Вы находитесь на странице: 1из 23

MAKALAH TINJAUAN BERBAGAI AGAMA TENTANG KEPERAWATAN

PALIATIF

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK

1. WARDATUL JANNAH
2. ARMAN SUSANTO
3. ZULHAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM B

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas
Keperawatan menjelang ajal dan Paliatif dengan judul “TINJAUAN BERBAGAI
AGAMA TENTANG KEPERAWATAN PALIATIF”.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Mataram, 20 Juni
2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh
dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan
kualitas hidupnya, dan juga memberikan support kepada keluarganya. Dari
definisi tersebut didapatkan bahwasannya salah satu tujuan dasar dari palliative
care adalah mengurangi penderitaan pasien yang termasuk didalamnya adalah
menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari
palliative care yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi
penderita, sekarang telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup
aspek fisik, sosial, psikologis, dan spiritual. Perubahan perspektif ini dikarenakan
semakin hari semakin banyak pasien yang menderita penyakit kronis sehingga
tuntutan untuk suatu perkembangan adalah mutlak adanya.
Peran agama dalam keperawatan adalah topik yang jarang untuk dibahas,
padahal kita tahu hal ini sangat berpengaruh didalam pelayanan, hal ini terbukti
dengan didalam keperawatan kita juga mengenal tentang kebutuhan spiritual
(walaupun tidak benar-benar dapat disamakan dengan agama). Tapi kali ini saya
hanya ingin membagi ide atau pemikiran saya, bukan tentang pemenuhan
kebutuhan spiritual, tetapi yang berhubungan dengan pendidikan agama bagi
keperawatan.
Dalam kehidupan profesional, tiap cabang ilmu keperawatan tentu sudah
mempunyai patokan tentang apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. Selain itu
juga ada mata kuliah etika keperawatan yang tentu saja diharapkan dapat
menumbuhkan sikap profesional sesuai dengan tuntutan dunia keperawatan, yang
tentu saja diharapkan dengan ini sudah cukup untuk membentuk mahasiswa yang
siap pakai dan terampil dan bahkan bisa dikatakan tindakannya sesuai dengan
tuntutan etika dalam keperawatan yang pengertiannya tidak jauh beda dengan
akhlak. Karena kalau kita berbicara tentang akhlak yang mulia, mengapa
pembentukannya harus dilakukan dibangku kuliah. Bukankah dengan pendidikan
etika keperawatan saja sudah cukup,Karena itu mengapa agama tetap diajarkan
dibangku kuliah.
Agama tetap penting untuk diajarkan, karena untuk menekan)kan aspek
tertentu bagi masyarakat kita peran agama sangat besar, tinggal bagaimana
pemanfaatannya yang perlu dibenahi. Bila mata kuliah agama hanya
mengajarkan agama secara umum saja yang tidak mengena dengan kehidupan
profesional, maka menurut saya tidak ada gunanya dan jadinya hanya formalitas
mengajarkan agama, karena tidak mau disebut sebagai institusi yang tidak
mengajarkan akhlak pada mahasiswa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa guna agama dalam keperawatan Paliatif ?
2. Pengertian Agama yang ada di Indonesia ?
3. Apa Pengertian Keperawatan paliatif dalam masing-masing agama ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui guna agama dalam keperawatan paliatif
2. Untuk mengerti agama yang ada di Indonesia
3. Untuk mengerti keperawatan paliatif dalam masing-masing agama
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Palliative Care


Perawatan paliatif adalah perawatan yang dilakukan secara aktif pada
penderita yang sedang sekarat atau dalam fase terminal akibat penyakit yang
dideritanya. Pasien sudah tidak memiliki respon terhadap terapi kuratif yang
disebabkan oleh keganasan ginekologis. Perawatan ini mencakup penderita serta
melibatkan keluarganya (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008).
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO) 2016).
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan
keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi,
mencegah, dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup
seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses
informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative Care,
2013). Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang
harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi
sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya
dkk, 2010).
Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan
perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep
diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual
(Campbell, 2013). Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang
sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidup selama
mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala
lainnya, membuat pasien menganggap kematian sebagai proses yang normal,
mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual (Hartati &
Suheimi, 2010). Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien
terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan baik
dan tenang (Bertens, 2009).
Diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan
pada stadium dini atau lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak
Palliative Care harus diberikan kepada penderita itu. Palliative Care tidak
berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih diteruskan dengan
memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka. Palliative Care
tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi juga
aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan
hanya penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien
secara individu, namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu
metode pendekatan yang terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan
mengikutsertakan beberapa profesi terkait. Dengan demikian, pelayanan pada
pasien diberikan secara paripurna, hingga meliputi segi fisik, mental, social, dan
spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang
mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-
medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi
bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses
yang normal.
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
d. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
e. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
f. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care
adalah untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya,
meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support kepada
keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum
meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres
menghadapi penyakit yang dideritanya.

2. Elemen dan Prinsip Palliative Care


Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES,
2013)dan Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi (2008) priinsip pelayanan perawatan
paliatif yaitu menghilangkan nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta
keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri, menghargai kehidupan dan
menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan mempercepat
atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan
spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin,
memberikan dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta
menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan
keluarganya
Elemen dalam perawatan paliatif menurut National Consensus Project
dalam Campbell (2013), meliputi :
a. Populasi pasien.
Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua
usia, penyakit kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan.
b. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga.
Dimana pasien dan keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif
itu sendiri.
c. Waktu perawatan paliatif.
Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung mulai sejak
terdiagnosanya penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal
sampai periode duka cita.
d. Perawatan komprehensif.
Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan untuk
menanggulangi gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik,
psikologis, sosial maupun keagamaan.
e. Tim interdisiplin.
Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi,
pekerja sosial, sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah, pemuka
agama, psikolog, asisten perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
f. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan
Tujuan perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi gejala
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit maupun pengobatan.
g. Kemampuan berkomunikasi
Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan informasi,
mendengarkan aktif, menentukan tujuan, membantu membuat
keputusan medis dan komunikasi efektif terhadap individu yang
membantu pasien dan keluarga.
h. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
i. Perawatan yang berkesinambungan.
Dimana seluru sistem pelayanan kesehatan yang ada dapat menjamin
koordinasi, komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk
mencegah krisis dan rujukan yang tidak diperukan.
j. Akses yang tepat.
Dalam pemberian perawatan paliatif dimana tim harus bekerja pada
akses yang tepat bagi seluruh cakupan usia, populasi, kategori
diagnosis, komunitas, tanpa memandang ras, etnik,
jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
k. Hambatan pengaturan. Perawatan paliatif seharusnya mencakup
pembuat kebijakan, pelaksanaan undang-undang, dan pengaturan
yang dapat mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
l. Peningkatan kualitas.
Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi teratur
dan sistemik dalam kebutuhan pasien.

3. Apa Saja Ruang Lingkup Kegiatan Paliative Care


Jenis kegiatan perawatan palliative menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 812/Menkes/sk/VII/2007 tentang kebijakan
lingkup kegiatan perawatan palliative, meliputi :
a. pengelolaan keluhan nyeri,
b. pengelolaan keluhan fisik lain,
c. asuhan keperawatan,
d. dukungan psikologis,
e. dukungan sosial, kultural dan spiritual,
f. dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement).
g. Perawatan palliative dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan
kunjungan /rawat. Perawatan palliative dapat dilaksanakan melalui
pendekatan sebagai berikut, :
h. Menyediakan bantuan untuk rasa sakit dan gejala lain yang menganggu
klien.
i. Menegaskan hidup dan menganggap mati sebagai proses yang normal
j. Tidak bermaksud untuk mempercepat atau menunda kematian
k. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan pasien
l. Meredakan nyeri dan gejala fisik lain yang mengganggu
m. Aspek medikolegal dalam Palliative Care
n. Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien palliative
o. Tim Perawatan palliative bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di
rumah pasien.
p. Tindakan yang bersifat medis harus dikerjakan oleh tenaga medis, tetapi
dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien tindakan-
tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non medis
yang terlatih.Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan
harus dipelihara (Kepmenkes RI Nomor: 812, 2007)

4. Layanan Palliative Care Pada Cancer


a. Pain Management : sekitar seperempat dari pasien yang menderita kanker
stadium lanjut mengalami rasa sakit yang luar biasa. Rasa sakit ini sering
sulit untuk dikendalikan. Kadangkala pengobatan yang bertujuan untuk
meredam rasa sakit bisa menyebabkan banyak efek samping. Tim spesialis
hadir untuk membantu dan menangani bagaimana caranya untuk
mengurangi rasa sakit akibat kanker, serta membantu meminimalisir efek
samping akibat obat-obatan.
b. Discharge & Home Care Planning : pasien dengan kanker stadium lanjut
akan menjadi sangat lemah dan membutuhkan perhatian lebih dari yang
biasanya di rumah. Tim spesialis dapat mengevaluasi kondisi pasien serta
menentukan perawatan serta peralatan apa saja yang akan dibutuhkan
pasien di rumah. Mereka juga akan menghubungkan layanan-layanan yang
diperlukan untuk memberikan perawatan serta peralatan di rumah.
c. Advance Care Planning (ACP) adalah sebuah konsep baru yang mulai
populer di Amerika Serikat dan Australia. Tim spesialis dapat membantu
pasien untuk merencanakan dan mendokumentasikan keinginan pasien
akan pengobatan medisnya, dan menunjuk seseorang yang dapat
menggantikan pasien dalam mengambil keputusan di masa yang akan
datang.
d. End-of-life Care : Pasien dengan kanker stadium lanjut bisa menderita
beragam gejala pada masa masa akhir hidupnya. Gejala-gejala ini bisa
membuat pasien beserta anggota keluarga merasa tertekan. Tim spesialis
dapat membantu dalam mengatasi gejala-gejala ini sehingga pasien
merasa lebih nyaman di tempat ia dirawat.
e. Paliative Care Plan : Paliative Care Plan dapat dilaksanakan dengan
partnership antara pasien, keluarga, orang tua, teman sebaya dan petugas
kesehatan yang professional, suport fisik, emosinal, pycososial, dan
spiritual khususnya. Melibatkan pasien dalam kebutuhan memahami
gambaran dan kondisi penyakit terminalnya secara bertahap, tepat dan
sesuai. Menyediakan diagnostik atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari pasien
dan keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003: 42)

5. Hak Hak Penderita


a. Tahu status kesehatannya
b. Ikut serta merencanakan perawtan
c. Dapat informasi tindakan invasif
d. Pelayanan tanpa diskriminasi
e. Dirahasiakan oenyakitnya
f. Dapat bekerja dan dapat produktif
g. Berkeluarga
h. Perlindungan asuransi
i. Pendidikan yang layak
6. Dimensi kualitas hidup
Dimensi dari kualitas hidup menurut Jennifer J. Clinch, Deborah Dudgeeon
dan Harvey Scipper (1999) adalah :

a. Penaganan permasalah kondisi fisik (gejala dan nyeri)


b. Kemampuan fungsional dalam beraktifitas
c. Kesejahteraan keluarga
d. Kesejahteraan emosional
e. Spiritual
f. Fungsi sosial
g. Kepuasan pada layanan terapi (termasuk pendanaan)
h. Orientasi masa depan (rencana dan harapan)
i. Seksualitas (termasuk “body image”)
j. Fungsi okupasi

7. Model/Tempat Perawatan Paliatif Care


a. Rumah sakit, (Hospice hospital care), Poliklinik, Rawat singkat, Rawat
Inap
b. Rumah (Hospice home care)
c. Hospis (Hospice care)
d. Praktek bersama , Tim/ kelompok perawatan paliatif

8. Peran Fungsi Perawat pada Asuhan Keperawatan Paliatif


a. Pelaksana perawat : pemberi asuhan keperawatam, penddikan kesehatan,
koordinator, advokasi, kolaborator, fasilitator, modifikasi lingkungan.
b. Pengelola : manajer kasus, konsultan, koordinasi
c. Penddik : Di pendidikan / dipelayanan
d. Peneliti
9. Prinsip Asuhan Perawatan Paliatif
a. Melakukan pengkajian dengan cermat, mendengarkan keluhan dengan
sungguh-sungguh
b. Menetapkan diagnosa / masalah keperawatan dengan tepat
c. Merencanakan asuhan keperawatan
d. Melaksanakan tindakan / asuhan keperawatan
e. Mengevaluasi perkembangan pasien secara cermat

10. Paliatif Care Plan


Melibatkan seorang partnerhip antara pasien, keluarga, orang tua,
teman sebaya dan petugas kesehatan yang profesional. Support fisik,
emosional, psikososial dan spiritual khususnya, melibatkan pasien pada self
care, pasien memerlukan atau membutuhkan gambaran dan kondisi (kondisi
penyakit terminalnya) secara bertahap, tepat dan sesuai, Menyediakan
diagnostic atau kebutuhan intervensi terapeutik guna
memperhatikan/memikirkan konteks tujuan dan pengaharapan dari pasien dan
keluarga (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003: 42)
11. Peran Spiritual Dalam Paliative Care
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam
agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam
penyakit fisik yang serius. Profesional kesehatan yang memberikan perawatan
medis menyadari pentingnya memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan'
pasien (Woodruff , 2004)
Sebuah pendekatan kasih sayang akan meningkatkan kemungkinan pemulihan
atau perbaikan. Dalam contoh terburuk, ia menawarkan kenyamanan dan
persiapan untuk individu melalui proses traumatis penyakit terakhir sebelum
kematian (Doyle, Hanks and Macdonald, 2003 :101). Studi pasien dengan
penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan kejadian insiden tinggi
depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain menunjukkan bahwa
tingkat depresi sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya
fungsi tambahan. Sumber depresi adalah sekitar isu yang berkaitan dengan
spiritualitas dan agama. Pasien di bawah perawatan palliative dan dalam
keadaan seperti itu sering mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan
dengan kondisi mereka dan mendekati kematian (Ferrell & Coyle, 2007: 848).
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasanya
bersinggungan dengan isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
dengan orang tua dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang.
Kekhawatiran semacam itu telah diamati, bahkan pada pasien yang telah
dirawat di rumah sakit dengan penyakit serius non-terminal (Ferrell & Coyle,
2007: 52). Studi lain telah menunjukkan bahwa persentase yang tinggi dari
pasien di atas usia 60 tahun menemukan hiburan dalam ketekunan bergama
yang memberi mereka kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi kehidupan,
sampai batas tertentu. Kekhawatiran di saat sakit parah mengasumsikan
berbagai bentuk seperti hubungan seseorang dengan Allah, takut akan neraka
dan perasaan ditinggalkan oleh komunitas keagamaan mereka. Sering
menghormati dan memvalidasi individu pada dorongan agama dan keyakinan
adalah setengah perjuangan ke arah menyiapkan mereka pada sebuah
kematian yang baik (Ferrell & Coyle, 2007: 1171 8).
Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem
budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan
tatanan/perintah dari kehidupan. Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan
sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau
menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum
agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar
4.200 agama di dunia.
Banyak agama yang mungkin telah mengorganisir perilaku,
kependetaan, definisi tentang apa yang merupakan kepatuhan atau
keanggotaan, tempat-tempat suci, dan kitab suci. Praktik agama juga dapat
mencakup ritual, khotbah, peringatan atau pemujaan tuhan, dewa atau dewi,
pengorbanan, festival, pesta, trance, inisiasi, jasa penguburan, layanan
pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, masyarakat layanan atau aspek
lain dari budaya manusia. Agama juga mungkin mengandung mitologi.
Kata agama kadang-kadang digunakan bergantian dengan iman, sistem
kepercayaan atau kadang-kadang mengatur tugas; Namun, dalam kata-kata
Émile Durkheim, agama berbeda dari keyakinan pribadi dalam bahwa itu
adalah "sesuatu yang nyata sosial" Émile Durkheim juga mengatakan bahwa
agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan
praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Sebuah jajak pendapat global
2012 melaporkan bahwa 59% dari populasi dunia adalah beragama, dan 36%
tidak beragama, termasuk 13% yang ateis, dengan penurunan 9 persen pada
keyakinan agama dari tahun 2005. Rata-rata, wanita lebih religius daripada
laki-laki. Beberapa orang mengikuti beberapa agama atau beberapa prinsip-
prinsip agama pada saat yang sama, terlepas dari apakah atau tidak prinsip-
prinsip agama mereka mengikuti tradisional yang memungkinkan untuk
terjadi unsur sinkretisme.
Berdasarkan definisi yang dikutip dari Kamus besar Indonesia, Agama
adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan
pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama yang diakui di
Indonesia ada 6 yakni Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha dan Kong Hu Cu.
Pada era Order Baru, Agama yang diakui oleh Pemerintah Indonesia
hanya 5 yakni Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha. Tetapi
setelah era reformasi, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 6/2000,
pemerintah mencabut larangan atas agama, kepercayaan dan adat istiadat
Tionghoa. Keppres No.6/2000 yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurrahman
Wahid ini kemudian diperkuat dengan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor MA/12/2006 yang menyatakan bahwa pemerintah
mengakui keberadaan agama Kong Hu Cu di Indonesia.
BAB III

KRITISI JURNAL

a. Judul Jurnal
I. KONTRIBUSI KONSELING ISLAM DALAM MEWUJUDKAN
PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT
ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG (Ema Hidayanti, Siti Hikmah
Universitas, Wening Wihartati, Maya Rini Handayani, 2016 )
II. Dakwah Terhadap Pasien: Telaah Terhadap Model Dakwah Melalui
sistem layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit (Agus Riyadi,
2014)

b. Metode jurnal pertama


1. Menggunakan Metode Counselling, konseling Islam yang dilakukan
diarahkan pada peningkatan pengetahuan, pemahaman dan
pengamalan pada pasien HIV/AIDS terhadap ajaran Islam, seperti
mengakui kesalahan (taubatan nasuha), mendekatkan diri pada
Allah, tekun salat, dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan
lebih bermakna. Proses ini mampu mengantarkan pasien
mendapatkan kondisi psikologis positif, dan pada perkembangannya
mampu meningkatkan imunitas tubuh dengan meningkatnya jumlah
CD4. Dengan demikian pada akhirnya dapat dilihat bahwa konseling
Islam mampu meningkatkan kualitas hidup pasien terutama dalam
menangani masalah psiko-sosiospiritual pasien. Peningkatan kualitas
hidup pasien inilah yang berarti terwujudnya palliative care.
2. Hasil penelitian, Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan
dapat disimpulkan bahwa praktik konseling Islam berkontribusi
sebagai salah satu cara untuk mewujudkan tujuan palliative care
yaitu meningkatkan kuliatas hidup pasien HIV/AIDS dan
keluarganya, dengan memberikan solusi atas problem psikologis,
sosial dan spiritual pasien HIV/AIDS dan keluarganya.

c. Metode jurnal kedua


1. Menggunakan Metode Dakwah, Bimbingan rohani terhadap pasien
di rumah sakit selain untuk memberikan motivasi, pelaksanaan
bimbingan rohani tersebut juga sekaligus sebagai sarana dakwah
Islam. Hal tersebut secara teoritik merupakan ajakan kepada orang-
orang (individu, kelompok, masyarakat, bangsa) ke jalan Allah (Qs.
al-Nahl: 125) atau untuk berbuat kebaikan dan menghindari
keburukan (Qs. Ali Imran: 104) (Kuntowijoyo, 1994: 229). Dakwah
terhadap pasien di rumah sakit seperti ini tentu memiliki cara
(manhaj) dan pendekatan berbeda dengan dakwah kepada mad’u
yang terbilang “normal”. Jika terhadap mad’u yang terbilang
“normal” bisa diterapkan metode ceramah, maka kurang tepat bila
diterapkan untuk pasien. Cara berdakwah yang tepat untuk orang
sakit adalah dengan cara atau pendekatan yang memungkinkan
dirinya mendapatkan motivasi, hiburan, dukungan, sugesti, empati
dan berbagai hal yang menyangkut aspek kejiwaan (Basit, 2006:
141).
2. Hasil Penelitian, formulasi layanan ideal bimbingan dan konseling
Islam bagi pasien semestinya diterapkan. Bukan sekedar berupa
pemberian layanan doa, nasehat, atau bimbingan ibadah saja, tetapi
juga disertai layanan konseling yang difokuskan untuk membantu
pasien menemukan core problem yang dialami serta membantunya
terlepas dari core problem-nya tersebut. Semua proses kegiatan
layanan seperti itu harus pula tercatat dan teradministrasi dengan
rapi dan baik, sehingga pelaksanaannya pun dapat
dipertanggungjawabkan baik secara profesional maupun ilmiah.
d. Pembahasan Kelompok

Berdasarkan Pembahasan dari Kelompok kami Agama merupakan kepercayaan


individu yang menjadi landasan dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat
serta mempercayai adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta.

Berdasarkan Jurnal yang telah kami baca dapat kami tarik kesimpulan bahwa
pada jurnal pertama yang menggunakan metode counselling pada pasien
terminal berfokuskan di counselling saja seperti peningkatan pengetahuan,
pemahaman dan pengamalan pasien terminal terhadap ajaran Islam, seperti
mengakui kesalahan (taubatan nasuha), mendekatkan diri pada Allah, tekun
salat, dan menjalani kehidupan selanjutnya dengan lebih bermakna serta
dukungan dari keluarga. Dari Jurnal kedua yang menggunakan metode dakwah
lebih jelas arah perjalanan dalam penyampaian dahwahnya seperti adanya
tahapan awal dapat disebut sebagai tahap eksplorasi, tahap pertengahan dan
akhir.

e. Pustaka Jurnal
1. Hidayanti Erna, dkk. 2016.” KONTRIBUSI KONSELING ISLAM
DALAM MEWUJUDKAN PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN
HIV/AIDS DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG”. Vol. 19 No. 1, April 2016. Hlm. 113-132. Semarang.
2. Riyadi Agus, 2014.” Dakwah TeRhaDaP Pasien: Telaah Terhadap Model
Dakwah Melalui sistem layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit”.
Vol. 5, No. 2, Desember 2014.Semarang.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hubungan perawat – klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar
bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien.. Agar perawat dapat
berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya dari kesadaran
diri, klarifikasi nilai, perasaan dan mampu menjadi model yang
bertanggungjawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat
(verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
Keperawatan Paliatif tidak hanya berfokuskan kepada keperawatan
pengelolaan keluhan nyeri, pengelolaan keluhan fisik lain, maupun pemberian
intervensi pada asuhan keperawatan, dukungan psikologis, dukungan social
saja tetapi kita tahu fungsi perawat sebelumya yaitu salah satunya adalah
holistic care pada keperawatan palliative yaitu kultural dan spiritual, serta
dukungan persiapan dan selama masa duka cita (bereavement). Berdasarka
penelitian-penelitian yang sudah ada ternyata peran aspek agama dalam
keperawatan paliative sangatlah penting dilihat dari psikologis pasien yang
memerlukan dukungan dalam menghadapi penyakitnya. Banyak penelitian
juga mengatakan terapi yang menggunakan keagamaan seperti ceramah,
dakwah, siraman rohani, membaca doa-doa, berserah diri kepada Tuhan TYE
cukup membantu pada pasien palliative dalam mengurangi rasa cemas,
ataupun nyeri yang di alami.

B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode

holistic keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak

positif bagi kualitas hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa

bersyukur, pasrah, menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah semua abadi


pastilah semua mahluk hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih

meringankan beban bagi pasien terminal baik secara psikologis dan fisiknya

siap menerima keadaanya sampai dengan akhir hayatnya.

Dengan ini kelompok kami telah menyelesaikan tugas perkuliahan

tentang aspek agama pada keperawatan palliative, saran dan kritik senantiasa

sangat kami butuhkan dalam menyempurnakan makalah ini, untuk itu kami

mohon maaf jika ada kurang berkenanya baik dari penulisan kalimat, kata

yang kurang dimengerti. Terimakasih.


DAFTAR PUSTAKA

Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford
Medical Publications (OUP) 3 rd edn 2003

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed. New
York, NY: Oxford University Press

KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan


Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality
Palliative Care for all Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine.

Hidayanti Erna, dkk. 2016.” KONTRIBUSI KONSELING ISLAM DALAM


MEWUJUDKAN PALLIATIVE CARE BAGI PASIEN HIV/AIDS DI
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG”. Vol. 19
No. 1, April 2016. Hlm. 113-132. Semarang. http://e-journal.stain-
pekalongan.ac.id/index.php/Religia/article/view/662

Riyadi Agus, 2014.” Dakwah TeRhaDaP Pasien: Telaah Terhadap Model Dakwah
Melalui sistem layanan Bimbingan Rohani islam di Rumah sakit”. Vol. 5, No.
2, Desember2014.Semarang.
http://ejournal.wiraraja.ac.id/index.php/JIK/article/view/119

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New
York : Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan Paliatif Pasien
Hiv / Aids.
http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/palliative_care.pdf
. Diakses tanggal 9 sep 2017.

Menkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


812/Menkes/Sk/Vii/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. Di akses pada 21 Maret 2018 dari
http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf.

Вам также может понравиться