Вы находитесь на странице: 1из 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perencanaan dalam bidang struktur khususnya konstruksi gedung tahan terhadap
gempa merupakan hal yang sangat penting di Indonesia. Setiap bangunan yang
direncanakan harus dapat memberikan kinerja minimal life safety, dimana bangunan
tersebut diperbolehkan mengalami kerusakan namun tidak sampai mengalami
keruntuhan. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya korban jiwa. Gempa sendiri
merupakan faktor alam yang tidak dapat diprediksi kapan akan terjadinya, dimana
gempa menghasilkan getaran gaya lateral sehingga dapat mengakibatkan adanya
penurunan kinerja pada struktur suatu gedung. Agar faktor alam berupa gempa dapat
diminimalisir maka perlu dilakukan adanya penilaian kecukupan kinerja dan kemanan
pada struktur suatu gedung tersebut.
Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan
non gedung diatur berdasarkan SNI 1726-2012. Tingkat kategori resiko bahaya terbagi
menjadi empat jenis yaitu kategori I, II, III dan IV yang dimana masing – masing dari
tingkat kategori resiko bahaya tersebut akan mempengaruhi dalam perencanaan
pemilihan tipe sistem sruktur. Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka
ruang pemikul beban gravitasi secara lengka, sedangkan beban lateral yang diakibatkan
oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur. Tipe sistem
struktur ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu SPRMB (Sistem Rangka Pemikul Momen
Biasa), SPRMM (Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah) dan SPRMK (Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus).
Metode beban gempa statik merupakan salah satu metode yang digunakan dalam
merencanakan gempa rencana dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung.
Metode ini juga penyederhanaan dari metode beban gempa dinamik, dimana dengan
menganggap sebagai beban – beban statik horizontal yang berkerja pada tiap lantai
struktur yang menirukan pengaruh gempa akibat gerakan tanah. Konsep dalam beban
gempa statik harus memperhatikan jenis struktur, tingkat kepentingan struktur, faktor
daktilitas, berat bangunan, faktor keutamaan struktur dan lokasi bangunan. Sehingga
bangunan yang cenderung rendah yaitu ketinggian bangunan tidak lebih dari 40 meter
atau tidak lebih dari 10 lantai dapat menggunakan beban gempa rencana statik.
Universitas Hasyim Asy’Ari merupakan suatu lembaga pendidikan tinggi swasta
yang kini tengah mengembangkan sarana dan prasana guna meningkatkan dan
menunjang proses kegiatan perkuliahan antara dosen dengan mahasiswa sehingga dapat
terciptanya suasana yang kondusif. Pengembangan sarana dan prasana yang akan tengah
dilakukan yaitu berupa pembangunan Gedung Rektorat, dimana gedung tersebut
difungsikan sebagai pusat akademik dan administrasi semua Fakultas. Hingga saat ini
Universitas Hasyim Asy’Ari belum mempunyai bangunan berupa Gedung Rektorat
sehingga proses akademik dan administrasi masih sangat kurang. Gedung Rektorat
Universitas Hasyim Asy’Ari masih berupa gambar rencana yaitu hanya terdapat gambar
kerja arsitektur saja, oleh karena itu perlu adanya gambar kerja struktur sehingga dapat
menunjang dalam proses pembangunan.

1
Pada Tugas Akhir ini akan membahas mengenai perencanaan struktur tersebut
sehingga dapat menghasilkan gambar kerja dengan judul “Studi Perencanaan Struktur
Gedung Rektorat Universitas Hasyim Asy’Ari Terhadap Beban Gempa Metode Statik
Ekuivalen”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka terdapat beberapa rumusan
masalah dalam Tugas Akhir ini yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan struktur Gedung Rekrorat Universitas Hasyim Asy’Ari
tahan gempa dengan metode statik ekuivalen ?
2. Bagaimana gambar kerja struktur Gedung Rektorat Universitas Hasyim Asy’Ari
tahan gempa ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka terdapat beberapa tujuan dalam
Tugas Akhir ini yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Merencanakan struktur Gedung Rektorat Universitas Hasyim Asy’Ari agar aman
terhadap gempa.
2. Merencanakan gambar kerja struktur Gedung Rektorat Universitas Hasyim Asy’Ari
yang aman terhadap gempa.

D. Batasan Penelitian
Perencanaan konstruksi suatu gedung harus memperhatikan ketentuan –
ketentuan yang berlaku seperti desain struktur, spesifikasi mutu bahan dan analisa
struktur agar konstruksi gedung aman sesuai dengan fungsinya. Terdapat beberapa
batasan dalam Tugas Akhir ini yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Mengacu pada SNI 1726-2012 (tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk
struktur bangunan gedung dan non gedung) agar struktur aman terhadap gempa.
2. Mengacu pada SNI 2847-2013 (persyaratan beton struktural untuk bangunan
gedung) agar mutu beton yang digunakan dalam komponen struktur dalam kondisi
aman .
3. Mengacu pada SNI 1727-2013 (beban minimum untuk perancangan bangunan
gedung dan struktur lain) agar struktur dapat menahan beban yang bekerja sehingga
memenuhi kondisi aman.
4. Mengacu pada PPIUG – 1983 (peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung) agar
struktur dapat menehan beban yang bekerja sehingga memenuhi kondisi aman.
5. Metode gempa yang direncanakan adalah metode beban gempa statik ekuivalen.
6. Pengambilan data parameter gempa diambil dari web “puskim.pu.go.id” yang sesuai
dengan pembagian wilayah gempa.
7. Memperhitungkan struktur atas berupa balok ; kolom ; pelat, struktur bawah berupa
pondasi dan struktur transportasi berupa tangga.
8. Analisa struktur menggunakan software ETABS.

2
E. Manfaat Penelitian
Terdapat beberapa manfaat dalam Tugas Akhir ini yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Dapat memberikan kajian, wawasan serta pengetahuan dalam bidang perencanaan
maupun perhitungan struktur gedung bertingkat.
2. Dapat memberikan informasi dalam tata cara perencanaan struktur gedung
bertingkat agar mampu menahan beban gempa.
3. Dapat digunakan sebagai referensi dalam pembangunan gedung bertingkat yang
mampu menahan beban gempa.

3
B. Tinjauan Pustaka
1. Gempa Bumi
Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang bersifat alamiah yang
terjadi pada lokasi tertentu yang sifatnya tidak berkelanjutan. Gempa bumi dapat
disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi) yang terjadi secara tiba
– tiba, dimana pergerakan atau pergeseran secara tiba – tiba tersebut terjadi
karena adanya sumber gaya sebagai penyebabnya baik dari alam maupun dari
bantuan manusia.
Gempa bumi menghasilkan suatu nilai skala kekuatan kekuatan gempa,
dimana skala kekuatan gempa tersebut dibagi menjadi 3 macam diantaranya
sebagai berikut :
a. Skala Richter
Sklala Richter merupakan skala kekuatan gempa yang diusulkan oleh
fisikawan Charles Richter, dimana didefiniskan sebagai logaritma dari
amplitudo maksimum yang diukur dalam satuan mikrometer (μm) dari
rekaman gempa oleh alat pengukur gempa pada jarak 100 km dari pusat
gempa. Berikut ini nilai Skala Richter saat terjadi gempa :
Tabel 2.2 Skala Richter
Skala Richter Efek Gempa
< 2,0 Gempakecil, tidak terasa
2,0 – 2,9 Tidak terasa, namun terekam oleh alat
3,0 – 3,9 Sering terasa, namun jarang menimbulkan kerusakan
Dapat diketahui dari bergeternya perabot dalam ruangan,
4,0 – 4,9
kerusakan tidak terlalu signifikan
Dapat menyebabkan kerusakan besar pada bangunan pada
5,0 – 5,9
area yang relatif kecil
6,0 – 6,9 Dapat merusak area hingga jarak sekitar 160 km
7,0 – 7,9 Dapat menyebabkan kerusakan serius dalam area lebih luas
Dapat menyebabkan kerusakan serius hingga dalamarea
8,0 – 8,9
ratusan mil
9,0 – 9,9 Menghancurkan area ribuan mil
> 10,0 Belum pernah terekam
(Sumber : Rekayasa Gempa, Suharjanto 2013)
b. Skala Modified Mercalli Intensity (MMI)
Skala Mercalli merupakan skala kekuatan gempa yang diusulkan oleh
vulkanolog Giuseppe Mercalli, dimana skala gempa ini ditentukan
berdasarkan kerusakan akibat gempa dan wawancara pada para korban
sehingga bersifat subyektif. Berikut ini intensitas Skala Mercalli saat terjadi
gempa :
Tabel 2.3 Skala MMI
Ukuran Keterangan
I Direkam hanya oleh seismograf
II Getaran hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar pusat
gempa
III Getaran dirasakan oleh beberapa orang

8
IV Getaran akan dirasakan oleh banyak orang dan barang pecah
belah mulai berkerincing
V Binatang merasa ketakutan, bangunan mulai bergoyang dan
banyak orang bangun dari tidur
VI Benda – benda mulai berjatuhan dari rak
VII Banyakorang cemas, keretakan pada dinding dan jalan
VIII Pergeseran barang – barang dirumah
IX Kepanikan meluas, tanah longsor, banyak atap dan dinding
yang roboh
X Banyak bangunan rusak, lebar keretakan di dalam tanah
mencapaihingga 1 meter
XI Keretakan dalam tanah makin melebar, banyak tanah longsor
dan batu yang jatuh
XII Hampir seebagian besar bangunan hancur, permukaan tanah
perubahan menjadi radikal
(Sumber : Rekayasa Gempa, Suharjanto 2013)
c. Skala Peak Ground Acceleration (PGA)
Skala Peak Ground Acceleration biasa disebut juga dengan Skala
Percepatan Puncak Tanah yang menggambarkan percepatan tanah
maksimum yang terjadi pada saat gempa, dimana satuan dalam skala ini
yaitu g (percepatan gravitasi bumi). Skala ini ditinjau berdasarkan dari jenis
batuan dasar, dimana batuan dasar merupakan lapisan batuan di bawah muka
tanah yang memiliki nilai hasil Test Penetrasi Standar N paling rendah yaitu
60 dan tidak ada lapisan batuan lain di bawahnya yang kurang dari niali
tersebut. . Berikut ini penentuan Skala Peak Ground Acceleration
berdasarkan jenis tanah :
Tabel 2.4 Jenis tanah skala PGA
Kecepatan rambat Nilai hasil Test
Kuat geser rata –
gelombang geser Penetrasi Standar
Jenis tanah rata
rata – rata rata – rata
SU (kPa)
VS (m/dt) N
SA (batuan Tidak dapat Tidak dapat
> 1500
keras) dipakai dipakai
Tidak dapat Tidak dapat
SB (batuan) 750 – 1500
dipakai dipakai
SC (tanah keras,
sangat padat dan 350 – 750 > 50 ≥ 100
batuan lunak)
SD (tanah
175 – 350 15 – 50 50 – 100
sedang)
SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan PI > 20, w ≥ 40% dan Su < 25 kPa
SF (tanah Setiap profil lapisan tanah dengan karakteristik :
khusus) a. Rawan dan berpotensi runtuh akibat beban gempa
b. Lempung sangat organik / gambut (ketebalan H > 3 m)
c. Lempung berplastisitas sangat tinggi dengan PI > 75

9
(ketebalan H > 7,5 m)
d. Lapisan lempung lunak dengan ketebalan H > 35 m
dengan Su < 50 kPa
(Sumber : SNI 1726-2012)

2. Wilayah Gempa Bumi


Indonesia merupakan suatu negara yang rawan akan terjadinya gempa,
oleh kerana itu Indonesia mempunyai sebuah peta zona gempa yang digunakan
sebagai acuan dalam perencanaan bangunan sehingga bangunan tersebut masih
dalam berada pada tahap aman saat terjadi gempa. Berdasarkan SNI 176-2012
Indonesia dibagi menjadi beberapa bagian wilayah gempa yang masing – masing
mempunyai kekuatan gempa yang berbeda berdasarkan parameter yang telah
ditetapkan yang dapat dilihat sebagai berikut :
(Sumber : SNI 1726-2012)

Gambar 2.1 Peta gempa parameter SS

Gambar 2.2 Peta gempa parameter S1


10
Gambar 2.3 Peta gempa parameter PGA

Gambar 2.4 Peta gempa parameter CRS

Gambar 2.5 Peta gempa parameter CR1

11
Penentuan wilayah gempa guna merencanakan bangunan yang tahan
terhadap gempa maka harus memperhatikan paramater – paramater yang telah
ditetapkan, dimana parameter tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Parameter SS
Parameter SS merupakan parameter respons spektral percepatan
gempa MCE untuk periode pendek, dimana parameter tersebut akan
berpengaruh pada parameter FA yang merupakan faktor amplifikasi getaran
terkait percepatan pada getaran periode pendek. Parameter SS dapat dilihat
pada peta gempa maupun website resmi gempa Indonesia. Berikut ini nilai
parameter FA diantaranya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.5 Parameter FA
Jenis tanah SS ≤ 0,25 SS = 0,50 SS = 0,75 SS = 1,00 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF Diperlukan investigasi geoteknik khusus
(Sumber : SNI 1726-2012)
b. Parameter S1
Parameter S1 merupakan parameter respons spektral percepatan gempa
MCE untuk periode 1,0 detik, dimana parameter tersebut akan berpengaruh
pada parameter FV yang merupakan faktor amplifikasi getaran terkait
percepatan pada getaran periode 1,0 detik. Parameter S1 dapat dilihat pada
peta gempa maupun website resmi gempa Indonesia. Berikut ini nilai
parameter FV diantaranya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.6 Parameter FV
Jenis tanah S1 ≤ 0,1 S1 = 0,20 S1 = 0,30 S1 = 0,40 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF Diperlukan investigasi geoteknik khusus
(Sumber : SNI 1726-2012)
c. Parameter PGA
Parameter PGA merupakan parameter percepatan muka tanah puncak.
Berikut ini nilai parameter PGA diantaranya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.7 Parameter PGA
PGA = PGA =
Jenis tanah PGA ≤ 0,1 PGA = 0,40 PGA ≥ 0,5
0,20 0,30
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0

12
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF Diperlukan investigasi geoteknik khusus
(Sumber : SNI 1726-2012)
d. Parameter CRS
Parameter CRS merupakan parameter koefisien resiko untuk spektrum
respons periode pendek. . Parameter CRS dapat dilihat pada peta gempa
maupun website resmi gempa Indonesia
e. Parameter CR1
Parameter CR1 merupakan parameter koefisien resiko untuk spektrum
respons periode 1,0 detik. . Parameter CR1 dapat dilihat pada peta gempa
maupun website resmi gempa Indonesia

3. Konsep Bangunan Gedung Tahan Gempa


Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa merupakan suatu
perencanaan yang memperhitungkan bila saat terjadi gempa maka bangunan
gedung masih berdiri kokoh tanpa mengalami perubahan yang signifikan.
Menurut SNI 03-1726-2002 tujuan dari perencanaan bangunan gedung
tahan gempa yaitu sebagai berikut :
- Menghindari terjadinya korban jiwa manusia oleh runtuhnya gedung akibat
gempa yang kuat.
- Membatasi kerusakan gedung akibat gempa.
- Membatasi ketidaknyamanan penghuni gedung ketika terjadinya gempa.
- Mempertahankan setiap saat layanan vital dari fungsi gedung.
Terdapat 3 jenis gempa yang harus diperhatikan dalam perencanaan
struktur bangunan gedung tahan gempa yang sesuai dengan wilayah gedung
tesebut, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Gempa ringan
Gempa ringan merupakan gempa yang apabila terjadi maka tidak akan
menimbulkan kerusakan baik elemen struktural maupun elemen non
struktural dari gedung yang bersangkutan.
b. Gempa sedang
Gempa sedang merupakan gempa yang apabila terjadi dapat
mengakibatkan elemen non struktural boleh rusak tetapi dapat diperbaiki
setelahnya, namun komponen struktural tidak boleh rusak dari gedung yang
bersangkutan.
c. Gempa kuat
Gempa kuat merupakan gempa yang apabila terjadi dapat
mengakibatkan elemen struktural maupun non struktural rusak, namun
struktur gedung tersbut tidak mengalami keruntuhan.
Terdapat 2 jenis keruntuhan yang terjadi apabila suatu bangunan gedung
mengalami gempa, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Keruntuhan lokal
Keruntuhan lokal merupakan suatu keruntuhan yang terjadi pada
bangunan gedung ketika mengalami gempa yang dimana keruntuhan terjadi

13
pada kolom lantai tertentu sehingga terjadi sendi plastis di ujung kolom yang
mengakibatkan gedung akan roboh. Mekanisme keruntuhan lokal ini tidak
dianjurkan dalam perencanaan suatu bangunan gedung.
(Sumber : Rekayasa Gempa, Suharjanto 2013)

Gambar 2.6 Keruntuhan lokal


b. Keruntuhan global
Keruntuhan global merupakan suatu keruntuhan yang terjadi pada
bangunan gedung ketika mengalami gempa yang dimana keruntuhan terjadi
pada balok pada semua lantai sehingga terjadi sendi plastis di ujung balok.
Mekanisme keruntuhan global ini dikenal dengan istilah strong column weak
beam sehingga bangunan gedung masih berdiri kokoh.
(Sumber : Rekayasa Gempa, Suharjanto 2013)

Gambar 2.7 Keruntuhan global


Perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa juga harus
memperhatikan fungsi dari bangunan gedung tersebut yang nantinya akan
difungsikan atau digunakan sebagai tempat apa selain memperhatikan faktor
gempa sehingga akan berpengaruh pada tingkat kategori dari bangunan gedung
tersebut. Berikut ini kategori resiko pada bangunan gedung dan non gedung :
Tabel 2.8 Kategori resiko
Ketegori
Jenis pemanfaatan
resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa
manusia saat terjadi kegagalan, tetapi tidak dibatasi untuk :
I
a. Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan dan
perikanan

14
b. Fasilitas sementara
c. Gudang penyimpanan
d. Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang tersmasuk dalam kategori
resiko I, III dan IV, tetapi tidak dibatasi untuk :
a. Perumahan
b. Rumah toko dan rumah kantor
c. Pasar
d. Gedung perkantoran II
e. Gedung apartemen atau rumah susun
f. Pusat perbelanjaan
g. Bangunan industri
h. Fasilitas manufaktur
i. Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, tetapi tidak dibatasi untuk :
a. Bioskop
b. Gedung pertemuan
c. Stadion
d. Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan
unit gawat darurat
e. Fasilitas penitipan anak
f. Penjara III
g. Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk kategori resiko IV yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan
gangguan terhadap kehidupan manusia, tetapi tidak dibatasi untuk :
a. Pusat pembangkit listrik biasa
b. Fasilitas penanganan air
c. Fasilitas penanganan limbah
d. Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas penting,
tetapi tidak dibatasi untuk :
a. Bangunan monumental
b. Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
c. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang memiliki
fasilitas bedah dan unit gawat darurat
d. Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, kantor polisi,
serta garasi kendaraan darurat IV
e. Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya
yang dibutuhkan saat keadaan darurat
f. Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi,
tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,
struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran)
yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan
darurat
(Sumber : SNI 1726-2012)

15
Kategori resiko yang berbeda – beda dalam perencanaan struktur
bangunan gedung maupun non gedung tahan gempa menghasilkan suatu nilai
faktor keutamaan gempa (Ie). Berikut ini nilai faktor keutamaan gempa (Ie)
berdasarkan kategori resiko yang ada :
Tabel 2.9 Faktor keutamaan gempa
Kategori resiko Faktor keutamaan gempa (Ie)
I atau II 1,00
III 1,25
IV 1,50
(Sumber : SNI 1726-2012)
Kategori resiko yang berbeda – beda dalam perencanaan struktur
bangunan gedung maupun non gedung tahan juga turut mempengaruhi dalam
kategori desain seismik, dimana penentuan kategori desain seismik dipengaruhi
oleh dua paramater yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Parameter SDS
Parameter SDS merupakan parameter respons spektral percepatan
desain pada periode pendek yang mempunyai niali sebagai berikut :
Tabel 2.10 Parameter SDS
Kategori resiko
SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,167 < SDS < 0,50 C D
SDS ≤ 0,50 D D
(Sumber : SNI 1726-2012)
b. Parameter SD1
Parameter SD1 merupakan parameter respons spektral percepatan
desain pada periode 1,0 detik yang mempunyai nilai sebagai berikut :
Tabel 2.11 Parameter SD1
Kategori resiko
SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 < SD1 < 0,20 C D
SD1 ≤ 0,20 D D
(Sumber : SNI 1726-2012)
Terdapat beberapa kondisi dalam perencanaan gedung tahan gempa
berdasarkan level kinerja struktur yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Immediate occupancy (IO), S-1
Kondisi setelah terjadinya gempa dimana kerusakan struktur sangat
terbatas dengan sistem penahan beban vertikal dan lateral hampir sama
dengan kondisi sebelum terjadinya gempa dan resiko korban jiwa akibat
keruntuhan struktur diabaikan atau tidak ada korban jiwa.

16
b. Damage control, S-2
Tingkat kerusakan struktur berada diantara kondisi S-1 dan S-3,
dimana pada kondisi ini kemampuan struktur cukup baik dalam membatasi
kerusakan yang terjadi.
c. Life safety (LS), S-3
Kondisi setelah terjadinya gempa dimana kerusakan struktur terjadi,
tetapi kerusakan yang terjadi tidak pada komponen utama struktur sehingga
tidak terjadi keruntuhan dan resiko terjadinya korban jiwa sangat rendah.
d. Limited safety, S-4
Tingkat keruskan struktur berada diantara kondisi S-3 dan S-5, dimana
pada kondisi ini kemampuan struktur mengalami kerusakan yang cukup
kritis tetapi masih dapat diminimalisir.
e. Structural stability, S-5
Kondisi setelah terjadinya gempa dimana kerusakan struktur sudah
parah dan mencapai batasnya yang tidak mampu lagi menahan gaya lateral,
tetapi tidak sampai mengalami keruntuhan baik itu komponen struktur utama
maupun komponen non struktur.
f. Not considered, S-6
Tingkat keruskan struktur sudah dalam pada kondisi runtuh sehingga
dapat menimbulkan terjadinya korban jiwa.
(Sumber : Applied Technology Council-40)

Gambar 2.8 Level kinerja struktur


4. Kriteria Dasar Perencanaan
Perencanaan suatu struktur bangunan berupa gedung harus memperhatikan
beberapa kriteria dasar yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Material struktur
Material dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa dibagi
menjadi beberapa jenis yang diantaranya dalah sebagai berikut :
- Material struktur kayu
Struktur kayu merupakan struktur yang mempunyai tingkat
ketahanan cukup baik apabila terjadi gempadan juga mempunyai harga
yang relatif terjangkau. Kayu mempunyai struktur yang relatif ringan

17
dan juga mampu menyerap energi gempa sebelum runtuh. Namun,
kelemahan dari struktur kayu ini yaitu tidak tahap terhadap api sehingga
penggunaan struktur ini biasa dipakai untuk rumah tinggal dan bangunan
rendah lainnya.
- Material struktur baja
Struktur baja merupakan struktur yang mempunyai kekuatan dan
serta sifat daktilitasnya yang cukup tinggi. Dimana sifat daktilitas ini
berguna saat struktur mengalami deformasi atau perubahan bentuk
apabila terjadi gempa dengan cara memencarkan energi gempa dan
membatasi besarnya gaya gempa yang masuk ke dalam struktur. Dan
juga struktur baja ini mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan tekan
yang besar sehingga struktur ini biasa dipakai pada bangunan bertingkat
tinggi.
- Material struktur komposit
Struktur komposit merupakan struktur perpaduan atau gabungan
dari dua jenis material atau lebih, dimana perpaduan yang biasa
digunakan yaitu material beton dengan baja. Struktur komposit ini biasa
dipakai pada bangunan tingkat menengah hingga tingkat tinggi.
- Material struktur beton bertulang
Struktur beton bertulang merupakan struktur yang mempunyai
sifat lebih monolit dibanding dengan struktur baja maupun struktur
komposit sehingga cukup baik dalam menahan gempa. Dan struktur
beton bertulang juga mempunyai harga yang relatif murah sehingga
biasa dipakai pada bangunan bertingkat rendah , tingkat menengah dan
tingkat tinggi.
- Material struktur beton pracetak
Struktur beton pracetak merupakan struktur jadi yang telah siap
pasang ketika tiba dilokasi. Namun, struktur ini bersifat kurang monolit
dan daktail sehingga kurang baik terhadap gempa. Struktur beton
pracetak biasa dipakai pada bangunan tingkat rendah hingga menengah.
- Material struktur beton prategang
Struktur beton prategang merupakan struktur yang mempunyai
sifat dalam penyerapan energi gempa masih kurang baik dikarenakan
sifat daktilitasnya rendah. Struktur beton prategang ini biasa dipakai
pada bangunan tingkat rendah dan pada jembatan.
b. Konfigurasi struktur
Konfigurasi dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa harus
memperhatikan hal yang diantaranya adalah sebagai berikut :
- Konfigurasi horizontal
Konfigurasi horizontal merupakan suatu konfigurasi denah dari
struktur bangunan gedung yang setidaknya harus mempunyai bentuk
yang sederhana, simetris dan kompak tanpa mengurangi unsur
keindahan pada bangunan gedung tersebut. Bangunan gedung yang
mempunyai bentuk yang telah disebutkan diatas memungkinkan

18
memiliki kinerja dan perilaku serta kekakuan yang cukup saat terjadinya
gempa. Bentuk bangunan gedung yang sederhana dan simetris dapat
berupa bentuk persegi panjang, bujursangkar serta lingkaran, dimana
bentuk tersebut memppunyai titik pusat kekakuan yang sama dengan
titik pusat massa bangunan gedung sehingga eksentrisitasnya tidak
terlalu besar yang dapat mencegah terjadinya torsi atau puntir
- Konfigurasi vertikal
Konfigurasi vertikal merupakan suatu konfigurasi pada tinggi
bangunan gedung yang dimana perubahan bentuk yang tidak menerus
perlu dihindari, seperti perubahan dimensi suatu kolom secara mendadak
dari suatu tingkat ke tingkat lainnya. Dan apabila konfigurasi vertikal
tidak seragam dan tidak menerus maka dapat mengakibatkan getaran
yang besar saat terjadi gempa pada tingkat tersebut. Sehingga pada
kolom struktur pada suatu tingkat sebaiknya memiliki dimensi yang
sama dan seragam.
c. Sistem struktur
Sistem struktur dalam perencanaan bangunan gedung tahan gempa
terdapat dua jenis yang diantaranya adalah sebagai berikut :
- Sistem rangka pemikul momen
Sistem rangka pemikul momen merupakan sistem rangka yang
dimana komponen strukturnya dan jointnya berfungsi menahan gaya –
gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial dari gempa. Dan
juga sistem struktur jenis ini paling banyak digunakan. Sistem struktur
ini sendiri terbagi menjadi tiga jenis yang diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Sistem rangka pemikul momen biasa
Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
kecil dan hanya digunakan pada daerah yang memiliki resiko gempa
rendah dengan paramater gempa yang telah ditentukan sebelumnya.
Sistem rangka ini mempunyai nilai faktor sebagai berikut :
Tabel 2.12 Nilai faktor SRPMB
Batas tinggi struktur (m)
R Ω0 Cd Kategori desain seismik
B C D E F
3,0 3,0 2,5 TB TI TI TI TI
(Sumber : SNI 1726-2012)
Keterangan :
R : faktor modifikasi respons
Ω0 : faktor kuat lebih sistem
Cd : faktor pembesaran defleksi
TB : tidak dibatasi
TI : tidak diizinkan

19
2. Sistem rangka pemikul momen menengah
Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
sedang dan digunakan pada daerah yang memiliki resiko gempa
sedang dengan parameter gempa yang telah ditentukan sebelumnya.
Sistem rangka ini mempunyai nilai faktor sebagai berikut :
Tabel 2.13 Nilai faktor SRPMM
Batas tinggi struktur (m)
R Ω0 Cd Kategori desain seismik
B C D E F
5,0 3,0 4,5 TB TB TI TI TI
(Sumber : SNI 1726-2012)
3. Sistem rangka pemikul momen khusus
Sistem rangka ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
tinggi atau penuh dan digunakan pada daerah yang memiliki resiko
gempa tinggi dengan parameter yang telah ditentukan sebelumnya.
Sistem rangka ini mempunyai nilai faktor sebagai berikut :
Tabel 2.14 Nilai faktor SRPMK
Batas tinggi struktur (m)
R Ω0 Cd Kategori desain seismik
B C D E F
8,0 3,0 5,5 TB TB TB TB TB
(Sumber : SNI 1726-2012)
- Sistem dinding struktural
Sistem dinding struktural merupakan sistem rangka yang
difungsikan untuk menahan gaya geser, momen dan gaya aksial akibat
dari gempa yang berupa dinding geser. Dimana letak dinding geser ini
bervariasi yang terdapat di tengah, di dua sisi maupun di satu sisi
bangunan gedung. Sistem struktur ini terbagi menjadi dua jenis yang
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Dinding struktural beton biasa
Sistem dinding ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
kecil dan hanya digunakan pada daerah yang memiliki resiko
gempa rendah hingga menengah. Sistem dinding ini mempunyai
nilai faktor sebagai berikut :
Tabel 2.15 Nilai faktor DSBB
Batas tinggi struktur (m)
R Ω0 Cd Kategori desain seismik
B C D E F
5,0 2,5 4,5 TB TB TI TI TI
(Sumber : SNI 1726-2012)
2. Dinding struktural beton khusus
Sistem dinding ini pada dasarnya memiliki tingkat daktilitas
tinggi dan hanya digunakan pada daerah yang memiliki resiko
gempa tinggi. Sistem dinding ini mempunyai nilai faktor sebagai
berikut :

20
Tabel 2.16 Nilai faktor DSBK
Batas tinggi struktur (m)
R Ω0 Cd Kategori desain seismik
B C D E F
6,0 2,5 5,0 TB TB 48 48 30
(Sumber : SNI 1726-2012)
d. Metode analisis struktur
Metode analisis struktur dalam perencanaan bangunan gedung tahan
gempa terbagi menjadi dua jenis yang diantaranya adalah sebagai berikut :
- Metode analisis statik
Metode analisis statis merupakan metode analisis sederhana
dalam menentukan pengaruh gempa, dimana gempa yang bekerja
diasumsikan sebagai suatu gaya titik yang bekerja pada tiap lantai
bangunan gedung. Terdapat beberapa karakteristik yang digunakan
dalam pengunaan metode ini yang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tinggi struktur gedung yang diukur dari taraf penjepitan lateral
tidak lebih dari 10 lantai ataupun 40 m.
2. Denah struktur gedung berbentuk peregi panjang ataupun beraturan
tanpa adanya tonjolan dan apabila terdapat tonjolan maka tidak
lebih 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung.
3. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan apabila
terdapat coakan sudut maka panjang sisi coakan tidak lebih 15%
dari ukuran terbesar denah struktur gedung.
4. Sistem struktur gedung harus memiliki lantai tingkat yang menerus
tanpa adanya lubang atau bukaan dan apabila terdapat lubang atau
bukaan maka jumlahnya tidak lebih 20% dari jumlah lantai
keseluruhan.
5. Sistem struktur gedung harus memiliki berat lantai yang beraturan
dan apabila tidak beraturan maka tidak lebih 150% dari berat lantai
tingkat di atasnya maupun di bawahnya.
- Metode analisis dinamik
Metode analisis dinamis merupakan metode analisis yang lebih
akurat dalam menentukan pengaruh gempa, dimana gempa yang bekerja
sifatnya berulang atau dinamik pada pada bangunan gedung. Metode ini
terbagi menjadi dua jenis lagi yaitu Analisis Spektrum Respons Ragam
dan Analisis Riwayat Repons Seismik. Terdapat beberapa karakteristik
yang digunakan dalam penggunaan metode ini yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Tinggi struktur gedung yang diukur dari taraf penjepitan lateral
lebih dari 10 lantai atau 40 m.
2. Denah struktur gedung mempunyai bentuk yang tidak beraturan.
3. Sistem struktur gedung mempunyai kekauan antar tingkat yang
tidak merata.

21
e. Pembebanan
Pembebanan dalam perencanaan bangunan gedung tahan gempa
terbagi menjadi 2 jenis yang diantaranya adalah sebagai berikut :
- Beban statik
Beban statik merupakan beban yang berkerja secara terus –
menerus pada struktur bangunan gedung, dimana beban statik terdapat
beberapa jenis diantaranya sebagai berikut :
1. Beban mati
Beban mati merupakan beban yang bekerja secara vertikal
dengan terus menerus yang posisinya tetap. Beban mati terdapat
beberapa jenis diantaranya sebagai berikut :
Tabel 2.17 Berat jenis bahan
Berat jenis
Bahan bangunan
(kg/m3)
Beton 2200
Beton bertulang 2400
Baja 7850
Kayu 1000
Pasangan batu 2200
Pasir 1600
Lempung 1700
(Sumber : PPIUG 1983)
Tabel 2.18 Beban mati
Berat
Komponen
(kg/m2)
Adukan semen (per-cm tebal) 21
Pasangan bata merah setengah batu 250
Pasangan batako tebal :
15 cm 300
10 cm 200
Langit – langit dan dinding :
Asbes, dll tebal maks 4 mm 11
Kaca tebal 3 – 4 mm 10
Penutup atap genteng 50
Penutup lantai dari keramik 24
Mekanikal dan elektrikal 15
(Sumber : PPIUG 1983)
2. Beban hidup
Beban hidup merupakan beban yang disebabkan oleh hunian
atau penggunaan yang bekerjanya secara berpindah. Beban hidup
terdapat beberapa jenis diantaranya sebagai berikut :
Tabel 2.19 Beban hidup
Berat
Komponen
(kg/m2)
Lantai sekolah, perkantoran, toko,
250
restoran dan rumah sakit

22
Tangga – bordes tangga dari lantai
sekolah, perkantoran, toko, restoran dan 300
rumah sakit
Lantai ruang alat dan mesin 400
Lantai parkir bertingkat :
Lantai bawah 800
Lantai tingkat lainnya 400
Beban terpusat seorang pekerja 100 kg
(Sumber : PPIUG 1983)
3. Beban tanah
Beban tanah merupakan beban yang disebabkan oleh tekanan
tanah yang bekerja secara terus – menerus dengan posisi tetap.
Beban tanah terdapat beberapa jenis diantaranya sebagai berikut :
Tabel 2.20 Beban tanah
Berat
Uraian material tanah
(kg/m2)
Bergradasi baik, kerikil bersih, campuran pasir
350
kerikil
Kerikil bersih bergradasi buruk, campuran
350
pasir kerikil
Kerikil mengandung lanau, campuran pasir
350
kerikil bergradasi buruk
Kerikil mengandung lempung, campuran
450
lempung dengan kerikil bergradasi buruk
Bergradasi baik, pasir bersih, campuran pasir
350
kerikil
Pasir bergradasi buruk, campuran kerikil pasir 350
Pasir berlanau, campuran lanau pasir
450
bergradasi buruk
Campuran lempung lanau pasir dengan plastik
850
halus
Pasir berlempung, campuran lempung pasir
850
bergradasi buruk
Lanau inorganik dan lanau lempung 850
Campuran lanau inorganik dan lempung 850
Lempung inorganik dari plastisitas sedang
1000
rendah
(Sumber : SNI 1727-2013)
- Beban dinamik
Beban dinamik merupakan beban yang bekerja secara tiba – tiba
pada struktur bangunan gedung yang bersifat tidak tetap, dimana beban
dinamik yaitu berupa beban gempa.
1. Beban gempa
Beban gempa merupakan beban yang disebabkan oleh
getaran gempa yang tidak dapat diprediksi. Namun, beban gempa
dapat diperhitungakan guna menentukan nilai dari beban gempa

23
tersebut yang sebelumnya paramater harus sudah diketahui
diantaranya sebagai berikut :
(Sumber : SNI 1726-2012)
a. Menentuan nilai parameter PGA, Ss dan S1 sesuai peta wilayah
gempa atau website resmi gempa Indonesia
b. Menentuan nilai parameter Fa berdasarkan paramater Ss dan
penentuan nilai parameter Fv berdasarkan parameter S1
c. Menentuan nilai parameter SMS dan SM1
𝑆𝑀𝑆 = 𝐹𝑎 × 𝑆𝑠 ............................................................. (2.1)
𝑆𝑀1 = 𝐹𝑣 × 𝑆1 ............................................................. (2.2)
Keterangan :
SMS : percepatan respons spektral MCE periode pendek
SM1 : percepatan respons spektral MCE periode 1,0 detik
d. Menentukan nilai parameter SDS dan SD1
𝑆𝐷𝑆 = 2 3 × 𝑆𝑀𝑆 ........................................................ (2.3)
𝑆𝐷1 = 2 3 × 𝑆𝑀1 ........................................................ (2.4)
Keterangan :
SDS : percepatan respons spektral periode pendek
SD1 : percepatan respons spektral periode 1,0 detik
e. Menentukan nilai paramater T0 dan TS
𝑆
𝑇0 = 0,2 × 𝐷1 𝑆 .................................................... (2.5)
𝐷𝑆

𝑆𝐷1
𝑇𝑆 = 𝑆𝐷𝑆 .............................................................. (2.6)
Keterangan :
T0 : periode awal fundamental bangunan
TS : periode puncak fundamental bangunan
f. Menentukan nilai parameter Sa
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 0,4 + 0,6 𝑇 𝑇 , digunakan jika periode lebih
0
kecil ........................................................................... (2.7)
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑆 , digunakan jika periode lebih besar atau
sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan
TS ............................................................................... (2.8)
𝑆
𝑆𝑎 = 𝐷1 𝑇, jika periode lebih besar dari TS ........ (2.9)

24
Gambar 2.9 Spektrum respons rencana
g. Menentukan tingkat kategori resiko gempa berdasarkan nilai
parameter SDS dan SD1
f. Kombinasi pembebanan
Beban yang bekerja dalam perencanaan bangunan gedung tahan
gempa harus dikombinasi sehingga dapat tercipta struktur yang kuat,
terdapat beberapa kombinasi pembebanan diantaranya sebagai berikut :
(Sumber : SNI 1726-2012)
𝐾𝑜𝑚𝑏 1 = 1,4𝐷 ................................................................................ (2.10)
𝐾𝑜𝑚𝑏 2 = 1,2𝐷 + 1,6𝐿 + 0,5 𝐿𝑟 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅 ..................................... (2.11)
𝐾𝑜𝑚𝑏 3 = 1,2𝐷 + 1,6 𝐿𝑟 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅 + 1,0𝐿 𝑎𝑡𝑎𝑢 0,5𝑊 ............... (2.12)
𝐾𝑜𝑚𝑏 4 = 1,2𝐷 + 1,0𝑊 + 1,0𝐿 + 0,5 𝐿𝑟 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅 ....................... (2.13)
𝐾𝑜𝑚𝑏 5 = 1,2 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷 ± 𝜌 1,0𝐸𝑋 + 0,3𝐸𝑌 + 1,0𝐿 .............. (2.14)
𝐾𝑜𝑚𝑏 6 = 1,2 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷 ± 𝜌 1,0𝐸𝑌 + 0,3𝐸𝑋 + 1,0𝐿 .............. (2.15)
𝐾𝑜𝑚𝑏 7 = 0,9𝐷 + 1,0𝑊 .................................................................. (2.16)
𝐾𝑜𝑚𝑏 8 = 0,9 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷 ± 𝜌 1,0𝐸𝑋 + 0,3𝐸𝑌 .......................... (2.17)
𝐾𝑜𝑚𝑏 9 = 0,9 + 0,2𝑆𝐷𝑆 𝐷 ± 𝜌 1,0𝐸𝑌 + 0,3𝐸𝑋 .......................... (2.18)
Keterangan :
D : beban mati yang meliputi beban mati sendiri dan tambahan
L : beban hidup
Lr : beban hidup atap
R : beban hujan
W : beban angin
H : beban lateral tanah
EX : beban gempa arah sumbu-x
EY : beban gempa arah sumbu-y
ρ : faktor redundansi desain seismik
Agar struktur bangunan gedung mampu menahan beban yang telah
dikombinasi sebelumnya maka perlu adanya faktor reduksi. Berikut ini
adalah nilai faktor reduksi :

25
Tabel 2.21 Faktor reduksi
Faktor reduksi
Kondisi gaya
(ø)
Penampang terkendali tarik 0,90
Penampang terkendali tekan :
a. Komponen struktur tulangan spiral 0,75
b. Komponen struktur bertulang lainnya 0,65
Geser dan torsi 0,75
Tumpuan pada beton 0,65
(Sumber : SNI 2847-2013)

5. Perencanaan Komponen Struktur


Terdapar beberapa komponen dalam suatu perencanaan struktur bangunan
khususnya gedung yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan plat
Perencanaan plat terbagi menjadi dua macam berdasarkan SNI 2847-
2013 yaitu plat satu arah (one way) dan plat dua arah (two way) yang
mempunyai ketentuan sebagai berikut :
- Plat satu arah
Suatu plat dapat dikatakan sebagai plat satu arah jika,
𝐿𝑦
𝐿𝑥 > 2 ............................................................................ (2.19)

Keterangan :
LY : bentang bersih terpanjang
LX : bentang bersih terpendek
Ketebalan plat satu arah dapat ditentukan yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.22 Tebal minimum plat satu arah
Tebal minimum (h)
Tertumpu Satu ujung Kedua ujung
Kantilever
sederhana menerus menerus
Komponen
Komponen struktur tidak menumpu atau tidak dihubungkan
struktur
dengan partisi atau konstruksi lainnya yang mungkin rusak
oleh lendutan yang besar
Plat masif 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙
satu arah 20 24 28 10
Balok atau
plat rusuk 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙
16 18,5 21 8
satu arah
CATATAN :
Panjang bentang dalam mm
Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur
beton normal (wc = 2400 kg/m3) dan tulangan mutu 420 Mpa. Untuk kondisi
lain, nilai di atas harus dimodifikasikan sebagai berikut :
a. Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis, wc = 1440 sampai
1840 kg/m3 dan nilai tersebut harus dikalikan dengan (1,65 – 0,0003

26
wc) tetapi tidak kurang dari 1,09
b. Untuk mtu selain 420 Mpa, maka nilai harus dikalikan dengan (0,4
+ fy/700)
(Sumber : SNI 2847-2013)
Momen pada plat satu arah dihitung sebagai berikut :
𝑀𝑢 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 1 8 𝑊𝑢 𝑙 2 ..................................................... (2.20)
𝑀𝑢 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = 1 24 𝑊𝑢 𝑙 2 .................................................... (2.21)
Keterangan :
Wu : beban kombinasi
l : bentang bersih plat
- Plat dua arah
Suatu plat dapat dikatakan sebagai plat dua arah jika,
𝐿𝑦
𝐿𝑥 < 2 ............................................................................ (2.22)

Keterangan :
LY : bentang bersih terpanjang
LX : bentang bersih terpendek
Ketebalan plat dua arah dapat ditentukan yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.23 Tebal minimum plat dua arah
Tanpa penebalan Dengan penebalan
Panel Panel
Tegangan Panel eksterior Panel eksterior
interior interior
leleh (fy)
Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa
Mpa
balok balok balok balok
pinggir pinggir pinggir pinggir
280 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙
33 36 36 36 40 40
420 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙
30 33 33 33 36 36
520 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙 𝑙
28 31 31 31 34 34
CATATAN :
a. Untuk fy yang terletak antara yang telah disebutkan dalam tabel,
maka tebal minimum harus ditentukan dengan interpolasi linier
b. Plat dengan balok di antara kolom di sepanjang tepi eksterior, maka
nilai α untuk balok tepi tidak boleh kurang dari 0,8
(Sumber : SNI 2847-2013)
Ketebalan plat dua arah yang telah disebutkan dalam tabel (2.23) tidak
boleh kurang dari nilai berikut :
a. Plat dengan penebalan : 125 mm
b. Plat tanpa penebalan : 100 mm
Dan plat dengan balok yang membentang di antara tumpuan pada semua
sisinya, maka tebal minimum harus memenuhi ketentuan berikut :
a. Untuk 0,2 < αm < 2, maka ketebalan plat minimum sebesar,

27
𝑓𝑦
𝑙 0,8 + 1400
𝑕= 36 + 5𝛽 αm − 0,2

≥ 125 𝑚𝑚 ........................................................... (2.23)


b. Untuk αm > 2, maka ketebalan plat minimum sebesar,
𝑓𝑦
𝑙 0,8 + 1400
𝑕= 36 + 9𝛽

≥ 90 𝑚𝑚 ............................................................. (2.24)
Dimana,
𝐸𝑐𝑏 × I𝑏
𝛼= 𝐸𝑐𝑠 × I𝑠 ............................................... (2.25)
𝐿𝑦
𝛽= 𝐿𝑥 ................................................................... (2.26)

c. Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai


rasio kekakuan (α) tidak kurang dari 0,8 atau ketebalan
minimum plat dinaikkan 10% dari hasil persamaan (2.23) dan
(2.24) pada tepi yang tidak menerus.
Keterangan :
l : bentang bersih plat
β : rasio bentang bersih arah panjang terhadap arah pendek
αm : nilai rata – rata dari α untuk sebuah balok pada tepi dari
semua panel
α : rasio kekauan lentur penampang balok terhadap kekakuan
lentur dari plat
Ecb : modulus elastisitas beton
Ecs : modulus elastisitas plat beton
Ib : momen inersia balok T terhadap titik pusat penampang bruto
balok T
Is : momen inersia plat terhadap titik pusat penampang bruto
plat
Momen pada plat dua arah dihitung sebagai berikut, dengan nilai x dapat
dilihat pada tabel (2.24) :
𝑀𝑢 = 0,001𝑊𝑢 𝑙 2 𝑥 .............................................................. (2.27)
Keterangan :
Wu : beban kombinasi
l : bentang bersih plat
x : koefisien dari nilai β

28
Tabel 1. Momen Pelat Persegi akibat beban merata kondisi tumpuan bebas dan menerus
atau terjepit elastis
Momen Pelat
(Sumber : PBIpersegi
1971) akibat beban merata (PBI'71)
Nilai Perbandingan Ly/Lx
Kondisi Pelat
Momen Pelat 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2.0 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 > 2,5

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Lx Mlx = 0.001.q.Lx2 x 44 52 59 66 73 78 84 88 93 97 100 103 106 108 110 112 125

Ly
Mly = 0.001.q.Lx2 x 44 45 45 44 44 43 41 40 39 38 37 36 35 34 32 32 25
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 36 42 46 50 53 56 58 59 60 61 62 62 62 63 63 63 63
Mlx = 0.001.q.Lx2 x 36 42 46 50 53 56 58 59 60 61 62 62 62 63 63 63 63
2
Mly = 0.001.q.Lx x 36 37 38 38 38 37 36 36 35 35 35 34 34 34 34 34 13
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 36 37 38 38 38 37 36 36 35 35 35 34 34 34 34 34 38

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 48 55 61 67 71 76 79 82 84 86 88 89 90 91 92 92 94
2
Mlx = 0.001.q.Lx x 48 55 61 67 71 76 79 82 84 86 88 89 90 91 92 92 94
Mly = 0.001.q.Lx2 x 48 50 51 51 51 51 51 50 50 49 49 49 48 48 47 47 19
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 48 50 51 51 51 51 51 50 50 49 49 49 48 48 47 47 56

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mlx = 0.001.q.Lx2 x 22 28 34 41 48 55 62 68 74 80 85 89 93 97 100 103 125
Mly = 0.001.q.Lx2 x 51 57 62 67 70 73 75 77 78 79 79 79 79 79 79 79 25
2
Mty = - 0.001.q.Lx x 51 57 62 67 70 73 75 77 78 79 79 79 79 79 79 79 75

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 51 54 57 59 60 61 62 62 63 63 63 63 63 63 63 63 63
2
Mlx = 0.001.q.Lx x 51 54 57 59 60 61 62 62 63 63 63 63 63 63 63 63 63
2
Mly = 0.001.q.Lx x 22 20 18 17 15 14 13 12 11 10 10 10 9 9 9 9 13
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mlx = 0.001.q.Lx2 x 31 38 45 53 59 66 72 78 83 88 92 96 99 102 105 108 125
Mly = 0.001.q.Lx2 x 60 65 69 73 75 77 78 79 79 80 80 80 79 79 79 79 25
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 60 65 69 73 75 77 78 79 79 80 80 80 79 79 79 79 75

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 60 66 71 76 79 82 85 87 88 89 90 91 91 92 92 93 94
Mlx = 0.001.q.Lx2 x 60 66 71 76 79 82 85 87 88 89 90 91 91 92 92 93 94
2
Mly = 0.001.q.Lx x 31 30 28 27 25 24 22 21 20 19 18 17 17 16 16 15 12
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 38 46 53 59 65 69 73 77 80 83 85 86 87 88 89 90 54
2
Mlx = 0.001.q.Lx x 38 46 53 59 65 69 73 77 80 83 85 86 87 88 89 90 54
Mly = 0.001.q.Lx2 x 43 46 48 50 51 51 51 51 50 50 50 49 49 48 48 48 19
Mty = - 0.001.q.Lx2 x 43 46 48 50 51 51 51 51 50 50 50 49 49 48 48 48 56

Mtx = - 0.001.q.Lx2 x 13 48 51 55 57 58 60 61 62 62 62 63 63 63 63 63 63
Mlx = 0.001.q.Lx2 x 13 48 51 55 57 58 60 61 62 62 62 63 63 63 63 63 63
2
Mly = 0.001.q.Lx x 38 39 38 38 37 36 36 35 35 34 34 34 33 33 33 33 13
2
Mty = - 0.001.q.Lx x 38 39 38 38 37 36 36 35 35 34 34 34 33 33 33 33 38

Catatan:
= Terletak bebas
= Menerus atau terjepit elastis

Gambar 2.10 Pembagian nilai-x pada momen plat

29
b. Perencanaan balok
Perencanaan balok berdasarkan SNI 2847-2013 bahwa balok yang
tertumpu sederhana mempunyai ketentuan sebagai berikut :
- Balok
Penentuan suatu dimensi pada balok dapat dicari dengan cara berikut :
𝑕𝑚𝑖𝑛 = 𝑙 16 ,untuk fy = 420 Mpa ....................................... (2.28)
𝑓𝑦
𝑕𝑚𝑖𝑛 = 𝑙 16 0,4 + 700 ,
untuk fy selain 420 Mpa....................................................... (2.29)
𝑕𝑚𝑖𝑛 = 𝑙 16 1,65 − 0,003𝑤𝑐 ,
untuk wc 1440 – 1840 Kg/m3 ..................................................................... (2.30)
𝑏𝑚𝑖𝑛 = 1 2 𝑕 ........................................................................ (2.31)
Momen nominal penampang balok dapat dicari dengan cara berikut :
𝑀𝑛 = ∅ × 0,85 × 𝑓′𝑐 × 𝑕𝑓 × 𝑎 × 𝑏 × 𝑑 − 𝑎 2 ........... (2.32)
Keterangan :
h : tinggi balok
b : lebar balok
l : bentang bersih balok
a : tinggi tegangan balok
- Balok L
Balok L merupakan balok yang teretak di tepi, dimana lebar sayap dapat
dicari dengan cara berikut :

Gambar 2.11 Balok L


Momen nominal penampang balok L dapat dicari dengan cara berikut :

𝑕𝑓
𝑀𝑛 = ∅ × 0,85 × 𝑓′𝑐 × 𝑕𝑓 × 𝑏𝑤 + 𝑕𝑏 × 𝑑 − 2 ..(2.33)

Keterangan :
bw : lebar balok
hb : lebar sayap balok
hf : tebal plat
d : tinggi efektif balok
ø : faktor reduksi

30
- Balok T
Balok T merupakan balok yang teretak di tengah, dimana lebar sayap
dapat dicari dengan cara berikut :

Gambar 2.12 Balok T


Momen nominal penampang balok T dapat dicari dengan cara berikut :

𝑕𝑓
𝑀𝑛 = ∅ × 0,85 × 𝑓′𝑐 × 𝑕𝑓 × 𝑏𝑤 + 2𝑕𝑏 × 𝑑 − 2 .(2.34)

Momen pada balok dihitung sebagai berikut :


𝑀𝑢 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = 1 8 𝑊𝑢 𝑙 2 ...................................................... (2.35)
𝑀𝑢 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = 1 24 𝑊𝑢 𝑙 2 .................................................... (2.36)
Keterangan :
Wu : beban kombinasi
l : bentang bersih balok
c. Perencanaan kolom
Perencanaan kolom berdasarkan SNI 2847-2013 bahwa kolom
menerima beban atau gaya aksial mempunyai ketentuan sebagai berikut :
- Kolom
Penentuan suatu dimensi pada kolom dapat dicari dengan cara berikut :
𝐸𝐼𝑏 𝐸𝐼𝑘
𝐿𝑏 ≤ 𝐿𝑘 ............................,.......................................(2.37)
Keterangan :
EIb : inersia balok
EIk : inersia kolom
Lb : bentang balok
Lk : bentang kolom
Kapasitas penampang nominal kolom dapat dicari dengan cara berikut :
𝑃𝑛 = 0,80 × 0,85𝑓 ′ 𝑐 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 + 𝑓𝑦𝐴𝑠𝑡 ,
untuk sengkang persegi ........................................................ (2.38)
𝑃𝑛 = 0,85 × 0,85𝑓 ′ 𝑐 𝐴𝑔 − 𝐴𝑠𝑡 + 𝑓𝑦𝐴𝑠𝑡 ,
untuk sengkang spiral........................................................... (2.39)
Keterangan :
Pn : kapasitas penampang nominal
Ag : luas penampang kolom
Ast : luas penampang tulangan

31
d. Perencanaan tangga
Perencanaan tangga berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa tangga
menerima beban mempunyai ketentuan sebagai berikut :
- Tangga
Penentuan suatu dimensi pada tangga dapat dicari dengan cara berikut :
2𝑂𝑝 + 𝐴 = 60 𝑠 𝑑 65 𝑐𝑚 .................................................. (2.40)
𝑂𝑝
𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 tan 𝐴 , dengan 25° ≤ α ≤ 40° .......................... (2.39)
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖
𝑛𝑜𝑝 = 𝑂𝑝 ......................................... (2.40)
𝑛𝐴 = 𝑛𝑡 − 1 ......................................................................... (2.41)
Keterangan :
Op : tinggi injakan anak tangga (optrade)
A : lebar injakan anak tangga (antrade)
α : sudut kemiringan tangga
nop : jumlah tanjakan anak tangga
nA : jumlah injakan anak tangga
e. Perencanaan pondasi
Perencanaan pondasi berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa
pondasi menerima beban aksial dengan mengacu pada data hasil uji sondir
(CPT) yang mempunyai ketentuan sebagai berikut :
- Pondasi tiang pancang
Penentuan daya dukung satu pondasi tiang pancang dapat dicari dengan
cara berikut :
𝑞𝑐 × 𝐴 𝐽𝐻𝑃 × 𝐾𝑝
𝑃𝑢𝑙𝑡 = 3+ 5 .......................................... (2.42)
Keterangan :
Pult : daya dukung izin pondasi tiang pancang
qc : nilai konus
A : luas penampang pondasi tiang pancang
JHP : jumlah hambatan pelekat
Kp : keliling pondasi tiang pancang
Penentuan jumlah pondasi tiang pancang dapat dicari dengan cara
berikut :
𝑃
𝑛𝑎 = 𝑢 𝑃 ........................................................................ (2.43)
𝑢𝑙𝑡

Keterangan :
na : jumlah tiang pancang
Pult : daya dukung izin tiang pancang
Pu : besar gaya dalam pada kolom
Penentuan jarak antar pondasi tiang pancang dan jarak tepi pondasi tiang
pancang dapat dicari dengan cara berikut :
𝑆 = 2,5 × 𝐷 𝑠 𝑑 3 × 𝐷 .................................................. (2.44)

32
𝑆1 = 1,5 × 𝐷 𝑠 𝑑 2 × 𝐷 ................................................ (2.45)
Keterangan :
S : jarak antar pondasi tiang pancang
S1 : jarak tepi pondasi tiang pancang
D : diameter pondasi tiang pancang
Penentuan efisiensi kelompok pondasi tiang pancang dapat dicari
dengan cara berikut :
𝐷 𝑛−1 𝑚 + 𝑚 −1 𝑛
𝐸 = 1 − 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑔 ............................ (2.46)
𝑆 90×𝑚 ×𝑛
Keterangan :
E : efisiensi pondasi tiang pancang
n : jumlah pondasi tiang pancang dalam arah kolom
m : jumlah pondasi tiang pancang dalam arah baris
Penentuan daya dukung kelompok pondasi tiang pancang dapat dicari
dengan cara berikut :
𝑃𝑢𝑙𝑡 𝑘𝑒𝑙 = 𝐸 × 𝑛𝑎 × 𝑃𝑢𝑙𝑡 ...................................................... (2.47)
Penentuan beban maksimum pada kelompok pondasi tiang pancang
dapat dicari dengan cara berikut :
𝑃 𝑀 𝑦 𝑀 𝑥
𝑃𝑚𝑎𝑥 = 𝑢 𝑛𝑎 ± 𝑥 𝑛 Σ𝑦 2 ± 𝑦 𝑛 Σ𝑥 2 .................. (2.48)
𝑎𝑦 𝑎𝑥

Keterangan :
Pmax : beban maxyang diterima 1 tiang pancang
Mx : momen arah sumbu x
My : momen arah sumbu y
nax : jumlah tiang pancang arah x
nay : jumlah tiang pancang arah y
y : jarak tiang ke pusat kelompok tiang arah y
x : jarak tiang ke pusat kelompok tiang arah x
f. Perencanaan pile cap
Penentuan dimensi pile cap dapat dicari dengan cara berikut :
𝑃 = 2,5 × 𝐷 𝑠 𝑑 3 × 𝐷 ................................................. (2.49)
𝐿 = 1,5 × 𝐷 𝑠 𝑑 2 × 𝐷 .................................................. (2.50)
Keterangan :
P : panjang pile cap
L : lebar pile cap
Geser satu arah pada pile cap dapat dicari dengan cara berikut :
𝑃𝑢 𝑃 + 𝑙𝑘 + 𝑑
𝑉𝑢 = 𝐴 ×𝑃× 𝑃− 2 2 ................... (2.51)

𝑉𝑐 = 0,75 × 1 6 𝑓′𝑐 × 𝑃 × 𝑑 ............................................ (2.52)


Keterangan :
Vu : gaya geser satu arah
A : luasan pile cap
lk : lebar kolom

33
d : tebal efektif pile cap
Vc : gaya geser beton
Geser dua arah pada pile cap dapat dicari dengan cara berikut :
2
𝑃𝑢 2 𝑑
𝑉𝑢 = 𝐴 × 𝑃 − 𝑙𝑘 + 2 2 ........................... (2.53)

𝑉𝑐 = 0,75 × 1 3 𝑓′𝑐 × 4 𝑙𝑘 + 2 𝑑 2 × 𝑑 .............. (2.54)

g. Perencanaan tulangan
Terdapat 3 kondisi dalam perencanaan tulangan dalam menerima
beban yang diantaranya sebagai berikut :
- Tulangan lemah (Underreinforced)
Persentase baja tulangan relatif sedikit sehingga baja tulangan lebih dulu
mencapai tegangan leleh sebelum tegangan tekan beton mencapai
maksimum (εs > εy).
- Tulangan imbang (Balance)
Regangan baja tulangan yang berhubungan dengan tegangan leleh dan
pada saat yang bersamaan beton di daerah tekan mencapai regangan
maksimum (εs = εy).
- Tulangan kuat (Overreinforced)
Persentase baja tulangan relatif banyak sehingga tegangan beton lebih
dulu mencapai kapasitas maksimum sebelum tegangan baja tulangan
meleleh (εs < εy).
Perencanaan tulangan utama yang berfungsi dalam menerima beban
mempunyai ketentuan sebagai berikut :
- Tulangan utama
Penentuan rasio tulangan dapat dicari dengan cara berikut :
𝜌𝑚𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦 .................................................................... (2.55)

0,85. 𝑓′𝑐. 𝛽1 600


𝜌𝑏 = 𝑓𝑦 × 600 + 𝑓𝑦 ........................... (2.56)
𝜌𝑚𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 ............................................................... (2.57)
1 − 1 − 2𝑚 × 𝑅𝑛
𝜌=1 𝑚× 𝑓𝑦 ........................... (2.58)

Penentuan koefisien tegangan penampang dapat dicari dengan cara


berikut :
𝑀
𝑅𝑛 = 𝑢 𝑏 × 𝑑 2 ................................................................. (2.59)

Penentuan rasio material dapat dicari dengan cara berikut :


𝑓𝑦
𝑚= 0,85 × 𝑓′𝑐 ............................................................. (2.60)
Penentuan luas tulangan dapat dicari dengan cara berikut :
𝐴𝑆 = 𝜌 × 𝑏 × 𝑑 .................................................................... (2.61)

34
- Tulangan geser
Penentuan kuat geser beton dapat dicari dengan cara berikut :
𝑉𝑐 = 0,75 × 1 6 𝑓′𝑐 × 𝑃 × 𝑑 ............................................ (2.62)
Penentuan kuat geser nominal dapat dicari dengan cara berikut :
𝑉
𝑉𝑛 = 𝑢 ∅ ........................................................................... (2.63)

Penentuan kuat geser tulangan dapat dicari dengan cara berikut :


𝑉𝑠 = 𝑉𝑛 − 𝑉𝑐 .......................................................................... (2.64)
𝑉𝑠 𝑚𝑎𝑥 = 2 3 𝑓′𝑐 × 𝑏 × 𝑑 .................................................. (2.65)
Penentuan luas tulangan dapat dicari dengan cara berikut :
𝐴𝑣 = 1 4 × 𝜋 × 𝑑 2 .............................................................. (2.66)
Penentuan jarak tulangan dapat dicari dengan cara berikut :
𝐴 × 𝑓𝑦 × 𝑑
𝑆= 𝑣 𝑉𝑠 ............................................................. (2.67)

6. Metode Gempa Statik Ekivalen


Terdapat beberapa tahapan dalam memperhitungkan besarnya gempa
dengan menggunakan metode statik ekivalen yang diantaranya adalah sebagai
berikut :
(Sumber : SNI 1726-2012)
a. Gaya geser dasar seismik
𝑉 = 𝐶𝑆 × 𝑊 ..................................................................................... (2.68)
Keterangan :
CS : koefisien respons seismik
W : berat total gedung meliputi beban mati dan beban hidup
b. Koefisien respons seismik
𝑆
𝐶𝑆 = 𝐷𝑆 .............................................................................. (2.69)
𝑅
𝐼𝑒
𝑆
𝐶𝑆 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐷1 , nilai CS tidak perlu lebih besar dari
𝑇 𝑅 𝐼
𝑒
CSmaks................................................................................................ (2.70)
𝐶𝑆 𝑚𝑖𝑛 = 0,044 × 𝑆𝐷𝑆 × 𝐼𝑒 , nilai CS tidak boleh kurang dari
CSmin .............................................................................................................................................. (2.71)
0,5𝑆1
𝐶𝑆1 = , jika nilai S1 lebih dari 0,6g maka nilai CS tidak
𝑅
𝐼𝑒
boleh kurang dari CS1......................................................................................................... (2.72)
c. Periode fundamental pendekatan
𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛 = 𝐶𝑡 × 𝑕𝑛 𝑥 ............................................................................ (2.73)
𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛 = 0,1 × 𝑁, dipakai jika tinggi struktur tidak lebih dari 12 tingkat
dimana sistem penahan gaya gempa berupa rangka penahan momen
beton atau baja ................................................................................. (2.74)
𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝐶𝑢 × 𝑇𝑎 𝑚𝑖𝑛 ..................................................................... (2.75)

35
Keterangan :
Ct : koefisien pendekatan minimal
hn : tinggi struktur (m)
x : koefisien pendekatan minimal
N : jumlah tingkat
Cu : koefisien pendekatan maksimal
Tabel 2.24 Koefisien pendekatan maksimal
Parameter SD1 Cu
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
(Sumber : SNI 1726-2012)
Tabel 2.25 Koefisien pendekatan minimal
Tipe struktur Ct x
Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang
0,0731 0,75
terhadap tekuk
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
(Sumber : SNI 1726-2012)
d. Distribusi gaya gempa
𝐹𝑥 = 𝐶𝑣𝑥 𝑉 ........................................................................................ (2.76)
𝑤𝑥 𝑕𝑥 𝑘
𝐶𝑣𝑥 = ................................................................... (2.77)
Σ 𝑤𝑖 𝑕𝑖 𝑘
Keterangan :
Cvx : faktor distribusi
V : gaya geser seismik
wx : berat gedung pada tingkat tertentu
wi : berat gedung total
hx : tinggi gedung pada tingkat tertentu
hi : tinggi gedung total
k : eksponen terkait periode struktur, struktur dengan periode
0,5 detik atau kurang maka k = 1 ; struktur dengan periode
2,5 detik atau lebih maka k = 2 ; dan struktur dengan periode
antara 0,5 sampai 2,5 detik maka k = interpolasi
e. Simpangan antar lantai
𝐶 δ
δ𝑥 = 𝑑 𝑒𝑥 𝐼 .................................................................................. (2.78)
𝑒

δ𝑒𝑥 − δ𝑒𝑛 𝐶𝑑
Δ𝑥 = 𝐼𝑒 ≤ ∆𝑎 ...................................................... (2.79)

36
Keterangan :
Cd : faktor pembesaran defleksi
Ie : faktor keutamaan gempa
δex : defleksi pada tingkat tertentu dengan analisis elastis
δen : defleksi pada tingkat dibawahnya dengan analisis elastis
∆x : simpangan antar lantai
∆a : simpangan ijin antar lantai
Tabel 2.26 Simpangan ijin kategori resiko
Kategori resiko
Tipe struktur
I atau II III IV
Struktur, selain dari struktur dinding
geser batu bata, 4 tingkat atau kurang
0,025hsx 0,020hsx 0,015hsx
dengan dinding interior dan sistem
dinding eksterior
Struktur dinding geser kantilever batu
0,010hsx 0,010hsx 0,010hsx
bata
Struktur dinding geser batu bata lainnya 0,007hsx 0,007hsx 0,007hsx
Semua struktur lainnya 0,020hsx 0,015hsx 0,010hsx
(Sumber : SNI 1726-2012)
Keterangan :
hsx : tinggi tingkat antar lantai
Tabel 2.27 Simpangan ijin level kinerja
Level kinerja
Parameter Damage Structural
IO LS
Control Stability
0,01 s/d
Maksimum total drift 0,01 0,02 0,33 𝑉 𝑃
0,02
Maksimum in-elastic 0,005 s/d
0,005 No limit No limit
drift 0,015
(Sumber : Applied Technology Council-40)
Keterangan :
V : gaya geser seismik
P : gaya gravitasi (beban mati dan beban hidup)

Gambar 2.13 Simpangan antar lantai

37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tinjauan Umum
Secara umum metodologi penelitian dalam Tugas Akhir ini dibagai menjadi
tiga tahapan yaitu input, analisis, kontrol dan output. Tahapan yang termasuk dalam
input yaitu geometri bangunan gedung, jenis pembebanan gedung dan pemodelan
struktur gedung. Lalu tahapan yang termasuk dalam analisis yaitu analisis struktur
secara tiga dimensi pada program ETABS dengan parameter gempa analisis statik
ekuivalen.
Sedangkan tahapan kontrol yaitu berupa hasil simpangan antar tingkat gedung
saat terjadi gempa rencana dan kapasitas penampang komponen struktur gedung
dalam menerima beban yang bekerja. Dan tahapan terakhir output yaitu berupa suatu
gambar kerja struktur gedung yang aman terhadap gempa rencana metode statik
ekuivalen.

B. Lokasi dan Objek Penelitian


Penelitian dalam Tugas Akhir yang digunakan sebagai objek penelitian yaitu
berupa perencanaan struktur pada bangunan Gedung Rektorat Universitas Hasyim
Asy’Ari dan lokasi penelelitian dapat dilihat pada gambar berikut :
(Sumber : Google Earth)
Lokasi Penelitian

Gambar 3.1 Lokasi penelitian

C. Diagram Alir Penelitian


Berikut ini diagram alir penelitian dalam perencanaan struktur Gedung
Rektorat Universitas Hasyim Asy’Ari Tebuireng Jombang terhadap beban gempa
metode statik ekuivalen.

38
Mulai

Studi
Litelatur

Pengumpulan
Data

Penentuan Sistem
Struktur

Preliminary Design
Gedung

Pembebanan
Berdasarkan :
1. SNI 1726–2012
2. SNI 1727–2013
3. SNI 2847–2013
4. PPIUG 1983

Pemodelan Struktur

Tidak
Perencanaan Struktur
Gedung

Kontrol Desain Struktur

Ya

Gambar Kerja Struktur


Gedung

Selesai

Gambar 3.2 Diagram alir penelitian

D. Tahapan Penelitian
Terdapat beberapa tahapan dalam dalam perencanaan struktur gedung rektorat
terhadap beban gempa statik ekuivalen pada Universitas Hasyim Asy’Ari Tebuireng
Jombang yang diantaranya sebagai berikut :
1. Studi litelatur
Adapun studi litelatur yang digunakan dalam penelitian ini untuk
menambah pengetahuan dalam merencanakan gedung rektorat terhadap beban
gempa statik ekivalen sehingga memudahkan dalam penyelesaian tugas akhir.
Studi litelatur yang digunakan diantaranya adalah sebagai berikut :
a. SNI 1726-2012, tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung dan non gedung.
b. SNI 2847-2013, persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung.
39
c. SNI 1727-2013, beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan
struktur lain.
d. Peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung (PPIUG) 1983.
e. Jurnal, ebook dan buku yang berkaitan dengan analisis perhitungan struktur
bangunan gedung bertingkat.

2. Pengumpulan data
Adapun pengumpulan data yang digunakan dalam menyelesaikan Tugas
Akhir yang berupa perencanaan yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Data umum perencanaan bangunan
Nama bangunan : Gedung Rektorat Universitas Hasyim
Asy’Ari
Lokasi bangunan : Jl. Irian Jaya No. 55 Tebuireng –
Jombang
Fungsi bangunan : Pusat akademik dan administrasi semua
Fakultas
Jumlah lantai : 8 (delapan) lantai
Tinggi per lantai : ± 4,05 meter
Material struktur : Beton bertulang :
b. Data perencanaan mutu bahan
Mutu beton : 30 Mpa
Mutu tulangan
Ulir : 400 Mpa
Polos : 240 Mpa
c. Data gambar
Data gambar yang dapat digunakan dalam perencanaan yaitu meliputi
gambar denah, gambar tampak dan gambar rencana atap. Namun, gambar
yang telah disebutkan masih berupa gambar Arsitektural.
d. Data tanah
Data tanah yang didapatkan berasal dari penyelidikan tanah berupa uji
sondir yang dilakukan di sekitar area lokasi yang direncanakan untuk
pembangunan gedung. Dari uji sondir tersebut maka diperoleh data CPT.

3. Penentuan sistem struktur


Penentuan sistem struktur digunakan untuk menentukan willayah zona
gempa lokasi gedung yang akan berpangaruh pada struktur yang telah disebutkan
pada persamaan (2.1) sampai dengan (2.9) berdasarkan dari tanah yang diperoleh
dengan mengacu pada SNI 1726-2012.

4. Preliminary desain gedung


Preliminary design merupakan perencanaan awal struktur gedung rektorat
yang berguna untuk menentukan dimensi elemen tiap struktur gedung yang
diantaranya adalah sebagai berikut :

40
a. Perencanaan plat
Perencanaan pada elemen dimensi plat dapat dilihat pada persamaan
(2.19) sampai dengan (2.27) yang mengacu pada studi litelatur.
b. Perencanaan balok
Perencanaan pada elemen dimensi balok dapat dilihat pada persamaan
(2.28) sampai dengan (2.36) yang mengacu pada studi litelatur.
c. Perencanaan kolom
Perencanaan pada elemen dimensi kolom dapat dilihat pada
persamaan (2.37) sampai dengan (2.39) yang mengacu pada studi litelatur.
d. Perencanaan tangga
Perencanaan pada elemen dimensi tangga dapat dilihat pada
persamaan (2.40) sampai dengan (2.41) yang mengacu pada studi litelatur.
e. Perencanaan pondasi
Perencanaan pada elemen dimensi tangga dapat dilihat pada
persamaan (2.42) sampai dengan (2.48) yang mengacu pada studi litelatur.

5. Pembebanan
Terdapat beberapa pembebanan dalam perencanaan struktur gedung
rektorat yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pembebanan pada plat lantai
Pembebanan pada plat lantai meliputi beban yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Beban mati
Beban mati meliputi berat sendiri plat lantai, spesi, dan plafon serta
penggantungnya.
- Beban hidup
Beban hidup meliputi beban yang telah disebutkan pada tabel (2.19)
yang mengacu pada SNI 1727-2013 dan SNI 2847-2013.
b. Pembebanan pada balok
Pembebanan pada balok meliputi beban yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Beban mati
Beban mati meliputi berat sendiri balok serta berat tambahan yang
terdapat pada balok.
- Beban hidup
Beban hidup meliputi beban yang terdapat pada plat lantai yang akan
diterima balok yang mengacu pada SNI 2847-2013 dan SNI 1727-2013.
c. Pembebanan pada kolom
Pembebanan pada kolom meliputi beban yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Beban mati
Beban mati meliputi berat sendiri kolom.

41
- Beban hidup
Beban hidup meliputi beban yang terdapat pada balok yang akan
diterima kolom yang mengacu pada SNI 1727-2013 dan SNI 2847-2013.
d. Pembebanan pada tangga
Pembebanan pada tangga meliputi beban yang diantaranya adalah
sebagai berikut :
- Beban mati
Beban mati meliputi berat sendiri plat tangga, spesi, keramik serta
railling.
- Beban hidup
Beban hidup meliputi beban yang telah disebutkan pada tabel (2.19)
yang mengacu pada SNI 1727-2013 dan SNI 2847-2013.
e. Pembebanan pada pondasi
Pembebanan pada pondasi mengacu pada SNI 2847-2013 dan studi
litelatur yang berkaitan dengan pondasi.
f. Pembebanan gempa
Pembebanan gempa menggunakan perhitungan metode analisa statik
ekuivalen yang telah disebutkan pada persamaan (2.68) sampai dengan
(2.79) yang mengacu pada SNI 1726-2012.

6. Pemodelan struktur
Pemodelan struktur merupakan pemodelan gedung dengan menggunakan
bantuan ETABS dengan memasukkan data dimensi yang telah dihitung
sebelumnya pada premilinary desain dan telah digambar pada bantuan software
Autocad yang akan menghasilkan besarnya nilai gaya aksial, gaya geser dan
momen tiap komponen struktur.

7. Perencanaan struktur
Perencanaan struktur merupakan perencanaan struktur gedung yang telah
diketahui mutu bahan tiap komponen struktur pada tahap preliminary desain
sebelumnya yang berupa komponen plat, balok, kolom, tangga serta pondasi
yang telah direncanakan dalam kondisi gempa dengan bantuan softaware ETABS
pada tahap pemodelan struktur.

8. Kontrol desain struktur


Kontrol desain struktur merupakan pengontrolan tiap komponen struktur
gedung yang telah diketahui jenis dan jumlah penulangannya yang berupa
komponen plat, balok, kolom, tangga serta pondasi yang direncanakan dalam
kondisi gempa dengan pengontrolan kapasitas penampang dan simpangan antar
lantai.

42
9. Gambar kerja struktur
Terdapat beberapa gambar kerja dalam perencanaan struktur gedung
rektorat yang diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Gambar struktur
- Denah plat
- Denah balok
- Denah kolom
- Denah tangga
- Denah pondasi
b. Gambar detail penulangan
- Deatil penulangan plat
- Detail penulangan balok
- Detail penulanagan kolom
- Detail penulangan tangga
- Detail penulangan pondasi
c. Gambar portal
- Portal memanjang
- Portal melintang

43

Вам также может понравиться