

Kemungkinan kesempitan panggul


: bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
e.

Korioamnionitis
: adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaranorganism
vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput
ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f.

Penyakit Infeksi
: adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme
yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi
menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
g.

Faktor keturunan
(ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik).
h.

Riwayat KPD sebelumya


.
i.

Kelainan atau kerusakan selaput ketuban


.
j.

Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
.
2.3.Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna
darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai
kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di
bawah biasanya
“mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Demam, bercak
vagina
yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-
tanda infeksi yang terjadi.
2.4.Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (1999) antara lain: a.

Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

b.

Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi . c.

Janin mudah diraba. d.

Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. e.

Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
2.5.Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut: -

Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah
dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. -

Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler


korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada
infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion / amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan. -
Patofisiologi Pada infeksi intrapartum: a.

Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan langsung


antara ruang intraamnion dengan dunia luar.

b.

Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.

c.

Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau
higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya,
predisposisi infeksi.

PATHWAY KETUBAN PECAH DINI


Kala 1 Persalinan
His yg berulang
gg. pd kala 1 persalinan
kontraksi & pembukaan serviks Mengiritasi nervus udendalis Stimulus nyeri Rasa
mulas & ingin mengejan Px. Melaporkan tdk nyaman
Gg. rasa nyaman
Nyeri akut Kanalis servikalis sllu terbuka akibat kelainan serviks uteri (abortus
dan riwayat kuterase Mdhnya pengluarn air ketuban Infeksi genetalia Kelainan
letak janin (sungsang) Tdk ada bag. terendah yg menutupi PAP yg menghalangi
tekanan trhdp membrane bag.bawah Proses biomekanik bakteri mngluarkn enzim
proteolitik Selaput ketuban mudah pecah Serviks inkompeten Gemeli, hidramion
Dilatasi berlebih serviks Selaput ketuban menonjol & mudah ecah Ketegang an
uterus berlebih Serviks tdk bisa menahan tekanan intrauterus
KETUBAN PECAH DINI
Air ketuban terlalu banyak keluar Klien tdk mengetahui pxbb dan akibat KPD
Tdk adanya pelindung dunia luar dg daerah rahim
Defisit pengetahuan Resiko infeksi
Distoksia (partus kering) Laserasi pd jalan lahir Kecemasan ibu trhdp keselamatan
janin & dirinya
Ansietas

sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan
dengan seksio sesaria.
2.
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian
antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah
sakit,ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa
mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan
juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif
dengan pemberian kortikosteroid pada penderita KPD kehamilan kurang bulan
adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan
pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera
dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan. Induksi
persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi
yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi
gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga
mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya
diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD
yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata
karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain,
misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-
komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan
konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif
adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi
intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari,
pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan
denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan
selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm

KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS.(8) The
National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada
infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg
i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.
b.

Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada Ketuban Pecah Dini:
a.

Konservatif

Rawat rumah sakit dengan tirah baring.


Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.

Umur kehamilan kurang 37 minggu.

Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.

Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid


untuk mematangkan fungsi paru janin.

Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.

Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.

Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka
lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan
terminasi kehamilan.
b.

Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan
tanda tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.

Induksi atau akselerasi persalinan.

Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami


kegagalan.
Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan. Hal-
hal yang harus diperhatikan saat terjadi pecah

ketuban
Yang harus segera dilakukan:

Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.

Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan
tenangkan diri.
Yang tidak boleh dilakukan:

Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi kuman.

Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air ketuban
akan terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi.

B A B III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1.

Pengkajian Fokus 1.

Biodata klien.
Biodata klien berisi tentang; Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat, No. Medical Record, Nama Suami, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku,
Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian.
2.

Keluhan utama
Keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau/kecoklatan sedikit/banyak,
pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering,
inspeksikula tampak air ketuban mengalir/selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
3.

Riwayat haid
Umur menarchi pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi,
siklus haid, hari pertama haid dan terakhir, perkiraan tanggal partus.
4.
Riwayat Perkawinan
Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke berapa? Apakah perkawinan sah
atau tidak, atau tidak direstui dengan orang tua?
5.

Riwayat Obstetris
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboraturium : USG , darah, urine,
keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya
mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
6.

Riwayat penyakit dahulu


Penyakit yang pernah di diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani nya, dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita
sampai saat ini atau kambuh berulang

ulang.
7.

Riwayat kesehatan keluarga


Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic
seperti panggul sempit, apakah keluarga ada yg menderita penyakit menular,
kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga.
8.

Kebiasaan sehari

hari
1)

Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan KPD mengalami penurunan nafsu
makan, frekuensi minum klien juga mengalami penurunan
ENATALAKSANAAN KETUBAN PECAH DINI
PADA KEHAMILAN PRETERM
PENDAHULUAN
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai
sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan
infeksi ibu.1
Insidensi ketuban pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan
preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada
kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam
satu minggu setelah selaput ketuban pecah.2 Sekitar 85% morbiditas dan
mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. Ketuban pecah dini
berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40%.
Neonatologis dan ahli obstetri harus bekerja sebagai tim untuk memastikan
perawatan yang optimal untuk ibu dan janin.3
Etiologi pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Penelitian menunjukkan
infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi
sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan
antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dan Neischeria gonorrhea.2
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.1 Dilema
sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama
pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses
persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya
dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya
pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.2
3.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membranes (PROM) adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Jika ketuban
pecah sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini kehamilan
preterm atau preterm premature rupture of the membranes (PPROM). 4

3.2 Etiologi
Walaupun banyak publikasi tentang KPD, namun penyebabnya masih belum
diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan
faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana
yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi adalah:2
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase)
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli
4. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab
terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorhoe. (ANDALAS)
7. Faktor lain yaitu:
a. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
b. Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
c. Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C
Membrana khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini
dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan
untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Infeksi merupakan
faktor yang cukup berperan pada persalinan preterm dengan ketuban pecah dini.
Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis
adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan
preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang
menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan
pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban.2

3.3 Diagnosis
Diagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium.
Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran
urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD.2
Pemeriksaan fisik kondisi ibu dan janinnya. Tentukan ada tidaknya infeksi.
Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin yang mengalami
takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.2
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama
terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak
keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan
manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan
dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior. 3 Cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa warna, bau dan pH nya. Air ketuban yang keruh dan berbau
menunjukkan adanya proses infeksi.1
Tentukan pula tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan.
Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik dan dibatasi sedikit mungkin.1
Pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu
diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari
pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. 2
Pemeriksaan penunjang diagnosis antara lain:2
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tes lakmus (tes Nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis) karena pH air ketuban 7 – 7,5
sedangkan sekret vagina ibu hamil pH nya 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap berwarna kuning. Darah dan infeksi vagina dapat
mengahsilakan tes yang positif palsu.
b. Mikroskopik (tes pakis): dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri dan konfirmasi usia kehamilan. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam
dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan
anamnesa dan pemeriksaan sedehana.

3.4 Komplikasi
Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan
mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan
kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada
ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau
penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput
ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen
yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan
mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan.
Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal dengan
korioamnionitis. Dari studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50% wanita
yang lahir prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan
tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi
septikemia, pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya
konjungtivitis.
3.5 Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.1

3.5.1 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Preterm


Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan preterm berupa penanganan
konservatif, antara lain:1
- Rawat di Rumah Sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu
dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan
diusahakan bisa mencapai 37 minggu
- Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak tahan
ampisilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari
- Jika umur kehamilan < 32-34 minggu dirawat selama air ketuban masih keluar,
atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
- Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memacu kematangan
paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Sedian terdiri atas betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari
atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa (-):
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada kehamilan 37 minggu
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
- Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan
induksi
- Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin)

3.5.2 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm


Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada kehamilan aterm berupa penanganan
aktif, antara lain:1
- Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesaria.
Dapat pula diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
- Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan persalinan di
akhiri:
a. bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks kemudian induksi. Jika tidak
berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.
b. bila skor pelvik > 5 induksi persalinan, partus pervaginam.
Widfa Satriani_LMH "minoz"
wanita itu ibarat kapas.. jika salah satu ujungnya terkena air maka semuanya akan
basah.. jika salah satu ujungnya terkena api maka semuanya akan terbakar..
Jadi,,simpanlah ia dalam kotak dan tutup rapat-rapat..maka kamu akan terus
mendapatkan kelembutannya

Sabtu, 29 Juni 2013


MAKALAH PERDARAHAN POST PARTUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di
traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap
tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal.
Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah
melahirkan. Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan
disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,
sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post
partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.3Menurut
Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari
etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta
dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab
sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta
mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang
keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus
genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain
laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.

B. Tujuan
Untuk mengetahui denan pasti seperti apa itu Perdarahan Post Partum.
C. Rumusan Masalah
1) Apa itu Perdarahan Post Partum ?
2) Bagaimana Etiologi Perdarahan Post Partum ?
3) Apa saja Faktor Predisposisi Perdarahan Post Partum ?
4) Bagaimana Patofisiologi Perdarahan Post Partum ?
5) Bagaimana gambaran klinik Perdarahan Post Partum ?

D. Manfaat
1) Mengetahui apa itu perdarahan post partum.
2) Mengetahui etiologi perdarahan post partum.
3) Mengetahui faktor predisposisi perdarahan post partum.
4) Mengetahui patofisiologi perdarahan post partum.
5) Menetahui gambaran klinik dari perdarahan post partum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdarahan Post Partum


Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam
masa 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karaena retensio plasenta.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a) Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
b) Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Mencegah timbulnya syok.
3) Mengganti darah yang hilang.

B. Etiologi Perdarahan Post Partum


Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
a. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1) Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka
episiotomi.
2) Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi
plasenta, inversio uteri.
3) Gangguan mekanisme pembekuan darah.

b. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa


plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam
uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

C. Faktor predisposisi Perdarahan Post Partum


Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor
predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah
lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama
hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi
pada waktu persalinan :
1) Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti
dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan
segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2) Atonia Uterus
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat
berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat
melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2007). Pada kasus yang
diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan
pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3) Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi
saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4) Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu
diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

D. Patofisiologi Perdarahan Post Partum


Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus
masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,
akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska
persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan
servix, vagina dan perinium.

E. Gambaran klinik Perdarahan Post Partum / Gejala Perdarahan Post


Partum

Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan


sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab :
1) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2) Perdarahan segera setelah bayi lahir.
3) Syok.
4) Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran
darah keluar.
5) Atonia uteri.
6) Darah segar mengalir segera setelah anak lahir.
7) Uterus berkontraksi dan keras.
8) Plasenta lengkap.
9) Pucat.
10) Lemah.
11) Mengigil.
12) Robekan jalan lahir
13) Plasenta belum lahir setelah 30 menit
14) Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
15) Tali pusat putus
16) Inversio uteri
17) Perdarahan lanjutan
18) Retensio plasenta
19) Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
20) Perdarahan segera
21) Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
22) Tertinggalnya sebagian plasenta
23) Uterus tidak teraba
24) Lumen vagina terisi massa
25) Neurogenik syok, pucat dan limbung
26) Inversio uteri

F. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum / Penanganan Perdarahan Post


Partum
a. Penatalaksanaan umum
1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
3) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
4) Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
5) Atasi syok jika terjadi syok
6) Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan 40 tetes/menit ).
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir
8) Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
9) Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.

b. Penatalaksanaan khusus
a) Atonia uteri
1. Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
2. Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uterus
3. Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
4. Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
5. Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen
dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi
uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus
dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
6. Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada
dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah
didalam miometrium.
7. Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna
vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis.

b) Retensio plasenta dengan separasi parsial


1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil.
2. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi
cobakan traksi terkontrol tali pusat.
3. Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila
perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
4. Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara
hati-hati dan halus.
5. Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6. Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
7. Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral ).

c) Plasenta inkaserata
1. Tentukan diagnosis kerja
2. Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat,
tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks
yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk
mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
3. Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan
plasenta.
4. Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5. Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
6. Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
7. Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar
dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
8. Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9. Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik
plasenta keluar perlahan-lahan.

d) Ruptur uteri
1. Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan
laparatomi
2. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan
kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan,
lakukan operasi uterus
4. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan
lakukan histerektomi
5. Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6. Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.

e) Sisa plasenta
1. Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
2. Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3. Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah
atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi
sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
4. Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10
hari.
5. f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
6. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
7. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
8. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
9. Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
10. Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis
dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
11. Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
12. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa,
menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani,
jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
13. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang
yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
14. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
15. Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.

f) Robekan serviks
1. Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2. Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak
maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
3. Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat
segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain,
lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar
sehingga semua robekan dapat dijahit
4. Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan paska tindakan
5. Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
6. Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr%
berikan transfusi darah
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu,
Early Postpartum yang terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir, dan Late
Postpartum yang terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir. Tiga hal
yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum adalah menghentikan perdarahan, mencegah timbulnya
syok, dan mengganti darah yang hilang.
B. Saran
Mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai konsep perdarahan post
partum, memahami tentang Definisi, Etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik dandapat memberikan Asuhan
Keperawatan yang tepat pada ibu perdarahan post partum.
PENGERTIAN CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ KANKER
PAYUDARA
Ca mammae merupakan tumor ganas yang tumbuh di dalam
jaringan payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran
susu, jaringan lemak, maupun jaringan ikat pada payudara (Wijaya, 2005).
Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh berupa ganda. Pada akhirnya sel-sel ini
menjadi bentuk benjolan di payudara. Jika benjolan kanker tidak
terkontrol, sel-sel kanker bias bermestastase pada bagian-bagian tubuh
lain. Metastase bias terjadi pada kelenjar getah bening ketiak ataupun
diatas tulang belikat. Seain itu sel-sel kanker bias bersarang di tulang,
paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit. (Erik T, 2005)
Ca mammae (carcinoma mammae) adalah keganasan yang
berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang
payudara, tidak termasuk kulit payudara. Ca mammae adalah tumor
ganas yang tumbuh di dalam jaringan payudara. Kanker bisa mulai
tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun
jaringan ikat pada payudara. (Medicastore, 2011)
Ca mammae adalah suatu penyakit pertumbuhan sel, akibat
adanya onkogen yang menyebabkan sel normal menjadi sel kanker pada
jaringan payudara (Karsono, 2006).
Carsinoma mammae atau kanker payudara adalah neoplasma
ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak
memandang jaringan sekitarnya, tumbuh infiltrasi dan destruktif dapat
bermetastase ( Soeharto Resko Prodjo, 1995).
Kanker payudara adalah terjadinya gangguan pertumbuhan yang
ganas yang terjadi pada jaringan payudara. Kanker biasanya terdiri dari
gumpalan yang keras dan kenyal tanpa adanya batas. Mungkin adanya
garis asimetris antara kedua payudara.Bila kanker sudah berkembang,
tanda-tanda akan lebih nyata sepeti jaringan menjadi
merah,borok,membengkak dan kanker terlihat dengan jelas.
Kanker payudara merupakan salah satu kanker yang terbanyak
ditemukan di Indonesia.Biasanya kanker ini ditemukan pada umur 40-49
tahun dan letak terbanyak di kuadran lateral atas (Arif Mansjoer, Kapita
selecta kedokteran Edisi 2 ).
Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Pada lateral
atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari buatannya ke arah aksila, disebut
tonjolan spence atau ekor payudara.
Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang
masing-masing mempunyai saluran ke papila mammae, yang disebut
duktus laktiferus.
Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri
Perforantes Anterior dari arteri Mammaria Interna, arteri torakalis yang
bercabang dari arteri aksilaris dan beberapa arteri Interkostalis.
Penyaliran limf dari daerah sentral dan medial yang selain menuju
ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju ke aksila
kontra lateral, ke m. rektus abdominis lewat ligamentum falsifarum hepatis
ke hati, pleura dan payudara kontra lateral. (Sjamsuhidajat, 2004)

2. ETIOLOGI CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ KANKER


PAYUDARA
Sebab-sebab keganasan pada mammae masih belum diketahui secara
pasti (Price & Wilson, 1995), namun ada beberapa teori yang menjelaskan
tentang penyebab terjadinya Ca mammae, yaitu:
• Mekanisme hormonal
Steroid endogen (estradiol & progesterone) apabila mengalami perubahan
dalam lingkungan seluler dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi
ca mammae (Smeltzer & Bare, 2002: 1589).
 Virus
Invasi virus yang diduga ada pada air susu ibu menyebabkan adanya
massa abnormal pada sel yang sedang mengalami proliferasi.
 Genetik
- Ca mammae yang bersifat herediter dapat terjadi karena adanya “linkage
genetic” autosomal dominan (Reeder, Martin, 1997).
- Penelitian tentang biomolekuler kanker menyatakan delesi kromosom 17
mempunyai peranan penting untuk terjadinya transformasi malignan
(Reeder, Martin, 1997).
- mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 biasanya ditemukan pada klien dengan
riwayat keluarga kanker mammae dan ovarium (Robbin & kumar, 1995)
serta mutasi gen supresor tumor p 53 (Murray, 2002).
 Defisiensi imun
Defesiensi imun terutama limfosit T menyebabkan penurunan produksi
interferon yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proliferasi sel dan
jaringan kanker dan meningkatkan aktivitas antitumor .

Etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti. Namun beberapa


faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian kanker
payudara, yaitu :
a. Tinggi melebihi 170 cm
b. Masa reproduksi yang relatif panjang.
c. Faktor Genetik
d. Ca Payudara yang terdahulu
e. Keluarga
Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini,
dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.
f. Kelainan payudara ( benigna )
Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah
ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang
porliferatif sedikit meningkat.
g. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain
h. Faktor endokrin dan reproduksi
Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun,
Menarche kurang dari 12 tahun
i. Obat anti konseptiva oral
Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun
mempunyai resiko lebih besar untuk terkena kanker
PATOFISIOLOGI CA MAMMAE (CARSINOMA MAMMAE)/ KANKER
PAYUDARA
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi, yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi:
a. Fase Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini
disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa
bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. tetapi tidak
semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen.
kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang disebut promotor,
menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. bahkan
gangguan fisik menahunpun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan.
b. Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan
berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan
terpengaruh oleh promosi. karena itu diperlukan beberapa faktor untuk
terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu
karsinogen).

Kanker mammae merupakan penyebab utama kematian pada wanita


karena kanker (Maternity Nursing, 1997). Penyebab pasti belum diketahui,
namun ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana terjadinya
keganasan pada mammae, yaitu:
 Mekanisme hormonal, dimana perubahan keseimbangan hormone
estrogen dan progesterone yang dihasilkan oleh ovarium mempengaruhi
factor pertumbuhan sel mammae (Smeltzer & Bare, 2002). Dimana salah
satu fungsi estrogen adalah merangasang pertumbuhan sel mammae .
Suatu penelitian menyatakan bahwa wanita yang diangkat ovariumnya
pada usia muda lebih jarang ditemukan menderita karcinoma mammae,
tetapi hal itu tidak membuktikan bahwa hormone estrogenlah yang,
menyebabkan kanker mammae pada manusia. Namun menarche dini
dan menopause lambat ternyata disertai peninmgkatan resiko Kanker
mammae dan resiko kanker mammae lebih tinggi pada wanita yang
melahirkan anak pertama pada usia lebih dari 30 tahun.
 Virus, Invasi virus yang diduga ada pada air susu ibu menyebabkan
adanya massa abnormal pada sel yang sedang mengalami proliferasi.\
 Genetik
o Kanker mammae yang bersifat herediter dapat terjadi karena adanya
“linkage genetic” autosomal dominan.
o Penelitian tentang biomolekuler kanker menyatakan delesi kromosom 17
mempunyai peranan penting untuk terjadinya transformasi malignan.
o mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 biasanya ditemukan pada klien dengan
riwayat keluarga kanker mammae dan ovarium (Robbin & kumar, 1995)
serta mutasi gen supresor tumor p 53 (Murray, 2002).
 Defisiensi imun
Defesiensi imun terutama limfosit T menyebabkan penurunan produksi
interferon yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proliferasi sel dan
jaringan kanker dan meningkatkan aktivitas antitumor. Gangguan
proliferasi tersebut akan menyebabkan timbulnya sel kanker pada jaringa
epithelial dan paling sering pada system duktal. Mula-mula terjadi
hyperplasia sel dengan perkembangan sel atipikal. Sel ini akan berlanjut
menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker butuh waktu 7
tahun untuk dapat tumbuh dari sebuah sel tunggal menjadi massa yang
cukup besar untuk bias diraba. Invasi sel kanker yang mengenai jaringan
yang peka terhadap sensasi nyeri akan menimbulkan rasa nyeri, seperti
periosteum dan pelksus saraf. Benjolan yang tumbuh dapat pecah dan
terjadi ulserasi pada kanker lanjut.
Pertumbuhan sel terjadi irregular dan bisa menyebar melalui saluran limfe
dan melalui aliran darah. Dari saluran limfe akan sampai di kelenjer limfe
menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjer limfe regional. Disamping
itu juga bisa menyebabkan edema limfatik dan kulit bercawak (peau d’
orange). Penyebaran yang terjadi secara hematogen akan menyebabkan
timbulnya metastasis pada jaringan paru, pleura, otak tulang (terutama
tulang tengkorak, vertebredan panggul)
Pada tahap terminal lanjut penderita umumnya menderita kehilangan
progersif lemak tubuh dan badannya menjadi kurus disertai kelemahan
yang sangat, anoreksia dan anemia. Simdrom yang melemahkan ini
dinyatakan sebagai kakeksi kanker.
PENATALAKSANAAN MEDIS CA MAMMAE (CARSINOMA
MAMMAE)/ KANKER PAYUDARA
1. Pembedahan
a. Mastectomy radikal yang dimodifikasi
Pengangkatan payudara sepanjang nodu limfe axila sampai otot pectoralis
mayor. Lapisan otot pectoralis mayor tidak diangkat namun otot pectoralis
minor bisa jadi diangkat atau tidak diangkat.
b. Mastectomy total
Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan lapisan otot
pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan lapisan otot
dinding dada tidak diangkat.
c. Lumpectomy/tumor
Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri payudara tidak turut
diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm jaringan payudara
normal yang berada di sekitar tumor tersebut.
d. Wide excision/mastektomy parsial.
Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan payudara normal.
e. Ouadranectomy.
Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan lapisan otot
pectoralis mayor.
2. Radiotherapy
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit di
sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot
pectoralis, radang tenggorokan.
3. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam aliran
darah. Efek samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan,
kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
4. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk kanker yang sudah
bermetastase. Dapat juga dengan dilakukan bilateral oophorectomy.
Dapat juga digabung dengan therapi endokrin lainnya.
Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk menunda, menjarangkan


kehamilan, serta menghentikan kesuburan. Kontrasepsi berasal dari kata “kontra”
dan “konsepsi”. Kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi
adalah pertemuan antara sel telur (ovum) yang matang dengan sperma yang
mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah
terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma
tersebut (Mansjoer, 1999).

Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara
kontrasepsi modern (metode efektif) :

1. Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi lagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi
dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan
senggama terputus dan pantang berkala. Sedangkan kontrasepsi dengan alat/obat
dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly
atau tablet berbusa (vaginal tablet).

1. Cara Kontrasepsi Moderen/Metode Efektif

Cara kontrasepsi ini dibedakan atas kontrasepsi tidak permanen dan kontrasepsi
permanen. Kontrasepsi tidak permanen dapat dilakukan dengan pil, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan dan implant. Sedangkan cara kontrasepsi
permanen dapat dilakukan dengan metode mantap, yaitu dengan operasi
tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Mochtar,
1998).

2.2 Intra Uterine Device (IUD) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

1. Pengertian

IUD merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari bahan plastik yang halus
berbentuk spiral atau berbentuk lain yang dipasang di dalam rahim dengan
memakai alat khusus oleh dokter atau bidan/ paramedik lain yang sudah dilatih
(Irianto, 2007).

1. Jenis IUD
Walaupun di masa lampau IUD dibuat dalam berbagai bentuk dan bahan yang
berbeda-beda, dewasa ini IUD yang tersedia di seluruh dunia hanya 3 tipe :

1. Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau baja antikarat (The Chinese
ring).
2. TCu 380A, berbentuk huruf “T” diselubungi oleh kawat halus yang terbuat
dari tembaga (Cu) tersebar di Indonesia.
3. TCu 200C, Multiload (MLCu 250 dan 375) dan Nova T (ada di
Indonesia), mengandung tembaga
4. Mengandung hormon steroid seperti progestasert yang mengandung
progesterone dan Levanova yang mengandung levonorgestrel (Irianto,
2007).

1. Efektifitas

IUD sangat efektif,

 Tipe Multiload dapat dipakai sampai 4 tahun.


 Nova T dan Copper T 200 (CuT-200) dapat dipakai 3-5 tahun.
 Cu T 380A dapat untuk 10 tahun, Bentuk ini terbukti sangat efektif,
aman,dan mudah beradaptasi.

Dalam sebuah alat kontrasepsi seperti IUD memiliki kegagalan rata-rata 0,8
kehamilan per 100 pemakai wanita pada tahun pertama pemakaian (BKKBN,
2002).

Keunggulan Copper T 380A :

 Tidak ada IUD lain yang mempunyai luas permukaan tembaga seperti IUD
Copper T 380A (380 mm2)
 Tembaga di kedua lengan IUD ini menjamin tembaga akan dibebaskan di
bagian tertinggi fundus uteri.
 Tiap kemasan IUD Copper T 380A mempunyai jangka waktu
penyimpanan selama 7 tahun. Hal ini berarti bahwa setiap kemasan yang
masih utuh (tidak robek) dijamin akan tetap steril sampai tanggal
kadaluwarsa sebagaimana tercantum pada label kemasan. Setelah lewat
tanggal kadaluwarsa, IUD dalam kemasan yang belum terpakai harus
dibuang/dimusnahkan (BKKBN, 2002).
2.3 Mekanisme kerja IUD

Mekanisme kerja IUD adalah sebagai berikut :

1. Perubahan pada endometrium yang mengakibatkan kerusakan pada


spermatozoa yang masuk ke dalam rahim.
2. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopii.
3. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
4. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (BKKBN,
2002).
5. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun
AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan
dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.

2.4 Keuntungan dan Kerugian KB IUD

Setiap alat kontrasepsi memiliki kelebihan dan kekurangan. Ini menjadi penting
untuk kita ketahui karena sebagai tenaga kesehatan dan calon akseptor kita berhak
memperoleh informasi yang benar tentang alat kontrasepsi yang akan dipilih dan
digunakan.

1. Berikut ini merupakan keuntungan dari alat kontrasepsi IUD, yaitu :


1. Efektifitasnya tinggi. 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 perempuan yang
menggunakan IUD (1 kegagalan dalam 125 – 170 kehamilan).
2. AKDR akan segera efektif begitu terpasang di dalam rahim.
3. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ngingat ataupun
melakukan kunjungan ulang untuk menyuntik tubuh (KB suntik).
4. Tidak mempengaruhi hubungan seksual dan dapat meningkatkan
kenyamanan berhubungan karena tidak perlu takut hamil.
5. Tidak ada efek samping hormonal seperti halnya pada alat
kontrasepsi hormonal.
6. Tidak akan mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
7. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
dengan catatan tidak terjadi infeksi.
8. Dapat digunakan hingga masa menopause (1 tahun atau lebih
setelah masa haid terakhir).
9. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan.
10. Membantu mencegah kehamilan di luar kandungan.
11. Dapat dipasang kapan saja, tidak perlu pada saat masa haid saja
asal anda tidak sedang hamil atau diperkirakan hamil.
12. Dapat dilepas jika menginginkan anak lagi, karena tidak bersifat
permanen.
13. Tidak bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker karena
hormon yang terkandung didalamnya (BKKBN, 2002).
1. Berikut merupakan Kerugian dari alat kontrasepsi IUD, yaitu:

v Efek samping yang umum terjadi :

1) Keputihan

2) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang
setelah 3 bulan).

3) Haid lebih lama dan banyak.

4) Perdarahan (spotting) antarmenstruasi.

5) Saat haid lebih sakit.

Penanggulangan efek samping :

1. Kembali memeriksakan diri setelah empat sampai enam minggu


pemasangan AKDR.
2. Selama bulan pertama mempergunakan AKDR, periksalah benang AKDR
secara rutin terutama setelah haid.
3. Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksakan
keberadaan benang setelah haid apabila mengalami :

ü Kram / kejang diperut bagian bawah.

ü Perdarahan (spotting ) diantara haid atau setelah senggama.

ü Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman


selama melakukan hubungan seksual.

1. Kembali ke klinik apabila :

ü Tidak dapat meraba benang AKDR.

ü Merasakan bagian yang keras dari AKDR.

ü AKDR terlepas.

ü Siklus terganggu atau meleset.

ü Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan.


ü Adanya infeksi.

v Komplikasi Lain :

1) Akan terasa sakit dan kejang selama 3 -5 hari setelah pemasangan.

2) Mungkin dapat menyebabkan anemia jika pendarahan pada saat haid sangat
banyak.

3) Jika pemasangan tidak benar, bisa saja terjadi perforasi dinding uterus
(sangat jarang terjadi jika pemasangannya benar).

v Tidak bisa mencegah infeksi penyakit menular seksual.

v Tidak baik digunakan pada perempuan yang rentan terkena penyakit menular
seksual karena sering berganti pasangan.

v Jika perempuan yang terkena IMS (infeksi menular seksual) memakai IUD,
dikhawatirkan akan memicu penyakit radang panggul.

Ketiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada saat seorang perempuan memilih untuk ber-KB IUD, maka akan ada alat
kontrasepsi yang merupakan benda asing bagi rahim. Karena IUD ini berbahan
dasar padat, maka pada saat dinding rahim bersentuhan dengan IUD bisa saja
terjadi perlukaan. Hal inilah yang dapat mengakibatkan keluarnya bercak darah
(spotting) di antara masa haid. Demikian pula ketika masa haid, darah yang keluar
menjadi lebih banyak karena ketika haid terjadi peluruhan dinding rahim. Proses
ini menimbulkan perlukaan di daerah rahim, sehingga apabila IUD mengenai
daerah tersebut, maka akan menambah volume darah yang keluar pada masa haid
anda. Darah yang keluar bisa dibedakan, biasanya jika spotting yang keluar adalah
berwarna merah segar, sedangkan pada saat haid darah akan berwarna kecoklatan.

Jika pada saat haid anda mengalami kondisi yang lebih sakit dari biasanya, itu
juga ada kaitannya dengan IUD ini. Biasanya pada saat masa haid ini rahim akan
berkontraksi dan dinding rahim akan sedikit berdenyut dikarenakan ada benda
asing di dalam tubuh anda. Untuk mengatasi hal ini, anda dapat mengkonsumsi
obat penghilang rasa sakit yang banyak di jual bebas di apotek atau toko obat.

2.5 Keterbatasan Alat Kontrasepsi IUD

Kita perlu diketahui IUD mempunyai keterbatasan dimana agar kita dapat
mempertimbangkan dan meyakinkan pemilihan alat kontrasepsi ini sebagai
pilihan untuk ber-KB.
1. Keterbatasan alat kontrasepsi IUD diantaranya yaitu :
1. Memerlukan prosedur medis, termasuk diantaranya adalah
pemeriksaan pelvik sebelum dipasang IUD, seringkali perempuan
takut selama pemasangan.
2. Sedikit nyeri setelah pemasangan, namun biasanya akan hilang
dalam jangka waktu 1-2 hari.
3. Tidak dapat dipasang dan dikeluarkan oleh anda sendiri, namun
memerlukan bantuan petugas terlatih. Dalam hal ini adalah bidan
atau dokter.
4. Ada kemungkinan IUD bisa keluar dengan sendirinya dari rahim.
Hal ini biasanya terjadi pada pasien yang baru saja melahirkan dan
segera dilakukan pemasangan IUD. Selain itu, posisi IUD di dalam
rahim juga dapat mempengaruhi apakah IUD dapat terlepas atau
tidak. Namun kejadian ini sangat langka. Hanya 1 orang yang
gagal dari 1000 orang yang dipasangi IUD.
5. IUD tidak mencegah kehamilan ektopik atau kehamilan di luar
kandungan, karena IUD ini hanya mencegah kehamilan normal.
6. Anda harus memeriksa posisi benang dari waktu ke waktu. Untuk
melakukan pemeriksaan ini, anda harus memasukkan jari anda ke
dalam vagina. Sebagian perempuan tidak mau melaksanakan ini.

Contoh kasus keluhan dari klien yang menggunakan IUD :

 Beberapa kasus mencatat bahwa para suami mengeluh bahwa terdapat


gangguan pada saat berhubungan. Ini dapat dijelaskan bahwa benang IUD
itu sebenarnya tidak boleh terlalu panjang dan keluar dari rahim. Pada
kasus keluhan tersebut, benang IUD rupanya terlalu panjang dan
menggantung pada lubang vagina (liang sanggama), akibatnya benang
tersebut akan ‘tersentuh’ oleh suami. Inilah yang menyebabkan gangguan
pada saat pasien dan pasangannya sedang melakukan koitus. Pada kasus
ini sebaiknya pasien cukup mendatangi bidan atau dokter yang
memasangkan IUD. Ceritakan keluhan yang dirasakan oleh suami. Untuk
mengatasi masalah ini petugas medis akan melipat benangnya ke dalam
rahim, sehingga benang tidak keluar dari rahim.

2.6 Persyaratan Pemakaian

1. Alat kontrasepsi IUD tidak boleh digunakan oleh wanita yang memiliki
kriteria sebagai berikut, yaitu :
 Wanita yang mempunyai infeksi pelvis.
 Wanita yang sedang menderita Penyakit Hubungan Seksual (PHS, AIDS,
Gonore,Klamidia).
 Wanita dengan banyak partner selama 3 bulan terakhir.
 Wanita dengan kanker mulut rahim atau kanker alat reproduksi lainnya
(ovarium, endometrium).
 Wanita dengan penyakit trofoblast ganas ( Mola, Koriokarsinoma) atau
TBC pelvik.
 Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil).
 Sedang menderita infeksi alat genetalia (vaginitis, servisitis).
 Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus
septic.
 Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat
mempengaruhi kavum uteri.
 Ukuran rongga rahim kurang dari 5cm.

1. Alat kontrasepsi IUD boleh digunakan oleh wanita yang memiliki kriteria
sebagai berikut, yaitu :

ü Usia reproduktif.

ü Keadaan nulipara.

ü Mengiginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.

ü Menyusui mengiginkan menggunakan kontrasepsi.

ü Risiko rendah dari IMS.

ü Tidak menghendaki kontrasepsi hormonal.

ü Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari.

1. AKDR dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan misalnya :

 Perokok
o Paska keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak telihat
adanya infeksi.
o Sedang memakai antibiotika atau antikejang.
o Gemuk ataupun yang kurus.
o Sedang menyusui.

1. Begitu juga Ibu dalam keadaan seperti di bawah ini :


 Penderita tumor jinak payudara.
 Penderita kanker payudara.
 Pusing-pusing, sakit kepala.
 Tekanan darah tinggi.
 Varises ditungkai atau di vulva.
 Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit jantung katup dapat diberi
antibiotika sebelum pemasangan AKDR).
 Pernah menderita stroke, Penderita diabetes.
 Penderita penyakit hati atau empedu.
 Penyakit tiroid.
 Epilepsi.
 Nonpelvik TBC.
 Setelah kehamilan ektopik.
 Setelah pembedahan pelvik.

Catatan : semua keadaan tersebut sesuai dengan kriteria WHO.

2.7 Waktu Penggunaan IUD

1. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil.
2. Hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
3. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu
pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenorea
laktasi (MAL). Perlu di ingat, angka ekspulsi tinggi pada pemasangan
segera atau selama 48 jam pascapersalinan.
4. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak
ada gejala infeksi.
5. Selama 1-5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi.

2.8 Cara penggunaan dan instruksi pemakaian kontrasepsi IUD

1. Memberi salam sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri.


2. Anamnesa.
3. Konseling pra pemasangan AKDR/IUD.
4. Beri penjelasan pada ibu tindakan yang akan dilakukan dan beri dukungan
mental agar ibu tidak cemas.
5. Mengisi formulir informed consent.
6. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan : Sarung tangan steril 2
pasang, duk steril 1 buah, ring tang 1 buah, spekulum 2 buah, penster klem
1 buah, tenakulum 1 buah, sonde uterus 1 buah, gunting benang 1 buah, 2
buah kom untuk larutan DTT dan Betadine, Kassa, Kapas, Larutan klorin,
Celemek, Tempat sampah, Bengkok, Lampu sorot/ senter, meja
gynekolog, AKDR/IUD dalam kemasan.
7. Pastikan ibu telah mengosongkan kandung kemih dan mencuci
kemaluannya menggunakan sabun.
8. Memasang sampiran, mengatur posisi klien secara litotomi pada meja
gynekology lalu pasangkan perlak.
9. Memakai celemek
10. Mencuci tangan dengan sabun desinfektan dan bilas di bawah air mengalir
kemudian keringkan dengan handuk.
11. Menyiapkan kembali peralatan, membuka semua peralatan.
12. Memakai sarung tangan steril, memasangkan duk steril di bawah bokong
ibu
13. Melakukan inspeksi alat kelamin luar untuk memeriksa adanya ulkus,
pembengkakan kelenjar bartholini.
14. Melakukan vulva higine.
15. Memasukkan spekulum untuk memeriksa keadaan portio dan sekitarnya,
adanya cairan vagina, servicitis.
16. Mengusap portio dengan kapas betadine menggunakan penster klem.
17. Buka kunci spekulum, dan keluarkan spekulum dengan posisi miring, lalu
rendam di larutan klorin.
18. Lakukan periksa dalam sambil tangan sebelah menekan di atas simphisis
untuk mengetahui adanya nyeri goyang atau nyeri tekan.
19. Bersihkan sarung tangan, lalu lepaskan dan masukkan dalam larutan
klorin.
20. Mencuci tangan kembali.
21. Membuka kemasan AKDR/IUD.
22. Memakai sarung tangan steril kedua.
23. Memasang spekulum yang kedua, mengusap kembali portio dengan kapas
betadine menggunakan penster klem.
24. Menjepit portio dengan posisi jam 11 atau jam 1.
25. Memasukkan sonde uterus secara perlahan-lahan untuk mengukur
kedalaman uterus. Ada 3 cara, yang pertama dengan melihat lendir serviks
yang ada pada sonde uterus, yang kedua dengan menggunakan penster
klem, dan yang ketiga dengan menggunakan jari telunjuk yang
dimasukkan perlahan sampai ujung portio.
1. Atur letak leher biru pada tabung inserter sesuai kedalaman uterus yang
telah diukur dengan sonde uterus.
2. Memasukkan tabung inserter yang sudah berisi AKDR/IUD ke dalam
kanalis servikalis sampai ada tahanan.
3. Memegang dan menahan tenakulum dengan satu tangan dan tangan lain
menarik tabung inserter sampai pangkal pendorong.
4. Mengeluarkan pendorong dengan tetap memegang dan menahan tabung
inserter setelah pendorong keluar.
5. Mengeluarkan sebagian tabung inserter dari kanalis servikalis, potong
benang saat tampak keluar dari lubang tabung 3-4 cm.
6. Melepaskan tenakulum dan menekan bekas jeputan dengan kasa betadine
sampai perdarahan berhenti.
7. Buka kunci spekulum, dan keluarkan spekulum dengan posisi miring, lalu
rendam di larutan klorin.

1. Masukkan peralatan lain ke dalam larutan klorin.


2. Cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dan keringkan dengan
handuk bersih.
3. Catat semua hasil tindakan Dokumentasi.
4. Ajarkan klien bagaimana memeriksa benang AKDR/IUD dengan cara
memasukkan jari tengah dan telunjuknya ke dalam vagina untuk meraba
benang IUD/AKDR yang terselip di depan portio/leher rahim. Meminta
klien menunggu di klinik selama 15-30 menit setelah pemasangan
AKDR/IUD untuk mengamati bila terjadi rasa sakit pada perut, mual
muntah atau ada indikasi lain yang memungkinkan AKDR/IUD dicabut
kembali bila dengan analgesic rasa sakit tersebut tidak juga hilang.

2.9 Pencabutan AKDR

v Kapan AKDR dapat dikeluarkan

1. Bila ibu menginginkannya.


2. Bila ibu ingin hamil.
3. Bila terdapat efek samping yang menetap atau masalah kesehatan lainnya.
4. Pada akhir masa efektif dari AKDR. Misalnya TCu 380A harus
dikeluarkan sesudah 8 tahun terpasang.
5. Untuk mengeluarkan/mencabut AKDR ibu harus kembali keklinik.
Kesuburan atau fertilitas normal segera kembali sesudah AKDR dicabut.
Jika ibu tidak ingin hamil, maka AKDR yang baru dapat segera dipasang
(BKKBN, 2002).

v Cara Pencabutan AKDR

1. Memberi salam, sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri.


2. Anamnesa.
3. Konseling pra pencabutan.
4. Mengisi formulir informed consent.
5. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan : Sarung tangan steril 2
pasang, duk steril 1 buah, ring tang 1 buah, spekulum 2 buah, penster klem
1 buah, tenakulum 1 buah, 1 buah tang buaya/aligator (Pencabut
AKDR/IUD), 2 buah kom untuk larutan DTT dan Betadine, Kassa, Kapas,
Larutan klorin, Celemek, Tempat sampah, Bengkok, Lampu sorot/ senter,
meja gynekolog.
6. Pastikan ibu telah mengosongkan kandung kemih dan mencuci
kemaluannya menggunakan sabun.
7. Memasang sampiran, mengatur posisi klien secara litotomi pada meja
gynekology lalu pasangkan perlak.
8. Mencuci tangan, memakai sarung tangan steril, pasangkan duk steril di
bawah bokong ibu.
9. Lakukan pemeriksaan bimanual untuk memastikan gerakan serviks,
memastikan tidak ada infeksi atau tumor.
10. Memasang spekulum vagina untuk melihat serviks.
11. Mengusap vagina dan serviks dengan kassa betadine menggunakan penster
klem.
12. Menarik benang AKDR/IUD yang tampak dengan tang buaya/aligator
(pencabut) secara mantap dan hati-hati untuk mengeluarkan AKDR/IUD.
13. Tunjukkan AKDR/IUD tersebut pada ibu kemudian rendam dengan
larutan klorin.
14. Keluarkan spekulum.
15. Rendam semua peralatan yang sudah dipakai ke dalam larutan klorin.
16. Buang bahan-bahan yang sudah tidak dapat dipakai lagi.
17. Lepaskan sarung tangan lalu rendam di larutan klorin.
18. Cuci tangan.
19. Amati klien selama 5 menit sebelum diperbolehkan pulang.
20. Diskusikan apa yang harus dilakukan bila klien mengalami masalahMinta
klien untuk mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan.
21. Jawab semua pertanyaan klien.
22. Catat semua tindakan di rekam medik tentang pencabutan.
EROSI PORSIO

A. Pengertian Erosi Porsio


Erosio porsiones (EP) adalah suatu proses peradangan atau
suatu luka yang terjadi pada daerah porsio serviks uteri (mulut rahim).
Penyebabnya bisa karena infeksi dengan kuman-kuman atau virus, bisa
juga karena rangsangan zat kimia /alat tertentu; umumnya disebabkan
oleh infeksi.
Erosi porsio atau disebut juga dengan erosi serviks adalah
hilangnya sebagian/seluruh permukaan epitel squamous dari serviks.
Jaringan yang normal pada permukaan dan atau mulut serviks digantikan
oleh jaringan yang mengalami inflamasi dari kanalis serviks. Jaringan
endoserviks ini berwarna merah dan granuler, sehingga serviks akan
tampak merah, erosi dan terinfeksi. Erosi serviks dapat menjadi tanda
awal dari kanker serviks. Erosi serviks dapat dibagi menjadi 3 :
1. Erosi ringan : meliputi ≤ 1/3 total area servik
2. Erosi sedang : meliputi 1/3-2/3 total area serviks
3. Erosi berat : meliputi ≥ 2/3 total area serviks.

B. Etiologi Erosi Porsio


1. Keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan AKDR. Pada saat
pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak steril yang dapat
menyebabkan infeksi. AKDR juga mengakibatkan bertambahnya volume
dan lama haid (darah merupakan media subur untuk berkembangbiaknya
kuman) penyebab terjadi infeksi.
2. Infeksi pada masa reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis
cervicalis dan epitel portio berpindah, infeksi juga dapat memyebabkan
menipisnya epitel portio dan gampang terjadi erosi pada porsio (hubungan
seksual).
3. Pada masa reproduktif batas berpindah karena adanya infeksi (cervicitis,
kolpitis).
4. Rangsangan luar maka epitel gampang berapis banyak dan porsio mati
dan diganti dengan epitel silinderis canalis servikalis. (Winkjosastro,
Jakarta : 2005 Hal.

C. Patofisiologi Terjadinya Erosi Porsio


Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya
rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien
yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion
sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi/koalugasi membran sel dan
terjadilah erosi portio. Bisa juga dari gesekan benang IUD yang
menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis
terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat
menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi
sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel
superfisialis dan terjadilah erosi portio. Dari semua kejadian erosi portio itu
menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis
menyebabkan metastase keganasan leher rahim. Selain dan personal
hygiene yang kurang, IUD juga dapat menyebabkan bertambahnya
volume dan lama haid darah merupakan media subur untuk masuknya
kuman dan menyebabkan infeksi, dengan adanya infeksi dapat masuknya
kuman dan menyebabkan infeksi. Dengan adanya infeksi dapat
menyebabkan Epitel Portio menipis sehingga mudah menggalami Erosi
Portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah, metorhagia, ostium
uteri eksternum tampak kemerahan, sekret juga bercampur dengan
nanah. (Winkjosastro, hanifa. Ilmu kandungan jilid I, YBPS-SP, Jakarta :
2005).

D. Tanda dan Gejala


1. Mayoritas tanpa gejala.
2. Perdarahan vagina abnormal (yang tidak berhubungan dengan siklus
menstruasi) yang terjadi :
a) Setelah berhubungan seksual (poscoital).
b) Diantara siklus menstruasi.
c) Disertai keluarnya cairan mucus yang jernih / kekuningan, dapat berbau
jika disertai infeksi vagina.
3. Erosi serviks disebabkan oleh inflamasi, sehingga sekresi serviks
meningkat secara signifikan, berbentuk mucus, mengandung banyak sel
darah putih, sehingga ketika sperma melewati serviks akan mengurangi
vitalitas sperma dan menyulitkan perjalanan sperma. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas pada wanita.

E. Penanganan Erosi Porsio


1. Memberikan albotyl di sekitar Erosio pada portio
2. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat.
Lyncopar 3 x 1 untuk infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri
/streptokokus pneomokokus stafilokokus dan infeksi kulit dan jaringan
lunak.
Ferofort 1 x 1 berfungsi untuk mengobati keputihan.
Mefinal 3 x 1 berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit

Вам также может понравиться