Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1. Obat rasional
Obat adalah suatu faktor penting dalam pelayanan kesehatan. Akan tetapi,
World Health Organisation (WHO) memperkirakan sekitar 50% dari
seluruh penggunaan obat yang tidak tepat dalam peresepan, penyiapan,
dan penjualannya. Sekitar 50% lainnya tidak digunakan secara tepat oleh
pasien. Penggunaan obat yang tidak tepat akan menimbulkan banyak
maslah. Masalah-masalah tersebut di antaranya meliputi segi efektifitas,
efek samping, interaksi, ekonomi dan penyalahgunaan obat. Oleh karena
itu, dalam penggunaan obat di perlukan pertimbangan yang tepat agar
penggunaannya efektif dan efisien.
Penggunaan Obat Rasional adalah apabila pasien menerima pengobatan
sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang sesuai dengan
kebutuhan, dalam periode waktu yang sesuai dan dengan biaya yang
terjangkau oleh dirinya dan kebanyakan masyarakat.
Penggunaan obat dapat diidentifikasi rasionalitasnya dengan
menggunakan Indikator 8 Tepat dan 1 Waspada. Indikator 8 Tepat dan 1
Waspada tersebut adalah Tepat diagnosis, Tepat Pemilihan Obat, Tepat
Indikasi, Tepat Pasien, Tepat Dosis, Tepat cara dan lama pemberian,
Tepat harga, Tepat Informasi dan Waspada terhadap Efek Samping Obat.
Berikut penjelasannya.
a. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat harus berdasarkan penegakan diagnosis yang tepat.
Ketepatan diagnosis menjadi langkah awal dalam sebuah proses
pengobatan karena ketepatan pemilihan obat dan indikasi akan
tergantung pada diagnosis penyakit pasien. Contohnya misalnya
pasien diare yang disebabkan Ameobiasis maka akan diberikan
Metronidazol. Jika dalam proses penegakkan diagnosisnya tidak
dikemukakan penyebabnya adalah Amoebiasis, terapi tidak akan
menggunakan metronidazol. Pada pengobatan oleh tenaga kesehatan,
diagnosis merupakan wilayah kerja dokter. Sedangkan pada
swamedikasi oleh pasien, Apoteker mempunyai peran sebagai second
opinion untuk pasien yang telah memiliki self-diagnosis.
b. Tepat pemilihan obat
Berdasarkan diagnosis yang tepat maka harus dilakukan pemilihan
obat yang tepat. Pemilihan obat yang tepat dapat ditimbang dari
ketepatan kelas terapi dan jenis obat yang sesuai dengan diagnosis.
Selain itu, Obat juga harus terbukti manfaat dan keamanannya. Obat
juga harus merupakan jenis yang paling mudah didapatkan. Jenis obat
yang akan digunakan pasien juga seharusnya jumlahnya seminimal
mungkin.
c. Tepat indikasi
Pasien diberikan obat dengan indikasi yang benar sesuai diagnosa
Dokter. Misalnya Antibiotik hanya diberikan kepada pasien yang
terbukti terkena penyakit akibat bakteri.
d. Tepat pasien
Obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan kondisi
individu yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit penyerta
seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus
misalnya hamil, laktasi, balita, dan lansia harus dipertimbangkan
dalam pemilihan obat. Misalnya Pemberian obat golongan
Aminoglikosida pada pasien dengan gagal ginjal akan meningkatkan
resiko nefrotoksik sehingga harus dihindari.
e. Tepat dosis
Dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut.
Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun
farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah
dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi
pasien dari segi usia, bobot badan, maupun kelainan tertentu.
f. Tepat cara dan lama pemberian
Cara pemberian yang tepat harus mempertimbangkan keamanan dan
kondisi pasien. Hal ini juga akan berpengaruh pada bentuk sediaan
dan saat pemberian obat. Misalnya pasien anak yang tidak mampu
menelan tablet parasetamol dapat diganti dengan sirup. Lama
pemberian meliputi frekuensi dan lama pemberian yang harus sesuai
karakteristik obat dan penyakit. Frekuensi pemberian akan berkaitan
dengan kadar obat dalam darah yang menghasilkan efek terapi.
Contohnya penggunaan antibiotika Amoxicillin 500 mg dalam
penggunaannya diberikan tiga kali sehari selama 3-5 hari akan
membunuh bakteri patogen yang ada. Agar terapi berhasil dan tidak
terjadi resistensi maka frekuensi dan lama pemberian harus tepat.
g. Tepat harga
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas atau untuk keadaan yang
sama sekali tidak memerlukan terapi obat merupakan pemborosan dan
sangat membebani pasien, termasuk peresepan obat yang mahal.
Contoh Pemberian antibiotik pada pasien ISPA non pneumonia dan
diare non spesifik yang sebenarnya tidak diperlukan hanya merupakan
pemborosan serta dapat menyebabkan efek samping yang tidak
dikehendaki.
h. Tepat informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan
pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan
pengobatan. Misalnya pada peresepan Rifampisin harus diberi
informasi bahwa urin dapat berubah menjadi berwarna merah
sehingga pasien tidak akan berhenti minum obat walaupun urinnya
berwarna merah.
i. Waspada efek samping
Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.
Contohnya Penggunaan Teofilin menyebabkan jantung berdebar.
Prinsip 8 Tepat dan 1 Waspada diharapkan dapat menjadi indikator untuk
menganalisis rasionalitas dalam penggunaan Obat.
2. Antibiotik
Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar
40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antar lain penyakit-
penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Intensitas
penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalah dan merupakan ancama global bagi kesehatan terutama
resistensi bakteri terhadap antibiotika dan munculnya efek obat yang tidak
dikehendaki hal ini terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak benar
di fasilitas pelayanan kesehatan.
Masalah resistensi bakteri terhadap antibiotik bukanlah masalah pribadi
suatu negara saja, tetapi sudah menjadi masalah kesehatan diseluruh
dunia. Masalah global yang sedang kita hadapi ini perlu di tanggulangi
bersama. Salah satu cara mengatasinya ialah dengan menggunakan
antibiotik secara rasional. Melakukan monitoring evaluasi penggunaan
antibiotik secara sistematis, terstandar dan dilaksanakan secara teratur
dirumah sakit ataupun dipusat kesehatan masyarakat.
3. Penyakit ISPA
Infeksi saluran pernanapasan merupakan penyakit yang umum terjadi
pada masyarakat. Infeksi saluran pernapasan berdasarkan wilayah
infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran
napas bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak di atasi dengan baik
dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Secara
umum penyebab dari infeksi saluran pernapasan adalah berbagai
mikroorganisme. Namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri.
Infeksi saluran pernapasan dapat terjadi sepanjang tahun.
Faktor- faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran
pernapasan antara lain:
a. Faktor lingkungan, seperti wabah asap
b. Perilaku masyarakat yang kurang baikterhadap kesehatan diri maupun
pablik
c. Serta rendahnya gizi
B. Rumusan masalah
Bagaimana Rasionalisasi Penggunaan Antibiotik pada pasien ISPA di salah
satu puskesmas di kota Pekanbaru ?
C. Tujuan masalah
Untuk memperoleh gambaran kerasionalan penggunaan antibiotik pada
pasien ISPA di salah satu puskesmas di kota Pekanbaru
BAB II
PEMBHASAN
Pasien yang memiliki kondisi khusus seperti gangguan fungsi ginjal dan
hati, harus diberikan pengobatan yang sesuai dengan kondisi khusunya. Jika tidak
di perhatikan maka akan menyebabkan kerugian yang fatal bagi si pasien.
Indikator penilaian tepat pasien adalah jika pasien tidak mengalami keadaan
bkontra indikasi terhadap suatu antibiotik. Jika pasien mengalami kontra indikasi
terhadap antibiotik yang di berikan maka akan di nilai sebagai tidak tepat pasien.
Dari data rekam medis disalah satu puskesmas kota pekan pekan baru ini, setelah
di evaluasi tidak ada pasien yang mengalami reaksi sensitifitas (alergi) pada
penggunaan antibiotik. Diperoleh hasil ketepatan pasien sebesar 66,3%.
Pasien yang menerima obat dalam jumlah lebih kecil dibandingkan dosis
terapinya, frekuensi penggunaan tidka sesuai, dan lama pemberian antibiotik
kurang dari standarnya. Dapat menjadi masalah yang besar karena dapat
menyebabkan tidak efektifnya terapi sehingga pasien tidak sembuh. Untuk
penggunaan antibiotik amoxicilin pada pasien dewasa dosis standarnya menurut
pharmaceutical care berkisar 250-500 mg dengan frekuensi tiga kali sehari, lama
pemberian terapi empiris minimal lima hari. Dari data di atas dapat dilihat bahwa
dosis amoxicilin yang diberikan dipuskesmas kota pekanbaru dapat dievaluasi
bahwa regimen yang di berikan untuk amoxicilin sudah selesai dengan
standarnya.
Pada analisa kualitatif ini terdapat 83 pasien ISPA yang mendapat terapi
antibiotic dengan 28 (dua puluh delapan) kasus tidaktepat indikasi. Ketidaktetapan
indikasi menyebabkan penilaian terhadap tepat obat, tepat pasien, tepat regimen,
dan waspada efeks amping menjadi tidak tepat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian kajian rasionalitas pengunaan antibiotik pada pasien
ISPA disalah satu puskesmas kota Pekanbaru bulan Maret – juni 2014 dapat
disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik yang rasional sebesar 66,3% dan
penggunaan antibiotik yang tidak sesuai rasional sebesar 33,7%
B. Saran
Disarankan kepada Dinas Kesehatan kota Pekanbaru untuk dapat memberikan
standar penggunaan antibiotika pada pengobatan berbagai penyakit
khususnya pengobatan penyakit ISPA diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Pekanbaru.
DAFTAR PUSTAKA