Вы находитесь на странице: 1из 4

Pelayanan merupakan bagian dari sistem kesehatan di sebuah rumah sakit.

Pelayanan
keperawatan menjadi bagian terdepan dari pelayanan kesehatan yang menentukan kualitas
pelayanan dirumah sakit. 40% - 60% pelayanan rumah sakit adalah pelayanan keperawatan
(Gillies, dalam Simamora, 2014).
Kepuasan pasien tersebut bisa dicapai salah satunya dengan meningkatkan kinerja perawat
(Ilyas, 2002). Sejak diterapkannya MAKP tim sebagian besar dari pasien masih menyatakan
ketidakpuasan terhadap pelayanan hal ini dibuktikan banyaknya surat di kotak saran tentang
pelayanan perawat yang kurang optimal (Dokumentasi rekam medis RS. Paru Surabaya,
2014).
1. Penerapan Model Asuhan Keperawatan Profesional (MAKP) Tim Di Ruang Rawat Inap
Kelas III RS. Paru Surabaya
Model asuhan keperawatan profesional (MAKP) tim yang diterapkan di ruang
rawat inap kelas III RS. Paru Surabaya dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu
pelaksanaan job description masing-masing perawat (kepala ruang, ketua tim dan
anggota tim), pelaksanaan standar operasional prosedur penerimaan pasien baru, timbang
terima, discharge planning, sentralisasi obat, ronde keperawatan, dan supervisi
keperawatan. Keterbatasan jumlah perawat merupakan kendala dalam hal ini.
Kepala ruang tidak membuat rentang kendali yaitu kepala ruangan membawahi 2
ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat. Pada faktanya dalam satu ruangan
hanya ada seorang ketua tim yang membawahi 11 perawat dan merawat 18-22 pasien.
Aspek lain yang diobservasi dalam penerapan MAKP Tim adalah pelaksanaan
standar operasional prosedur (SOP) penerimaan pasien baru, timbang terima, discharge
planning, ronde keperawatan, sentralisasi obat, dan supervisi keperawatan.
Pelaksanaan penerimaan pasien baru yang sesuai dengan prosedur diharapkan
kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan menjadi lebih baik. Pelaksanaan
penerimaan pasien baru di ruang rawat inap kelas III RS. Paru Surabaya sudah berjalan
cukup baik, namun perlu ada peningkatan sehingga pelaksanaan penerimaan pasien baru
menjadi optimal.
Timbang terima merupakan kegiatan yang harus dilakukan sebelum pergantian
shift. Timbang terima dilakukan pada setiap pergantian shift yaitu shift pagi ke shift sore,
shift sore kepada shift malam, dan shift malam kepada shift pagi.
Perencanaan pulang (Discharge planning) merupakan perencanaan perawatan
pasien pasca di rawat di rumah sakit, dapat dimulai pada saat pasien masuk rumah sakit
hingga pasien akan pulang. Discharge planning merupakan proses terintegrasi yang
terdiri dari fase-fase untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Discharge planning merupakan proses yang menggambarkan kerjasama antar tim
kesehatan, keluarga dan klien (Nursalam,2011). Discharge planning bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan klien secara signifikan dan menurunkan biaya biaya yang
diperlukan untuk rehabilitasi lanjut, dengan adanya discharge planning klien dapat
mempertahankan kesehatannya dan membantu klien untuk lebih bertanggung jawab
terhadap kesehatan mereka sendiri.
Pelaksanaan discharge planning yang sesuai dengan prosedur akan meningkatkan
derajat kesehatan pasien, dalam discharge planning pasien dipersiapkan bagaimana
perawatan pasien di rumah melalui pendidikan kesehatan. Persediaan obat sangat perlu
untuk memeriksa ulang atas kebenaran obat dan jenis obat, jumlah obat dan menulis
etiket dan alamat pasien pasien. Obat yang diterima dicatat dalam buku besar persediaan
atau dalam kartu persediaan. Sebuah kartu pesediaan (kartu stok) kadangkadang
digunakan untuk menggantikan buku besar persediaan.
Supervisi memungkinkan seorang manajer keperawatan dapat menemukan
berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan asuahan keperawatan di ruang yang
bersangkutan melalui analisis secara komprehensif bersama-sama dengan
anggotaperawat secara efektif dan efesien (Arwani, 2006). Melalui kegiatan supervisi
seharusnya kualitas dan mutu pelayanan keperawatan menjadi fokus dan menjadi tujuan
utama, bukan malah menyibukkan diri mencari kesalahan atau penyimpangan.
Ronde Keperawatan (Nursing Rounds)
Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan /atau perawat
konselor, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota
tim kesehatan (Nursalam, 2002). Jadi, seperti pengertian yang telah dikemukakan semua
unsur terutama para perawat itu sendiri punya andil besar dalam ronde keperawatan itu
sendiri. Praktek diklinik sendiri masih jarang diimplementasikan karena perawat
mengidentikkan dengan timbang terima. Padahal jika ronde keperawatan dapat
diimplementasikan dengan baik, beberapa masalah mengenai proses perawatan dapat
berkurang.
Penerapan MAKP Tim di ruang rawat inap kelas III RS. Paru Surabaya sudah
sesuai namun ada prosedur yang belum dilakukan oleh perawat pada saat penerimaan
pasien baru adalah anamnesa ketika pasien baru datang, kepala ruang tidak melakukan
pengecekan persiapan penerimaan pasien baru dan tidak memberikan reward kepada
perawat setelah tindakan dilakukan. Prosedur yang belum dilakukan oleh perawat pada
saat timbang terima pasien atau operan antar shift yaitu belum ada format baku timbang
terima pasien yang mengenai penyampaian masalah keperawatan, rencana keperawatan
yang sudah dan belum dilakukan serta diskusi dan validasi setelah keliling ke pasien.
Pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap kelas III RS. Paru Surabaya
sudah dilakukan dengan lisan tetapi tidak ada dokumentasi secara formal dari pihak
rekam medis rumah sakit jadi tidak ada bukti fisik secara resmi dalam pelaksanaan
discharge planning. Sentralisasi obat di ruang rawat inap kelas III RS. Paru Surabaya
sudah dilakukan. Namun ada prosedur yang tidak pernah dilakukan seharusnya menjadi
perhatian penting, perawat seharusnya membiasakan diri menjelaskan kepada pasien atau
keluarga pasien tentang perawat menjelaskan macam obat, kegunaan obat.
Supervisi keperawatan sudah dilakukan dengan lisan tetapi tidak ada dokumentasi
secara formal dari pihak rekam medis rumah sakit jadi tidak ada buktI fisik secara resmi
dalampelaksanaan supervisi keperawatan. Sedangkan pelaksanaan ronde keperawatan
diruang rawat inap kelas III RS. Paru Surabaya sudah dilakukan, ronde keperawatan
sudah dilakukan dengan lisan dengan berdiskusi antara kepala ruangan, ketua tim,
perawat pelaksana serta dari tenaga medis yang lainnya namun tidak ada dokumentasi
secara formal dari pihak rekam medis rumah sakit jadi tidak ada bukti fisik secara resmi
dalam pelaksanaan ronde keperawatan.
2. Tingkat Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III RS. Paru Surabaya
Berdasarkan hasil penelitian Lambertson seperti dikutip oleh Douglas (1984)
dalam Nursalam (2011), menunjukkan bahwa model tim bila dilakukan dengan benar
merupakan model asuhan keperawatan yang tepat dalam meningkatkan pemanfaatan
tenaga keperawatan bervariasi dalam memberikan asuhan keperawatan. Apabila kinerja
dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja melebihi harapan,
pelanggan akan sangat puas. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh beberapa factor: Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan
diterimanya, empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. , biaya (cost)
tingginya biaya pelayanan akan dianggap sebagai sumber moral hazzard bagi pasien dan
keluarganya, penampilan fisik (kerapian petugas) kondisi kebersihan dan kenyamanan
ruangan (tangibility), Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan
(assurance), ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada
faktor ini, Keandalan dan keterampilan (reability) petugas kesehatan dalam memberikan
perawatan, dan kecepatan petugas memberikan tanggapan keluhan pasien
(responsiveness). Penilaian kepuasan pasien yang akurat yaitu memberikan kuesioner
pada pasien yang sudah keluar dari rumah sakit karena pasien sudah tidak ada hubungan
keterikatan lagi dengan rumah sakit terutama pada bentuk pelayanan keperawatan yang
dirasakan oleh pasien.
3. Hubungan antara Penerapan MAKP Tim dengan Tingkat
Kepuasan Pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III RS. Paru Surabaya Model tim
didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi
dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi
dan rasa tanggung jawab perawat yang tinggi, sehingga setiap anggota tim merasakan
kepuasan karena diakui kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Ketika penerapan MAKP Tim
dirasa sebagai beban maka kepuasan kerja akan menurun karena perawat merasa tidak
mendapatkan sesuatu yang berbeda dari penerapan metode asuhan keperawatan yang
baru tersebut. Berdasarkan uji statistik koefisien kontingensi somers’dBA, hubungan
antara penerapan MAKP tim dengan tingkat kepuasan pasien di ruang rawat inap
kelas III RS. Paru Surabaya diperoleh hasil nilai p = 0,000 dengan alfa ( ) atau (.000
< 0,05 ) maka Ho di tolak dan H1 diterima maka dapat disimpulkan ada hubungan
penerapan MAKP tim dengan tingkat pasien di ruang rawat inap kelas III RS. Paru
Surabaya.

KESIMPULAN
Ada hubungan penerapan MAKP tim dengan tingkat pasien diruang rawat inap kelas III RS.
Paru Surabaya.

Вам также может понравиться