Вы находитесь на странице: 1из 42

ABSTRAK

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai fenomena mengenai


kekekalan energi. Salah satunya adalah fenomena perpindahan panas. Perpindahan
panas adalah fenomena berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat lain akibat
adanya perbedaan temperature. Alat penukar panas (heat exchanger) adalah alat
yang berfungsi untuk melaksanakan perpindahan energi panas dari suatu aliran
fluida ke aliran fluida lain. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas
adalah radiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara
sekitar, evaporator yang berfungsi mengubah fase fluida dari cair menjadi uap, dan
kondensor yang berfungsi mengubah fase fluida dari uap menjadi cair dengan
menggunakan energi hasil dari perubahan temperatur.
Langkah-langkah percobaan yang dilakukan adalah susun peralatan sesuai
skema. Saklar utama dinyalakan, set point dipastikan thermocontrol pada nilai 60o
C serta sistem kerja peralatan dicek. Lalu pada tahap pengambilan data, debit diatur
pada 400 L/h lalu pengambilan data dilakukan dengan waktu tunggu 10 menit.
Pengambilan data dilakukan dengan variasi debit dengan kenaikan 50 L/h serta
dengan variasi aliran yaitu aliran counter, parallel dan pembukaan katup.
Dari percobaan didapatkan data Qcold, Qhot, Pcold in, Phot in, Pcold out,
Phot out, Tcold in, Thot in, Tcold out, Thot out. Dengan variasi dua jenis arah
aliran yaitu counter flow dengan paralel flow. Dengan melakukan perhitungan
didapatkan grafik fungsi antara Q aktual paralel flow dengan conter flow terhadap
Reynolds number semakin besar nilai q semain besar juga nilai Reynolds
numbernya. Grafik fungsi h terhadap Re cold yang sesuai semakin besar nilai Re
semakin besar pula nilai h. Nilai ∆p bergantung terhadap nilai Re, semakin besar
Re semakin besar pula ∆p. Nilai effectiveness maka nilai Cr akan semakin kecil,
sementara nilai NTU yang konstan.

Kata kunci : kalor, temperatur, aliran Commented [afd1]: Kata Kunci masih bisa milih yg lain
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Definisi paling sederhana dan umum dari perpindahan panas adalah
perpindahan energi sebagai akibat dari perbedaan temperatur. Proses perpindahan
panas ini terjadi dengan berbagai cara. Jika ada perbedaan temperatur di dalam
media diam (cair atau padat) digunakan istilah konduksi untuk menunjukkan
perpindahan panas yang terjadi melintasi media. Istilah konveksi untuk
menunjukkan perpindahan panas yang terjadi antara permukaan dan fluida yang
bergerak ketika berada pada perbedaan temperatur. Istilah radiasi untuk
menunjukkan perpindahan panas yang terjadi akibat suatu permukaan pada
temperatur tertentu yang memancarkan energi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik. Oleh karena itu tanpa adanya media akan terjadi perpindahan
panas secara radiasi antara dua permukaan yang berada pada perbedaan temperatur.
Alat penukar panas (heat exchanger) merupakan salah satu alat penunjang
produksi yang berfungsi untuk melaksanakan perpindahan energi panas dari suatu
aliran fluida ke aliran fluida yang lain. Jenis dan ukuran dari alat penukar panas ini
sangat banyak, tergantung dari kebutuhan yang ditentukan oleh pemakai. Salah satu
contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan
pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar, evaporator yang berfungsi
mengubah fase fluida dari cair menjadi uap, dan kondensor yang berfungsi
mengubah fase fluida dari uap menjadi cair dengan menggunakan energi hasil dari
perubahan temperatur.
Untuk mengetahui karakteristik sebenarnya suatu alat penukar panas, perlu
dilakukan suatu uji coba peralatan dengan jalan memodelkan pada kondisi
operasional yang sebenarnya. Pada saat fluida mengalir di dalam tabung maka akan
terjadi penurunan tekanan akibat adanya kerugian gesek yang terjadi sepanjang
tabung yang mengakibatkan bertambahnya biaya pemompaan fluida, demikian juga
aliran fluida dalam selongsong.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1) Bagaimana fenomena fisik heat exchanger?
2) Bagaimanakah karakteristik sesungguhnya heat exchanger ?

1.3. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1) Memahami fenomena fisik heat exchanger,
2) Mengetahui karakteristik sesungguhnya heat exchanger.

1.4. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah yang terdapat dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1) Steady state
Steady state adalah keadaan dimana properties spesimen terhadap suatu titik
tidak berubah terhadap waktu.
2) Incompresible fluid
Dimana fluida memiliki Mach number kurang dari 0,3. Commented [afd2]: Variasi???

3) Fully developed flow


Suatu aliran fluida dimana kedua boundary layer bertemu dan menyebabkan
aliran yang stabil dengan arah dan besar kecepatan sepanjang pipa relatif sama
untuk suatu daerah yang berjarak y dari dinding.
4) ΔEk dan ΔEp diabaikan
Dalam percobaan ini, ΔEk diasumsikan kecepatan fluida yang masuk sama
dengan yang keluar dikarenakan debit aliran dan luasan penampang yang sama.
Untuk ΔEp, diasumsikan perbedaan ketinggian antara pressure gage diasumsikan
sama.
5) Radiasi diabaikan
Perpindahan panas secara radiasi diabaikan karena perbandingngan
perpindahan panas secara radiasi terhadap konveksi sangat kecil dan juga
pengaruh radiasi dari panas lampu sangat kecil untuk sampai ke spesimen.
Konstanta Stefan-Blotzmann = 5,67 x 10-8 W/m2 K4
6) U konstan
Nilai overall heat transfer dianggap konstan karena resisten thermal
sepanjang tabung konstan dan area perpindahan panasnya konstan.
7) Fouling factor diabaikan
Pada sepanjang pipa dianggap tidak ada kotoran pengganggu.
8) Perpindahan panas hanya terjadi pada dua fluida
Perpindahan panas hanya terjadi pada dua fluida karena dinding pembatas
antara dua fluida sangat tipis sehingga konduksi diabaikan dan fluida yang
digunakan adalah air sebagai fluida dingin dan oli sebagai fluida panas.

1.5. Sistematika Laporan


Laporan percobaan ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai
berikut:
Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang dilakukannya praktikum,
rumusan masalah, tujuan praktikum, batasan masalah, dan sistematika laporan dari
praktikum.
Bab II Dasar Teori, berisi teori-teori yang mendukung pelaksanaan
praktikum.
Bab III Metodologi Percobaan, berisi peralatan yang digunakan, instalasi
percobaan, langkah percobaan dan flowchart percobaan.
Bab IV Pembahasan,berisi data percobaan, flowchart perhitungan, contoh
perhitungan, dan analisis grafik data hasil praktikum.
Bab V Kesimpulan dan Saran,berisi kesimpulan dan saran terhadap
praktikum yang telah dilakukan.
BAB 2
DASAR TEORI

2.1. Tipe Alat Penukar Panas


Berdasarkan arah aliran relatif kedua fluida, ada empat macam penukar
panas, yaitu:
1) Pada susunan aliran searah (paralel flow), fluida panas dan dingin masuk pada
ujung yang sama, mengalir dengan arah yang sama, dan berakhir pada ujung
yang sama pula.
2) Pada susunan aliran yang berlawanan (counter flow), fluida panas dan dingin
masuk pada ujung yang berlawanan, mengalir secara berlawanan arah, dan
berakhir pada ujung yang berlawanan arah pula.
3) Alternatif yang lain adalah aliran melintang atau tegak lurus (cross flow) yang
terbagi atas 2 kondisi, kedua fluida tak bercampur (unmixed) dan salah satu
dari fluida bercampur tapi yang lainnya tidak bercampur.
4) Susunan dengan aliran gabungan dua atau tiga pola aliran diatas.
Berdasarkan tipenya,alat penukar panas dapat dikategorikan menjadi
concentric tube heat exchanger, shell-and-tube heat exchanger, dan plate heat
exchanger.

2.2. Shell-and-tube Heat Exchanger


Pada peralatan ini proses perpindahan panas terjadi antara fluida yang
mengalir dalam tube (tabung) dengan fluida shell (selongsong) yang mengalir
diluar tabung. Aliran fluida shell yang berolak akan memberikan koefisien
perpindahan panas yang tinggi. Untuk memperoleh efek olakan pada aliran fluida
tersebut dipasang baffles (sekat-sekat). Disamping itu baffle juga digunakan untuk
mengarahkan aliran dalam fluida di shell dan mengikat/mendukung tube bundle.
2.2.1. Kodifikasi Shell and Tube Heat Exchanger
Berdasarkan TEMA (Tubular Exchanger Manufacturing Association),
shell and tube heat exchanger dikodekan dengan 3 huruf dimana masing-masing
huruf menunjukkan tipe front end stationary head, bentuk dan laluan di shell,
dan tipe rear end head. (lihat lampiran).

Gambar 2.1. Bagian-bagian shell-and-tube heat exchanger tipe AES.

1. Fixed Tubesheet Heat Exchanger


Fixed Tubesheet Heat Exchanger tersusun atas shell dan tubesheet yang
menyatu (tidak dapat dipisah). Hal ini mencegah kebocoran fluida yang mengalir
di shell. Fluida yang mengalir di shell adalah fluida yang tidak menyebabkan
fouling karena jenis ini tidak didesain untuk dilakukan pembersihan di sisi shell.

Gambar 2.2. Fixed Tubesheet heat exchanger.

2. U-tube Bundle Heat Exchanger


Jenis ini hanya mempunyai satu stationary tubesheet dan rear-nya
berbentuk U. Tube bundle dapat dikeluarkan dari shell sehingga dapat dilakukan
pembersihan secara mekanis. Jumlah laluan di sisi tube harus genap.
Gambar 2.3. U-tube bundle sheet heat exchanger.

3. Outside-packed Heat Exchanger


Terdapat packing untuk mencegah kebocoran fluida sisi shell. Ada kalanya
fluida mengalami kebocoran sehingga tipe ini tidak boleh digunakan untuk
fluida di sisi shell yang bertekanan tinggi, mudah terbakar dan beracun.

Gambar 2.4. Outside-packed heat exchanger.

4. Internal Floating Heat Exchanger


Ciri-ciri dari tipe ini adalah adanya floating tubesheet yaitu tubesheet yang
terpisah dari shell maupun channel. Konstruksi seperti ini dapat mengakomodasi
adanya axial expansion di tube bundle akibat perbedaan temperatur yang besar
antara kedua fluida. Memungkinkan tube bundle dapat dikeluarkan secara
mechanical maupun chemical. Tube bundle juga dapat diganti dengan yang baru
apabila terjadi kebocoran.
 Pull-through floating head
Tube bundle dapat langsung dikeluarkan dari shell dengan mudah yaitu
dengan melepas baut di channel dan menariknya keluar.
Gambar 2.5.Pull-through floating head.
 Floating head with backing device
Seperti pada Gambar 2.1., floating head dijepit antara backing device dan
tubesheet cover. Disebut juga non-pull through floating head karena tube
bundle tidak dapat langsung dilepas dari shell. Untuk melepas tube bundle,
shell cover dan tubesheet cover harus dilepaskan terlebih dahulu.
 Externally sealed floating tubesheet
Memiliki dua stuffing box yang behadapan. Juga memiliki lantern ring
diantara packing untuk lubrikasi. Kelebihannya adalah murah dan dapat
diproduksi secara massal. Kekurangannya adalah kemungkinan terjadi
kebocoran kedua fluida ke atmosfer atau dari satu fluida ke fluida yang lain.

Gambar 2.6. Externally-sealed floating head.


2.2.2. Jenis-jenis Baffles
1) Segmental Baffle
Segmental baffle dibentuk dengan cara memotong baffle dari bentuk
lingkaran, potongan baffle mempunyai ukuran antara 15% s/d 40% (biasanya
25%) dari ukuran lingkaran penuh. Baffle ini banyak digunakan dan dianggap
sebagai baffle standar karena mempunyai efisiensi perpindahan panas yang
tinggi.
Gambar 2.7. Segmental baffle.
2) Strip Baffle
Bentuk ini juga dapat disebut double segmental, karena terdapat dua
potongan pada lingkaran penuh baffle besar potongan antara 20%-30% untuk
satu sisi lingkaran.

Gambar 2.8. Strip baffle.

3) Disc-and-doughnut Baffle
Desain dari bentuk ini terdiri atas baffle berbentuk disc dan doughnut.
Diameter bentuk disc lebih besar dari diameter lubang doughnut, pada baffle
jenis ini dipakai tie rod untuk menyangga baffle. Tie rod ini sebagian terletak
pada susunan tabung sehingga mempengaruhi jumlah efektif tabung dalam
berkas/susunan tabung.

Gambar 2.9. Disc-and-doughnut baffle.


4) Orrifice Baffle
Baffle jenis ini terdiri dari disc dengan lubang-lubang yang mempunyai
ukuran lebih besar dari diameter tabung. Aliran fluida mengalir melalui annular
orifice dan menimbulkan pengaruh olakan pada fluida. Desain dari baffle ini
jarang dipakai karena efisiensi yang rendah.

Gambar 2.10. Orifice baffle.

5) Rod Baffle
Baffle jenis ini lebih berfungsi sebagai sirip daripada pengarah aliran. Rod
baffle heat exchanger dikembangkan oleh Philip. Heat Exchanger ini getarannya
lebih kecil.

Gambar 2.11. Rod baffle heat exchanger and support: (a) Schematic, (b) Details,
(c) Cage Assembly, and (d) Tube and Support Rod Layout.

2.3. Analisis Penukar Panas


2.3.1. Metode Beda Temperatur Rata-rata Logaritmik (LMTD)
Metode yang sering digunakan untuk perancangan dan perhitungan unjuk
kerja peralatan penukar panas.
q = U∙A∙∆TLM
Harga ∆TLM dapat ditentukan dengan mengetahui harga suhu masuk dan suhu
keluar kedua fluida, sehingga persamaan diatas menjadi:
∆T1 -∆T2
q=U∙A∙ ∆T1
ln
∆T2

dimana:
q = heat transfer (W)
U = overall heat transfer coeficient (kJ/s∙m2∙K)
A = luas bidang perpindahan panas (m2)

Gambar 2.12. Distribusi temperatur pada aliran penukar panas counter.

Gambar 2.13. Distribusi temperatur pada penukar panas aliran paralel.


Gambar 2.14. Distribusi temperatur pada penukar panas aliran menyilang.

Untuk mendapatkan harga ∆TLM, diperlukan asumsi:


 Harga U konstan untuk seluruh panjang pipa
 Konduksi hanya berlangsung satu dimensi ke arah radial pipa
 Pertukaran panas hanya terjadi antara kedua fluida saja
 Kondisi tunak
 Perbedaan energi potensial dan kinetik diabaikan

Untuk penukar panas aliran paralel berlaku:


∆T1 = Th,1 - Tc1 = Th,i - Tc,i
∆T2 = Th,2 - Tc2 = Th,o - Tc,o

2.3.2. Metode Number of Transfer Unit (NTU)


Metode ini lebih efektif, jika dipakai untuk mengetahui unjuk kerja dari
penukar kalor yang sudah jadi. Untuk mendefinisikan unjuk kerja dari penukar
kalor terlebih dahulu harus diketahui laju perpindahan panas maksimum yang
dimungkinkan oleh penukar kalor tersebut (qmaks)
 Jika Cc< Ch, maka qmaks=Cc (Th,i-Tc,i)
 Jika Cc> Ch, maka qmaks=Ch (Th,i-Tc,i)
Sementara itu, efectiveness (ε) adalah perbandingan antara laju
perpindahan panas heat exchanger dengan laju perpindahan maksimum yang
dimungkinkan
q
ε=
qmaks
Effectiveness merupakan bilangan tanpa dimensi dan berada dalam batas 0
< ε< 1. Untuk semua heat exchanger effectiveness dapat dinyatakan sebagai
berikut:
Cmin
ε=f [NTU, ]
Cmaks
Number of Transfer Unit (NTU) juga merupakan bilangan tanpa dimensi
dan didefinisikan sebagai berikut:
UA
NTU=
Cmin
dimana Cmin diperoleh untuk nilai yang terkecil dari:
Cc = mc . cpc
atau
Ch = mh . cph
Selanjutnya, harga NTU dari berbagai jenis heat exchanger dapat dicari
dari grafik/persamaan-persamaan yang tersedia dalam text books.

2.3.3. Penurunan Tekanan (Pressure Drop)


a. Sisi Pipa/Tube
Gesekan yang terjadi antara aliran fluida dan permukaan tabung akan
menimbulkan kerugian tekanan disepanjang aliran, besarnya kerugian tekanan
pada aliran fluida laminer adalah:
32LVμ
∆P =
D2
Sedangkan besarnya major losses yang terjadi didalam tabung pada aliran
laminer adalah:
64 LV2
hl = ( )
Re 2D
b. Sisi Selongsong/Shell
Akibat gesekan yang terjadi dalam selongsong akan menimbulkan
kerugian tekanan sepanjang aliran, besarnya kerugian tekanan pada aliran fluida
turbulen adalah:
∆P L e
= φ (Re, , )
ρV2 D D
Sedangkan besarnya major losses yang terjadi didalam selongsong pada aliran
turbulen adalah:
LV2
hl = f
2D
dimana:
f = koefisien gesek yang didapatkan dari diagram Moody
D = diameter efektif selongsong
V = kecepatan fluida dalam selongsong
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Peralatan Percobaan


Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum ini sebagai berikut:
1. Pompa fluida
2. Motor
3. Heating element
4. Pressure gage
5. Flowmeter
6. Thermokontrol
7. Thermokopel
8. Digital thermometer

3.2. Instalasi Praktikum


Skema instalasi peralatan heat exchanger dapat dlihat pada gambar
dibawah ini:

Gambar 3.1. Skema instalasi.

3.3. Langkah-langkah Percobaan


Untuk memudahkan penggunaan peralatan ini diperlukan prosedur percobaan yang
baku guna mendapatkan data pengamatan yang akurat. Adapun tahapannya adalah:
1) Tahap set up peralatan
a) Saklar instalasi dinyalakan sehingga panel utama menunjukkan
temperatur pada thermokontrol.
b) Katup saluran fluida dingin diatur untuk memilih tipe paralel atau
counter flow.
 Paralel flow
Katup K-4 dan K-6 dibuka, katup K-3 dan K-5 ditutup.
 Counter flow
Katup K-3 dan K-5 dibuka, katup K-4 dan K-6 ditutup.
Posisi katup dapat dilihat pada gambar instalasi
c) Kebocoran saluran fluida dingin dicek dengan menghidupkan
pompanya dan katup K-2 dipastikan dalam keadaan terbuka, debit
diatur dengan pengaturan katupnya sampai kondisi maksimum.
d) Pompa fluida dingin dimatikan dan bila masih terjadi kebocoran harus
diperbaiki dan prosedur diulangi.
e) Katup K-1 dipastikan dalam keadaan terbuka. Prosedur c dan d untuk
fluida panas dilakukan dan tekanan tangki dijaga + 0.8 bar dan tinggi
level control + ¾.
f) Bila kedua salauran tidak terjadi kebocoran, kedua pompa dinyalakan
secara simultan.
g) Thermokontrol diset sesuai yang dikehendaki yaitu 60° C.
h) Pengambilan data siap dilakukan bila sudah stabil.
2) Tahap pengambilan data
a) Debit fluida dingin diatur, untuk awal adalah 400 L/h dengan kenaikan
50 L/h.
b) Data siap diambil dengan time hold 10 menit setelah prosedur a).
c) Tombol control panel thermokopel ditekan sesuai dengan tulisan yang
ada pada selector: Tin cold, Tout cold, Tin hot, Tout hot.
d) Bila diperlukan, perlakuan terhadap temperatur fluida panas dilakukan
sesuai prosedur tahap 2
e) Bila telah selesai, setting thermokontrol, pompa fluida dingin dan
panas, saklar utama dimatikan dan katup K-1 dibuka.

3.4. Flowchart Percobaan

Start

q = 400L/h, T = 60°C
K1, K2, K3, K4, K5, K6

Katup K1 dan K2 dibuka

Pompa air dan oli dinyalakan

Set point thermometer 60°C

Parallel flow

A
A

Parallel: K4, K6 dibuka; K3, K5 ditutup


Counter: K3, K5 dibuka; K4, K6 ditutup

qcold = 300L/h

Dibuka katup K3, K5


Ditutup katup K4, K6 Tunggu 10 menit

no

Q≥750L/h
yes

no

Counter
Flow

yes

qcold, qhot, Pcold in, Phot in, Pcold out, Phot out,
Tcold in, Tcold out, Thot out

End
BAB 4
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan


(Terlampir)

4.2 Flowchart Perhitungan

START

Qcold, Qhot,Tsi, n=12, Pci,


Pho, Phi, Thi, Tho, Tco, Din
steel, Dout

Tmc = (Tci + Tco)/2 Tmh = (Thi + Tho)/2

Pc, Cpc, N, Prc, Kc Ph, Cph, u, Prh, Kh

Tmf = (Tmc + Tmh)


/2

K
tembaga

ṁh = ρh.Qh ṁc = ρc.Qc

Ac = π/4 D2skilin – π/4


D2tubeout

A B
A B

P = π D shell in + 12. π D tube out

Dh = 4Ac/P

4ṁc 4ṁh
Re,c = 𝜋.𝐷ℎ.µ𝑖 Re, h =
12.𝜋.𝐷𝑡𝑢𝑏𝑒.µ𝑛

NuD = 0,89 Nuh= 4,36


Nuc= 45,336759

𝑘ℎ
hh = Nuh 𝐷𝑡𝑢𝑏𝑒.𝑖𝑛

Hc = Nu . k

𝐷𝑡𝑢𝑏𝑒𝑜𝑢𝑡
1 ln 1
𝐷𝑡𝑢𝑏𝑒𝑖𝑛
Rtot = + +
12 𝜋 (ℎℎ.𝐷𝑡𝑢𝑏𝑒𝑖𝑛.𝐿) 12 .2𝜋 𝐾𝑓 𝐿 12𝜋(𝐻𝑐 𝐷𝑡𝑢𝑏𝑒𝑜𝑢𝑡 𝐿)

UA = 1/Rtot

Cc = mc . Cpc

Ch = ṁh .Cph

C D
C D

Cmin (Cc<Ch atau Cc>Ch)

NTU = UA/Cmin
i=i+1

Qmax=Cmin (Thi-Tcin)
Qout=Chot (Tmin-Tho)

q= qoutc/qmax

ΔPc = Pci-Pco
ΔPh = Phi-Pho

Cr = Cmin/Cmax

TIDAK
i=8

YA

Hcold=f(Re cold), q act=f(Re cold), ΔP


cold=f(Re cold), ε=f(NTU, Cr)

SELESAI
4.3 Contoh Perhitungan
4.3.1 Contoh Perhitungan Parallel Flow
Diketahui data percobaan ke-1 sebagai berikut:
Qcold = 400 L/h = 1.11 x 10-4 m3/s
Qhot = 2 L/m = 1.26 x 10-4 m3/s
Pcold in = 1.1 kg/cm2=11000 kg/m2
Pcold out = 0 kg/cm2 =0 kg/m2
Phot in = 0.8 kg/cm2=8000 kg/m2
Phot out = 0.25 kg/cm2= 2500 kg/m2
Tcold in = 29.8 oC = 302.8 K
Tcold out = 30.7 oC = 303.7 K
Thot in = 61.2 oC = 334.2 K
Thot out = 56.1 oC = 329.1K
Dshell in = 0.1022 m
Dshell out = 0.1143 m
Dtube in = 0.00942 m
Dtube out = 0.0127 m
L = 0.3 m

Temperatur rata-rata
Thi + Tho 334.2 + 329.1
Tmh = = = 331.65 K
2 2
Tci + Tco 302.8 + 303.7
Tmc = = = 303.25 K
2 2
Tmh + Tmc 331.65 + 303.25
Tmf = = = 317.45 K
2 2

 [Tabel A-5] Engine Oil, Tmh = 331.65 K


Prh = (interpolasi) 11329.08
µh = 0.07872 Ns/m2
Cph = 2.04156 kJ/kg.K
ρh = 864.856 kg/m3
kh = 0.14068 W/m.K

 [Tabel A-6] Water, Tmc = 303.25 K


Prc = (interpolasi) 5.4205
µc = 0.0007991 Ns/m2
Cpc = 4.17835 kJ/kg.K
ρc = 995.71841 kg/m3
kc = 0.61755 W/m.K

Mass Flow Rate


ṁc = ρ × Qc = 995.71841 × 0.000111 = 0.1105247 kg/s
ṁh = ρ × Qh = 864.856 × 0.000126 = 0.10897 kg/s

Luas Permukaan
π
A = (D2shell in – 12D2tube out )
4
π
= (0.1022 2– 12(0.0127)2 ) = 0.00668 m2
4

Keliling / Perimeter
P = π(Dshell in + 12Dtube out )
= π(0.1022 + 12(0.0127)) = 0.7998 m2

Diameter Hidrolis
A
Dh = 4
P
0.00668
=4 × = 0.0334 m
0.7998

Reynold Number
4ṁc 4 × 0.1105247
Rec = = = 5272.564071
πDh μc π × 0.0334 × 0.0007991
4ṁh 4 × 0.10897
Reh = = = 187.103142
πDtube μh π × 0.00942 × 0.07872

Nusselt Number
4⁄ 1⁄ 4⁄ 1
Nuc = 0.023Rec 5 Pr 3 = 0.023x5272.564071 5 5.4205 ⁄3

= 38.37294
Nuh = 4.36 (laminar)

Heat Transfer Coefficient


Nuc k c 38.37294 × 0.61755
hc = = = 709.497272 W⁄m2 K
Dh 0.0334
Nuh k h 4.36 × 0.14068
hh = = = 651.1303609 W⁄m2 K
𝐷 (𝑡𝑢𝑏𝑒 𝑖𝑛) 0.000942

Thermal Resistance
1
R conv,cold = = 0.0098128 J/W
12πhcold Dtube,out L
1
R conv,hot = = 0.014415 J/W
12πhhot Dtube,in L
R total = R conv,cold + R conv,hot = 0.0242278 J/W

Overall Heat Transfer Coefficient (U)


1 1 1
UA = = +
R tot 12hcold πDtube,out L 12hhot πDtube,in L
= 41.27489 W/J

Heat Capacity (C)


Cc = ṁc ∙ Cpc = 0.1105247 × 4.17835 = 0.46181088 kJ/kg.K
Ch = ṁh ∙Cph= 0.10897 ×2.04156 = 0.22246879 kJ/kg.K
Ch = Cmin
Cc = Cmax
qmax = Cmin (Th,in – Tc,in) = 5.466825 W
qact = Cmin (Th,in – Th,out) = 2.91434 W

Number of Transfer Unit (NTU)


UA 41.27489
NTU = = = 185.53118
Cmin 0.22246879

Effectiveness (𝜀)
q act
ε= = 0.533
q max

Cr
Cmin
Cr = = 0.48173
Cmax

Pressure Drop
∆pc = pcold, in – pcold, out = 11000 – 0 = 11000 kg/m2
∆ph = phot, in – phot, out = 8000 – 2500 = 5500 kg/m2

4.3.2 Contoh Perhitungan Counter Flow


Diketahui data percobaan ke-1 sebagai berikut:
Qcold = 400 L/h = 1.11 x 10-4 m3/s
Qhot = 2 Gpm = 1.26 x 10-4 m3/s
Pcold in = 0.8 kg/cm2=8000 kg/m2
Pcold out = 0 kg/cm2 =0kg/m2
Phot in = 0.8 kg/cm2=8000 kg/m2
Phot out = 0.25 kg/cm2=2500 kg/m2
Tcold in = 34.4oC = 307.4 K
Tcold out = 34.3 oC = 307.3 K
Thot in = 60.2 oC = 333.2 K
Thot out = 56.5 oC = 329.5 K
Dshell in = 0.1022 m
Dshell out = 0.1143 m
Dtube in = 0.00942 m
Dtube out = 0.0127 m
L = 0.3 m

Temperatur rata-rata
Thi + Tho 333.2 + 329.5
Tmh = = = 331.35 K
2 2
Tci + Tco 307.4 + 307.3
Tmc = = = 307.35 K
2 2
Tmh + Tmc 331.35 + 307.35
Tmf = = = 319.35 K
2 2

 [Tabel A-5] Engine Oil, Tmh = 331.35 K


Prh = (interpolasi) 1149.38
µh = 0.00794825 Ns/m2
Cph = 2.040535 kJ/kg.K
ρh = 865.0035 kg/m3
kh = 0.14073 W/m.K

 [Tabel A-6] Water, Tmc = 307.35 K


Prc = (interpolasi) 4.9274
µc = 0.00073422 Ns/m2
Cpc = 4.178 kJ/kg.K
ρc = 994.0950753 kg/m3
kc = 0.62376 W/m.K

Mass Flow Rate


ṁc = ρ × Qc = 994.0950753 × 0.000111 = 0.110344kg/s
ṁh = ρ × Qh = 865.0035 × 0.000126 = 0.108990 kg/s

Luas Permukaan
π 2
𝐴 = (D – 12D2tube out )
4 shell in
π
= (0.1022 2– 12(0.0127)2 ) = 0.00668 m2
4

Keliling / Perimeter
𝑃 = π(Dshell in + 12Dtube out )
= π(0.1022 + 12(0.0127)) = 0.7998 m2

Diameter Hidrolis
A
Dh = 4
P
0.00668
=4 × = 0.0334 m
0.7998

Reynold Number
4ṁc 4 × 0.110344
Rec = = = 5729.0968
πDh μc π × 0.0334 × 0.00073422
4ṁh 4 × 0.108990
Reh = = = 1853.4221
πDtube μh π × 0.00942 × 0.00794825

Nusselt Number
4⁄ 1⁄
Nuc = 0.023Rec 5 Pr 3 =
4 1
0.023x5729.0968 ⁄54.9274 ⁄3 =39.7255
Nuh = 4.36

Heat Transfer Coefficient


Nuc k c 39.7255 × 0.62376
hc = = = 741.89155 W⁄m2 K
Dh 0.0334
Nuh k h 4.36 × 0.14073
hh = = = 65.136178 W⁄m2 K
Dtube in 0.00942

Thermal Resistance
1
R conv,cold = = 0.009397 J/W
12πhcold Dtube,out L
1
R conv,hot = = 0.144103 J/W
12πhhot Dtube,in L
R total = R conv,cold + R conv,hot = 0.1535 J/W

Overall Heat Transfer Coefficient (U)


1 1 1
UA = = +
R tot 12hcold πDtube,out L 12hhot πDtube,in L
= 6.51465798 W/J

Heat Capacity (C)


Cc = ṁc ∙ Cpc = 0.110344 ×4.178 = 0.461017 kJ/kg.K
Ch = ṁh ∙Cph= 0.10121 ×2.02303= 0.222397 kJ/kg.K
Ch = Cmin
Cc = Cmax
qmax = Cmin (Th,in – Tc,in) = 5.7378426 W
qact = Cmin (Th,in – Th,out) = 0.822868 W

Number of Transfer Unit (NTU)


UA 6.51465798
NTU = = = 29.4143
Cmin 0.222397

Effectiveness (𝜀)
q act
ε= = 0.1434
q max

Cr
Cmin
Cr = =0.482405
Cmax

Pressure Drop
∆pc = pcold, in – pcold, out = 8000 – 0 = 8000 kg/m2
∆ph = phot, in – phot, out = 8000 – 2500 = 5500 kg/m2

4.4 Pembahasan Grafik


4.4.1 Aliran Parallel Flow
4.4.1.1 Grafik qact vs f (Recold)

Grafik q act = f(Re)


1.6
1.4
1.2
1
q act (W)

0.8
0.6 PARALEL
0.4
0.2
0
4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00
Re

Gambar 4.5 Grafik qact vs f (Recold)

Pada grafik di atas terlihat bahwa trendline grafik cenderung turun dan
terjadi fluktuasi pada nilai qact di beberapa titik. Nilai qact tertinggi yaitu 1,4483
W berada pada Recold sebesar 6037 pada titik kedua. Sedangkan nilai qact
terendah yaitu 0,93615 W berada pada Recold 9074.30 di titik keenam.
Hubungan antara Q dengan Reynold number dapat dijelaskan dengan
Re dan qact, sesuai persamaan :
4 𝑥 𝑚̇
𝑅𝑒 =
𝜋 𝑥 𝐷ℎ𝑥 𝜇
𝐶𝑚𝑖𝑛 = 𝐶ℎ = 𝑚̇ℎ . 𝐶𝑝ℎ
𝑄𝑎𝑐𝑡 = 𝐶𝑚𝑖𝑛 ( 𝑇ℎ,𝑖 − 𝑇ℎ,𝑜)
Pada rumusan didapatkan hasil bila Re meningkat maka 𝑚 ̇ akan
meningkat yang menyebabkan nilai 𝐶𝑚𝑖𝑛 juga ikut meningkat. Kenaikan nilai
𝐶𝑚𝑖𝑛 diikuti dengan meningkatnya nilai 𝑞𝑎𝑐𝑡 . Oleh karena itu dapat
disimpulkan berdasarkan rumus diatas bahwa nilai Re dan qact berbanding
lurus, apabila nilai Re semakin besar maka qact akan semakin besar juga.
Pada grafik ini, rumusan teori dan hasil praktik justru berkebalikan.
Secara teori nilai Re dan qact berbanding lurus, apabila nilai Re semakin besar
maka qact akan semakin besar juga. Sehingga hasil grafik secara teori memiliki
trendline naik, sementara pada grafik percobaan trendline mengalami
penurunan meskipun ada beberapa titik yang mengalami kenaikan, seperti di
titik kedua, ketujuh, dan kedelapan. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena
beberapa hal, yakni karena adanya fouling pada tube, ketidaktelitian praktikan Commented [afd3]: Jangan salahkan fouling krn sudah jadi
Batasan masalah
dalam mengambil data, dan juga karena faktor usia alat yang digunakan
praktikum sudah tua, sehingga ketelitiannya sudah berkurang dan performanya
menurun.
4.4.1.2 Grafik hcold = f (Recold)

Grafik h cold = f(Re)


1450.00
10647.66,
1350.00
1358.34
1250.00 9864.71, 1281.09
9074.28, 1202.18
h (W/m2.K)

1150.00 8324.29, 1124.40


1050.00 7568.01, 1044.84
950.00 6796.43, 962.70
850.00 6037.37, 879.54
5251.25, 792.38
750.00
650.00
5000.00 6000.00 7000.00 8000.00 9000.00 10000.00 11000.00
Re PARALEL FLOW

Linear (PARALEL FLOW)

Gambar 4.6 Grafik hcold = f (Recold)


Pada grafik di atas terlihat bahwa grafik memiliki trendline grafik yang
naik, di mana nilai hcold semakin besar seiring naiknya Reynold number. Nilai
hcold tertinggi yaitu 1358,34 W⁄m2 K berada pada Recold sebesar 10647.66.51
di data kedelapan. Sedangkan nilai hcold terendah yaitu 792.38 W⁄m2 K berada
pada Recold sebesar 5251.25 didata pertama.
Berdasarkan teori, hubungan antara h dengan Reynold number tersebut
dikaitkan dengan Nusselt number, dimana besarnya Reynold number
berbanding lurus dengan Nusselt number. Adapun hubungan antara Nusselt
number dengan koefisien konveksi (h) pun berbanding lurus. Maka dari itu,
semakin besar nilai Re, semakin besar pula nilai Nu, nilai koefisien konveksi
(h) pun akan semakin besar, begitu pula sebaliknya. Hal tersebut memenuhi
persamaan sebagai berikut:
𝑁𝑢 = 0,023 𝑅𝑒 4/5 𝑃𝑟 0,3
𝑁𝑢 . 𝑘 𝑓
ℎ=
𝐷
Grafik yang ditunjukkan di atas sesuai dengan teori bahwa nilai h dan
Re saling berkaitan dan berbanding lurus. Jika nilai Re bertambah besar maka
h pun akan bertambah besar.
4.4.1.3 Grafik ∆Pcold vs Recold

Grafik ∆P cold = f(Re cold)


3

2.5 9864.71, 2.3 10647.66, 2.5


∆P cold (kg/cm2)

2 8324.29, 1.9 9074.28, 2.1


7568.01, 1.8 Paralel
1.5 6796.43, 1.4
6037.37, 1.2
1
5251.25, 1.1
0.5

0
4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00
Re cold

Gambar 4.7 Grafik ∆Pcold vs Recold


Grafik ∆Pcold vs Recold di atas, menunjukan perbandingan antara
pressure drop (∆Pcold) dengan penambahan besar bilangan Reynold (Recold)
pada aliran parallel. Grafik di atas menunjukan trendline yang terus naik, nilai
pressure drop (∆P) terkecil ditunjukkan pada data pertama dengan nilai 1100
kg/m2 pada saat Reynold number nya sebesar 5251,25. Sedangkan nilai ∆P
terbesar ditunjukkan pada data kesembilan yaitu dengan nilai 2500 kg/m2 pada
saat Reynold number nya sebesar 10647.66
Berdasarkan teori, nilai pressure drop (∆P) meningkat seiring dengan
peningkatan nilai Reynold number. Secara teori bahwa pressure drop (∆P)
yang merupakan fungsi dari Reynold number meningkat saat Reynold number
meningkat. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa semakin besar Reynold
number, maka semakin besar pula nilai pressure drop (∆P) yang terdapat pada
heat exchanger. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui persamaan:
∆𝑃 𝐿 𝑒
= 𝜑 ( 𝑅𝑒 , , )
𝜌𝑉 2 𝐷 𝐷
Grafik yang ditunjukkan di atas sudah sesuai dengan teori bahwa nilai
pressure drop (∆P) meningkat seiring dengan peningkatan nilai Reynold
number. Commented [afd4]: 4.1.3 Efectiveness dan NTU dulu

4.4.1.4. Analisa Grafik ε vs f (NTU,Cr)

Grafik E=f(NTU,Cr)
0.19
0
0.17
0,514488046
0.15
0.13 0,463225432
0.11 0,421062994
Eff

0.09 0,386073077
0.07
0,356459546
0.05
0.03 0,331281975
0.01 0,30923533
-0.01 0,289932167
0 5 10 15 20 25 30
NTU #REF!

Gambar 4.5. Grafik ε vs f (NTU,Cr)

Dari grafik ε = f (NTU, Cr) di atas, terlihat bahwa nilai ε (effectiveness)


maksimum sebesar 0,1782 untuk Cr sebesar 0,463 diperoleh ketika NTU bernilai
24,668, sedangkan nilai ε minimum sebesar 0,127 untuk Cr sebesar 0,356
diperoleh ketika NTU bernilai 24,92. Secara umum, trendline grafik yang naik
menunjukkan bahwa nilai ε naik seiring dengan peningkatan nilai NTU dan
penurunan nilai Cr.
Bila ditinjau secara analitis, nilai Cr dapat dihitung dengan rumus Cr =
Cmin (Tci -Tco )
Cmax
= (T ; apabila Cc< Ch, nilai Cc diambil sebagai Cmin, begitu juga sebaliknya.
hi -Tho )

Pada percobaan ini, nilai Ch diambil sebagai Cmin. Selanjutnya, effectiveness dapat
qact Cmin (Thi - Tho )
dihitung dengan rumus ε = = . Substitusi kedua persamaan tersebut
qmax Cmin (Thi - Tci )

(Tci - Tco )
menghasilkan rumus ε= .
Cr (Thi - Tci )

Dapat dilihat bahwa nilai Cr berbanding terbalik dengan ε sehingga


semakin besar nilai Cr, semakin kecil nilai ε. Hal ini sudah sesuai dengan hasil
percobaan yang ditampilkan oleh grafik, yaitu peningkatan nilai effectiveness
berbanding lurus dengan penurunan nilai Cr.

4.4.2. Counter Flow


4.4.2.1. Analisa Grafik qact vs Recold

Grafik q act (W) = f(Re)


1.04
1.02
1.00
0.98
q act (W)

0.96
0.94 COUNTE
0.92 R FLOW
0.90
0.88
0.86
0.84
5000 7000 9000 11000 13000
Re

Gambar 4.6. Grafik qact vs Recold


Dari grafik qact = f (Recold) di atas, terlihat bahwa nilai qact maksimum
sebesar 1,02 W diperoleh ketika Recold mencapai 10259,223365 sedangkan nilai qact
minimum sebesar 0,86 W diperoleh ketika Recold mencapai 8718,72. Secara umum,
trendline mengalami fluktuasi di semua titik dengan signifikan.
Bila ditinjau secara analitis, nilai Recold dapat dihitung dengan rumus Nu =
4/5
4.36 Re × Pr1/3 dan Nu = h × D/k. Dari kedua rumus tersebut, nilai Re dan h
berbanding lurus dengan nilai Nu sehingga semakin besar Re, semakin besar h.
Kemudian, apabila nilai h digunakan dalam perumusan q = h × A × ∆T, nilai h juga
berbanding lurus dengan q sehingga dapat disimpulkan bahwa Re berbanding lurus
dengan q.
Pada grafik ini, rumusan teori dan hasil praktik justru berkebalikan. Secara
teori nilai Re dan qact berbanding lurus, apabila nilai Re semakin besar maka qact
akan semakin besar juga. Sehingga hasil grafik secara teori memiliki trendline naik,
sementara pada grafik percobaan trendline mengalami penurunan meskipun ada
beberapa titik yang mengalami kenaikan, seperti di titik ketiga, kelima, dan
kedelapan. Hal ini bisa terjadi disebabkan karena beberapa hal, yakni karena adanya
fouling pada tube, ketidaktelitian praktikan dalam mengambil data, dan juga karena
faktor usia alat yang digunakan praktikum sudah tua, sehingga ketelitiannya sudah
berkurang dan performanya menurun.
4.4.2.2 Analisa grafik hcold VS Recold

Grafik h cold = f(Re)


1550.00
1450.00 11357.51, 1430.31
h (W/m2.K)

1350.00 10569.33, 1353.79


9772.30,
1250.00 9017.98,
1275.60
1150.00 8256.01,
1198.76
1050.00 7476.07,
1120.16
6708.18,
1038.97
950.00 5907.65,
956.89
850.00 870.68
5000.00 7000.00 9000.00 11000.00 13000.00
PARALEL FLOW
Re

Gambar 4.6 Grafik hcold fungsi Recold


Grafik 4.6 menunjukkan perbandingan antara nilai koefisien konveksi
terhadap nilai bilangan reynold pada aliran fluida dingin. Pada grafik hcold VS Recold
di atas terlihat bahwa grafik memiliki nilai Re maksimum 11357.51 dengan nilai
hcold 1430.13 W/m2.K dan nilai Re minimum 5907.65 dengan nilai hcold 870.68
W/m2.K. Grafik 4.6 menunjukkan trendline yang naik, dengan nilai hcold yang
semakin besar seiring naiknya Reynold number.

Bila ditinjau dari perumusan, kita dapat menggunakan persamaan-


persamaan berikut ini untuk menggambarkan grafik hcold vs Recold:

𝑁𝑢 = 0.023𝑅𝑒 0.8 𝑃𝑟 0.3 .......(1)

ℎ𝐷ℎ 𝑁𝑢.𝑘𝑓 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟


𝑁𝑢 = →ℎ= ........(2)
𝑘𝑓 𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 𝐷ℎ

Persamaan (1) menunjukkan bahwa nilai Nu kan meningkat seiring dengan


peningkatan Re. Kemudian dari persamaan (2), dapat dipahami bahwa nilai h akan
mengalami peningkatan seiring dengan nilai Nu yang semakin meningkat Jika
persamaan (1) dan persamaan (2) digabungkan maka dapat disimpulkan bahwa
semakin tinggi nilai Re maka semakin tinggi pula nilai h.

Grafik dari hasil percobaan yang telah dilakukan sesuai dengan teori yang
ada. Yaitu nilai hcold sebanding dengan nilai Recold, karena semakin tinggi nilai Re
maka semakin tinggi nilai h.
4.4.2.3 Grafik ΔPcold fungsi Recold

Grafik ∆P cold = f(Re cold)


3

2.5 10569.33, 2.3 11357.51, 2.5


∆P cold (kg/cm2)

2 9017.98, 1.9 9772.30, 2.1


8256.01, 1.8 Paralel
1.5 7476.07, 1.4
6708.18, 1.2
1
5907.65, 1.1
0.5

0
4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00
Re cold

Gambar 4.7 Grafik Δpcold = f (Recold) paralel

Gambar 4.7 menunjukkan grafik nilai Δpcold terhadap f (Recold) pada aliran
paralel. Berdasarkan grafik di atas, diperoleh nilai Δpcold yang maksimum yaitu 2.5
pada nilai Re 11357.51. Sementara itu, nilai Δpcold yang minimum, yaitu 1.1,
diperoleh pada nilai Re 5970.65. Grafik 4.7 menunjukkan trendline yang terus naik.
Hal ini berarti bahwa besarnya perbedaan tekanan pada aliran paralel fluida dingin
akan terus menerus naik seiring dengan peningkatan Reynold number.
Bila ditinjau dari perumusan, grafik Δpcold = f (Recold) dapat dipahami
dengan persamaan berikut :

∆𝑃 𝐿 𝑒
= 𝑓 {𝑅𝑒, , }
𝜌𝑉 2 𝐷 𝐷

𝜌𝑉𝐷
𝑅𝑒 =
𝜇
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan (V) akan
meningkatkan nilai Re dan ΔP . Dengan demikian dapat dipahami bahwa ΔP akan
meningkat seiring dengan peningkatan nilai Re.

Berdasarkan grafik 4.7, dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari
percobaan telah sesuai dengan teori yang berlaku. Hal ini terbukti dari trendline
grafik yang meningkat. Peningkatan trendline tersebut terjadi akibat nilai
perbedaan tekanan yang meningkat seiring dengan kenaikan nilai Reynold number.

4.4.2.4 Grafik ε = f (NTU,Cr)

Grafik E=f(NTU,Cr)
0.19
0
0.17
0,514488046
0.15
0.13 0,463225432
0.11 0,421062994
Eff

0.09 0,386073077
0.07
0,356459546
0.05
0.03 0,331281975
0.01 0,30923533
-0.01 0,289932167
0 5 10 15 20 25 30
NTU #REF!

Gambar 4.8 Grafik ε = f (NTU,Cr)


Dari grafik ε = f (NTU, Cr) di atas, terlihat bahwa nilai ε (effectiveness)
maksimum sebesar 0,16242 untuk Cr sebesar 0,51449 diperoleh ketika NTU
bernilai 24,5484, sedangkan nilai ε minimum sebesar 0,148148148 untuk Cr
sebesar 0,1289932167 diperoleh ketika NTU bernilai 25,0536136. Secara umum,
trendline grafik yang naik menunjukkan bahwa nilai ε naik seiring dengan
peningkatan nilai NTU dan penurunan nilai Cr.

Bila ditinjau secara analitis, nilai Cr dapat dihitung dengan rumus Cr =


Cmin (T -T )
Cmax
= (Tci -Tco ); apabila Cc< Ch, nilai Cc diambil sebagai Cmin, begitu juga sebaliknya.
hi ho

Pada percobaan ini, nilai Ch diambil sebagai Cmin. Selanjutnya, effectiveness dapat
qact Cmin (Thi - Tho )
dihitung dengan rumus ε= = . Substitusi kedua persamaan tersebut
qmax Cmin (Thi - Tci )

(T - Tco )
menghasilkan rumus ε= C (Tci .
r hi - Tci )

Dapat dilihat bahwa nilai Cr berbanding terbalik dengan ε sehingga


semakin besar nilai Cr, semakin kecil nilai ε. Hal ini sudah sesuai dengan hasil
percobaan yang ditampilkan oleh grafik, yaitu peningkatan nilai effectiveness
berbanding lurus dengan penurunan nilai Cr.

4.4.3 Grafik qact VS Recold parallel dan counter (gabungan)

Grafik qact = f(REcold) counter dengan Grafik qact


1.6
= f(REcold) paralel
1.4
COUNTER FLOW
1.2
1
q act (W)

Paralel Flow
0.8
0.6 Linear (COUNTER
0.4 FLOW)
0.2 Linear (Paralel Flow)
0
5000 7000 9000 11000 13000
Re

Gambar 4.9. Grafik Gabungan qact vs f (Recold) pada Counter dan Parallel Flow.

Pada grafik qact vs Recold paralel di atas terlihat bahwa trendline grafik
turun dan terjadi fluktuasi pada nilai qact. Sedangkan pada grafik counter terlihat
bahwa trendline grafik terjadi fluktuasi pada nilai qact di beberapa titik.Trendline
grafik qact paralel memiliki gradien yang lebih besar dibandingkan trendline grafik
qact counter dengan trendline yang lebih curam dan data yang cenderung lebih
fluktuatif.
Bila ditinjau secara analitis, nilai Recold dapat dihitung dengan rumus Nu =
4/5
4.36 Re × Pr1/3 dan Nu = h × D/k. Dari kedua rumus tersebut, nilai Re dan h
berbanding lurus dengan nilai Nu sehingga semakin besar Re, semakin besar h.
Kemudian, apabila nilai h digunakan dalam perumusan q = h × A × ∆T, nilai h juga
berbanding lurus dengan q. Commented [afd5]: Teori yang ada Delta T lm counter lebih
besar dr parallel. Coba cari rumus sbg dasar teori. Paragraf 3
Dapat disimpulkan bahwa Re berbanding lurus dengan q. Karena itu, hasil jelaskan kesimpulan sesuai gambar

percobaan menunjukkan bahwa seiring dengan peningkatan nilai Recold, nilai qact
juga semakin meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Hubungan antara Re dan q act berbanding lurus pada counter flow, yakni
saat bilangan Re bertambah besar, maka q act yang ditimbulkan haruslah
bertambah besar pula. Namun pada praktikum ini trendline grafiknya
menurun sehingga tidak sesuai dengan teori.
2. Pengaruh nilai Re dan h pada counter flow saling berkaitan dan sebanding.
Dimana semakin besar Re maka semakin besar pula Nusselt number
menyebabkan nilai koefisien konveksi juga semakin besar dan sebaliknya
yang terlihat pada grafik hcold = f (Recold) sehingga hasil praktikum ini
sesuai dengan teori.
3. Nilai ∆P pada counter flow merupakan nilai pressure drop, Secara teori
bahwa pressure drop (∆P) yang merupakan fungsi dari Reynold number
meningkat saat Reynold number meningkat. Terlihat pada grafik ΔPcold =f
(Recold) yang menunjukkan tren grafik meningkat yang mana sesuai
dengan teori.
4. Pada nilai NTU counter flow yang konstan, hubungan antara Cr dan ε,
yaitu Cr bertambah kecil maka 𝜀 pun akan bertambah besar dan semakin
besar NTU, maka 𝜀 yang dihasilkan juga semakin besar. Hasil praktikum
sudah sesuai dengan teori.
5. Hubungan antara Re dan q act berbanding lurus pada parallel flow, yakni
saat bilangan Re bertambah besar, maka q act yang ditimbulkan haruslah
bertambah besar pula. Hasil percobaan ini terdapat data yang menyimpang
dari teori, namun secara umum hasilnya sudah sesuai dengan teori.
6. Pengaruh nilai Re dan h pada parallel flow saling berkaitan dan sebanding.
Dimana semakin besar Re maka semakin besar pula Nusselt number dan
sebaliknya yang terlihat pada grafik hcold = f (Recold) parallel sehingga hasil
praktikum ini sesuai dengan teori.
7. Nilai ∆P pada parallel flow merupakan pressure drop (∆P) yang
merupakan fungsi dari Reynold number yang mana akan meningkat saat
Reynold number meningkat. Terlihat pada grafik Δ Pcold =f (Recold) yang
menunjukkan tren grafik naik, hal ini sesuai dengan teori.
8. Pada nilai NTU parallel flow yang konstan, hubungan antara Cr dan 𝜀 .
yaitu nilai Cr bertambah kecil maka 𝜀 pun akan bertambah besar dan
semakin besar NTU, maka 𝜀 yang dihasilkan juga semakin besar.
9. Pada nilai q counter flow lebih besar dari parallel flow seiring dengan
bertambahnya kenaikan Reynold number.

5.2 Saran
1. Perlu adanya perawatan dan pembersihan pada alat praktikum, karena alat
yang digunakan beberapa terlihat kotor yang akan berpengaruh pada
akurasi data praktikum.
2. Sebelum praktikum, sebaiknya asisten menjelaskan peralatan praktikum
dengan baik dan sistematis agar praktikan tidak merasa ragu atau bingung.
3. Pemanasan alat praktikum dilakukan sebelum praktikum dimulai,
sehingga ketika akan dimulai praktikan tidak menunggu terlalu lama.
4. Sebaiknya asisten jaga memperhatikan praktikan saat pelaksaaan
praktikum agar tidak terjadi kesalahan pada metode pengujian.

Вам также может понравиться