Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

N
Prosedur Hasil percobaan
o
1 Bejana kromatografi dijenuhkan dengan eluen, di Eluen A yang dibutuhkan
hitung jumlah eluen yang dibutuhkan sebanyak 6 mL
Eluen B yang dibutuhkan
sebanyak 6 mL.
2 Pelat KLT disiapkan, dengan ukuran tertentu Pelat KLT berukuran 7x4 cm
3 Ditentukan garis awal penotolan zat pada pelat KLT Jarak garis batas awal dan
akhir dengan tepi pelat KLT
adalah 0,5 dan 1 cm
4 Dilakukan penotolan zat pada garis awal sebanyak
3 kali menggunakan pipa kapiler

Sampel dan pembanding 1, 2, 3


ditotolkan
5 Dilakukan proses elusi

Eluen bergerak/merembes ke
bagian atas lempeng
6 Kromatogram yang sudah kering di amati di bawah
lampu UV

Senyawa berfluoresensi warna


kuning di bawah lampu UV
254nm
7 Kromatogram di reaksikan dengan P-DAB HCl

Terlihat bercak berwarna


kuning
8 Nilai Rf dihitung dan di analisis jenis sampelnya Eluen A
Nilai Rf sampel 1= 0,8
Nilai Rf sampel 2= 0,69
Nilai Rf pembanding 1= 0,36
Nilai Rf pembanding 2= 0,8
Nilai Rf pembanding 3= 0,709

Eluen B
Nilai Rf sampel 1= 0,109
Nilai Rf sampel 2= 0,36
Nilai Rf pembanding 1= 0,05
Nilai Rf pembanding 2= 0,36
Nilai Rf pembanding 3= 0,72

Sampel mengandung senyawa


sulfametoksazol dan
sulfadimidin.

4.2 Pembahasan

Pada percobaan ini dilakukan pemisahan senyawa sulfa melalui kromatografi lapis
tipis (KLT). Kromatografi adalah metode yang digunakan untuk pemisahan komponen dari
suatu campuran dimana komponen akan terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase
gerak. Pada KLT, pemisahan berlangsung di atas adsorben yang melekat tipis pada lempeng
inert. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengidentifikasi senyawa apa saja yang
terkandung dalam sampel. Prinsip dari pecobaan ini adalah berdasarkan adanya perbedaan
kepolaran senyawa.

Fase diam yang digunakan adalah silica gel. Silica gel merupakan serbuk padat yang
bersifat polar, sifat polar ini akan mengadsorpsi senyawa yang juga polar, senyawa polar akan
berada di bagian bawah kromatogram karena teradsorpsi oleh fase diam. Sedangkan fase
gerak yang digunakan ada 2, yang pertama (eluen A) terdiri dari n-heksan, kloroform, dan
butanol dengan perbandingan (1:1:1) dan yang kedua (eluen B) terdiri dari metanol dan
kloroform dengan perbandingan (5:95). Fase gerak yang digunakan merupakan pelarut
organik, karena pelarut organik bersifat volatil/mudah menguap sehingga kromatogram cepat
kering ketika akan di analisis. Fase gerak ini terdiri dari campuran senyawa yang bersifat
polar dan non polar, hanya saja persentasenya yang berbeda. N-heksan dan kloroform bersifat
polar, sedangkan butanol dan metanol bersifat polar. Eluen A bersifat lebih non polar
dibanding eluen B karena persentase senyawa yang bersifat non polar (n-heksan &
kloroform) lebih besar dari senyawa polar (butanol), begitupun sebaliknya, eluen B bersifat
lebih polar dari eluen A karena persentase senyawa yang bersifat polar (butanol) lebih besar
dari senyawa non polar (kloroform).

Sebelum dilakukan elusi sampel, chamber terlebih dahulu dijenuhkan dengan fase
gerak. Tujuan penjenuhan ini agar sampel maupun pembanding dapat dipartisi dengan mudah
oleh eluen.
Setelah chamber dijenuhkan, dilakukan penotolan sampel pada fase diam. Pemisahan
yang optimal apabila penotolan sampel dilakukan sekecil dan sesempit mungkin, karena jika
terlalu banyak dan lebar maka resolusi akan turun. Selain itu jika penotolan dilakukan pada
tempat yang salah, maka akan menimbulkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Pada
praktikum yang kami lakukan, sampel ditotolkan sebanyak 3-5 kali menggunakan pipa
kapiler agar menghasilkan noda bediameter 3 mm. Pada saat penotolan, sebaiknya tidak
lakukan hanya satu kali karena jika dilakukan satu kali dikhawatirkan pada saat elusi, sampel
dan pembanding akan hilang sehingga tidak akan tampak terlihat pada sinar UV.

Setelah proses pengembangan selesai, kemudian dilakukan deteksi bercak


menggunakan cara fisikokimia, yaitu dengan menggunakan sinar UV dan dengan direaksikan
dengan reagen P-DAB HCl.

Sampel di amati di bawah lampu UV 254, hal ini dikarenakan sampel dan
pembanding yang digunakan tidak berwarna dan noda tidak akan tampak jika dilihat
langsung oleh mata di bawah cahaya normal. Setelah diamati di bawah lampu sinar UV 254,
diperoleh 4 noda yang berfluoresensi warna kuning.
P-DAB HCl digunakan sebagai pereaksi karena merupakan reagen khusus golongan
sulfonamida, yang jika direaksikan akan menghasilkan warna kuning-jingga. Pada
kromatogram yang di elusi eluen A, jarak yang di tempuh sampel 1 adalah 4,4 cm, jarak yang
di tempuh sampel 2 adalah 3,8 cm, jarak yang di tempuh pembanding 1 adalah 2 cm, jarak
yang di tempuh pembanding 2 adalah 4,4 cm, jarak yang di tempuh pebanding 3 adalah 3,9
cm. Pada kromatogram yang di elusi eluen B, jarak yang di tempuh sampel 1 adalah 0,6 cm,
jarak yang di tempuh sampel 2 adalah 0,2 cm, jarak yang di tempuh pembanding 1 adalah 0,3
cm, jarak yang di tempuh pembanding 2 adalah 0,2 cm, jarak yang di tempuh pembanding 3
adalah 0,4 cm.
Dari besar jarak tersebut, dapat dihitung nilai Rf. Rf merupakan perbandingan jarak
yang ditempuh solut dengan yang ditempuh fase gerak. Nilai Rf merupakan derajat retensi
suatu komponen dalam fase diam. Nilai Rf yang besar menandakan bahwa senyawa tersebut
memiliki daya pisah zat terhadap solvent pada kondisi maksimum, sedangkan nilai Rf yang
kecil menandakan bahwa solvent memiliki daya pisah zat yang minimum. Bila nilai Rf sama
maka senyawa tersebut memiliki ciri yang sama, sedangkan jika nilai Rf berbeda maka
senyawa tersebut berbeda. Nilai Rf eluen A sampel 1 adalah 0,8, Nilai Rf sampel 2 adalah
0,69, Nilai Rf pembanding 1 adalah 0,36, Nilai Rf pembanding 2 adalah 0,8, Nilai Rf
pembanding 3 adalah 0,709. Nilai Rf eluen B sampel 1 adalah 0,109, Nilai Rf sampel 2
adalah 0,36, Nilai Rf pembanding 1 adalah 0,05, Nilai Rf pembanding 2 adalah 0,36, Nilai Rf
pembanding 3 adalah 0,72.

Pada eluen A, nilai Rg sampel 1 dengan pembanding 2 adalah 1, nilai Rg sampel 2


dengan pembanding 3 adalah 0,97. Sedangkan pada eluen B, nilai Rg sampel 1 dengan
pembanding 2 adalah 1, nilai Rg sampel 2 dengan pembanding 3 adalah 0,5.

Dapat disimpulkan bahwa senyawa sampel tersebut mengandung 2 senyawa obat


yaitu sulfametoksazol dan sulfadimidin karena Rf antara sampel dengan pembanding hampir
sama dan nilai Rgnya besar.

Adapun faktor kesalahan yang dapat terjadi dari praktikum KLT adalah apabila
konsentrasi dan komposisi larutan yang digunakan tidak sesuai maka akan mengganggu nilai
Rf. Pada saat tidak terbentuknya noda bulat sempurna, hal ini juga dapat disebakan oleh
-senyawa asing dan pencemaran pada pelarut yang digunakan (wadah yang digunakan kotor)
ataupun adanya partikel lain yang menempel pada lempeng. tidak sesuainya perbandingan
eluen yang digunakan berdasarkan prosedur yang sudah ada, eluen yang digunakan tingkat
kepolaranya rendah (semakin polar eluen maka semakin mudahterserap) ,eluen tidak
dijenuhkan sebelum proses KLT, eluen melewati tanda batas pada lempeng tipis, dan jika
Chamber tidak ditutup.

Вам также может понравиться