Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TAMA JAGAKARSA
J A K A R T A
2 0 1 8
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Atas Kasih Dan Karunia-Nya Makalah
perlindungan konsumen dan persaingan usaha yang berjudul “kepastian hukum putusan
badan penyelesaian sengketa konsumen ( BPSK )” Dapat Tersusun Hingga Selesai Tepat Pada
Waktunya. Saya Berharap Semoga Makalah Ini Dapat Menambah Pengetahuan Dan
Pengalaman Bagi Para Pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan ................................................................. 4
D. Metode Penulisan ...................................................................................... 4
E. Sistematika Penulisan ............................................................................... 4
ii
E. Tahap Putusan............................................................................................ 34
BAB IV PERMASALAHAN YANG TERJADI AKIBAT SUATU KONTRAK
A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK dalam Menjamin Perlindungan
Hukum bagi Konsumen
........................................................................................................
........................................................................................................
........................................................................................................
36
B. Upaya Hukum Terhadap Putusan BPSK
........................................................................................................
........................................................................................................
38
C. Kendala yang Dialami oleh BPSK dalam Praktik Pelaksanaan
Penyelesaian Sengketa Konsumen
........................................................................................................
........................................................................................................
........................................................................................................
41
D. Upaya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam
Menciptakan Konsumen dan Pelaku Usaha yang Cerdas dan
Sadar Akan Hak dan Kewajibannya
........................................................................................................
........................................................................................................
43
E. Contoh Kasus
........................................................................................................
........................................................................................................
44
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
iii
........................................................................................................
........................................................................................................
54
B. Saran
........................................................................................................
........................................................................................................
55
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan saling membutuhkan antara pelaku
usaha dengan konsumen, baik berupa pelaku usaha dan konsumen barang
maupun jasa. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh keuntungan
semaksimal mungkin dari transaksi dengan konsumen, sedangkan di sisi lain,
konsumen berkepentingan untuk memperoleh kepuasan melalui pemenuhan
kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dengan kata lain, konsumen mempunyai
hak untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan.
Dalam hubungan demikian, seringkali terdapat ketidaksetaraan antara
keduanya di mana secara umum konsumen berada pada posisi tawar menawar
yang lemah, akibatnya menjadi sasaran eksploitasi dari pelaku usaha atau
produsen yang secara sosial dan ekonomi memiliki posisi yang kuat. Untuk
melindungi atau memberdayakan konsumen sangat diperlukan adanya campur
tangan pemerintah dan/atau negara melalui penetapan sistem perlindungan
hukum terhadap konsumen.
Dalam hal konsumen dirugikan oleh pelaku usaha, maka konsumen dapat
menggunakan haknya untuk mendapatkan ganti kerugian, apabila keadaan
barang atau jasa yang dibelinya tidak sebagaimana mestinya. Apabila pelaku
usaha tidak mau bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan, maka hal ini akan terjadi sengketa konsumen,
yaitu sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat
mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa. Untuk penyelesaian
sengketa konsumen, UUPK sendiri membagi penyelesaian konsumen manjadi
dua bagian, yaitu penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dapat dilakukan
1
dengan dua cara yaitu, penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak
sendiri dan penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu
sebagaimana diatur dalam pasal 49, yakni Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen atau BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi,
mediasi atau arbitrase dan penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan / atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulang kembali kerugian yang
diderita oleh konsumen. Pola-pola penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan yang dikehendaki UUPK merupakan pilihan yang tepat, karena jalan
keluar yang dirumuskan berisikan penyelesaian yang memuaskan kedua belah
pihak yang sedang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah merupakan penyelesaian
sengketa yang efektif, hal inilah yang menjadi alasan mengapa konsumen
membutuhkan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, dikarenakan
upaya non litigasi prosesnya sederhana, cepat dan biaya murah. Penyelesaian
sengketa yang efektif diperlukan juga dikarenakan konsumen umumnya, banyak
yang enggan dan tidak mau memperjuangkan hak-hak nya, karena terstigma oleh
pengadilan prosesnya yang lama, biaya mahal serta belum tentu menang, karena
hasil dari pengadilan adalah menang-kalah. Pilihan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan menjadi efektif karena ditinjau dari kasus yang ada adalah kasus yang
sederhana dan berskala kecil. Sedangkan pilihan penyelesaian sengketa melalui
pengadilan dapat menjadi efektif, bila kasus yang diajukan adalah kasus yang
rumit dan berskala besar.
Berkaitan dengan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaiman
diatur dalam UUPK pasal 45 melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan
sengketa konsumen, di Indonesia sendiri ada beberapa lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa konsumen yaitu Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen atau BPSK, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI.
2
Indonesia memiliki Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang
didirikan tingkat Kabupaten untuk menyelesaikan sengketa konsumen.
Dalam Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(“UUPK”) mengatur bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada pelaku
usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau ke badan peradilan.
Jadi sebagai bentuk perlindungan dari negara, konsumen diberi kebebasan sesuai
dengan kemampuan untuk menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha
melalui jalur pengadilan maupun diluar pengadilan seperti quasi peradilan yang
bernama BPSK.
Pemerintah menjamin adanya perlindungan hukum terhadap konsumen,
dengan membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang
bertugas untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pelaku usaha dengan
konsumen. Eksistensi BPSK sangat penting bukan saja sebagai bentuk
pengakuan hak konsumen untuk mendapatkan perlindungan dalam penyelesaian
sengketa konsumen secara patut, tetapi juga sebagai badan pengawas terhadap
pencatuman klausula baku oleh pelaku usaha. Pasal 42 ayat (1) Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
350/MPP/Kep/2001, menyatakan bahwa Putusan BPSK merupakan putusan
yang final dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Dibentuknya BPSK sangat membantu konsumen terutama dalam hal
prosedur beracara yang mudah, cepat, tanpa biaya karena segala biaya yang
timbul sudah dibebankan kepada APBD masing-masing Kabupaten/Kota sesuai
dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Prosedur penyelesaiannya pun tidak rumit harus menggunakan dalil-
dalil hukum yang kaku. Konsumen / pengadu dapat mengajukan gugatan tertulis
maupun tidak tertulis tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen. Jadi, penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak
perlu persetujuan kedua belah pihak untuk memilih BPSK sebagai forum
penyelesaian sengketa.
3
B. Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. Apa Yang dimaksud Perlindungan konsumen ?
2. Apa Kepastian Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ?
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
normatif karena penulisan makalah ini juga mengkaji dan meneliti peraturan-
peraturan tertulis. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah
pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang ditangani.1
E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini ada 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab dibagi
lagi atas beberapa sub bab. Uraian singkat atas bab-bab dan sub-sub bab tersebut
akan diuraikan sebagai berikut :
Bab Pertama merupakan Bab Pendahuluan yang menguraikan tentang latar
belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan,
dan sistematika penulisan.
Bab Kedua merupakan bab yang berisi tentang Tinjauan Umum yang
menguraikan tentang Perlindungan Konsumen
1
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, h. 93.
4
Bab Ketiga merupakan bab yang membahas tentang rumusan masalah yang
pertama yaitu,Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Bab Keempat merupakan bab yang membahas tentang rumusan masalah
yang kedua yaitu, kekuatan hukum putusan BPSK
Bab Kelima merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan
saran serta disertai dengan daftar pustaka.
5
BAB II
TINJAUAN UMUM
2
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), hlm. 159
3
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 159
4
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hlm. 229
6
national government is to make up for private undercomsumption by undertaking its
own spending on final goods and services and by reducing taxes to stimulate
increased private spending.”5
Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen
karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat
terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan
kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen. 7
7
dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
9
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.
9
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 229
10
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 229
11
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, (Jakarta: PT
Grafindo Persada, 1999 ), hlm. 12
12
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 230
8
telah ada beberapa undang-undang yang materinya melindungi kepentingan
konsumen, seperti :13
13
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 230
9
13. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
14
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 231
15
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 231
10
Perlindungan konsumen berdasarkan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. 16
16
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 233
17
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 234
11
Perlindungan konsumen bertujuan: 18
18
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 234
19
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 234
20
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 161
12
1. Hak Konsumen
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa
g. Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif
2. Kewajiban Konsumen
21
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 161
13
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan
14
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.24
24
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 162
25
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 163
15
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah larangan dalam
memproduksi/memperdagangkan, larangan dalam menawarkan /
mempromosikan / mengiklankan, larangan penjualan secara obral/lelang, dan
larangan dalam ketentuan periklanan.26
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam lebel atau
etiket barang tersebut.
26
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 163
16
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu.
27
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 164
28
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 164
29
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 164
30
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 165
17
a. Barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga,
harga khusus, standart mutu tertentu, gaya atau mode tertentu,
karajteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu
Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa yang
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan,
misalnya:31
31
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 165
18
a. Harga atau tarif suatau barang atau jasa
c. Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang atau
jasa
Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang atau jasa melalui
pesanan dilarang, misalnya :
19
b. Menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah tidak
mengandung cacat tersembunyi
20
f. Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai periklanan35
6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau
mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa
21
8. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen seara anggsuran.
22
Sementara itu, Pasal 20 dan 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian,
sedangkan Pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidakya unsur
kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19. 40
Pelaku usaha yang menjual barang atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila: 42
2. Pelaku usaha lain di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai dengan contoh mutu dan komposisi.
23
1. Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak
dimaksudkan untuk diedarkan.
2. Cacat barang timbul pada kemudian hari artinya seduah tanggal yang
mendapat jaminan dari pelaku usaha sebagaimana diperjanjikan, baik
tertulis maupun lisan.
H. Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999, yang
tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif
dan sanksi pidana.46
1. Sanksi Administratif
45
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm.244
46
Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam Ekonom, hlm. 169
24
2. Sanksi Pidana
47
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm. 244
48
Christine S.T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi)
Bagian 2, hlm.244
25
BAB III
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
49
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Pertama
Cetakan Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 234.
50
J. Widjiantoro dan Al Wisnubroto, 2004, Efektivitas Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) dalam Upaya Perlindungan Konsumen, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta, h. 46.
51
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi Pertama
Cetakan Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 265.
26
sendiri oleh para pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena biaya
persidangan yang dibebankan sangat ringan dan dapat dijangkau oleh konsumen.
27
ahli warisnya. Pengaduan yang disampaikan oleh kuasanya maupun oleh ahli
warisnya hanya dapat dilakukan apabila konsumen yang bersangkutan dalam
keadaan sakit, meninggal dunia, lanjut usia, belum dewasa atau warga negara asing.
Pengaduan dapat disampaikan secara lisan atau tulisan kepada secretariat BPSK di
kota atau kabupaten tempat domisili konsumen atau di kota / kabupaten tersekat
dengan domisili konsumen.
2. Apakah putusan dibuat oleh para pihak sendiri atau pihak ketiga
4. Apakah para pihak dapat diwakili oleh pengacaranya atau para pihak
sendiri yang tampil
28
6. Apakah putusan dapat dieksekusi secara hukum atau tidak
29
berasal dari unsur pemerintah sebagai ketua majelis. Persidangan dilaksanakan
selambat-lambatnya hari kerja ke-7 terhitung sejak diterimanya permohonan.
D. Tahap Persidangan
Tahap persidangan ini meliputi tiga hal, yakni persidangan secara konsiliasi,
mediasi atau arbitrasi tergantung dari cara yang dipilih oleh yang bersengketa.
30
mediasi ialeh proses negosiasi penyelesaian sengketa atau pemecahan
masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan para
pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan perjanjian yang
memuaskan, pihak ini disebut mediator.
31
E. Tahap Putusan
Putusan majelis BPSK dapat dibedakan atas dua jenis putusan, yaitu;
1. Putusan BPSK dengan cara konsiliasi atau mediasi, putusan ini pada dasarnya
hanya mengkukuhkan isi perjanjian perdamaian yang telah disetujui dan
ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa.
2. Putusan BPSK dengan cara arbitrasi, seperti halnya putusan perkara perdata,
memaut duduknya perkara dan pertimbangan hukumunya.
32
sehingga menjalankan tugasnya masih melekat kewenangan eksekutif sehingga
secara tidak langsung membuka kemungkinan munculnya kendala-kendala dalam
melaksanakan tugas-tugas judisial. Kendala pendanaan, kendala SDM BPSK, kendala
peraturan, kendala pembinaan dan pengawasan serta tidak adanya koordinasi
aparat penanggungjawabnya, kurangnya respons dan pemahaman dari peradilan
terhadap kebijakan perlindungan konsumen, kurangnya sosialisasi dan rendahnya
tingkat kesadaran hukum konsumen, kurangnya respons masyarakat terhadap UUPK
dan lembaga BPSK.
33
BAB IV
KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BPSK
A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK dalam Menjamin Perlindungan Hukum bagi Konsumen
Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang didalamnya
terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha yang jujur dan
bertanggungjawab untuk meningkatkan hak-hak konsumen. Dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang PerlindunganKonsumen, mendefinisikan perlindungan
konsumen sebagai berikut :
Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat belum dapat melindungi
konsumen karena terjadi ketentuan yang bertentangan mengenai arti putusan BPSK
yang bersifat final dan mengikat. Putusan arbitrase tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial karena tidak memiliki kepala putusan atau irah-irah Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Asas-asas yang relevan sebagai dasar acuan
putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat ke depan adalah Hak Asasi Manusia
34
(HAM), asas kepastian hukum, asas tidak melampaui atau mencampuradukkan
kewenangan, asas keadilan, dan asas efektivitas.
35
yang utuh, efektif dan adil atau memuaskan para pihak, maka sistem manusia harus
mampu mewujudkan sendiri.
36
karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan
sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak. Lembaga yang
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen diluar pengadilan
dalam hal ini adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
37
lembaga negara komplementer dengan tugas dan wewenang yang atributif untuk
melakukan penegakan hukum perlindungan konsumen. BPSK merupakan lembaga
penunjang dalam bidang quasi peradilan. Oleh karenanya, kekuatan BPSK bersifat
final dan mengikat. Makna final yang dimaksud dalam putusan BPSK adalah final
pada tingkat BPSK saja sedangkan pada tingkat pengadilan putusan BPSK tidak
bersifat final atau masih dapat dilakukan upaya hukum keberatan ke pengadilan
negeri dan kasasi ke mahkamah agung.
C. Kendala yang Dialami oleh BPSK dalam Praktik Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa
Konsumen
Kendala Yang Dihadapi Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Dalam
Menyelesaikan Sengketa Konsumen yang pertama yaitu kendala kelembagaan dapat
ditinjau dari kompleksnya peran yang diberikan untuk badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen sehingga menimbulkan kendala pada tahap pelaksanaannya, dalam hal
ini dapat diuraikan mengenai peran yang diberikan kepada Badan Penyelesaian
sengketa konsumen yaitu : peran sebagai penyedia jasa penyelesaian sengketa
sebagai mediator, konsiliator, arbiter, peran sebagai konsultan masyarakat atau
public defender, peran sebagai administrative regulatoratau sebagai pengawas dan
pemberi sanksi, peran ombudsman, ajudicatoratau pemutus. Berdasarkan pasal 52
Undag-undang Perlindungan Konsumen jo. SK Menperindag No.
350/MPP/Kep/12/2001 adalah: (a). melaksnakan penanganan dan penyelesaian
38
sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan abitrase. (b). Memberikan
konsultasi mengenai perlindungan konsumen (c) melakukan pengawasan terhadap
pencatuman klausula baku (d). Melaporkan kepada penyidik jika terjadi pelanggaran
Undang-undang perlindungan konsumen. (e). Menerima pengaduan tertulis
maupun tidak tertulis dari konsumen terhadap terjadinya pelanggaran perlindungan
konsumen. (f). Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen. (g). Memanggil pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran
terhadap perlindungan konsumen. (h). Memanggil saksi-saksi atau saksi ahli atau
setiap orang yang diduga mengetahui pelanggaran mengenai perlindungan
konsumen. (i). Meminta bantuan kepada penyidik untuk menghadirkan saksi, saksi
ahli, atau setiap orang pada butir g dan butir h yang tidak bersedia memenuhi
panggilan dari Badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). (j). Mendapatkan,
meneliti dan/atau menilai surat dokumen atau bukti lain guna penyelidikandan/atau
pemeriksaan. (k). Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihak
konsumen. (l). Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen (m). Menjatuhkan sanksi
administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang
perlindungan konsumen.
39
masih sangat minim hal ini mempengaruhi kinerja Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
mengenai hak- hak konsumen yang belum diketahui oleh masyarakat luas
sehingga hal – hal yang berkaitan dengan masalah-masalah konsumen seringkali
tidak dapat diselesaikan sesuai dengan hak – hak yang ada pada konsumen yang
diaturdalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
40
satu tugas BPSK adalah memberikan konsultasi mengenai perlindungan konsumen,
konsultasi ini dilakukan dalam upaya menciptakan konsumen dan pelaku usaha yang
cerdas dan sadar akan hak dan kewajibannya. Selain itu Sosialisasi dari BPSK sangat
dibutuhkan dalam rangka upaya meminimalisir permasalahan tentang perlindungan
Konsumen dalam hal masyarakat belum banyak mengetahui dan mengerti mengenai
penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan kerugian konsumen sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sehingga dirasakan sangat perlu untuk
melakukan sosialisasi tentang Hukum Perlindungan Konsumen.
Namun saat ini BPSK belum fokus kepada penyelenggaraan sosialisasi secara
berkelanjutan sebagai upaya menciptakan konsumen dan pelaku usaha yang cerdas
dan sadar akan hak dan kewajibannya, saat ini Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen masih dalam tahap pembenahan internal.
E. Contoh Kasus
1. Posisi Kasus
Kasus ini merupakan sengketa konsumen yang terjadi antara Jhon Parlyn
Sinaga (selanjutnya disebut Konsumen) dengan PT. Excelcomindo Pratama (XL).
Sengketa tersebut terjadi akibat kerugian yang dialami konsumen setelah
menggunakan produk layanan telekomunikasi Kartu Prabayar Bebas yang
dipromosikan melalui brosur oleh XL yaitu berupa program Tarif Ngirit Malam
dengan tarif Rp. 149 per detik saat off peak (23.00 WIB hingga 05.59 WIB) bagi
sesame XL. Konsumen sendiri adalah pengguna Xplor ( layanan Pascabayar XL
dengan nomor 0819616010). Konsumen menyimpulkan dari brosur yang dikeluarkan
XL bahwa tarif yang ditawarkan dalam program tersebut lebih murah dibanding,
yang kemudian membeli kartu prabayar Bebas milik XL dengan nomor
08197205894. Namun apa yang dijanjikan dalam program tersebut ternyata tidak
terbukti, justru tarif Ngirit Malam lebih mahal disbanding tarif Xplor yang telah
41
dimiliki konsumen sebelumnya. Konsumen berminat untuk membeli kartu Prabayar
Bebas atas pertimbangan sebagai berikut:
b.Asumsi lain yang membuktikan bahwa program tarif Ngirit Malam masih
tetap lebih hemat disbanding Xplor saat off peak apabila programnya dijalankan,
terlihat pada lembar tagihan Xplor milik konsumen pada jum’at (24 Februari 2006)
pukul 23.07.30 WIB yang berkomunikasi dengan nomor 0817616010 (sesame XL
nomor Bandung) selama 10 detik. Dalam lembar tagihan tercatat biaya sebesar Rp.
145. Bila angka tersebut ditambahkan dengan PPn sebesar 10% maka jumlah
tagihan konsumen yang riil sebesar Rp. 159,5. Artinya dengan tarif Ngirit Malam
yang ditawarkan kartu Bebas milik XL sebesar Rp. 149 perlindungan 30 detik, telah
memberi penghematan sebesar Rp. 10,5 dan bila dihitung dalam durasi 60 detik
pemakaian Xplor, mengacu pada angka Rp. 145 per 10 detik, maka tarif yang
dibayarkan konsumen plus PPn menjadi sebesar Rp.957. Dan lewat program tarif
Ngirit Malam yang diberikan XL, yang dibayarkan konsumen hanya sebesar Rp. 298
atau dapat berhemat Rp. 659.
42
waktu percakapan sekitar 23 detik (di bawah 30 detik yang ditetapkan), ketika dicek
nilai pulsanya menunjukkan angka Rp. 9.376,- atau berkurang sebesar Rp. 624,- dari
pulsa awal Rp. 10.000,-. Seharusnya menurut program tersebut angka yang akan
tercatat sebesar Rp. 9.851,- atau hanya berkurang sebesar Rp. 149 seperti yang
disebutkan dalam brosur. Dan untuk membuktikan bahwa XL benar-benar tidak
menerapkan program tarif Ngirit Malam tersebut, terlihat ketika konsumen kembali
berkomunikasi dengan nomor yang sama (08197205893) dalam waktu sekitar 52
detik ( dua kali durasi yang telah ditetapkan yaitu per 30 detik). Setelah dicek pulsa
yang tersisa, tercatat Rp. 8.128,-. Artinya biaya berkomunikasi konsumen selama 52
detik itu sebesar Rp. 1.248. padahal seharusnya bila mengikuti angka yang tertera
dalam brosur milik XL hanya sebesar Rp. 298 atau dua kali tarif Rp.149 per detik.
43
konsumen akibat tidak terbuktinya program tarif Ngirit Malam seperti alam brosur
yang disebar XL melalui surat elektronik (e-mail) ke customer service dan korporate
communication PT. Excelcomindo Pratama, hingga laporan pengaduan konsumen ini
(tanggal pengaduan konsumen adalah 16 April 2006) diajukan kepada BPSK Medan,
pihak XL belum juga menyampaikan permohonan maaf baik kepada konsumen
maupun kepada public yang merasa dirugikan oleh program tersebut.
Pihak XL pada tanggal 2 April 2006 telah menarik semua brosur yang salah
tanggal cetak mulai berlakunya program tarif Ngirit Malam yang sempat beredar di
Kota Medan, serta telah menggantinya dengan brosur yang benar pada tanggal 4
April 2006. Pihak XL menyampaikan bahwa telah berkali-kali menawarkan
penyelesaian sengketa berdasarkan itikad baik, namun pihak konsumen belum juga
menerima tawaran dari pihak XL tersebut. Dan terhadap jawaban dari pihak XL,
konsumen menyatakan tetap pada pengaduannya/gugatannya semula.
44
usaha”, maka pihak XL mengajukan alat bukti surat yaitu Brosur/iklan Tarif Ngirit
Malam (TNM) Rp.149/30 detik dimulai tanggal 1 April 2006 hingga 30 Juni 2006,
Brosur/iklan Tarif Ngirit Malam (TNM) Rp.149/30 detik telah diubah tanggalnya dari
tanggal 1 April menjadi tanggal 6 April hingga 30 Juni 2006. Dan saksi-saksi antara
lain Michael AP dan Zainul Syukri serta M.Ali Syahbuddin Harahap yang menyatakan
bahwa memang benar ada kesalahan cetak terhadap brosur yang pada mulanya
dicetak berlaku pada tanggal 1 April hingga 30 Juni 2006 kemudian diubah menjadi
berlaku tanggal 6 April 2006 hingga 30 Juni 2006. Bahwa memang benar para saksi
menarik brosur yang salah tersebut dari semua agen atas perintah pimpinan
perusahaan. Bahwa memang benar brosur yang salah telah beredar 10ribu lembar
dan telah ditarik sejumlah 7 ribu lembar, sedangkan sisanya 3 ribu lembar lagi tidak
diketahui kemana beredarnya.
Dan tuntutan konsumen yang dimohonkan kepada Ketua BPSK, Cq. Ketua
Majelis Hakim BPSK yang memeriksa dan mengadili sengketa ini sebagai berikut:
c. Agar pelaku usaha memberi ganti rugi materiil dan immateriil sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) kepada konsumen.
45
usaha tidak memuat pengumuman di media massa atas kesalahan yang
dilakukan.
2. Amar Putusan
-MENGADILI -
e. Menghukum pelaku usaha untuk membayar ganti rugi tersebut kepada konsumen.
f. Menghukum pelaku usaha untuk membayar denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu
juta rupiah) setiap harinya apabila lalai/tidak mau melaksanakan keputusan pada
poin 4 dan 5 tersebut. Sejak keputusan ini berkekuatan hukum tetap.
46
3. Analisa Kasus
Pada hakikatnya sudah seharusnya pelaku usaha dalam hal ini PT.
Excelcomindo Pratama (XL) dihukum karena terbukti bersalah, juga menyalahi
kewajiban pelaku usaha seperti yang tertera dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen antara lain “memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan dan memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur”. Dalam Pasal 2 Undang Undang
Perlindungan Konsumen juga disebutkan bahwa perlindungan konsumen beasaskan
keamanan, serta kepastian hukum. Perbuatan PT XL ini tentu saja tidak selaras
dengan pasal pasal tersebut.
47
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan
bahwa: “Pelaku usaha dalam menarwakan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengedarkan atau
membuat penjelasan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif
suatu barang dan/atau jasa”.
Pasal 19 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “Pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen
akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”,
dan “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian
uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Hal ganti rugi tersebut juga
dikuatkan dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa “pelaku usaha periklanan bertanggung
jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan
tersebut”
Dapat dilihat Putusan BPSK Medan yang menyatakan adanya kerugian yang
diderita konsumen akibat perbuatan pelaku usaha sebesar Rp 4.000.000,-(empat
juta rupiah) untuk kemudian menghukum pelaku usaha untuk membayar ganti rugi
tersebut kepada konsumen (sedangkan diketahui bahwa kerugian sebenarnya
adalah Rp 9.054,-) serta menghukum pelaku usaha untuk membayar denda Rp
1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap harinya apabila lalai atau tidak mau
melaksanakan putusan tersebut sejak keputusan itu berkekuatan hukum tetap
adalah tidak sesuai dengan ketentuan di dalam pasal 19 ayat (2) UUPK dan tidak
sesuai pula dengan Pasal 12 ayat (2) Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Nomor 350 Tahun 2001.
48
Pada kasus ini ada hal yang harus disoroti sebagai pertimbangan yaitu BPSK
telah mengeluarkan suatu keputusan agar XL membayar ganti rugi sebesar Rp 4 juta
kepada konsumen tanpa pertimbangan yang logis yang dapat menyatakan mengenai
adanya kesetaraan nilai atas kerugian yang diderita konsumen. BPSK Medan
seharusnya hanya memutuskan bahwa XL memberikan ganti rugi seharga setara
dengan nilai kartu perdana yang dibeli oleh konsumen atau pulsa yang sudah
dipergunakan oleh konsumen, tidak lebih dan tidak kurang.
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
c. Sanksi yang diberikan oleh Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999, yang tertulis
dalam pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif dan
sanksi pidana.
50
belas) hari ketiga terhitung sejak keputusan BPSK diberitahukan. Para pihak ternyata
masih bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari
setelah pemberitahuan putusan BPSK.
B. Saran
51
52
DAFTAR PUSTAKA
Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum. Cetakan Keenam. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Keynes, John. 1936. The General Theory of Employment, Interest, and Money. New
York: Harcourt, Brace, and Co
Widjaja, Gunawan dan Yani, Ahmad. 1999. Seri Hukum Bisnis: Anti Monopoli, Jakarta:
PT Grafindo Persada.
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo. 2004. Hukum Perlindungan Konsumen. Edisi Pertama Cetakan
Pertama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Shofie, Yusuf dan Somi Awan. 2004. Sosok Peradilan Konsumen Mengungkap Berbagai Persoalan
Mendasar Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia.
i
Kepmenperindag RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
CATATAN