Вы находитесь на странице: 1из 58

KONSEP PROSPEL DALAM KERONCONG

PROPOSAL TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna mencapai derajat sarjana S2
Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni
Minat Studi Pengkajian Musik

diajukan oleh

MOHAMMAD TSAQIBUL FIKRI


NIM . 14211125

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA (ISI)
SURAKARTA
2015
2

A. Pendahuluan

Bentuk musik keroncong saat ini semakin berkembang sesuai

dengan selera masyarakatnya. Keroncong semakin banyak

diminati baik dari kalangan tua dan muda. Berbagai bentuk sajian

seperti penggabungan chamber orchestra 1 mulai menjadi perhatian

saat ini. Adapun lagu dengan genre pop-modern yang

digubah/diaransemen menjadi bentuk lagu keroncong, saat ini

juga semakin marak disajikan.

Pada dasarnya keroncong di Indonesia memiliki 4 bentuk

komposisi lagu, yaitu; keroncong Asli, Langgam, Stambul dan

Ekstra Keroncong. Perkembangan kreatifitas seniman yang tanpa

batas juga mempengaruhi munculnya keroncong kreatif. 2 Adapun

dari perkembangan keroncong kreatif, munculah wacana jenis

baru; yaitu keroncong inkulturasi.3 Jenis keroncong inkulturasi

tersebut merupakan penggabungan alat musik keroncong dengan

alat musik daerah, sedangkan komposisi lagu keroncong tersebut

1 Chamber orchestra a dalah orkes dalam ukuran kecil dengan jumlah pemain
yang terbatas. (Banoe, 2003: 311)
2 Keroncong kreatif adalah keroncong dengan perpaduan genre atau perpaduan

instrumen atau pola aransemen gubahannya. Komposisi lagu keroncon g kreatif dapat
dicontohkan atau dilihat dari bentuk; percampuran dua atau lebih jenis genre lagu
(keroncong-pop, keroncong-jazz, keroncon g-dangdut, dan seba gainya), dapat juga
dilihat dari medley – penggabungan beberapa lagu (Rayuan Kelana medley Rangkaian
Melati, Moritsku medley Kemayoran, dan sebagainya), ataupun aransemen lagu (tema
nuansa musik Daerah, percampuran komposisi, dan sebagainya), adapun penambahan
instrumen (saluang, pianika, accordeon, dan sebagainya), maupun gaya sajian
pertunjukan (teatrikal, drama musikal, dan sebagainya) yang disajikan kepada
penontonnya sebagai bentuk kebaruan sajian komposisi.
3 Wacana ini muncul pada Solo Keroncong Festival 2015.
3

disesuaikan dengan suasana tema/ide musikal instrumen

daerahnya masing-masing. Seperti; Orkes Keroncong (OK.) Harry

Palmers menambahkan gambang kromong dan kendang Betawi

pada kegiatan Solo Keroncong Festival 2015.

Hastanto (2011: 86-90) dalam Kajian Musik Nusantara-1

menjelaskan bahwa; jika dikelompokkan dalam pembagian era,

keroncong dapat dikategorikan ke dalam empat era, yakni;

Keroncong tempoe doeloe (1880-1920), Keroncong abadi (1920-

1960), Keroncong modern, dan Keroncong millenium (2000-

sekarang). Adapun perkembangan setiap era tersebut dan

perbedaan wilayah budaya menimbulkan beragam „rasa‟ musikal

keroncong yang bervariasi gaya permainannya.

Pengkategorian keroncong baik berdasarkan jenisnya

maupun berdasarkan kategori era kemunculannya tersebut

memiliki aturan masing-masing. Pembahasan awal pada proposal

ini adalah mengenai kategori jenis keroncong asli, biasanya

keroncong asli memiliki 28 s/d 35 jumlah biramanya dengan

disesuaikan pada kebutuhan lagu itu sendiri, bersukat 4/4

dengan bentuk bagiannya yakni : prelude4 – prospel, intro, bagian

A -, bagian B -, bagian C -, coda 5 dan biasanya diulang dua kali

4 Prelude adalah bagian pembukaan sebuah karya musik klasik yang populer pada ba d
ke 17. Banoe (2003: 342) menjelaskan bahwa prelude atau praeludium
merupakan pembukaan atau musik pengantar suatu komposisi musik.
5 Bagian tambahan akhir sebuah lagu untuk menyatakan berakhirnya lagu

tersebut.
4

atau disesuaikan dengan kebutuhan lagu yang ingin disajikan.

Harmunah (1996: 17) menjelaskan bahwa keroncong asli memiliki

tiga bentuk bagian yakni: bagian angkatan atau permulaan/awal

yaitu kalimat A, bagian ole-ole atau tengah/reffrain yaitu kalimat B

dan bagian akhir atau bagian C. Salah satu keunikan keroncong

asli terletak diantara birama ke sembilan dan ke sepuluh,

biasanya terdapat senggaan atau midle spell – interlude. Keunikan

lainnya juga terdapat ketika akan dilakukan repetisi atau ulangan

lagu, kecenderungannya akan mengambil melodi intro dari kalimat

A pada bagian A dan kemudian lagu tersebut diulang kembali.

Pada akhir lagu kecenderungan akan ditutup oleh coda.

Keroncong asli pada tangga nada mayor juga memiliki aturan yang

tetap mengenai skema akordnya yakni; I – IV – V – I.

Mengenai keroncong asli, peneliti tertarik pada sajian awal

yang „muncul‟ ketika lagu Solo Kota Pusaka disajikan pada

kegiatan Solo Keroncong Festival 2014 oleh D‟Oemar. Pembukaan

komposisi yang disajikan adalah bagian pembukaan improvisasi

pemain, menunjukkan kemampuan personal dan selanjutnya

diketahui bagian tersebut adalah prelude – prospel – voorspel –

poorspel – vorspiel yang umumnya disajikan pada lagu-lagu jenis

keroncong asli. Melihat fenomena tersebut, peneliti „kagum‟ pada

permainan skill dan unjuk ketrampilan pemain biola, gitar dan

flute pada bagian awalan lagu. Ibarat „pandangan pertama‟,


5

peneliti tertarik dengan fenomena prospel ini dan kemudian

mencari data/informasi awal sebelum memutuskan prospel akan

dijadikan sebagai bahan tulisan tesis.

Prospel berbeda bentuknya dengan intro, karena prospel

berdiri sendiri dan kecenderungannya dimainkan sebelum bagian

intro sebagai salah satu ciri khas keroncong asli. Beberapa

seniman maupun pengamat keroncong pada mulanya berpendapat

bahwa, prospel adalah karakteristik atau ciri khas dari keroncong

asli yang dibangun melalui daya improvisasi atau improvisare6

pemain flute/biola/gitar yang memiliki virtuositas 7 untuk

membuka lagu dan digunakan untuk menunjukkan ketrampilan –

skill dalam memperlihatkan kualitas grup keroncong. Semakin

rumit, kompak dan menarik daya improvisasi dalam prospel, maka

semakin terlihat berkualitas grup keroncong tersebut.

Pada beberapa kesempatan, penulis melakukan langkah/

pengamatan awal dan banyak menemukan pertanyaan terhadap

konsep prospel dalam keroncong. Beberapa hal diantaranya yakni;

pertama, pada pertunjukan keroncong yang menyajikan lagu

keroncong asli, tidak semua grup/Orkes Keroncong (OK)

menyajikan prospel dalam penyajian lagunya. Hal ini memberikan

6 Improvisare a dalah cara memainkan musik langsung tanpa perencanaan atau


bacaan tertentu da pat pula dengan tema atau pola tertentu namun tidak
berdasarkan bacaan musik yang ditulis sebelumnya... (Banoe, 2003: 193)
7 Virtuoso adalah jago atau jagoan atau pemain musik berkemampuan tinggi

dengan penguasaan teknik maksimal. (Banoe, 2003: 432)


6

pertanyaan bagi peneliti mengenai apakah prospel adalah bagian

dari keroncong asli; sebagai ciri khas yang „mutlak‟, ataukah

hanya sebagai improvisasi maupun sebagai cadenza8 sehingga

kadang disajikan kadang juga tidak.

Kedua, ditemukan penyajian bentuk prospel yang tidak bisa

ditebak; bahwa prospel kadang dilakukan dalam satu bagian, dua

bagian atau bahkan tiga bagian. Peneliti tentunya bertanya

tentang batasan untuk memahami bagaimanakah dan ciri apakah

yang menunjukkan bahwa improvisasi tersebut dapat dikatakan

prospel. Ketiga, mengenai alat musik yang digunakan dalam

improvisasi prospel. Pada beberapa kesempatan pertunjukkan

keroncong menunjukkan bahwa bukan hanya instrumen filler9

(flute, gitar, biola) dalam keroncong yang dapat melakukan prospel,

bahkan grup keroncong D‟Oemar dari Bandung menggunakan

suling Sunda dalam menyajikan prospel, sedangkan grup musik

Larisso dari Padang menggunakan saluang untuk menyajikan

prospel pada perhelatan SKF 2014. Adapun OK. Petir

menggunakan keyboard (dengan style bunyi flute) untuk

menyajikan prospel pada kegiatan Ngamen Silaturrahmi

Bondowoso 6 Februari 2016.

Keempat: kecenderungan pemain prospel selalu memiliki

perbedaan sajian improvisasi melodinya dan kecenderungan

8 Unjuk keterampilan. ... (Banoe, 2003: 69)


9 Sisipan melodi/bagian lagu yang diisi secara bebas oleh pemain keroncong.
7

pemain tersebut memiliki gaya serta karakter pribadi dalam

menyajikan prospel, hal ini menimbulkan pertanyaan

bagaimanakah proses imajinasi untuk membuat prospel setiap

pemain. Kelima, ditemukan pada beberapa repertoar lagu

keroncong dengan jenis stambul dan keroncong kreatif juga

menggunakan prospel. Jadi apakah sebenarnya prospel juga

digunakan pada seluruh jenis lagu keroncong. Keenam, dari

berbagai pernyataan di atas, maka apakah sebenarnya fungsi

prospel dalam keroncong, jika tidak ada, lantas akan

menyebabkan apa ? atau mengapa harus ada prospel ?

mungkinkah akan ada yang hilang dari salah satu ciri/identitas

keroncongnya bahkan kurang menarik, dan apakah prospel ini

dapat menjadi tolok ukur kualitas para pemain keroncong.

Beberapa pertanyaan lainnya dapat dilihat pada bagian daftar

pertanyaan peneliti (lihat lampiran 1). Selain berbagai pertanyaan

di atas, penulisan kata prospel dalam tulisan ini belum dapat

dikatakan benar atau konsisten dan masih akan dapat

berkembang untuk ditelusuri kembali. Maksud dari dapat

berkembang dalam hal ini yakni; pada tradisi oral masyarakat

Indonesia, pengucapan secara emik dari fonologi10 penutur atau

informan biasanya akan memiliki kemiripan-kemiripan pada suku

kata yang sudah ada sebelumnya. Contoh dalam hal ini adalah

10 mempelajari bunyi -bunyi bahasa yang keluar dari ucapan penutur dan
dituliskan menjadi kata.
8

kata prospel diduga memiliki penyebutan yang berbeda-beda, pada

kasus ini jika beberapa seniman keroncong menyebut prospel,

beberapa seniman ada yang menyebutnya dengan voorspel /

proospel / vorspiel atau prelude. Proses pencarian data awal pada

proposal ini yakni; kata prospel diduga berasal dari bahasa

belanda yakni; voorspel yang berarti prelude;overture

(woordenboeken, 1987: 653). Adapun dalam kamus umum bahasa

Belanda-Indonesia, voor’spel yang berarti musik pendahuluan

atau sesuatu yang mendahului (Wojowasito, 1958: 768).

Banoe (2003 : 433) dalam kamus musik juga menjelaskan

kata yang mirip dengan prospel, yakni vorspiel yang berarti

pendahuluan; prelude. Serupa namun tak sama, Prier (2011: 230)

menjelaskan vorspiel; pendahuluan merupakan suatu intro

sebelum dimulai sebuah nyanyian atau lagu instrumental, maka

ia mempersiapkan suasana dan bermuara pada lagu pokok. 11

Hal-hal tersebut akhirnya menjadi fenomena yang

„menggugah‟ rasa penasaran untuk dilakukan penelitian sehingga

mengetahui konsep prospel secara menyeluruh dalam keroncong.

Penelitian prospel ini dilakukan dengan harapan agar dapat;

mengungkap pengetahuan dan informasi yang jelas mengenai apa

itu prospel, mencari kedudukan diantara banyaknya pendapat

11 Penjelasan lanjutan: dalam aba d Barok, vorspiel berkembang dengan


ouverture (bagi sebuah opera atau suita) atau sebagai praeludium (bagi organ
pi pa) yang dibunyikan selama/untuk mengiringi perarakan masuk dalam awal
ibadat.
9

mengenai prospel, memahami adanya konsep untuk menunjukkan

kualitas/kepiawaian atau virtuositas yang disajikan sebagai

implikasi dari prospel, mengungkap bahwa prospel bukanlah

abstraksi lagu, menunjukkan perbedaan prospel dengan intro atau

prelude atau cadenza dan juga menunjukkan bahwa; meskipun

alat musik keroncong yang dimainkan merupakan alat musik

Barat, namun cara memainkan dan „citarasa‟ yang digunakan

dalam keroncong adalah „citarasa‟ nusantara, istilah orang

keroncong menyebut citarasa kerongcong adalah „rasa‟

ngeroncongi.12

Bagi masyarakat keroncong, prospel merupakan salah satu

hal yang melekat dalam kehidupan musik keroncong, sehingga

tidak terpikirkan apa, kapan, dimana, mengapa dan bagaimana

peranan prospel pada lagu-lagu keroncong. Penelitian mengenai

prospel ini tidak banyak dilakukan, oleh karena pada dasarnya

prospel dianggap bagian hal yang kecil, namun dalam penelitian

ini peneliti akan melihat dalam sudut pandang mikroskopis; hal

yang kecil akan dilihat dan dijabarkan sedemikian rupa seperti

halnya para peneliti sains melihat efek kuman/virus bagi

kehidupan. Penelitian ini juga diharapkan agar dapat memberikan

motivasi bagi pembaca untuk berani melihat/mengungkap

12Sebuah prasyarat estetik menurut para „buaya keroncong‟ atau para pelaku
keroncong, mengenai komposisi lagu keroncong yang benar -benar terasa
nuansa keroncongnya.
10

sesuatu hal yang kecil, namun memiliki peranan/dampak sebagai

bahan literasi musik Nusantara.

Penelitian ini akan dilihat dari sudut pandang emik,

kemudian informasi dari setiap narasumber nantinya juga akan

divalidasi dengan melihat „kepantasan budaya‟ dari masyarakat

keroncong yang diteliti, untuk membuktikan dan menunjukkan

bahwa prospel hidup dan berkembang pada masyarakat

keroncong.

Penelitian prospel ini akan fokus membahas mengenai

karakterisasi dan konsep prospel sebagai bahan tesis. Lokasi

penelitian ini akan dilakukan pada wilayah Solo dan Surabaya,

tanpa mengabaikan data lapangan di berbagai daerah di

Indonesia. Penambahan data dari berbagai narasumber keroncong

di berbagai daerah dapat dicari melalui festival-festival keroncong

di Indonesia sebagai bukti bahwa prospel juga hidup dan

berkembang pada musik keroncong di berbagai daerah.

B. Rumusan M asalah

Berdasarkan uraian di atas, kompleksitas permasalahan

penelitian ini terletak pada bagaimanakah kehidupan prospel pada

keroncong, dapat dilihat dari aspek musikalitas secara tekstual.

Sajian tekstual tentunya tidak lepas dari hubungan kajian

kontekstual yang akan mengungkap apa itu prospel dari segi


11

sejarah, fungsi, perkembangannya, dan sebagainya. Tentu saja

pada awal penelitian ini, peneliti harus mengetahui apakah

keberadaan prospel memang benar-benar hidup dan berkembang

di masyarakat keroncong sampai saat ini. Berbagai pertanyaan

mengenai kompleksitas masalah tersebut akan disajikan dalam

rumusan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah karakterisasi prospel dalam keroncong ?

2. Bagaimanakah konsep prospel dalam keroncong ?

Berbicara mengenai karakterisasi dapat menimbulkan „tafsir‟

yang sangat beragam, untuk dapat membatasi pemaknaan

karakterisasi pada penelitan ini, maka akan difokuskan pada

makna karakterisasi sebagai proses terbentuknya karakter atau

ciri-ciri (gaya, teknik, kesepakatan eksplorasi nada, dan

sebagainya) yang terlihat pada fakta bunyi/musikal prospel.

Adapun pembahasan mengenai konsep akan dibatasi pada

pengetahuan yang ada di dalam pemikiran seniman keroncong,

khususnya para pemain prospel dalam menjelaskan makna dan

pengetahuan dibalik fakta bunyi prospel sebagai bahan konsep.


12

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep

prospel yang berkembang di masyarakat keroncong. Tujuan

penelitian ini juga nantinya akan menjawab segala pertanyaan

peneliti pada daftar pertanyaan, mengenai apa itu sebenarnya

prospel dalam musik keroncong.

2. Tujuan Khusus

Berdasarkan masalah yang telah terumuskan di atas, tujuan

khusus dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.

2.1 Mengetahui karakterisasi prospel dalam keroncong.

2.2 Mengetahui konsep prospel dalam keroncong.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teortitis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan informasi mengenai konsep prospel yang hidup

dan berkembang pada masyarakat keroncong saat ini. Hasil dari

penelitian ini juga diharapkan sebagai pedoman atau acuan dalam

menyajikan prospel dalam keroncong. Selain itu juga dapat

membedakan apa itu prospel dengan intro maupun dengan prelude

dan segala bentuk awalan lagu pada keroncong.


13

Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah kualitas

pengetahuan seni musik Nusantara terhadap pemahaman konsep

lokal yang seharusnya dapat di‟gali‟ dan untuk dijadikan sebagai

pengetahuan/ konsep lokal musik Nusantara.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan pengalaman terhadap peneliti secara pribadi

mengenai cara menyajikan prospel.

b. Memberikan pengetahuan dan pemahaman dalam

menyajikan prospel.

c. Memberikan gambaran, pemahaman, pemaknaan teknik

dan capaian dalam penyajian prospel.

d. Memberikan pedoman atau acuan dalam penelitian

selanjutnya.

E. Tinjauan Pustaka

Salah satu fungsi dari tinjauan pusataka adalah menghimpun

dan menyaring berbagai informasi mengenai penelitian-penelitian

terdahulu, berhubungan dengan topik penelitian. Sumadi

Suryabrata (2011: 142) menjelaskan bahwa tinjauan pustaka

memuat uraian sistematis tentang teori yang telah ada serta hasil

penelitian atau pemikiran peneliti sebelumnya yang ada

hubungannya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.


14

Proses menghimpun dan menyaring informasi ini juga

bertujuan untuk menghindari pengulangan atau terjadinya

kesamaan pembahasan dari penelitian terdahulu. Tinjauan

pustaka akan menunjukkan posisi sasaran topik riset peneliti

dengan cara menunjukkan perbedaan atau kelemahan tulisan

sebelumnya, hal tersebut juga akan memberikan kebermanfaatan

hasil penelitian untuk melengkapi atau mengembangkan

penelitian sebelumnya. Pencarian telaah buku ini juga dapat

dijadikan sebagai kritik sumber (hasil tulisan yang sudah ada) jika

memang pada kenyataannya, data lapangan berbeda/mengalami

perkembangan dengan tulisan yang sudah ada. Hasil pencarian

tinjauan pustaka pada tahap proposal ini dapat dijabarkan

sebagai berikut.

1. Mengenai prospel

a. Harmunah. 1996. Musik keroncong – Sejarah, Gaya dan

Perkembangan. Buku musik keroncong ini memberikan gambaran

dasar mengenai sejarah, gaya dan perkembangan musik

keroncong di Indonesia. Buku ini juga memberi informasi dasar

mengenai teknik permainan biola, flute dan gitar pada permainan

musik keroncong. Penyebutan nama prospel tidak ditemukan

dalam buku ini, namun dikhawatirkan ada bentuk yang

dimaksudkan dengan prospel.


15

Dijelaskan dalam buku ini bahwa, dalam keroncong asli selalu

ada intro dan coda. Intro merupakan imrovisasi tentang akor I dan

V, yang diakhiri dengan akor I dan ditutup dengan kadens

lengkap. Berbeda dengan pengertian intro – introduction, Banoe

(2003: 197) menjelaskan bahwa intro adalah pengantar, pembuka

atau musik pengiring vokal yang lazimnya mengawali sebelum

masuknya suara vokal. Intro biasanya terencana tanpa adanya

improvisasi dan biasanya diambil dari bagian lagu dengan akor

yang disesuaikan dengan melodinya. Tentunya hal ini belum dapat

dipastikan maksud dari penjelasan intro pada buku ini karena

tidak ada contoh notasi yang menggambarkan maksud dari

penulis, namun diduga pembahasan ini merujuk pada prospel.

b. Sri Hastatnto. 2011. Kajian Musik Nusantara -1. Buku ini

menjelaskan mengenai musik lokal atau daerah, baik musik yang

hanya berkembang di daerahnya, berkembang secara menasional

dan musik daerah yang telah mendunia. Buku kajian musik ini

juga menjelaskan mengenai musik pan Indonesia sebagai bagian

dari musik Nusantara.

Pada bagian musik pan terdapat pembahasan mengenai musik

keroncong yang menjelaskan bahwa, keroncong asli dimulai

dengan prelude yang dimainkan oleh salah satu instrumen melodi


16

seperti biola, flute, atau gitar dilanjutkan dengan interlude 13.

Berbeda namun sejenis dengan penjelasan Harmunah mengenai

intro diatas bahwa, maksud dari prelude pada buku ini diduga

menjelaskan mengenai prospel. Tidak adanya contoh prelude pada

penjelasannya, sehingga menyulitkan peneliti untuk menulusuri

lebih lanjut prelude yang dimaksud pada buku ini.

c. Dieter Mack. 1995. Sejarah Musik Jilid 4. Dieter Mack dalam

buku ini menjelaskan perkembangan sejarah musik setelah

perang dunia ke-II dimulai dari tahun 50‟an sampai tahun 80‟an.

Pada bagian selanjutnya, Dieter Mack menjelaskan musik di

Indonesia setelah masa kemerdekaan atau tahun 1945. Jenis-jenis

musik Indonesia setelah tahun 1945 memiliki sembilan kategori.

Diantara sembilan kategori tersebut, Dieter Mack menjelaskan

kajian khusus mengenai musik populer yang berasal dari proses

akulturasi antara berbagai tradisi yaitu keroncong dan dangdut.

Dieter Mack menjelaskan bahwa pada dasarnya struktur

harmoni dan melodi keroncong kelihatan „nampak‟ berasal dari

bahasa musik Barat, bahkan musik rakyat orang Portugis yang

paling berperan. Merujuk pada kenyataannya, keroncong saat ini

sudah mulai jauh dari gaya musik Portugis dan sudah semakin

„mengIndonesia‟. Kenyataan lainnya adalah pola genre keroncong

13interlude a dalah sisipan, selingan; karya musik sebagai sisipan antara dua
bagian (Banoe, 2003: 196).
17

yang banyak dipadukan dengan berbagai jenis musik di Indonesia

seperti; dangdut (crongdut), gending jawa (langgam) dan musik

daerah lainnya.

Dieter Mack juga menjelaskan mengenai pola permainan

melodi biola dan flute yang biasanya sangat bebas dan

melismatis, 14 seperti pada pembukaan lagu “keroncong

moritsku/moresko/moresco”. Peneliti dapat mengidentifikasi

pembukaan lagu “keroncong moritsku” sebagai bentuk prospel

karena ada contoh notasi dari keterangan yang dimaksudkan.

Dieter Mack dalam hal ini hanya menyebut sebagai pembukaan

lagu dan tidak menyebutkan nama dari bagian pembukaan lagu

tersebut dan belum menjelaskan secara mendetail.

d. Andjar Any, Budiman B.J., Harmunah, Singgih Sanjaya,

Musafir Isfanhari. 1997. Musik Keroncong Menjawab Tantangan

Jamannya (kumpulan tulisan tentang keroncong). Pada buku ini

para penulis memberikan pengetahuan mengenai keroncong

secara mendalam. Beberapa diantaranya menjelaskan

perkembangan keroncong di Indonesia, menjelaskan teknik vokal

yang berlaku dan bentuk komposisi lagu-lagu keroncong.

Beberapa informasi yang terkait dengan pembahasan penelitian ini

diantaranya pada tulisan Singgih Sanjaya dan Budiman B.J.


14
Melismatis adalah apa bila satu suku kata dari teks/nada memperoleh lebih
dari satu nada melodi.
18

Singgih Sanjaya pada tulisan Penyusunan Aransemen dalam

Musik Keroncong, pada bagian; introduksi, interlude, dan coda

menjelaskan bahwa keroncong asli biasanya diawali dengan apa

yang disebut voorspel, yaitu permainan solo – tunggal flute dan

biola. Budiman B.J. pada bagian tulisan Mengenal Keroncong dari

Dekat juga menjelaskan bahwa lagu-lagu Kroncong Asli biasanya

dimulai dengan permainan solo – tunggal biola yang disebut

voorspel (Introduksi), biasanya voorspel itu dibagi menjadi tiga

bagian. Budiman juga menjelaskan; dapat disimpulkan voorspel

pada Kroncong Asli adalah permainan solo – tunggal yang bebas

sebelum masuk ke irama keroncong. Kajian ini nampaknya hanya

sebagai bahan dasar untuk memahami apa itu voorspel dan belum

melihat perkembangan saat ini, begitu juga makna dibalik voorspel

yang juga belum „nampak‟ dijelaskan.

e. Soeharto A.H., Achmad Soenardi, dan Samidi Sunupratomo.

1996. Serba-serbi Musik Keroncong. Buku ini menjelaskan

beberapa diantaranya yakni asal mula keroncong dan evolusi

keroncong. Beberapa informasi yang didapat diantaranya juga

mengenai keroncong dari sudut pandang tekstual keroncong itu

sendiri. Beberapa informasi lainnya yakni; mengenai kriteria lagu

keroncong dan pengetahuan dasar vokal pada musik keroncong.


19

Beberapa catatan yang disampaikan penulis dalam kaitannya

penelitian ini adalah mengenai keroncong asli. Penulis

menjelaskan bahwa selalu ada intro yang dimainkan oleh biola

atau seruling atau gitar atau oleh ketiga alat musik itu secara

bergantian dengan overgang: I-IV-V-I. Selanjutnya secara

„gamblang‟ penulis juga menjelaskan bahwa pada bagian stambul,

intronya – voorspel sering dilakukan oleh gitar melodi kemudian

break mulailah vokalnya untuk memulai inti lagu.

Berbeda dengan penjelasan sebelumnya yang diduga bahwa

voorspel kecenderungannya disajikan pada keroncong asli, pada

buku ini voorspel juga disajikan pada keroncong jenis stambul.

Maka informasi ini dapat memberikan keluasan peneliti untuk

melihat keberadaan voorspel pada apapun jenis lagu keroncong

dan menelusurinya kembali.

2. Teknik permainan biola, flute dan gitar dalam keroncong

Prospel berkaitan dengan teknik permainan; agar dapat

menjelaskan teknik permainan (biola, flute, gitar) yang dilakukan

pemain prospel beserta pengetahuan pada istilah tersebut.

a. Vivien Kurniasari. 2012. Skripsi dengan judul “Analisis

Teknik Permainan Biola Keroncong di Orkes Keroncong Flamboyant

Yogyakarta”. Skripsi ini pada dasarnya menjelaskan mengenai


20

teknik permainan biola pada musik keroncong. Teknik yang

ditemukan oleh penulis adalah teknik ornamen (nada hiasan) yang

meliputi; teknik cengkok,15 teknik gregel,16 teknik embat,17 teknik

mbesut, 18 teknik acciaccatura,19 dan teknik trill.20

Beberapa teknik tersebut dijelaskan dalam skripsi mirip dengan

teknik ornamentasi dalam ilmu musik Barat. Berbagai teknik ini

dikatakan juga digunakan pada voorspel dalam pembahasannya.

Istilah-istilah tersebut juga menjadi kajian yang menarik, karena

pada informasi dari penutur tidak banyak menggunakan istilah

teknik musik Barat, melainkan istilah karawitan Jawa. Selain itu

ada teknik embat yang dalam istilah karawitan menjadi bagian

dari sistem pelarasan, namun di skripsi ini menjadi bagian dari

teknik ornamentasi. Perbedaan arti dan kemiripan dalam ilmu

musik Barat nantinya akan di kaji lebih mendalam oleh peneliti.

15 Dalam skripsi ini dijelaskan mirip dengan teknik gruppeto pa da ilmu musik
Barat. Gruppeto a dalah salah satu bentuk not hias (ornamen) berupa lam bang
berbentuk huruf S yang diletakkan melintang pa da sebuah not tertentu. ( Banoe,
2003: 174)
16 Dalam skripsi ini dijelaskan mirip dengan teknik mordent pa da ilmu musik

Barat. Mordent a dalah salah satu bentuk not hiasan (ornamen) ditandai dengan
lambang garis patah-patah di atas not tertentu. ... ( Banoe, 2003: 281)
17 Dalam skripsi ini dijelaskan mirip dengan teknik appogiatura pa da ilmu

musik Barat. Appogiatura a dalah ornamen musik berupa satu na da mendahului


nada beraksen sehingga jatuhnya aksen (tekanan) berpindah ke nada
pendahulu tersebut. ( Banoe, 2003: 29)
18 Dalam skripsi ini dijelaskan mirip dengan teknik glisando pa da ilmu musik

Barat. Glisando a dalah teknik permainan musik dengan cara menggelincirkan


satu nada ke nada lain yang berjarak jauh secara berjenjang baik jenjang
diatonik maupun jenjang kromatik. (Banoe, 2003: 166)
19 Acciaccatura a dalah ragam ornamen (nada hiasan), dilambangkan dengan not

kecil bercoret miring di muka notasi nada pokok, dibunyikan hampir bersamaan
dengan bunyi nada pokok tersebut. ( Banoe, 2003: 17)
20 Trill adalah nada yang dimainkan secara bergantian dengan nada terdekat di

atasnya, dimainkan secara cepat; ornamen ini dilambangkan dengan huruf tr.
di atas notasi nada termaksud. (Ban oe, 2003: 420)
21

b. Fakhri Isa Maulana. 2013. Skripsi dengan judul “Metode

Permainan Flute Keroncong Asli Mengacu pada Lagu Kr21 Burung

Kenari oleh Orkes Keroncong Bintang Jakarta ”. Skripsi ini

menjelaskan bahwa metode pelatihan pada flute didapat dari isian-

isian lagu dan voorspel. Unsur-unsur improvisasi menggunakan

pendekatan lick dan chordal.22 Metode latihan flute diambil dari

teknik-teknik yang dimainkan instrumen flute pada lagu Kr

Burung Kenari. Pelatihan teknik ini diantaranya memainkan pola

tangga nada, melodi sekuens naik-turun, pengembangan dari

unsur lick dan tri suara – arpeggio. Skripsi ini juga banyak

menggunakan istilah teknik musik Barat yang kemungkinan para

seniman keroncong tidak paham dengan istilah-istilah tersebut.

c. Anton Suryanto. 2009. Teknik Permainan Biola pada Musik

Keroncong Asli. Skripsi ini menjelaskan permainan biola secara

umum pada lagu keroncong asli. Keterkaitan dengan penelitian ini

terletak pada bagian analisis permainan biola klasik Barat yang

diaplikasikan pada lagu keroncong asli. Suryanto menjelaskan

bahwa teknik permainan biola keroncong, penerapan atau aplikasi

teknik permainan biola klasik Barat menjadi terkesan lebih

21Kr singakatan dari keroncong


22Chordal tones a dalah nada dalam kandungan akord tertentu. ... (Banoe, 2003:
83)
22

„luwes‟.23 Suryanto juga menjelaskan bahwa gaya biola keroncong

benyak menirukan dari pembawaan pada vokal keroncong,

diantaranya seperti; cengkok, gregel, embat, mbesut, dan

nggandul.24 Adapun pembahasan lainnya dalam skripsi ini

mengenai permainan biola yang ngeroncongi menurut Mamad dan

Muri (pebiola keroncong). Informasi tersebut nantinya pada

penelitian ini akan ditelusuri kembali dan memberikan dasar

pengetahuan yang akan menjadi bahan pertanyaan pada para

pelaku keroncong yang ada di Surabaya dan Solo.

d. Arie Kusumah. 2010. Teknik Permainan Improvisasi Gitar

dalam Musik Keroncong. Skripsi ini menjelaskan permain

improvisasi gitar dengan analisis ilmu musik Barat. Keterkaitan

tulisan/informasi dengan penelitian ini adalah adanya permainan

gitar dalam voorspel. Kusumah menjelaskan bahwa selain

keroncong asli, stambul II juga menggunakan voorspel dalam

introduksi dan dicontohkan pada lagu Stb. Baju Biru serta Stb.

Ukir-ukir.

23 Tidak kaku atau melodi yang dimainkan terkesan mendayu-dayu atau ti dak
tegas, terasa berbeda dengan permainan biola pa da lagu-lagu klasik – Barat.
24 Berbeda dengan karawitan, nggandul dalam keroncong diartikan yaitu

bermain dengan menggantung – maat nada atau sedikit tidak tepat dan hal
tersebut disengaja oleh pemainnya.
23

Skripsi ini masih bersifat kajian tekstual dan bersifat analisa

musik Barat, masyarakat dan „rasa‟ dari musik itu sendiri

diabaikan pada skripsi ini. Pada penelitian ini nanti selain

membahas unsur musikal juga akan membahas kajian teks dan

konteks dari prospel itu sendiri.

3. Unsur-unsur Pembentuk Musik

Berbicara mengenai prospel tidak terlepas dari eksplorasi

melodi dan harmoni sebagai wadah melodi. Adapun komponen

musik lainnya seperti tempo, dinamika, timbre, ritme pada

voorspel juga menjadi unsur pembentuknya. Dapat dijelaskan

sebagai berikut tinjauan pustaka mengenai melodi dan harmoni.

a. Dieter Mack. 1995. Ilmu Melodi – ditinjau dari Budaya Musik

Barat. Dieter Mack dalam buku ini menjelaskan bahwa karakter

dan peran melodi sangat bervariasi sesuai dengan estetika masing-

masing, fungsi, kebutuhan, bahkan aspek individual.

Permasalahan lainnya yang ditunjukkan oleh Dieter Mack

mengenai pengertian istilah melodi sebagai cabang elementer dan

hakiki musik masih menjadi perdebatan, namun terlepas dari

permasalahan tersebut Dieter Mack menjelaskan berbagai pola

melodi dari repertoar musik abad ke- 5 atau 6 sampai pada musik

saat ini.
24

Berbagai bentuk pola melodi tersebut tentunya tidak

keseluruhan dapat menjawab bentuk melodi yang ada pada

seluruh jenis musik, salah satu contoh seperti pada pola melodi

keroncong yakni nggandhul. Perlu diingat juga bahwa pola melodi

dari improvisasi prospel bersifat bebas yang disesuaikan dengan

kemampuan pemainnya.

b. Elie Siegmeister. 1996. Harmony and Melody – Volume II:

Modulation; Chromatic and Modern Styles. Elie dalam hal ini

menjelaskan berbagai macam bentuk harmoni25 dengan pola

modulasi26 yang berbeda-beda. Harmoni dijelaskan sebagai wadah

untuk pergerakan melodi.

Pergerakan melodi dalam pembahasan buku ini tidak hanya

dijelaskan dalam bentuk tonsystem, 27 melainkan juga dalam

bentuk chromatik - kromatik28. Pendekatan improvisasi prospel

dalam keroncong kebanyakan menggunakan tangga nada

kromatik, bahkan pada biola tangga nadanya kadang tidak patuh

dengan absolute pitch – tinggi rendah nada yang absolute.

Permainan biola sering mengikuti melodi vokal, sedangkan cello

25 Pengertian harmoni di sini adalah ilmu harmoni klasik dalam tinjauan musik
yang mengatur susunan akor maupun urutan akor.
26 Modulasi dalam musik berarti suatu perpindahan tonika, misalnya dari C-

Mayor ke As-Mayor; atau dari F-Mayor ke e -minor dsb. (Edmun d. 2011: 119)
27 Tonsystem a dalah istilah untuk menyebut materi nada yang berelasi satu

sama lain. misalnya tangganada mayor dengan nada do, re, mi, fa, sol, la, si, do.
... (Edm un d. 2011: 218)
28 Chromatik a dalah tangga nada yang jarak masing-masing nadanya ½ laras.

(Edmun d. 2011: 26)


25

dan contra bass merupakan alat musik fretless – tidak memiliki

papan fret29 maka lebih leluasa dalam improvisasi nada.

Pendekatan kromatik ini dapat digunakan pada alat musik flute,

gitar, cak dan cuk.

F. Landasan Konseptual

Peneliti menggunakan landasan konseptual dimaksudkan

untuk dapat memahami rancangan/ide konsep, perspektif,30

paradigma31 dan teori yang digunakan tanpa harus „patuh‟,

namun lebih berorientasi pada inti gagasan. Konseptual pada

pembahasan ini lebih menekankan pada esensi ide gagasan yang

akan digunakan peneliti untuk mengungkap konsep prospel.

1. Etnomusikologi

Berbicara musik bagi masyarakat umum identik dengan

wilayah panggung dan sajian yang dipertunjukkan. Lebih jauh

mengenai hal tersebut, Suanda (2007: 46) dalam simposium

membumikan etnomusikologi Nusantara menjelaskan bahwa;

wilayah musik menjadi bagian yang sangat integral dari

29 Fret a dalah tempat jari pa da leher gitar dalam jarak ½ nada, untuk
mempermudah intonasi. (Prier, 2011: 48)
30 Perspektif merupakan kemampuan intelektual untuk mengontrol proses,

kerja, dan hasil penelitian, tujuannya lebih lanjut untuk mengawasi


penggunaan paradigma agar mendapatkan hasil yang lebih optimal. Perspektif
bersifat lebih aktif/fleksibel/‟luwes‟ untuk mengarahkan keadaan yang
nyata/logis dan sesuai dengan data la pangan (Santoso, 2015: 37).
31 Paradigma adalah asumsi, hukum teori dan teknik aplikasinya yang bersifat

„pasif‟ sebagai kerangka konsep penelitian (Santoso, 2015: 37).


26

kebudayaan. Wilayah musik juga terkait dengan sektor lain,

seperti; aspek estetika, ekonomi-politik, kepercayaan, lingkungan

dan sebagainya. Sangat penting para etnomusikolog melihat

realitas budaya yang beragam sebagai sebuah fenomena budaya.

Suanda (2007: 49) juga menjelaskan bahwa seorang

etnomusikolog diajarkan untuk mampu lebih peka untuk melihat

fenomena dan mengamati gejala-gejala yang ada. Sejalan dengan

penelitian ini yang melihat prospel sebagai fenomena pada

keroncong.

Etnomusikologi pada dasarnya terdiri dari berbagai

multidisiplin ilmu, namun pada penelitian ini etnomusikologi

mensyaratkan peleburan tiga paradigma. Tiga paradigma ini tidak

bisa dipisahkan dan ketiganya saling mendukung. Ketiga

paradigma tersebut diantaranya adalah; fenomenologi, pendekatan

emik – etik dan etnografi, sedangkan untuk mengenai jenis dan

tipe paradigma tersebut, akan disesuaikan dengan kebutuhan

peneliti dalam melihat sasaran topik penelitian.

Fenomenologi, etnografi dan pendekatan emik – etik akan

„dibungkus‟ dengan perspektif „kepantasan budaya‟ dalam bingkai

masyarakat keroncong Nusantara. Etnomusikologi sebagai

pendekatan pada penelitian ini menjadi „payung‟ utama untuk

mengungkap kehidupan dan perkembangan prospel dalam

keroncong.
27

a. Fenomenologi – Jenis Transendental Empiris

Penelitian prospel bersifat fenomenologis. Berawal dari

fenomena yang dideskripsikan, Creswell (2015: 105) menjelaskan

bahwa studi fenomenologis mendiskripsikan esensi pemaknaan

umum (makna dibalik bentuk) dari sejumlah individu/narasumber

terhadap berbagai pengalaman hidup terkait dengan konsep atau

fenomena. Tujuan utama dari fenomenologi adalah untuk

mereduksi pengalaman (data emik) individu menjadi deksripsi etik.

Prosedur jenis fenomenologi transendental empiris ini

adalah; dengan mengurung (menyembunyikan/mengabaikan

sementara) pengalaman pribadi dan mengumpulkan data dari

orang yang mengalami fenomena kemudian menjadikannya

sebuah data.

b. Emik dan Etik

Emik merupakan deksripsi istilah yang berasal dari pemilik

budaya, sedangkan Etik adalah „pelukisan‟ data emik atau

deksripsi peneliti untuk menjelaskan emik agar dapat dipahami

oleh ahli bahasa lain atau orang lain sebagai pembaca dengan

bahasa peneliti namun tanpa mengurangi esensi data emik.

Ahimsa (2005: 108-109) dalam Menimbang Pendekatan Emik

Nusantara menjelaskan bahwa emik adalah deksripsi istilah yang


28

berasal dari pemilik budaya dengan memperhitungkan

pandangan-pandangan pengetahuan di dalam-nya.

c. Etnografi baru – Tipe Realis

Etnografi - Pencatatan budaya bermanfaat untuk

merefleksikan suatu pandangan mengenai pengetahuan budaya

tertentu. Spradley (2007: xii) menjelaskan bahwa etnografi baru

merupakan pencatatan bentuk sosial dan budaya masyarakat

yang dibangun dan dideskripsikan dari masyarakat yang diteliti.

Deksripsi tersebut merupakan susunan yang ada dalam pikiran

(mind) anggota masyarakat yang diteliti dan tugas peneliti adalah

„menggali‟ dari pikiran masyarakat tersebut.

Cresweel (2015: 129) menjelaskan etnografi tipe realis

merupakan pendirian tertentu yang diambil oleh peneliti terhadap

para individu yang sedang diteliti. Melaporkan apa yang diamati

atau didengar dari para partisipan. Bersifat objektif dan

dilaporkan oleh orang ketiga atau etnografer. Pencatatan tipe realis

ini tidak terkontaminasi oleh bias/pandangan etnografer. Etnografi

pada penelitian ini selain menjadi paradigma, akan juga

digunakan sebagai model metode penelitian.


29

d. Kepantasan Budaya – „Nusantara‟

Setiap budaya dalam konteks seni memiliki kesepakatan

aturan yang mengikat untuk melihat budayanya masing-masing.

Budaya Jawa contohnya; memiliki aturan tersendiri mengenai

norma budayanya dan tentunya berbeda dengan budaya Melayu,

Sunda, Bali dan sebagainya. Kepantasan budaya ini merupakan

kesepakatan dari para seniman pada setiap wilayah budayanya

baik secara pengalaman, pengetahuan maupun pemaknaan.

Hastanto (wawancara, 18-09-2014) menjelaskan bahwa

kepantasan budaya merupakan otoritas dari para empu/seniman

yang telah memiliki empirical practices pada bidang/budayanya.

Mengenai „rasa‟ musikal, masyarakat Bali lebih cenderung

menyajikan karawitan Bali dengan irama yang cepat – rancak,

sedangkan masyarakat Jawa 32 menampilkan karawitan Jawa

dengan rasa mengalun dan tenang. Belum lagi kasus lainnya pada

budaya Minang, Batak, Betawi, Sunda, Jawa Timuran, Bali, dan

budaya lainnya yang beragam di Indonesia. Kepantasan budaya

inilah sebagai pengikat toleransi bagi setiap aturan dan „rasa‟

budayanya.

32 Masyarakat budaya Jawa lebih identik dengan wilayah Jawa Tengah dan
Yogyakarta, sedangkan wilayah Jawa Timur lebih dikenal dengan budaya Jawa
Timuran.
30

Kepantasan budaya akan melihat lebih dalam mengenai

toleransi permainan prospel yang baik atau „enak‟ itu seperti apa.

Kepantasan budaya juga akan dijadikan sebagai alat validasi data

dari penelitian ini. Validasi data dilihat/‟ditarik‟ dari „benang

merah‟/simpulan dari berbagai narasumber dan validasi data

mensyaratkan kesesuaian hasil penelitian dengan data/fakta

lapangan.

2. Perspektif yang mendekati prospel

Penelitian tentunya tidak terlepas dari; perspektif,

paradigma dan istilah yang mendekati dari objek penelitian, maka

dapat dilihat dan kemudian dikaji kembali mengenai kesamaan

maupun perbedaan pada pengetahuan sebelumnya, sehingga

memunculkan hal yang baru. Dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Prelude

Pengertian prelude adalah bagian pembukaan sebuah karya

musik klasik yang populer pada bad ke 17. prelude atau

praeludium merupakan pembukaan atau musik pengantar suatu

komposisi musik (Banoe, 2003: 342). Prospel untuk sementara

pada proposal ini akan diidentifikasikan sebagai pembukaan pada

lagu keroncong, namun prospel memiliki aturan tersendiri.


31

b. Unjuk Ketrampilan - virtuositas

Keterampilan pada pembahasan ini didefinisikan sebagai

kecakapan untuk menyelasaikan tugas. Melihat perspektif ilmu

musik Barat, unjuk keterampilan dapat diistilahkan cadenza.

Banoe (2003: 69) menjelaskan bahwa cadenza adalah unjuk

keterampilan, hal tersebut khusus bagi improvisasi seorang solis

(pemain utama/permainan tunggal) dalam suatu concerto, 33 baik

berupa improvisasi murni tanpa teks secara ad libitum, 34 pada

saat mana orkes pengiring dalam keadaan tacet – diam hingga

pada saat bergabung kembali. Hal ini akan ditelusuri kembali,

apakah dapat diterapkan pada prospel yang kemudian dapat

dijadikan sebagai bahan awal penelitian ini.

c. Improvisasi

Improvisasi dapat diartikan membuat/menyajikan sesuatu

hal dalam pertunjukan seni tanpa persiapan terlebih dahulu.

Improvisasi biasanya bersifat spontan, namun spontanitas pada

pembahasan ini adalah; kecenderungan pelaku sudah memahami

atau bahkan menguasai apa yang akan dilakukan/disajikan dan

tujuan untuk melakukannya.

33 Concerto a dalah konser dengan sebuah bentuk musik tertentu. Biasanya


da pat digambarkan sebagai komposisi untuk alat musik solo – tunggal dengan
kadens lengkap, biasanya terdiri atas 3 bagian mirip bentuk sonata.
34 Ad Libitum a dalah memainkan dengan cara sekehendak hati pemain atau

bebas sesuai dengan keinginan/kehendak pemain.


32

Jika permainan prospel adalah improvisasi, maka tentunya

setiap pemain tersebut tidak bisa/sulit untuk menirukan kembali

apa yang telah diimprovisasikan. Proses tersebut tentunya tidak

begitu saja terjadi, namun cara prosesnya akan ditelusuri sebagai

sebuah proses imajinasi oleh pemain prospel. Proses imajinasi

inilah yang dianggap peneliti sebagai proses kreatif dari para

pemain prospel berkaitan dengan pengalaman, kemampuan,

kematangan, dan daya „bayang‟ eksplorasi melodi.

d. Biang Pathêt

Hastanto (2009; 117) menjelaskan bahwa „biang‟ diartikan

sebagai barang yang sedikit tetapi mempunyai pengaruh banyak,

seperti ragi dalam pembuatan roti atau pembuatan tape. Lebih

lanjut Hastanto menjelaskan bahwa; „biang‟ pada pathêt adalah

sepotong untaian nada atau lagu pendek dapat mempengaruhi

jiwa (para pêngrawit) merasakan nada-nada tertentu mempunyai

rasa sèlèh kuat dibanding nada lainnya. Adapun biang pathêt

(pada laras slendro) seperti; 1) thinthingan, 2) grambyangan, 3)

sênggrèngan, 4) pathêtan, 5) adangiyah, 6) Ayak-ayakan, dan 7)

Srêpêgan. Ketujuh biang pathêt ini merupakan pendukung sajian

gending, Sedangkan biang pathêt yang letaknya berada di depan

sebelum gending adalah 1) thinthingan, 2) grambyangan, 3)

sênggrèngan, dan 4) adangiyah.


33

Prospel

ETNOMUSIKOLOGI

Fenomenologi
Emik - Etik
Transendental Em piris

Etnografi Baru
Realis

KEPANTASAN
BUDAYA
MASYARAKAT
KERONCONG

Prelude Unjuk keterampilan


Improvisasi Biang Pathêt
virtuositas

Membumikan hasil
penelitian prospel

Gambar 1. Landasan konseptual


34

G. Metode Penelitian

Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode akan

menyangkut masalah cara/langkah kerja untuk dapat memahami

dan mengungkap objek yang menjadi sasaran penelitian. Metode

penelitian merupakan cara ilmiah (rasional35, empiris36, dan

sistematis37) untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu (Sugiyono, 2014: 2).

Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode

penelitian kualitatif. Berbeda dengan penelitan kuantitatif,

Sugiyono menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif; memiliki

„masalah‟ yang dipecahkan harus jelas, spesifik, dan dianggap

tidak berubah, namun penelitian kualitatif; memiliki „masalah‟

yang masih remang-remang, bahkan gelap, kompleks dan dinamis.

Metode penelitian kualitatif bersifat sementara, tentatif dan akan

berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan

(2014: 205). Peneliti kualitatif cenderung melihat fenomena secara

lebih luas dan mendalam sesuai dengan apa yang terjadi pada

situasi yang sedang diteliti.

35 Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara -cara yang
masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
36 Empiris berarti cara-cara yang dilakukan dapat diamati oleh panca indera

manusia, sehingga orang lain juga da pat mengamati dan mengetahui cara -cara
yang digunakan.
37 Sistematis berarti proses penelitian yang digunakan menggunakan langkah-

langkah tertentu dan bersifat logis.


35

1. Lokasi dan Fokus Penelitian

Penentuan lokasi dalam penelitian ini bertujuan untuk

membatasi data lapangan yang akan diperoleh peneliti. Lokasi

penelitian adalah tempat peneliti melakukan penelitiannya. Dalam

hal ini obyek secara keseluruhan tidak berada di dalam

kekosongan, objek berada dan di‟gali‟ – dicari melalui lokasi,

sehingga lokasi merupakan tempat bertanya bagi pemecahan

permasalahan selanjutnya (Ratna, 2010: 297).

Penelitian ini akan dilakukan pada wilayah Solo dan

Surabaya sebagai fokus penelitian. Kedua wilayah ini merupakan

wilayah yang representatif dalam sejarah perkembangan

keroncong, dan memiliki kelompok kebudayaan yang hampir

sama 38 yakni kebudayaan Jawa, maka penelitian ini akan dibatasi

kedua wialayah tersebut tanpa mengabaikan data lapangan

keroncong di daerah lainnya. Keroncong yang mulai „menasional‟

bahkan „mendunia‟ akan menyebabkan keluasan data jika tidak

dibatasi, mengingat keterbatasan peneliti.

Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya untuk mencari data

prospel pada berbagai wilayah di Indonesia dapat diminimalisir

dengan cara media virtual online. Media ini sekarang menjadi

ramai pada komunitas-komunitas keroncong di berbagai daerah

38 (lebih lanjut) penelitian etnografis dipilih ketika seseorang ingin meneliti


perilaku dari kelompok berkebudayaan sama (Heanfler, 2004 dalam Cresswel
2015: 173).
36

seperti media sosial; Facebook, WhatsApp, BlackBerry Messenger,

Youtube dan media sosial lainnya untuk berbagi informasi antar

sesama seniman keroncong. Hal ini dapat dijadikan strategi

peneliti untuk mencari pendukung data dan menggali informasi

dari berbagai kelompok di berbagai daerah tersebut.

Sedangkan fokus objek penelitian diperoleh peneliti setelah

melakukan grand tour observation dan grand tour question.39

Kemudian dari kegiatan tersebut maka peneliti akan menemukan

fokus objek penelitiannya. Maka sebelum membuat proposal atau

menentukan tujuan penelitan, maka lebih baik dilakukanlah

penjelajahan umum untuk memfokuskan penelitian. Fokus objek

pada penelitian ini setelah melihat dan melakukan penjelajahan

umum pada musik keroncong, yaitu konsep prospel sebagai salah

satu kajian pada musik keroncong.

2. Jenis Penelitian

Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3)

menyatakan bahwa “metodologi kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian

39Grand tour observation dan grand tour question merupakan penjelajahan data
awal/penjelajahan umum dari obje k penelitian.
37

kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan

perhitungan yang sistematis.

Paradigma metode penelitian yang dipakai dalam penelitian

ini adalah model etnografi baru atau ethnoscience dengan

pendekatan etnomusikologi. Esensi dari etnografi baru ini adalah

untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan

budaya/kesenian mereka dalam pikiran dan kemudian

menggunakan/mengaplikasikan budaya/kesenian tersebut dalam

kehidupan masyarakatnya. Tugas peneliti adalah „menggali‟

pemikiran yang sudah ada pada para pelaku kesenian/masyarakat

budaya. Peneliti akan mengungkap secara mendalam mengenai

konsep prospel dalam musik keroncong dengan metode etnografi

baru ini.

3. Sumber Data

Dalam penelitian kualitatif, sumber data dipilih secara

purposive 40 dan bersifat snowball sampling41 (Sugiyono, 2014: 218-

219). Berkaitan dengan pengertian sumber data penelitian, maka

peneliti memanfaatkan sumber data yang telah dipilih sementara

40 Purposi ve sampling a dalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan


pertimbangan tertentu, seperti orang yang di pilih dianggap paling tahu tentang
obyek/situasi data data penelitian.
41 Snowball sampling a dalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang

pa da awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. hal tersebut


biasanya terjadi pada penelitan kualitatif jika sumber data dari beberapa
informan belum mampu memuaskan dan dengan demikian sumber data akan
semakin besar seperti bola salju yang menggelinding.
38

oleh peneliti (lihat tabel 2) dengan mengacu pada teknik purposive

sampling. Data narasumber ini tentunya akan terus berkembang

sesuai dengan penemuan-penemuan informasi di lapangan, hingga

peneliti mengalami titik jenuh dalam pencarian informasinya dan

memutuskan untuk mengakhiri penelitian. Titik jenuh pada

penelitian ini juga akan dipengaruhi oleh masa studi, tenaga dan

keterbutuhan biaya peneliti dalam melakukan penelitian.

Strategi peneliti juga akan memilih orang yang memiliki

„power‟ (kemampuan) atau otoritas pada situasi sosial atau obyek

yang diteliti, sehingga mampu „menumbuhkan pintu‟ kemana

peneliti akan mencari data atau yang disebut emergent sampling

design (Sugiyono, 2014: 219). Pada penelitian ini, peneliti akan

berdiskusi dengan pimpinan HAMKRI (Himpunan Artis Musik

Keroncong Indonesia) kota Solo agar unit sampel yang dipilih

makin lama makin terarah fokus penelitiannya, dan juga dapat

lebih mudah menentukan narasumber yang baik – „pantas‟ untuk

menularkan pengetahuannya.

4. Instrumen Penelitian

Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan: pengukuran;

pengelompokan/pengkategorian; dan mendeksripsikan; maka

harus ada alat untuk melakukan semua itu. Alat tersebut dalam

penelitian akan disebut instrumen penelitian. Instrumen


39

penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena

alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2014: 102).

Instrumen atau alat penelitian pada penelitian kualitatif

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai

instrumen harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap

melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan sebagai

etnomusikolog. Peneliti kualitatif sebagai human instrument,

berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai

sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas

data, analisis data, mengeksplanasi data dan membuat

kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2014: 222). Beberapa

catatan untuk peneliti sebelum melakukan penelitian. Peneliti

sebagai etnomusikolog harus;

1. Memahami metode penelitian yang digunakan.

2. Menguasai wawasan dan teori terhadap bidang yang

diteliti.

3. Memiliki pengalaman dalam bidang yang dikaji

(pengalaman dalam bidang keroncong harus ada

sebelumnya). Hal ini akan mempermudah peneliti untuk

memahami istilah, bentuk, teknik atau bahkan maksud

ucapan informan secara bahasa musikal keroncong.

4. Peneliti memahami data yang akan dicari dan berpegang

teguh pada tujuan penelitian ini dilakukan.


40

5. Intuisi peneliti berkaitan dengan panca indera. Mampu

merasakan emosi, rasa, dan bahkan mampu memahami

bahasa informan ketika memberikan pengetahuannya.

6. Kesiapan mental, etika peneliti dan sikap humanis

selama melakukan penelitian. Peneliti memposisikan

sebagai siswa yang belajar pada informannya (guru).

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan pada natural setting

(kondisi alamiah) tanpa mengubah/menginstruksikan informan

untuk menjawab pertanyaan peneliti dan pengumpulan data

bersifat sumber data primer,42 berupa; obervasi

berperan/berpartisipasi (participant observation), wawancara

mendalam (in depth interview), dokumentasi dan

gabungan/triangulasi (Sugiyono, 2014: 225). Pengumpulan data

yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

5.1 Wawancara – Interview

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian

terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif

adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth

42Sumber primer adalah sumber data yang langsung menyampaikan atau


memberikan data kepa da pengumpul data/peneliti tanpa perantara orang lain.
41

interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara

(lihat daftar pertanyaan peneliti yang akan digunakan sebagai

pedoman wawancara pada lampiran 1).

Dalam melakukan wawancara, pengumpulan data dapat

juga dibantu dengan menggunakan catatan lapangan – fieldnotes,

kamera dan rekaman selama wawancara agar memudahkan

peneliti untuk mengingat hal-hal apa saja yang diinformasikan.

Rekaman juga dapat dijadikan sebagai bukti adanya data

informasi berasal dari ujaran/ucapan informan, bukan rekayasa.

Beberapa pertanyaan dalam wawancara pada penelitian ini

dapat berupa enam hal, diantaranya :

1. Pertanyaan berkaitan dengan konfirmasi data. Peneliti

sebelumnya telah mempersiapkan contoh-contoh prospel dari

berbagai sumber. Dari contoh-contoh tersebut akan

ditunjukkan pada narasumber, untuk kemudian dijelaskan

oleh narasumber mengenai informasi/penegetahuan apa saja

yang ada pada contoh tersebut. Cara ini terbukti banyak

digunakan sebagai model konfirmasi yang tepat dalam

mengungkap fenomena.
42

2. Pertanyaan berkaitan dengan pengalaman ketubuhan

narasumber sebagai pelaku (embodiment). Kesaksian

narasumber sebagai pelaku/pemain prospel pada penelitian ini

lebih diutamakan. Pertanyaan ini berkaitan dengan cara

meminta narasumber untuk memberikan contoh langsung

bagaimana prospel itu disajikan dan nantinya dapat

menjelaskan apapun yang dicontohkan oleh narasumber

(mengenai istilah, teknik maupun keterhubungannya).

3. Pertanyaan berkaitan dengan pengetahuan narasumber.

4. Pertanyaan berkaitan dengan „rasa‟ musikal.

5. Pertanyaan berkaitan dengan pendapat atau opini.

6. Pertanyaan kontras yang menunjukkan bahwa adanya

perbedaan antara prospel dan yang bukan prospel.

5.2 Observasi

Nasution (1988) dalam Sugiyono (2014: 226) menyatakan

bahwa, observasi adalah dasar ilmu pengetahuan. Observasi dapat

diartikan sebagai langkah pengamatan atau pemantauan. Berawal

dari observasi; data menjadi fakta utama, peneliti akan belajar

mengenai perilaku/fakta lapangan, dan makna dibalik

perilaku/fakta lapangan tersebut.


43

Melalui observasi peneliti akan memperoleh pengalaman

langsung, sehingga dapat memungkinkan merasakan pengalaman

ketubuhan pelaku ketika menyajika prospel. Pengamatan ini dapat

dilakukan pada beberapa peristiwa amatan, diantaranya;

pengamatan pada pertunjukan keroncong, pada sesi latihan grup

keroncong dan diskusi seniman keroncong.

Sanafiah Faisal (1990) dalam Sugiyono (2014: 226)

menjelaskan bahwa klasifikasi observasi diantaranya; observasi

partisipasi (participant observation), observasi terus terang dan

tersamar (overt observation and covert observa tion), dan observasi

tak terstruktur (unstructed observation). Spradley kemudian

membagi observasi berpartisipasi menjadi empat golongan, yakni;

observasi yang pasif (passive participation), observasi yang moderat

(moderate participation), observasi yang aktif (active participation)

dan observasi yang lengkap (complete participation).

Observasi Observasi
Partisipatif Yang pasif

Observasi
Observasi
Yang moderat
terus terang
Macam – dan tersamar
Observasi
macam Yang aktif
Observasi
Observasi tak
Observasi
terstruktur
Yanglengkap

Gambar 2. Macam-macam teknik observasi


(Sugiyono, 2014: 226)
44

Penelitian ini dimungkinkan melakukan berbagai macam

observasi, karena akan melihat kondisi lapangan dan kemudian

barulah dapat ditentukan teknik observasi mana yang tepat

dilakukan. Teknik observasi yang demikian dinamakan teknik

observasi tak terstruktur. Perlu diingat, walaupun dengan

kemungkinan model observasi tersebut, namun harus disiapkan

„rambu-rambu‟/pedoman pengamatan dari berbagai model

observasi agar sewaktu-waktu siap dalam melakukan

pengamatan.

5.3 Studi Dokumen

Studi dokumen pada dasarnya digunakan untuk

mengkaji/‟memfilter‟ (menyaring) dokumen-dokumen yang

berkaitan dengan penelitian ini. Sejumlah besar fakta dan data

tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian

besar data yang tersedia adalah berbentuk CD, data audio, data

video, manuscript atau notasi musik, catatan harian, cinderamata,

laporan penelitian, foto, dan sebagainya. Sifat utama data ini tak

terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang

mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.

Penelitian ini akan banyak menggunakan dokumen virtual

online – dunia maya yang terdapat pada internet. Salah satu

dokumen virtual yang sering digunakan dari situs Youtube. Situs


45

ini banyak memberikan dokumentasi rekaman pertunjukan

keroncong di berbagai daerah maupun di berbagai negara.

Klasifikasi data lagu keroncong yang diunduh adalah lagu

keroncong yang memiliki prospel. Penggunaan dokumen virtual ini

tentunya harus menggunakan etika pengambilan data, salah satu

contoh dengan cara memposting atau meminta izin dari yang

mengunggah data di situs Youtube.

Selain situs Youtube, dapat juga memanfaatkan layanan

E-book dan E-Jurnal yang terkait dengan kebutuhan penelitian.

Syaratnya adalah „jeli‟ melihat kemungkinan validitas data

tersebut, sehingga perlu dicek kebenarannya. Sejatinya menjadi

peneliti bukan hanya melakukan penelitian, namun peneliti juga

harus dapat memfilter/menyaring data yang baik dan berguna

bagi penelitian.

Hasil dari wawancara, observasi dan studi dokumen ini

dapat dimuat pada catatan lapangan dan jurnal penelitian.

Manfaat jurnal penelitian ini adalah mencatat aktifitas selama

penelitian dan kemudian akan menghasilkan memo/

„dugaan‟/opini/kesimpulan sementara selama melakukan aktifitas

penelitian.
46

Tabel 1. Gambaran jurnal penelitian.

Tempat dan Tanggal Wawancara Kesimpulan Hasil


No Observasi Memo
Kegiatan Kegiatan
Studi Pustaka/Dokumen
1.
2.
3. Dst.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif sebenarnya telah

dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Contoh hal

tersebut adalah; peneliti telah merumuskan dan menjelaskan

masalah prospel dalam pembuatan proposal dari analisis data

hasil studi sebelumnya atau dokumen yang sudah ada. Rumusan

tersebut tentunya akan terus berkembang di lapangan jika peneliti

menemukan banyak fenomena yang pada kenyataannya di luar

pemikiran/dugaan peneliti. Kejadian tersebut „wajar‟ terjadi pada

penelitian seni karena sifat seni sendiri yang bersifat dinamis.43

Penelitian ini selanjutnya akan menggunakan teknik

analisis data model Miles and Huberman. Miles and Huberman

(1984) dalam Sugiyono menjelaskan bahwa aktivitas dalam

analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga

datanya sudah jenuh (2014: 246). Aktivitas dalam analisis data

43 Dinamis da pat diartikan bahwa seni mudah berubah/bergerak dan mudah


menyesuaikan dengan keadaan masyarakat atau selera masyarakat yang terus
berkembang atau menuntut kebaruan.
47

setelah mengumpulkan berbagai data dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1. Reduksi data (Data reduction): memilih data yang

penting, membuat kategori-kategori dan menyimpan

/mengenyampingkan yang tidak terpakai.

2. Penyajian data (Data display): menyajikan ke dalam pola

sesuai dengan kategori dan ciri-cirinya.

3. Penarikan kesimpulan (conclusion/verification): memilih

yang penting, membuat kategori-kategori dan

menyimpan/mengenyampingkan yang tidak terpakai.

Mengeksplanasi data dari berbagai kategori, kemudian

memverifikasi kembali kepada informan.

7. Validitas dan Reliabilitas Data

Data penelitian kualitiatif akan dinyatakan valid; jika tidak

ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti sebagai hasil

temuan dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada fakta

lapangan. Pada penelitian kualitatif tentunya validitas data hanya

terjadi pada batasan kajian/tujuan penelitian, beberapa peneliti

akan berfikir bahwa prospel sudah banyak diteliti oleh orang lain,

namun perlu diingat bahwa dari sudut pandang/kajian yang

berbeda akan menimbulkan validitas data yang berbeda dan

semua itu dinyatakan valid. Hal tersebut wajar terjadi dan hanya
48

saja perlu diingat bahwa; tidak ada perbedaan dari hasil temuan

dengan kenyataan lapangan maka data itu valid.

Sedangkan reliabilitas berarti konsistensi dan stabilitas data

penelitian. Sugiyono (2014: 269) menjelaskan reliabilitas pada

penelitian kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian

kualitatif pada dasarnya melihat suatu realitas itu bersifat

majemuk/ganda, dinamis/selalu berubah, sehingga tidak ada

yang konsisten, dan berulang seperti semula. Maka agar

reliabilitas penelitian kualitatif dapat dipertahankan, pembaca

harus menyadari kapan penelitian ini dilakukan, agar tidak heran

jika sewaktu-waktu mungkin pada 10 tahun mendatang terdapat

data lapangan yang berbeda akibat perkembangan seni secara

dinamis, maka pembaca dapat menyikapi hasil penelitian ini.

Validitas data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1. Pengujian credibility (uji kredibilitas):

a. Triangulasi ke-tiga teknik pengumpulan data.

b. Diskusi dengan teman sejawat.

c. Menggunakan bahan refrensi sebagai kontrol data.

d. Mengadakan konfirmasi dari hasil temuan/tulisan

peneliti dengan pemberi data atau membercheck.

2. Pengujian Transferability (validitas eksternal). Tahap ini

yakni; orang lain membaca laporan penelitian dengan rinci,

jelas, sistematis dan dapat dipercaya. Jika pembaca sudah


49

jelas dalam memahami hasil laporan penelitian ini dan jika

pembaca dapat memutuskan bisa atau tidaknya

mengaplikasikan hasil penelitian ini di tempat lain,

penelitian dapat diberlakukan (transferability), maka

penelitian ini dapat memenuhi standart transferabilitas.

3. Pengujian Depenability (reliabilitas). Melakukan audit

kegiatan penelitian dengan cara adanya pembimbing atau

auditor yang mengaudit, agar keterpercayaan aktivitas

penelitian dan keterpercayaan data tidak diragukan.

4. Pengujian Konfirmability (obyektifitas). Uji obyektivitas bila

hasil penelitian telah disepakati banyak orang atau

disepakati bersama informan/narasumber. Hal tersebut

dapat sekaligus „membumikan‟ hasil temuan penelitian.


50

H. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini tersusun menjadi lima bab, dengan

sistematika penulisan sebagai berikut.

Bab I, Pendahuluan meliputi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan konseptual, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Bab II, Keroncong „mengIndonesia‟ akibat persentuhan

budaya. Meliputi dugaan munculnya prospel dan penemuan

istilah-istilah prospel yang berkembang di masyarakat.

Bab III, Kajian Teks: Bentuk, Kategori, Karakteristik, Teknik

permainan, dan perkembangan keberagaman prospel.

Bab IV, Kajian Konteks: Peranan, proses imajinasi,

virtuositas, „rasa‟ prospel

Bab V, Penutup, meliputi kesimpulan, temuan dan saran.


51

Daftar Pustaka

Ahimsa-Putra, Heddy Shri. “Ethnoart: Fenomenologi Seni untuk

Indiginasi Seni dan Ilmu,” dalam Ed. Waridi dan Bambang

Murtiyoso, Seni Pertunjukan Indonesia: Menimbang

Pendekatan Emik Nusantara.Surakarta: Program Pendidikan

Pascasarjana Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta,

2005, Bagian II 102-115.

Andjar Any, dkk. 1997. Musik Keroncong Menjawab Tantangan

Jamannya (Kumpulan tulisan tentang Keroncong).

Surabaya: Direktorat Kesenian.

Banoe, Pono. 2003. Kamus Musik.Yogyakarta: Kanisius.

Creswell, John W. 2015. Penelitian Kualitatif & Desain Riset:

Memilih di antara Lima Pendekatan. Terj/Alih Bahasa.

Ahmad Lintang Lazuardi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Edmund Prier SJ, Karl. 1996. Ilmu Bentuk Musik. Yogyakarta:

Pusat Musik Liturgi.

. 2011. Kamus Musik. Yogyakarta: Pusat Musik

Liturgi.

Ganap, Victor. “Pengaruh Portugis pada Musik Keroncong:

(Portuguese Influence to Kroncong Music),” Harmonia Jurnal

Pengetahuan dan Pemikiran Seni, Vol. VII No.2/Mei-Agustus

2006: 93-99.
52

Harmunah. 1996. Musik Keroncong: Sejarah, Gaya dan

Perkembangan. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

Hastanto, Sri. 2009. Konsep Pathêt dalam Karawitan Jawa .

Surakarta: ISI Press Solo.

. 2011. Kajian Musik Nusantara-1. Surakarta: ISI

Press Solo.

Kurniasari, Vivien. “Analisis Teknik Permainan Biola Keroncong di

Orkes Keroncong Flamboyant Yogyakarta.” Skripsi: Institut

Seni Indonesia - Yogyakarta, 2012.

Kusumah, Arie. “Teknik Permainan Improvisasi Gitar dalam Musik

Keroncong.” Skripsi: Institut Seni Indonesia - Yogyakarta,

2010.

Mack, Dieter. 1995a. Ilmu Melodi. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi.

. 1995b. Sejarah Musik Jilid 4. Yogyakarta: Pusat

Musik Liturgi.

Maulana, Fakhri Isa. “Metode Permainan Flute Keroncong Asli

Mengacu pada Lagu Kr. Burung Kenari oleh Orkes

Keroncong Bintang Jakarta.” Skripsi: Institut Seni Indonesia

– Yogyakarta, 2013.

Muttaqin, dkk. 2008. Seni Musik Klasik – Jilid 1. Jakarta:

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.


53

Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metode Penelitian: Kajian Budaya

dan Humaniora pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Santosa, dkk. 2007. Etnomusikologi Nusantara: Perspektif dan

Masa Depannya. Surakarta: ISI Press Surakarta.

Soeharto, dkk. 1996. Serba-Serbi Musik Keroncong. Jakarta:

Musika.

Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Terj. Misbah Zulfa

Elizabeth. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Suanda, Endo. 2007. “Etnomusikologi Terapan: Penumbuhan

Wawasan Kebudayaan Melalui Kesenian,” dalam Ed. Aton

Rustandi Mulyana, Hasil Simposium: Membumikan

Etnomusikologi Nusantara. Surakarta: ISI Press Surakarta,

45-58.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantita tif, Kualitatif dan R&D.

Bandung : Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali

Pers.

Suryanto, Anton. “Teknik Permainan Biola pada Musik Keroncong

Asli.” Skripsi: Institut Seni Indonesia – Yogyakarta, 2009.

Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Tesis.

Surakarta: Program Pascasarjana ISI-Surakarta.


54

Wojowasito. 1985. Kamus Umum: Belanda-Indonesia. Jakarta:

Ichtiar Baru – Van Hoe ve.

Woordenboeken, Kramers. 1987. Engels: Engels –Nederlands/

Nederland-Engels in een band. Brussel-Amsterdam: Elseiver

boeken B.V.
55

Lampiran 1
Guide/Pedoman wawancara

Daftar Pertanyaan Peneliti

Dari hasil pengamatan, ditemukan pertanyaan sebagai berikut;


1. Bagaimanakah awal mula prospel ?
a. Apakah benar bahwa penyebutan nama prospel dari kata
serapan bahasa Belanda prospel ?
b. Di Belanda, bentuk prospel apakah sama dengan prospel ?
2. Apakah terbentuknya prospel dipengaruhi oleh gamelan Jawa ?
3. Apakah fungsi prospel dalam keroncong asli ?
4. Berapakah ragam atau bagian improvisasi prospel ?
5. Apakah prospel hanya disajikan dibagian awal saja sebelum
intro, dari pengamatan ada sebuah karya yang menempatkan
prospel pada bagian akhir lagu, hal tersebut apakah masih
bisa dinamakan prospel atau hanya sebagai improvisasi
(cadenza) ?
6. Instrumen yang dimainkan apakah hanya biola/flute/gitar
atau boleh menggunakan alat instrumen lain seperti suling
Sunda, harmonika, saxophone juga bisa melakukan prospel ?
7. Berkaitan dengan prospel sebagai ciri khas dalam jenis
keroncong asli, bila disajikan pada lagu pop yang
dikeroncongkan, atau bahkan jenis langgam maupun stambul,
apakah improvisasi itu bisa dikatakan prospel ?
8. Saat ini banyak lagu keroncong asli yang pada awalnya
menggunakan prospel, tapi kenyataannya banyak penyaji
keroncong yang tidak lagi menggunakan prospel dalam
menyajikan keroncong aslinya, apakah prospel termasuk
bagian dalam keroncong asli ?
56

9. Bila improvisasi prospel dimainkan oleh dua instrumen yang


impro-visasinya dilakukan secara bersamaan, apakah
termasuk prospel ?
10. Apakah prospel dapat disajikan dengan improvisasi vocal
(acapella) ?
11. Apakah prospel juga boleh dilakukan oleh alat musik
Nusantara yang bersifat perkutif-melodis, seperti gamelan
Jawa/Bali/Banyuwangi ?
12. Apakah prospel hanya dilakukan dengan batas maksimal tiga
bagian atau bisakah dilakukan sampai empat bagian bahkan
lebih ? ataukah ada istilah lain dalam penyebutannya ?
13. Apakah prospel juga bisa digunakan adu battle ketika ada
beberapa grup keroncong, apakah ada aturannya ?
14. Apakah benar prospel pada awalnya dipengaruhi oleh sistem
buko pada gamelan Jawa ?
15. Bagimana estetika atau keindahan pada prospel ?
16. Bagaimanakah proses penciptaan improvisasi prospel ?
17. Apakah bentuk improvisasi prospel pada setiap penyajinya
memiliki karakter dan ciri masing-masing ?
18. Mengapa karakter setiap improvisasi prospel yang disajikan
berbeda-beda dan faktor apa sajakah yang mempengaruhinya?
19. Adanya perbedaan definisi prospel ?
20. Apakah prospel itu berasal dari imajinasi pemain atau
peniruan dari prospel sebelumnya ?
21. Apakah prospel ini hanya berlaku pada keroncong asli,
bagaimana jika ternyata ada pada jenis keroncong stambul
maupun langgam ?
57

Proses Cara
instrumen Penggunaan Penempatan Fungsi Adu gengsi
No Pemain Prospel Definisi improvisasi penyajian
prospel prospel prospel prospel dalam prospel
prospel prospel
1. Rahmadani Flute
O.K. Kurmunadi Surabaya
2. Sayuti Flute
Buaya Keroncong Solo
3. Ebit Biola (violin)
O.K Bintang Sura karta
4. Danis Biola (violin)
O.K. Swastika Solo
5. Musafir Isfanhari
Pengamat/pemerhati
Keroncong di Surabaya
6. Wartono
Ketua HAMKRI Solo
7. Koko Tole
Pesona Jiwa
8.
9.
Tabel 1. Narasumber Penelitian
58
Kecenderungan
Matriks Sasaran Penelitian diberikan tanda
Kecenderungan akhir nada 4/ nada
diberikan tanda bebas namun tegas
akhir nada #5 Kecenderungan
Sifat Free rhytm atau 3 diberikan tanda
improvisasi
Bagian 2 akhir nada 7
adalah bebas
sesuai dengan Kadens/akord V
Bagian 1 ‘nggandul’
Nada- kemampuan
Kadens/akord I Sebagai salah satu
nadanya ‘mantap’ Bagian 3 ciri pada musik
variatif/tidak Kadens/akord I keroncong
monoton ‘mantap’ khususnya
keroncong asli dan
Karakteristik Bagian stambul
Improvisasi
melodi

Bentuk genjrengan Sebagai ajang unjuk


Bentuk
sesuai kesepakatan PROSPEL kemampuan
bersama
genjrengan Fungsi individu

Menunjukkan kualitas
Instrumen filler (flute,
biola & Gitar)
Instrumen Kategori grup keroncong

Perkembangannya: segala
Prospel tangga
macam alat melodis dan
nada mayor
alat musik Daerah Teknik Prospel tangga
Kreatifitas/ nada pentatonic/
Keyboard, Suling tema daerah Prospel
Sunda, Saluang, dsb. mbesut
ketrampilan Prospel tangga
nada minor campuran/
kromatik

drone Imajinasi
trill Solfeggio
melodi Virtuositas Kematangan, Pengetahuan
pemain atau pemain keberanian mengenai
keroncong kepekaan prospel dan mental prospel
nada

meniru memahami Untuk mengetahui


prospel improvisasi prospel
akan selesai/habis
Berkaitan dengan
long term memory

Вам также может понравиться